Sekali lagi pagi mendatangi Uchiha Sasuke, 23 tahun, seorang fotografer freelance –yang kini dalam masa 'free' –dengan wajah tampan, dan masih lajang. Sejak lulus SMA Sasuke telah keluar dari sangkar emas orang tuanya untuk kuliah di institut kesenian di pusat kota. Bersyukurlah karena Sasuke terlahir sebagai anak kedua, maka ia tidak perlu menjadi putra mahkota yang harus mengemban tugas berupa menjadi pewaris tahta di perusahaan turun-temurun milik keluarganya seperti yang dialami Itachi. Sudah lima tahun berlalu sejak ia keluar dari mansion tempat ia dibesarkan, dan kurang lebih sudah 18 bulan sejak ia terakhir mengunjungi tempat itu. Itachi tidak pernah bosan meneleponnya untuk sesekali mampir di tengah jadwal padatnya sebagai pewaris tahta –maksudnya sebagai direktur—hanya saja Sasuke enggan kembali ke tempat itu. Ia merasa bahwa ada atau tidak keberadaannya tidak berpengaruh bagi kedua orang tuanya, maka saat hari natal tahun lalu ia memutuskan untuk tidak pulang, toh tidak akan ada pesta natal di rumah itu karena semua sibuk bekerja.

Itachi mengunjunginya beberapa minggu sekali. Kadang kakak satu-satunya itu sudah ada di dalam apartemen Sasuke dengan handuk mandi sambil menonton televisi, ia akan sempatkan semalam untuk menginap walau Sasuke selalu mengusirnya. Atau kadang mereka bertemu di coffee shop untuk sekedar makan siang bersama. Sasuke selalu menggerutu dirinya terlalu sibuk untuk bertemu Itachi, namun pada kenyataanya ia tidak pernah sesibuk itu.

Sayup langkah seseorang menginterupsi tidur 'tampan'-nya, Sasuke merasa seperti beban milik seseorang menaiki ranjangnya. Mungkin ia bangun terlalu pagi, pikirnya kesal, pantas saja kedua kelopak matanya masih terasa sangat lengket tidak mau terbuka. Ia meregangkan tangan untuk mencari telepon genggam yang sepertinya diletakkan di meja—namun yang terjadi malah tangannya ditangkap oleh seseorang, selanjutnya Sasuke merasa keningnya dikecup dan kepalanya dibelai lembut.

Ah…

"Good Morning, darling…"

"—hmm… morning,'" jawabnya dengan suara serak khas seseorang yang baru tersadar dari tidur.

Tak biasanya ia dibangunkan dengan paket komplit seperti ini…

Apa?

Tidak menunggu detik berganti Sasuke langsung melompat dari ranjangnya tanpa aba-aba, sambil melotot.

Dia 'kan tinggal sendirian!


Steel's Heart

(part 1 : His Name is Naruto)

By Pearl

Naruto belongs to Masashi Kishimoto. Happy SasuNaru day!

Zettai Kareshi!AU

Summary: Naruto longed to be a human. Sasuke, on the other hand, has lived almost his entire life lika a robot. Together, they learn to be a human.


.

Pagi itu Sasuke mandi dengan air panas (catat, air panas) sambil menggosok-gosok bekas kecupan di dahinya. Hampir setengah jam ia berdiri sambil memegangi kepalanya dibawah guyuran air dari shower, ia berusaha menulikan telinganya dari suara pintu kamar mandi yang digedor tanpa ampun oleh sesuatu di luar sana.

"Open the door, darling!"

Makhluk itu—jika ia bisa disebut makhluk—entah bagaimana bisa ada di apartemennya, dan hanya satu orang muncul dalam benaknya yang patut untuk disalahkan.

"Darling, let's have sex!"

