Disclaimer: Harry Potter always belong to J. K. Rowling


Musim gugur.

Pepohonan mulai meluruhkan daun-daunnya yang mulai mencoklat. Angin musim gugur pun menerbangkan dedaunan yang terjatuh di sekitarku. Sesekali rerumputan ikut menari karena terpaan angin. Bunga-bunga indah yang biasa mekar disekitarku juga sudah tak menampakan diri lagi. Udara pun sudah mulai melebihi kata sejuk semenjak mendekati musim dingin. Aku pun merapatkan syalku.

Sesekali aku memperhatikan cumi-cumi raksasa yang sedang menampakan diri di permukaan air. Rasanya begitu tenang. Bagaimana angin menerpa rambut coklat lebatku, bagaimana angin meniupkan helaian-helaian kertas buku-ku, membelai halus wajahku, dan mempermainkan dedaunan dan pepohonan disekitarku. Dan juga pemandangan ini. pemandangan Hogwarts, Pemandangan yang paling menakjubkan di hidupku. Dan beriak-beriak air yang ditimbulkan oleh tentakel cumi-cumi raksasa yang menari-nari dengan riangnya. Semua begitu nyata, begitu sempurna.

Entah sudah berapa minggu aku tiba di Hogwarts. Dan sekarang sudah memasuki akhir Oktober. Yang jelas semua yang aku ingat tentang Hogwarts masih sama. Dari awal aku menginjakkan kaki ku disini, sampai hari ini, sampai saat ini, semua sama. Pemandangan bukit yang menjulang tak jauh dari Hogwarts, kastil yang berdiri kokoh, lapangan Quidditch, asrama Gryffindor, Hutan Terlarang, Danau Hitam, semuanya masih sama.

Dan disini lah aku, duduk sendirian di bawah Pohon Beech, ditepi Danau Hitam. Menikmati semilir angin lembab di pagi hari. Sambil memangku buku favoritku, Hogwarts, A History.

Duduk sendirian disini pada pagi hari bukanlah hal yang jarang bagiku. Justru telah menjadi kebiasaan ku mulai awal tahun ajaran ini. Hampir setiap hari aku menyempatkan diri kesini. Entah apa yang membawaku kesini. Aku hanya ingin menikmati sejuknya udara pagi, membaca buku, dan memikirkan segalanya.

Memikirkan apa yang akan terjadi tahun ini.

Mengingat selama tiga tahun belakangan aku, Harry, dan Ron selalu menghadapi sesuatu yang seharusnya tidak dilalui oleh penyihir seumuran kami. Tapi semua hal itu yang membuat semuanya menjadi menarik, dan penuh tantangan. Membuat singa Gryffindor didalam diriku meraung-raung keras karena terpacu adrenalin.

Toh, tak mungkin kau akan jauh-jauh dari masalah jika kau bersahabat dengan Harry Potter.

Dan toh, aku menikmati ini semua. Dan rela melakukan apapun untuk kedua sahabatku itu.

Dan mengingat beberapa bulan yang lalu saat aku, Harry, dan keluarga Weasley menonton Kejuaraan Quidditch dan lebih dari selusin Pelahap Maut datang memporak-porandakan semua yang ada disana, dan salah satu dari mereka menyihir tanda kegelapan dilangit, kelihatannya, ini permulaan yang kurang bagus.

Kupikir, tahun ini takkan jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Yah semoga tak lebih buruk.

Angin semilir kembali memainkan helaian rambutku dan juga beberapa halaman buku yang kupegangmenyadarkan ku dari lamunan. Aku pun menghela nafas sembari menyenderkan kepalaku ke pohon dibelakangku, lalu kembali memfokuskan pikiranku ke halaman buku di pangkuanku.

Kini aku membuka bab selanjutnya–yang membahas tentang keadaan lingkungan Hogwarts beserta isi kastil. Sebenarnya rasanya aneh–dan juga lucu, ketika kau membaca sebuah buku–yang bahkan buku favoritmu, dan kau sendiri sudah mengalami atau melihat hal yang tertera dibuku. Aku bahkan melihatnya sekarang.

Berdasarkan deskripsi barusan yang aku baca, terdapat Danau Hitam di sebelah selatan Hogwarts. Bukankah ini lucu, ketika kau membaca sebuah buku yang terkenal di dunia sihir, membaca mengenai keterangan tertentu, dan kau sedang berada ditempat itu?

Aku pun mengalihkan perhatianku lagi kearah cumi-cumi raksasa yang masih memainkan tentakelnya di atas permukaan air. Menggerak-gerakkan tentakelnya sehingga menimbulkan beriak-beriak air. Menggetarkan permukaan air disekitarnya. Aku pun mengambil biskuit kecil yang kubawa disampingku, lalu melemparkannya kearah cumi-cumi raksasa–yang dengan gesit langsung ditangkap dengan tentakelnya. Aku pun hanya tersenyum geli melihatnya.

"menikmati kesendirian dengan bermain-main bersama cumi-cumi raksasa, eh? Kukira kau sudah bosan dengan manusia?" terdengar suara seseorang yang sangat familiar dari arah belakangku, disusul dengan kekehan geli dari orang tersebut.

Aku–yang sudah bisa menebak siapa orang yang tengah terkekeh geli dibelakangku–hanya balas tertawa kecil lalu menoleh, "Harry! Kau seperti hantu dipagi hari, kau tau?"

Harry pun hanya menyengir sambil mengacak-acak rambut hitam legamnya sehingga menjadi lebih berantakan dari sebelumnya–yah itu kebiasaannya–seraya menjawab, "aku bahkan baru tau kalau ada hantu dipagi hari. Jangan bilang kalau Hermione Granger takut pada hantu–bahkan dipagi hari?"

Aku pun melemparkan sejumput dedaunan kering di sekitarku kearahnya, seraya terkekeh geli, "apa-apaan sih, aku bahkan tak percaya dengan hantu. Melihatnya pun aku tak pernah."

Harry pun duduk disebelahku sambil menyenderkan kepalanya dipohon, "jadi kau tak percaya hantu?"

"yah bisa dibilang begitu," jawabku pendek sambil mengangkat bahu.

"yang kumaksud bukan hantu seperti yang berada di dalam kastil–hantu yang, well? yang benar-benar menyeramkan?"

Aku hanya memutar bola mataku malas," ya, Harry. aku tak percaya hantu seperti itu. dan ini tak penting." ia hanya terkekeh mendengar jawabanku.

Aku mengambil biskuit yang kubawa disampingku, lalu memakannya pelan-pelan. Aku pun menyodorkan biskuit ke Harry–yang dengan senang langsung menerima tanpa sungkan seraya bergumam terimakasih.

"jadi, buku apa kali ini?" tanya Harry.

Aku pun menutup bukuku pelan sambil mengambil biskuit lagi, "Hogwarts, A History."

Harry pun mendengus geli, "seriously, Hermione. Aku bahkan belum pernah membacanya sampai habis. Setengah nya pun belum. Dan pastinya juga Ron."

Aku pun hanya tertawa mendengar perkataan Harry–dan Harry pun juga ikut tertawa. Aku pun mengambil biskuit kembali lalu bertanya, "jadi... apa yang kau lakukan disini, Harry? Tumben kau sudah bangun?"

Harry pun hanya mendengus, "Mione, ini pukul tujuh dan kelas pertama kita adalah ramuan! Kau mau aku terkena detensi?"

Aku hanya terkekeh, "lalu mana Ron?" Harry pun hanya mengangkat bahunya, "sepertinya ia kembali tidur, entahlah."

Aku pun mengunyah biskuit-ku lagi lalu menawarkannya ke Harry, "lagipula kalau dia lapar juga pasti langsung bangun kan?" canda Harry. Aku pun hanya tertawa mendengarnya.