Kakaknya tercinta… "Uchiha Itachi…." Gumam Sasuke geram. Monster macam apa yang ia kirim ke apartemennya saat ini. Lihatlah, bahkan benda itu sedari tadi memanggilnya 'darling', demi Tuhan, bagaimana bisa Itachi memberinya sebuah robot pelacur yang sedari tadi berteriak-teriak minta dibukakan pintu. Itachi pasti dengan sengaja melakukan hal ini padanya karena tahu adiknya memang aseksual.

Bicara soal robot, Sasuke tidak terlalu yakin apakah sesuatu yang sedang menggedor pintu kamar mandinya dengan heboh memang robot atau bukan. Yang jelas benda itu memang keluar dari sebuah kotak, mirip kotak telepon genggam hanya saja dengan ukuran super besar dengan pengirim bertuliskan nama Uchiha Itachi kepada Uchiha Sasuke, kotak itu hampir tidak cukup masuk di pintu apartemennya.

Sasuke membutuhkan waktu satu jam untuk membuka kotak dan menyingkirkan plastik yang membungkusnya. Bahkan benda ini memiliki manual book dan kabel yang terlipat rapi di sudut kotak. Sasuke menekan tombol power (seperti yang tertulis di manual book halaman 4) yang terletak di belakang telinga, ia mengira bahwa matanya akan menyala dan mengeluarkan suara-suara seperti robot mainannya saat kecil, paling tidak sama seperti yang ada di film-film sci-fi. Namun benda itu tidak bergerak sama sekali. Jadi Sasuke menghabiskan 30 menit kemudian untuk membuka-buka manual book dan akhirnya mengetahui bahwa benda itu butuh di-charge selama 9 jam untuk pemakaian pertama.

What the hell. Apakah Itachi baru saja mengiriminya smartphone versi manusia.

Dan sepertinya benda itu kini telah melalui 9 jam charging, dan telah terisi penuh. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

Mengusir. Membawanya ke kantor polisi. Mengembalikannya ke toko. Membuangnya ke rumah Itachi. Pft—sebaiknya ia harus segera keluar dari kotak shower terlebih dahulu sebelum kulitnya mengelupas karena air panas.

Sasuke tidak tahu berapa lama waktu yang ia habiskan di bawah shower untuk berpikir, hingga tak sadar bahwa mesin itu telah berhenti menggedor pintu. Dengan jubah mandi menutupi badan, Sasuke keluar dari kamar mandi yang langsung terhubung dengan kamar tidur. Ia melihat robot itu kini duduk tak berkedip di tepi ranjangnya sambil memperhatikan iklan di televisi. Wow bahkan ia bisa menyalakan televisi, batin Sasuke kagum.

Mendengar suara debam pintu tertutup, benda itu menoleh kepadanya perlahan. Tak bisa dipungkiri bahwa Sasuke sempat menahan napas sepersekian detik saat pandangan mereka bertemu. Ia menatap mata biru yang sedikit berkelip, sebelum benda itu tersenyum lebar kepadanya.

"H-hey?" Sasuke mendengar seseorang bersuara dan baru menyadari bahwa suara itu berasal dari dirinya sendiri.

"Hello."

Bahasa inggris. Robot ini berbahasa inggris.

"W—Well," Sasuke berdehem "do you understand me?"

"Ofcourse I do." Benda itu tersenyum lagi, kali ini senyumnya sampai membuat matanya menyipit. "What is your native language, English?"

Oh, bahkan benda itu memiliki inisiatif untuk bertanya.

"No, but English is okay." Jawab Sasuke seadanya.

"I know Japanese, Korean and Mandarin. I can change the language if you want."

"Japanese would be perfect."

Sekali lagi robot itu tersenyum, kali ini Sasuke merinding hampir tak percaya karena baru saja ia melakukan interaksi dua arah dengan sebuah mesin.

"Halo." Robot itu menyapanya lagi, kini dengan bahasa yang Sasuke gunakan sehari-hari. "Bisakah kau memberiku pakaian?"

"Mereka tidak mengirimu telanjang seperti ini? Tidak dengan pakaian?" Tanya Sasuke setengah menggerutu, walaupun begitu ia beranjak menuju lemari pakaiannya dan mencari baju yang sekiranya muat untuk Si Robot. Tunggu, apakah Sasuke harus memberinya pakaian dalam? Meskipun memiliki alat kelamin (ia berani bersumpah hanya melihat sekilas) mereka tidak buang air 'kan?

Mendadak ia teringat bahwa saat ia membeli smartphone, mereka hanya memberinya sebatang handphone, tanpa flipcover atau case dan semacamnya. Mungkin kasusnya sama seperi ini.

"So," Sasuke memberinya pakaian dan mengisyaratkannya untuk memakainya sendiri. "Kau punya nama?"

"Tidak," ia tersenyum(lagi) "tapi kau bisa memberiku nama jika kau mau."

Tidak akan terjadi—batin Sasuke, karena setelah ini ia akan langsung mengantarkannya kembali pada Itachi. Tapi entah mengapa Sasuke tidak tega untuk mengatakannya secara langsung.

"Kau akan memberiku nama?"

"Tidak."

"Mengapa?"

Karena kau akan segera kembali pada kakakku "mungkin lain waktu." Tapi mengapa Sasuke harus berbohong kepada sebuah… robot.

"Okay." Robot itu berkata sambil tertawa(memangnya ada yang lucu?!) "siapa namamu?"

"Sasuke."

"Jadi, Sasuke, kapan kita akan melakukannya?"

Sasuke hanya menatapnya tanpa ekspresi, namun sebenarnya begitulah cara menunjukkan rasa tidak mengertinya.

"Kapan kita akan melakukan sex?" Robot itu bertanya dengan polos.

What the hell. Apakah Sasuke baru saja diajak berhubungan sex dengan sebuah benda yang memiliki hubungan saudara dengan laptop dan smartphone?

"Tidak. Aku tidak akan melakukannya, idiot."

"Mengapa? Bukankan semua pasangan melakukannya?"

"Aku dan kau bukan pasangan."

"Aku yakin kau yang menekan tombol power di belakang telingaku, maka dari itu kau adalah pacarku."

Lalu Sasuke menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan besar dalam hidupnya: yaitu menekan tombol power.

Tidak ingin percakapan ini semakin lari ke arah yang tidak jelas, Sasuke memutuskan untuk menyuruhnya keluar kamar, tidak bergerak, dan tidak bicara apapun sampai Sasuke membolehkannya. Robot itu menampilkan ekspresi kecewa (apa? Apa baru saja Sasuke berkata sebuah mesin bisa kecewa?) sambil berjalan keluar.

.

Sasuke mencoba. Mencoba untuk menelepon Itachi, tapi nomornya tidak aktif. Padahal ia sudah menyiapkan sumpah serapah terkejam dalam hidupnya ketika Itachi mengangkat telepon, namun yang terjadi, panggilannya malah dibalas oleh operator. Ia juga telah menelepon sekretaris Itachi, Kakashi, namun hal yang sama terjadi. Akhirnya Sasuke menelepon rumah Itachi (yang berarti adalah rumah orangtuanya dan tempat ia dibesarkan), pada dering keempat teleponnya diangkat.

Bagaimana jika yang mengangkat adalah Ibu atau ayahnya, apa yang akan ia katakan pada orang tuanya setelah sekian lama? Apakah jika yang mengangkat telepon ibunya, maka ia akan diminta untuk pulang? Apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Berbagai kemungkinan yang dapat terjadi mendadak hilang saat ia mendengar suara dari speaker telepon di telinganya, seorang wanita—

"Saori-san?"

"Ah, benar, apakah ini-" Sasuke membayangkan kini wanita di seberang telepon sedang berpikir untuk mengenali suaranya. "Sasuke-sama, benarkah ini dirimu?"

"Hmm."

Entah mengapa Sasuke kini membayangkan wanita itu tersenyum, "sudah lama sekali saya mendengar suara anda, ada yang bisa saya bantu, Sasuke-sama?"