Sesaat tak ada yang berbicara. Hanya suara ranting yang bergoyang karena semilir angin, atau suara kunyahan biskuit di mulut masing-masing. Hanya keheningan. Bukan keheningan yang canggung, melainkan keheningan yang menenangkan. Lagipula aku selalu merasa nyaman walaupun hanya berdua dengan Harry.

"kalau tidak salah, murid-murid dari Beauxbatons dan Durmstrang akan datang malam ini?" tanya Harry. Aku hanya mengangguk mengiyakan.

"aku jadi tak sabar menjadi tuan rumah. Lagipula, tidakkah kau penasaran dengan mereka semua, Mione? Mereka kan dari negara yang berbeda, dan pastinya dengan budaya berbeda." Aku pun mengangguk mengiyakan.

"iyasih, mungkin menyenangkan bisa berteman dengan beberapa dari mereka." Harry pun hanya mengangguk mengiyakan sambil mengunyah biskuit kembali.

"kurasa sudah saatnya sarapan sebelum kehabisan makanan. Kecuali kau hanya ingin meminum jus labu untuk sarapan? Itupun kalau masih tersisa," kata Harry terkekeh seraya bangkit dari duduknya.

Aku pun balas terkekeh sambil bangkit dari dudukku. Memungut bekas bungkusan biskuit sambil memeluk buku yang kubawa, lalu berjalan kearah kastil bersama Harry, "sayangnya aku membutuhkan roti bakar untuk mengisi perutku. Biskuit barusan tak membantu–yah sedikit. Aku sangat lapar dari semalam."

Harry pun terkekeh, "aku jarang mendengarmu berkata 'aku sangat lapar' Mione. Kau mulai mencuri kata-kata Ron ya?"

Aku hanya memukul bahunya pelan, "hei! Aku juga manusia yang butuh asupan gizi yang cukup, mr. Potter!" aku pun terkekeh geli melihat ringisan berlebihan diwajah Harry.

"kau tega, Mione," ujar Harry sambil mengusap bahunya. Akupun hanya memutar bola mataku lalu tertawa bersama Harry.

"yah semoga hari ini tak buruk," ujar Harry pendek. Aku pun balas tersenyum lalu merangkulnya sambil melangkahkan kaki-ku bersama Harry ke Aula Besar.


Hari ini berjalan seperti biasanya. Masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Yah, setidaknya aku berhasil memperoleh 65 poin hari ini, lebih banyak 15 poin dari hari kemarin. Bukan kah itu bagus?

Aku memasuki Asrama Gryffindor–dan langsung bergegas menuju kamar anak perempuan untuk menaruh beberapa buku dari perpustakaan dan mandi. setelah selesai mandi dan berpakaian, aku pun mengambil jubahku dan bergegas keluar ke ruang rekreasi.

"hai, Mione," sapa seseorang berambut merah yang sedang duduk di sofa merah marun didepan perapian.

"oh, hai Ron. Mana Harry?" tanyaku sembari duduk disamping Ron.

"sebentar lagi juga turun. Tunggu sa–hai Harry."

"hai kalian berdua." Harry menghampiri kami dan ikut mendudukkan dirinya disampingku.

Ron pun menghela napas, "McGonagall memberikan PR banyak sekali hari ini."

Aku pun balas mendengus, "essay sepanjang dua meter tak terlalu panjang jika kau ingin mengerjakannya mulai dari sekarang. Lagipula masih minggu depan? Bagaimana jika kita mengerjakkan nya mulai malam ini setelah makan malam?" tanyaku antusias.

Ron pun hanya memutar bola matanya, "err... tidak deh. Nanti malam aku ingin main catur sihir saja bersama Harry. Iya kan Harry?"

Yang ditanyai pun hanya mengangguk mengiyakan. Aku memutar bola mata ku, "ergh, kalian berdua, selalu menunda pekerjaan."

"oh, ayolah. tugasnya memang masih lama kan?"