"Apakah Itachi sedang berada di sana?"

"Maafkan aku, Sasuke-sama, tapi kakak anda sedang berada di luar negeri untuk perjalanan bisnis. Beliau berangkat jam 5 pagi untuk terbang ke San Fransisco."

Bajingan itu pergi setelah meninggalkan rongsokan di apartemen Sasuke.

"Apakah dia meninggalkan pesan untukku?"

"Um, maaf Sasuke-sama, Itachi-sama tidak berpesan apapun kepada anda."

Persetan, Uchiha Itachi.

Maka di sinilah Sasuke berada sekarang, di ruangan yang ia sebut Red Room: tempat untuk mencetak hasil jepretannya (Sasuke adalah fotografer, ingat). Ruangan yang selalu ia kunjungi untuk berdiam diri saat sedang bad mood, dan ya, sekarang dirinya memang sedang bad mood. Bukan hanya karena masalah rongsokan Itachi, tapi karena kata-kata Saori di akhir percakapan telepon terngiang di kepalanya.

"Tuan sangat merindukan anda, Sasuke-sama."

Bohong.

Jika memang ayah merindukannya, maka setidaknya ia menelepon anaknya yang sudah hampir 2 tahun tidak menampakkan wajah di hadapannya. Namun yang terjadi orang tua itu tetap mengurusi perusahaan yang, demi Tuhan, tidak akan bangkrut hanya karena ia menelepon selama 5 menit.

Sasuke berhenti menggantung hasil cetakan fotonya ketika mendengar pintu Red Room diketuk. Namun Sasuke tetap menjadi Sasuke, tidak suka privasinya diganggu, ia kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda.

"Sasuke?" kepala rongsokan itu muncul dari balik pintu, degan terpaksa Sasuke meliriknya. "Aku ingin bertanya sesuatu."

Si raven terus menggantung foto-foto yang baru saja dicetak tanpa menggubris robot yang kini memandangnya dengan mata biru menyala di kegelapan.

"Aku ingin bertanya apa password wi-fi."

"…"

"Maaf, tapi aku tidak terlalu suka kondisi idle*, aku harus melakukan sesuatu."

Dahi Sasuke berkedut sebelum ia berkata "keluar kau, bodoh" geram, karena seumur hidupnya, tidak ada yang boleh masuk ke dalam Red Room. Tidak seorangpun, kecuali Sasuke. Tidak ada pengecualian untuk robot.

.

Sesuai dengan yang diperintahkan oleh Sasuke, robot berambut pirang itu duduk di ruang tengah sejak ia mengusirnya dari Red Room. Ia duduk tidak berkedip, well, dia memang sebuah mesin yang tidak perlu berkedip. Sasuke berjalan menuju lemari es untuk mengambil cola, namun setelah membuka pintu ia baru menyadari bahwa kaleng cola terakhir telah dihabiskannya beberapa hari lalu. Sasuke melirik jam dinding yang menempel tak jauh dari tempatnya berdiri, masih jam 11, belum terlalu malam untuk pergi ke super market.

Ketika Sasuke berjalan menuju kamar untuk mengambil jaket, robot itu masih duduk mematung di tempatnya semula. Namun saat Sasuke memutar kunci pintu depan, secepat kilat mesin itu bergerak menghampirinya.

"Sasuke, mau pergi ke mana?" tanyanya penasaran.

"Bukan urusanmu." Sasuke menjawab ketus, sambil memakai sepatu dan mengancingkan jaket.

"Sekarang sudah pukul 11, bukankah sudah waktunya untuk tidur?"

"Sasuke, malam hari adalah waktunya penjahat melancarkan aksinya."

"Sasuke, harusnya kau membawa sesuatu untuk berjaga-jaga jika tiba-tiba hewan malam menyerang tiba-tiba."