"aku tidak akan membantu kalian jika tidak mengerjakannya sesegera mungkin."

"baiklah, baiklah. Aku akan mengerjakannya mulai besok. atau lusa. itupun kalau aku sempat. ta–"

"bisakah kita lanjutkan pembicaraan ini nanti? Aku lapar. Ayo makan malam," potong Harry tiba-tiba dengan nada bosan. Yah aku tebak pasti Harry sudah bosan mendengarkan adu mulutku dengan Ron. Oh, Merlin. bahkan akupun sangat bosan.

"oh ya, makan malam! ayo..." ajak Ron seraya bangkit dari duduknya–disusul dengan Harry.

"ngomong-ngomong makan malam, kalau ingatan ku masih bagus, seingatku akan ada murid-murid yang hadir dari Durmstrang dan Beaux–apa? Beauxbutton?"

Aku hanya memutar bola mataku bosan, "Beauxbatons, Ron."

"oh ya! Ya, itu. Bagaimana menurutmu, Harry, Mione?" tanya Ron.

"yah, kelihatannya menarik. Bukankah begitu?" sahut Harry santai.

"aku tak sabar melihat murid-murid dari Beauxbatons. Yah, kau tau kan? Sekolah Perancis... orang-orang Perancis... dan setauku itu sekolah untuk perempuan. Pasti mereka cantik-cantik... orang-orang Perancis itu..." ujar Ron dengan mata yang sedikit berbinar.

Harry terkekeh geli, aku hanya memutar bola mataku, "ergh, menggelikan. Ayo makan malam," ajakku sembari berdiri dan berjalan bersama Harry dan Ron menuju Aula Besar.


Dentingan piring dan gelas masih menggema di Aula Besar. Celotehan dan gelak tawa masih terdengar jelas di sekitarku. Aula besar yang mulanya sepi, sekarang menjadi sangat ramai oleh murid-murid Hogwarts yang hendak memenuhi kebutuhan perut masing-masing.

Dan disinilah aku. Duduk disebelah Ginny, dan kami berdua diapit oleh kedua sahabatku–yang masih dengan lahap memakan makan malam masing-masing. bahkan Ron sudah mengambil ayam goreng lima kali! Eurgh ini masih lebih baik dari pada kemarin lusa, ia bahkan mengambil ayam sampai sepuluh kali sambil beralibi, "aku lelah habis latihan untuk seleksi Quidditch." Bodoh, tahun ini kan Quidditch ditiadakan. Kalau lapar sih bilang saja.

Aku dan Ginny sudah menghabiskan makan malam kami sejak tadi. Aku hanya memakan satu pie daging dan pudding. Yah cukup mengenyangkan.

"makan banyak lagi kali ini, adik kecil? Alibi apa kali ini? Quidditch?" tanya seseorang–well, sebenarnya dia tak sendiri, mengingat ia selalu bersama kembaran nya kemana pun. "hai Ginny, sudah lama kami tidak melihatmu," sahut salah satu dari mereka sambil mengedipkan sebelah matanya ke Ginny.

"kita baru bertemu lima belas menit yang lalu, Fred, George. Dan kalian anggap itu lama?" sahut Ginny sambil mendengus, yang diacuhkan oleh kakak kembarnya.

"urgh, jhanganh gwanghu akhu, Fred," ujar Ron pendek yang masih–eurgh–mengunyah makanan. Selalu saja.

Harry pun tertawa, "aku bahkan masih tidak dapat menahan tawaku kalau mengingat kejadian lusa kemarin, Ron. Wajahmu parah sekali kemarin."

Si Kembar Weasley pun duduk dihadapan kami sambil mengambil buah-buahan didepan kami. Ron pun mendengus kesal kearah kakak kembarnya–setelah menelan semua makanan dimulutnya. "pergi kalian, selalu saja mengganggu."