Sasuke ini, Sasuke jangan, Sasuke itu…

Suaranya begitu menggangu di kepala Sasuke, ia menghela napas, "bisakah kau berhenti menggangguku, tuan robot, karena aku tidak membutuhkan perhatianmu. Jangan terlalu senang karena aku membiarkanmu tinggal di sini, karena ketika Itachi kembali dari perjalanan bisnisnya kau akan segera pergi dari tempat ini."

Robot itu akhirnya diam, tidak berani memandang wajah Sasuke. Sebelum ia menutup pintu Sasuke berkata lagi, "satu lagi, lebih baik kau jangan banyak bicara."

.

Ketika pagi menjelang robot itu duduk di ruang tamu menghadap jendela, persis seperti apa yang Sasuke perintahkan. Tidak bersuara, dan tidak bergerak.

Rupanya Sasuke sedikit menyesal karena telah bicara kasar padanya, namun perasaan itu segera ditepisnya. Berteriak kepada smartphone bukanlah suatu dosa, dan benda yang diterakinya kemarin dalah sepupu dari smartphone.

Sambil meminum kopinya, Sasuke memperhatikan robot itu dari ujung kepala sampai kaki. Ia memiliki rambut warna pirang seperti manusia sungguhan, mata biru, dan kulit kecoklatan, dan wajahnya… bisa dibilang cukup menarik. Baju yang diberikan Sasuke padanya sedikit longgar di bagian bahu, dan celananya terlalu panjang, mungkin Sasuke akan mencarikan baju lamanya yang pas dikenakan olehnya.

"Ehm-"

Sasuke berdehem, mesin itu berkedip sekali lalu menoleh kepada Sasuke.

"Apa aku sudah boleh bergerak?"

"Terserah."

CPU didalam tubuh si robot memproses data yang telah diinput ke dalam memori untuk mencari tahu apa arti kata 'terserah', beberapa saat kemudian dia menampakkan senyum lebar. "Apakah arti terserah adalah 'ya', Sasuke?"

"Memangnya ada berapa arti kata terserah?"

"Um, entahlah, di dalam memoriku, manusia sering mengatakan terserah yang berarti ya, terserah yang berarti tidak, terserah yang berarti mungkin tidak, terserah yang berarti mungkin ya, atau terserah yang berarti kata kerja yang memiliki arti menyerahkan keputusan kepada pihak kedua. Tapi, menurut data kebiasaan manusia, kata terserah sering diucapkan dengan maksud tidak sesuai arti harfiah."

Sasuke percaya, programmer robot ini adalah seorang yang benar-benar kurang kerjaan.

"Anggap saja kali ini adalah terserah opsi terakhir."

"Okay," robot itu kini bersandar pada sofa, "kalau begitu kuartikan sebagai ya."

"Apa kau juga perlu tidur?" Sasuke bertanya setelah menyelesaikan kopinya, mendadak penasaran. "Um, tidak, aku hanya butuh di charge setiap seminggu sekali. Aku sudah diprogram untuk bisa mengisi daya sendiri, jadi kau tidak perlu repot." Ujar si robot, ia beranjak dari sofa dan mengambil cangkir bekas kopi Sasuke dan membawanya ke dapur.

Tak lama kemudian si pirang kembali dan duduk di tempatnya semula.

Sasuke memandangnya tidak percaya "Kau bisa mencuci cangkir?"

"Aku punya program bersih-bersih, merajut, memperbaiki pipa bocor, aku bisa melakukan apa saja."

Wow. Itachi pasti membeli rongsokan ini dengan sangat mahal.

"—dan aku bisa belajar. Aku dapat menyimpannya ke dalam memori untuk diingat sebagai skill."

Wow. Hanya saja—wow.

.

Hari kedua mesin itu tinggal di apartemen Sasuke, dan ia telah berlajar banyak hal. Misalnya saja, kebiasaan manusia benar-benar berbeda dengan simulasi yang telah dijalaninya sebelum ia dirilis ke pasar. Manusia—dalam hal ini adalah Sasuke—memiliki kebiasaan kecil seperti berkedip sektiar 20 kali per menit, bernapas 27 kali, banyak sekali detail kecil yang tidak dijelaskan kepadanya. Bagaimana ia selalu menonton televisi sambil membaca majalah, namun dapat fokus terhadap keduanya. Manusia sangat multitasking, dalam kasus ini, multitasking alamiah yang jauh lebih canggih dari supercomputer. Ia berpikir bahwa otak manusia merupakan prosesor yang mungkin belum dapat dikalahkan oleh mesin-mesin seperti dirinya.