Fred dan George hanya tertawa mengejek, "ini Aula Besar dan ini di Hogwarts, Ronnie kecil. Dan seingat kami, kami masih murid Hogwarts. Lagipula kami kesini ingin menyapa Ginny, bukan begitu Gin?" sahut George. Ginny hanya memutar bola matanya bosan.

Ron kembali mendengus jengkel. Sedangkan aku hanya diam menonton. Lagipula aku terlalu malas untuk menanggapi.

"lagipula Harry benar. Kami terlalu susah menutupi keinginan kami untuk tertawa saat melihat wajah semerah tomat mu lusa kemarin. Bahkan kami mendapat detensi dari Snape tadi siang karena mengingat kejadian itu."

"well, bagus kalau begitu. Paling tidak kurasa tahun ini aku harus berbaik hati pada Snape karena itu," cibir Ron yang wajahnya sudah mulai memerah.

Fred dan George mendengus tertawa, "apakah kami tidak salah dengar, Ronnie kecil? Kau akan berbaik hati pada Snape? Jangan sampai besok kau berkata, 'kurasa aku mulai mencintai Snape.' Kami akan dengan senang hati menganggapmu sebagai adik," sahut Fred.

"shut it, both of you,"ujar Ron pendek yang wajahnya sekarang sudah benar-benar merah–bahkan sampai telinga. Kembar Weasley pun mulai tertawa terbahak. Bahkan Harry dan Ginny juga. Well, aku bahkan tak bisa menahan tawaku sekarang.

"lihatlah, Hermione dan Ginny bahkan sampai tertawa. Kami malu kalau jadi dirimu, Ronnie. Ditertawai oleh dua orang gadis sekaligus..." kata George mengejek, yang disusul dengan gelak tawa dari Fred dan juga Harry. Ginny hanya terkekeh geli.

"great. Harry, Hermione, Ginny. Kalian tak membantu. bahkan–"

"sssst! Diam! Dumbledore ingin bicara..." potongku cepat.

Terdengar dentingan piala dari arah Dumbledore–yang berarti ingin mengumumkan sesuatu. Sesaat langsung terjadi keheningan, seolah menuntut Dumbledore untuk melanjutkan. Ia menjentikkan tongkat sihirnya, dan seketika piring-piring hidangan makan malam pun lenyap. Terdengar lenguhan dari mulut Ron–yang memang belum menghabiskan ayam terakhirnya–yang dibalas delikan maut dariku. Dumbledore pun bangkit dari duduknya, lalu mengangguk kepada profesor-profesor lain, dan berjalan kearah podium didepan meja guru. Replika burung hantu yang berada di bagian depan podium pun membentangkan sayapnya.

"selamat malam, semuanya. Ku harap kalian semua dalam keadaan yang baik. tanpa berbasa-basi, seperti yang ku umumkan awal tahun ajaran baru, bahwa beberapa murid dari Beauxbatons dan Durmstrang akan hadir di Hogwarts pada akhir bulan Oktober. Dan karena sekarang adalah akhir bulan Oktober, mereka telah hadir ke sekolah kita hari ini. Kumohon kerjasama kalian." jelas Dumbledore dengan nada yang lantang seperti biasa.

"well, kita punya sasaran baru Gred," ujar George pelan.

"well, kurasa kau benar Feorge, kita bisa mencoba produk baru," jawab Fred semangat.

Akupun hanya mendengus geli mendengar panggilan menggelikan mereka barusan sebelum Ginny berkata, "oh jangan mulai, kalian. Atau aku akan bilang Mum kalian ingin mengerjai tamu undangan sekolah," ancam Ginny.

"baiklah, kami hanya bercanda, Gin," jawab Fred dengan cengiran tak berdosanya.

Aku pun kembali memfokuskan perhatianku kepada Dumbledore yang masih berbicara, "baiklah, langsung saja kita sambut, murid-murid dari Beauxbatons Academy of Magic. Yang dikepalai oleh Madame Maxime."

Seketika pintu Aula Besar terbuka lebar. Dan terlihat murid-murid dari Beauxbatons berdiri disana. Semuanya perempuan, menggunakan seragam berwarna biru muda berbahan sutra. Mereka juga memakai coat sebahu dan topi dengan warna yang seragam.

Mereka pun mulai memasuki Aula Besar dan berjalan secara serempak–dan juga anggun. Dan tiba-tiba berhenti dan mengibaskan tangan kanan mereka kesisi kanan mereka seolah memberikan penghormatan–secara berlebihan menurutku. Lalu mereka maju beberapa langkah lagi, dan berhenti. Melakukan hal yang sama seperti tadi, hanya saja kearah sisi kiri mereka. Dan kalau aku tak salah menafsirkan, semua murid laki-laki benar-benar terpana melihat murid-murid Beauxbatons. Bahkan barusan aku mendengar Ron bergumam "Bloody hell..."

Mereka pun berlari-lari kecil kearah tepian meja-meja panjang asrama, dan berhenti sebentar memberikan penghormatan terakhir sebelum semuanya berpencar kearah kanan dan kiri–menyebar kedepan Aula Besar. Dan kalau aku tak salah lihat, ada beberapa kupu-kupu berterbangan disekeliling mereka. Benar-benar menggelikan.

Dan aku baru menyadari seorang wanita–yang kutebak adalah kepala sekolah Beauxbatons–berjalan dibelakang murid-muridnya. Merlin. Aku tak pernah melihat wanita sebesar dan setinggi ini. Bahkan aku mendengar Seamus membisikkan hal serupa ke Ron.

Dan kulihat ada seorang murid Beauxbatons–benar-benar cantik–yang tengah menari Ballet, dan disisi kanannya ada seorang gadis Beauxbatons juga yang ikut menari-nari dengan anggun. Lalu membungkukkan badannya secara anggun untuk memberikan penghormatan. Dumbledore menghampiri Kepala Sekolah Beauxbatons–yang kalau tak salah bernama Madame Maxime–mengulurkan tangannya ke wanita tersebut, dan mencium punggung tangannya layaknya seorang gentleman.

Semua murid Hogwarts–mayoritas laki-laki–bertepuk tangan dengan riuh. Terdengar siulan-siulan dari beberapa orang. Bahkan kebanyakan dari mereka bertepuk tangan sampai berdiri. Bahkan Harry dan Ron juga!

Akupun ikut bertepuk tangan dengan sangat tidak antusias. Kulihat Ginny melakukan hal serupa. "tidakkah mereka berlebihan? Para murid Beauxbatons itu?" tanya Ginny. Aku hanya balas mendengus.

Dumbledore pun kembali ke depan podium dan merentangkan tangannya–menyuruh semuanya berhenti bertepuk tangan. Sejenak seluruh penghuni Aula Besar pun diam. Lalu Dumbledore melanjutkan, "selanjutnya, kita sambut murid-murid dari Durmstrang Institute, yang dikepalai oleh Igor Karkaroff."

Dan sekarang terlihat murid-murid Durmstrang tengah berdiri di depan pintu Aula dan berjalan masuk. Semuanya menggunakan seragam berwarna maroon, jubah bulu, dan topi bulu berwarna serupa. Hampir semua potongan rambutnya sama, Buzzcut. Barisan paling depan membawa tongkat kayu panjang, dan melakukan sedikit atraksi–seperti memutar-mutar tongkat mereka dengan lihai dan cepat, lalu menghentakkannya kelantai sehingga terlihat percikan-percikan api. dan dengan cepat mereka berlari kedepan aula dan beberapa dari mereka melalukan tarian semacam Breakdance.

Salah satu siswa Durmstrang yang berada didepan aula menyihir api dari tongkat sihirnya. Disusul dengan masuknya Igor Karkaroff, Viktor Krum–Ron langsung tercengang melihatnya–dan seseorang lagi disebelahnya.

Pandangan ku terfokus pada seorang yang berjalan melewati meja yang kududuki. Bukan. Bukan Viktor Krum. Melainkan orang disebelahnya tadi...