Pada suatu waktu Sasuke tidak sengaja tertidur di sofa saat menonton drama korea. Si Robot Pirang tidak dapat menutupi rasa takjubnya melihat manusia tertidur. Ia meneliti kulit alabaster Sasuke yang sangat berbeda dengannya. Ia membaca di google bahwa kulit manusia terdiri dari beberapa syaraf yang peka terhadap berbagai rangsangan, tidak seperti miliknya. Sasuke akan merasakan sakit apabila kulitnya dicubit, namun ia tidak, hanya merasa sedikit gaya tekan diberikan kepada dirinya dan ia tidak bisa merasakan apa-apa.

.

Hari ketiga ia berada di rumah Sasuke, ia mempelajari bahwa manusia—dalam kasus ini adalah Sasuke—menyukai buah berwarna oranye kemerahan bernama tomat, namun setelah ia mencari informasi tentang tomat, ia baru tahu kalau tomat ternyata diklasifikasikan sebagai sayuran. Sasuke menyukai berbagai olahan tomat, namun ia lebih suka memakannya langsung, Sasuke berkata bahwa "aku tidak perlu repot mencuci piring", apalagi ia tinggal sendiri dan tidak mempekerjakan pengurus rumah.

Sasuke lebih suka membeli makanan dari luar, karena memasak terlalu merepotkan. Meski Si Robot Pirang telah menawari untuk membuatkan makanan, Sasuke tetap menelepon jasa antar di restoran langganannya ketika ia merasa lapar. Hal itu terkadang membuatnya berpikir mengapa Sasuke membelinya jika hanya disuruh untuk diam di sudut ruang tengah. Namun ia segera mengeliminasi task untuk bertanya, karena pada statistik kemungkinan dijawab oleh Sasuke tidaklah besar. Sasuke adalah tipe manusia yang tidak suka ditanya-tanyai. Mungkin Sasuke hanya akan meliriknya tajam, atau memutar bola matanya.

.

Tepat satu minggu ia tinggal di rumah Sasuke, ia mulai meragukan informasi yang ada pada memorinya tentang manusia, dalam kasus ini, Sasuke. Manusia seharusnya memiliki banyak ekspresi di wajahnya,namun Sasuke tetap menunjukkan wajah datar dan tatapan mata yang dingin dalam berbagai kondisi. Seharusnya ia menunjukkan wajah yang berbeda ketika menonton drama korea yang menyedihkan, menonton berita kriminal, atau menonton acara komedi. Namun Sasuke tetap menunjukkan ekspresi yang sama.

Ia tidak pernah bertanya kepada Sasuke, namun ia selalu mengamati.

Sasuke jelas mengetahui bahwa mesin itu selalu memperhatikannya setiap waktu, segala gerak-geriknya. Matanya selalu mengekorinya kemanapun Sasuke beranjak, dan ketika ia pulang dari bekerja, selalu mata biru itu yang pertama kali dilihatnya. Namun robot pirang itu jarang bertaya, seperti yang diminta Sasuke di hari pertama mereka bertengkar, hanya beberapa percakapan kecil setiap hari seperti "Sasuke ada kiriman paket dari Kiba", "Sasuke, hari ini tuan Yamada yang tinggal di sebelah mengantarkan sekotak jeruk untukmu", atau "Sasuke kau mendapat pesan suara dari Sakura untuk bertemu di café pukul 8 malam ini", yang dibalas dengan "hn" dan lirikan mata. Robot itu bahkan tidak meminta bantuan Sasuke untuk mengisi daya, jika sudah tiga hari berlalu ia diam-diam mengambil kabel charger di kotak tempatnya berasal dan pergi ke steker di dekat dapur, setelah baterainya terisi penuh ia akan kembali duduk di ruang tengah sambil menonton televisi. Terkadang Sasuke melihatnya berdiri di depan jendela besar sepanjang hari, tanpa tahu apa yang bisa ia temukan dari ketinggian lantai 23.