Ia menggunakan seragam serupa dengan siswa Durmstrang lainnya, kecuali absennya topi bulu tebal, yang memperlihatkan rambut pirang platinanya berkilauan tertimpa cahaya lilin. Badannya tegap. Kulitnya putih pucat. Wajahnya sangat aristokrat dan well–tampan. Sangat tampan.

Tapi bukan karena penampilan nya itu yang membuatku memfokuskan perhatianku pada orang itu. Bukan. Melainkan sesuatu yang familiar... seolah-olah aku pernah bertemu dengannya.

Hell. Bahkan ini pertama kalinya aku meliatnya bukan?

Sangat amat tidak logis.

Tetapi pandanganku tetap terfokus pada orang itu–yang sekarang tengah berdiri didepan aula, masih berada disamping Viktor Krum. Kalau dilihat dari fisiknya, kurasa ia adalah murid yang paling muda diantara murid Durmstrang lainnya disana. Bahkan kurasa ia berada ditahun yang sama denganku.

Dan tiba-tiba, ia mengalihkan wajahnya kearahku yang masih memandanginya penuh perhatian. Akupun sempat hampir terlonjak, tetapi dengan segera kututupi kegugupanku. Dan tetap menaruh pandanganku dimatanya.

Matanya berwarna abu-abu. Berkilauan akibat sinar dari lilin–seperti halnya rambut pirang platinanya. Ia menatapku intens. Aku balik menatapnya, seolah ingin tau apa yang dapat aku peroleh jika aku terus menatapnya. Kami terus bertatapan, seolah hanya ada kami berdua di Aula Besar. Bahkan aku menghiraukan pidato dari Dumbledore.

Abu-abu bertemu coklat hangat. Kami masih bertatapan. Pandangannya sulit diartikan. Seperti tengah berpikir keras. Well, Unreadable. Begitu menghipnotis.

Aku melepaskan kontak mata dengannya ketika aku merasa seseorang menyenggol lenganku. Aku pun langsung tersentak dan mendapati Harry sedang menatapku dengan pandangan bertanya. "kau tak apa, Mione?" Harry kembali menyenggol lenganku seolah menyuruhku untuk sadar. yah–aku sepenuhnya sadar sedari tadi–mungkin.

Aku hanya tersenyum kecil, "oh– tak apa Harry. Kau tau– mengingat-ingat PR transfigurasi... sepertinya aku akan mengerjakannya besok setelah kelas berakhir... aku lelah, ingin tidur," jawab ku asal.

Harry menaikkan satu alisnya, "benarkah? Tapi dari tadi yang aku lihat, kau sedang menatap seseorang–aku tak tau siapa. Tatapan mu begitu–well, dalam..."

Aku hanya menghela nafas lalu menatap bola mata hijau cemerlangnya, "oh ayolah Harry, aku hanya melamun tadi. Mungkin aku terlalu serius memikirkan Transfigurasi tadi, jadi–oh lupakan itu tak penting," ujarku cepat sambil mengalihkan perhatianku kearah Dumbledore yang masih berpidato tentang Turnamen Triwizard yang akan dimulai beberapa minggu lagi.

Merlin, apa maksudnya tatapan tadi? Dia memandangku seolah mengetahui sesuatu yang tidak kuketahui.

Merlin. Apa-apaan orang itu?

Uh, Godric. ini sangat tidak penting untuk dipikirkan. Lebih baik aku langsung kembali ke asrama, ke kamar dan tidur.

Tiba-tiba satu-persatu murid mulai meninggalkan bangku masing-masing, dan menuju asrama. Harry pun mengajakku kembali ke asrama.

Dan aku sadar, saat aku berjalan meninggalkan Aula Besar, seseorang menatapku tajam.


Hai! ini ff pertama saya heheheh, kalau banyak kekurangan maklum ya, masih newbie nihh. :D

RnR?:)

Octans.