Hingga pada suatu sore Sasuke merasakan bahunya ditepuk pelan, ketika ia menoleh pandangannya langsung bertemu dengan mata biru dan helaian rambut pirang.

"Sasuke aku ingin pergi keluar," adalah kalimat pertama yang diucapkan Si Robot Pirang setelah sekian lama. "Aku ingin melihat ini." Sasuke membaca brosur pertunjukan lumba-lumba yang disodorkan oleh si robot dengan alis terangkat. Pertunjukan atraksi lumba-lumba di kebun binatang, malam ini, jam 7.

Sasuke hendak berkata "tidak," tanpa berpikir, namun ketika ia melihat mata biru yang memandangnya intens penuh harap, ia merubah keputusannya. Entah setan apa yang merasukinya, Sasuke pergi ke kamar untuk mengambil jaket dan dompet. Ia menghampiri Si Robot Pirang yang berdiri di ambang pintu.

"Kita berangkat sekarang, aku tidak mau membawamu ke sana dengan pakaian seperti itu."

"Terima kasih, Sasuke" robot itu tersenyum, kemudian mengikuti Sasuke tanpa bicara apapun lagi. Ketika Sasuke memilihkan jeans dan polo untuknya, ia tak bisa berhenti tersenyum. CPU-nya terus-menerus mengirimkan sinyal untuk tersenyum, serta bayangan hal yang indah-indah. Inilah yang manusia sebut sebagai kebahagiaan, ketika proses dalam tubuhmu seperti diberi pelumas untuk dieksekusi lebih cepat, sehingga kita sering melakukan dengan reflek yang cepat dan tidak terduga.

Jam 7 tepat pertunjukan lumba-lumba dimulai, Sasuke membelikannya 2 tiket di paling depan. Sepanjang pertunjukan ekspresi wajah Sasuke tidak berubah, tetap datar, namun si robot mengerti bahwa tubuhnya lebih rileks dari biasanya. Ia bahkan merasakan jantung Sasuke berdegup lebih kencang saat lumba-lumba melakukan atraksi melompat melewati cincin berapi. Ia melihat kedutan di sudut bibir Sasuke saat lumba-lumba memilih beberapa kayu berhuruf yang sudah disiapkan instruktur dan membentuk satu kata 'halo'. Satu jam pertunjukan Si Robot Pirang tidak pernah mengalihkan pengelihatannya dari Sasuke.

Di akhir sesi instruktur menawarkan siapa yang ingin dicium oleh lumba-lumba. Lengan jaket Sasuke ditarik secara tiba-tiba oleh Si Robot Pirang tanpa Sasuke bisa protes, ia membawa Sasuke ke pinggir kolam untuk 'dicium' oleh lumba-lumba. Sasuke hampir menguliti wajahnya karena malu karena tidak ada orang dewasa yang menantre di barisan ini. Sasuke melirik tajam benda pirang disampingnya, namun empunya hanya tertawa. Pada akhirnya ia pun mengeluarkan handphonen untuk memotret ketika Si Robot sudah berlutut di pinggir kolam dengan moncong lumba-lumba menempel di pipinya.

Mereka berjalan berdampingan menuju halte bus terdekat dengan suasana yang nyaman, tak lama kemudian suara Si Robot Pirang memecah keheningan, "terima kasih Sasuke, pertunjukannya bagus sekali." Padahal selama pertunjukan ia lebih sering mengamati Sasuke daripada atraksi. "Aku tidak percaya bisa bertemu langsung dengan lumba-lumba, bahkan memegangnya." Ujarnya polos, sambil memegang pipi yang telah 'dicium' oleh mamalia air itu.

Beberapa saat berjalan, langkah Sasuke berhenti saat menyadari Si Robot Pirang tidak lagi mengekorinya, Sasuke berbalik dan melihatnya tengah berdiri mematung menatap sesuatu.

"Hey, apa yang kau lakukan?"

"Sasuke, kau harus makan." Ia berkata sambil menunjuk kedai ramen Ichiraku dengan jari telunjuk.

Meskipun Sasuke memutar bola matanya, pada akhirnya ia masuk ke dalam kedai ramen kecil itu dan memesan satu porsi ramen udang.

"Aku selalu ingin tahu bagaimana rasanya ramen," ujar Si Robot sambil memperhatikan mangkok ramen Sasuke yang mengeluarkan asap. "Google mengatakan rasanya gurih, manis, dan pedas di saat yang bersamaan. Aku penasaran dan ingin melihatnya secara langsung."

Sasuke memakan ramennya dengan diam, walaupun begitu ia mendengarkan semua yang dikatakan benda di depannya.

"Katakan padaku, Sasuke, bagaimana rasanya manis."

Pertanyaan itu membuat Sasuke sedikit berpikir, memangnya seperti apa rasanya manis? Itu sudah menjadi tugas lidah untuk merasakannya, karena Sasuke merasakan manis secara otomatis, ia tidak pernah berpikir bagaimana cara mendiskripsikan rasa manis.

"Rasa manis seperti kau melihat bunga yang mekar di musim semi, hangat dan menyenangkan. Tapi jika kau terus menerus melihatnya, lama-lama akan terasa jenuh, sama halnya ketika kau makan banyak gula."

"Bagaimana dengan pedas?"

Sasuke berpikir lagi, "pedas berarti lidahmu terbakar, panas, mulutmu seperti sedang mengalami musim panas."

Robot itu semakin tersenyum lebar, "bagaimana dengan asin, asam, pahit?"

"Kalau kau bertanya terus, kapan aku bisa makan, idiot?"

Si Robot mengatakan maaf sambil tertawa lalu ia tidak bertanya lagi, hanya kembali mengamati Sasuke yang sibuk menyumpit mie ke dalam mulutnya.

"Hey, Sasuke, benda apa yang ada di atas ramen itu?" Ia bertanya sambil menunjuk irisan baso ikan berbentuk bulat.

"Naruto," jawab Sasuke singkat.

"Eh, apa?"

"Naruto, apa kau tuli?" ulang Sasuke kesal. Ramen di hadapannya semakin membesar karena kuah yang meresap dan mesin bodoh ini terus menerus mengajaknya bicara.

"Sasuke, aku merasa kau berkata naruto seperti sedang memanggilku, berhubung kau tidak mau memberiku nama, bagaimana kalau mulai sekarang kau memanggilku Naruto?"

Sasuke tidak menjawab pertanyaannya lagi sampai ramen di mangkoknya habis, setelah selesai Sasuke buru-buru membayar ramennya dan keluar dari kedai itu.

Sepanjang perjalanan pulang Sasuke mendengar benda di sampingnya bergumam 'naruto' sambil tersenyum tanpa sebab. Robot itu terlihat sangat bahagia dengan nama baru yang ia tentukan sendiri, bahkan ketika mereka berdua telah sampai di depan gedung apartemen, ia masih terus bergumam.

Malam itu Sasuke menyempatkan menonton reality show malam di televisi, dengan Si 'Naruto' yang duduk di sampingnya. Mesin itu tak lagi bergumam, namun wajahnya masih tetap tersenyum. Ketika jam menunjukkan pukul 11.45 Sasuke mulai menguap dan merasakan matanya menjadi berat. Ia mematikan televisi sebelum berjalan menuju kamar tidur, namun ia berhenti ketika sebuah tangan menggenggam lengannya.

"Sasuke, aku ingin jadi manusia."


To Be Continued


Edited later u.u