Jungkook menatap nanar ke arah perut besarnya. Kesalahannya di masa lalu kini menuai karma baginya sendiri. Dengan langkah gontai, lelah pastinya, Jungkookpun berjalan menuju apartemen kecilnya. Hanya ada satu kamar tidur, satu kamar mandi, dan ruang tamu yang berada satu ruang dengan dapur. Minimalis. Dan Jungkook bersyukur bisa menyewa apartemen kecil ini.

Tak ada siapa-siapa di apartemen kecil itu. Tentu saja, ia hanya tinggal sendirian disini. Walau begitu ia tak kesepian karena tetangganya sering berkunjung. Entah itu hanya sekedar membagi masakan mereka pada Jungkook atau hanya mengecek apakah Jungkook sudah pulang atau belum.

Jungkook menyenderkan punggungnya pada dinding yang berada di ruang tamu. Tubuhnya serasa sakit semua rasanya. Bahkan untuk mandi saja tak mampu Jungkook lakukan sekarang. Huft, lemah sekali pikirnya.

Tanpa ia sadari, ia terlelap dalam posisi duduk. Tanpa alas apapun atau sandaran apapun di punggungnya. Terlalu lelah membuatnya tidur seperti itu.

Tok tok tok

Cklek

Karena tidak mendapat balasan dari sang pemilik apartemen, tamu itupun masuk saja. Ia tahu benar kalau sang pemilik kediaman hanya akan mengunci apartemennya kalau sedang keluar. Kalau sudah di rumah, jarang sekali memang Jungkook mengunci pintunya.

"Kookie~"

Panggilan itu langsung saja terhenti saat melihat orang yang dicarinya tengah terlelap dengan nyenyak. Pelan-pelan sekali, sang tamu beranjak ke dapur, mengambil sebuah mangkuk dan piring, ah tak lupa sendoknya, kemudian membawanya ke ruang tamu.

"Harusnya makan dulu sebelum tidur" gumam sang tamu pelan.

Tamu itu menyiapkan bawaannya ke mangkuk dan piring yang telah ia ambil tadi. Yap, sang tamu membawa makanan untuk Jungkook.

Setelah siap, iapun membangunkan Jungkook. Bahaya kalau tidak dibangunkan, pasti akan bangun esok pikirnya.

"Kook, bangun. Hei makan dulu" ujarnya sambil menepuk pelan pipi chubby Jungkook.

Jungkook hanya menggeliat saja, sedikit terusik.

"Hei, makan dulu. Nanti tidur lag. Kau harus makan, agar tidak sakit" Tamu itu tak menyerah membangunkan Jungkook.

Bahkan kali ini ia mencubit gemas pipi chubby lelaki cantik yang tengah tertidur nyenyak itu.

Dan berhasil. Jungkook membuka kedua mata bulatnya. Menatap cemberut ke arah orang yang membangunkan mimpi indahnya.

"Bibi ganggu saja" ujarnya sambil mencebik.

Yap, tamu itu tak lain dan tak bukan adalah tetangganya sendiri. Sebut saja namanya Bibi Lee biar mudah. Bibi Lee hanya terkekeh melihat tingkah Jungkook yang kekanakan itu.

"Makan dulu, Kookie. Kasihan baby kalau tidak makan" ujar Bibi Lee sambil membantu Jungkook mendekati makanan yang telah ia siapkan.

Kedua iris bulat itu bersinar ketika melihat kudapan di hadapannya.

"Wah, banyak sekali" ujarnya ceria.

Walau hanya ada nasi, sup telur, dan sosis instan saja, menurut Jungkook itu sudah sangat banyak. Apalagi porsinya tidak main-main.

"Besok Paman Lee gajian, mungkin Bibi akan memasakkan sup ayam atau daging" ujar Bibi Lee.

Jungkook menatap bersalah ke arah Bibi Lee. Ia memilin-milin pakaian kebesaran yang ia kenakan.

"Maaf, Bi. Kookie hanya menambah beban Bibi saja" cicitnya pelan.

Bibi Lee mengusap tangan halus Jungkook, menatap sayang ke arahnya.

"Kookie sudah Bibi anggap sebagai anak Bibi tak perlu merasa begitu ya" ujarnya menenangkan.

" Yah, walaupun tidak mungkin juga anak Bibi sudah sebesar dirimu. Hihihi" lanjut Bibi Lee diiringi tawanya.

Ya, Bibi Lee tidak setua yang kalian pikirkan. Usianya masih sekitar 32 tahun, sedangkan suaminya masih 31 tahun. Anaknya saja masih balita usia 4 tahun. Tapi walau begitu Jungkook tidak memanggil Noona ataupun Hyung pada pasangan itu. Jungkook sudah menganggap mereka sangat dewasa, pantas dipanggil paman dan bibi.

"Ya sudah makan dulu, sebelum dimakan kadal" ujar Bibi Lee. Jiwa humornya tidak terlalu tinggi memang, tapi ia suka bercanda.

Jungkook mengangguk, kemudian menikmati makanan yang dibawakan Bibi Lee itu dengan khidmat. Mensyukuri setiap butir nasi yang dapat ia rasakan hari ini.

"Enak" puji Jungkook disela makannya.

"Tentu saja, siapa yang masak coba" puji Bibi Lee pada dirinya sendiri.

Namun, tak lama Jungkook menghentikan acara makannya.

"Bibi sudah makan?" tanyanya menatap sang Bibi.

"Sudah tadi bersama Paman Lee dan Hyunnie" jawab Bibi Lee.

Jungkookpun mengangguk kemudian melanjutkan makan malamnya. Hari melelahkannya serasa terbayarkan dengan sesuap nasi sepiring ini.

"Kook, kenapa tidak berhenti bekerja saja? Bibi yakin Kookie pasti capek kan?" Bibi Lee bertanya setelah Jungkook selesai makan.

Kini Bibi Lee tengah mencucikan piring dan mangkuk di wastafel, sedangkan Jungkook kembali bersandar pada dinding. Kekenyangan kali ini alasannya.

"Lalu bagaimana cara membayar sewa apartemen ini, Bi?" ujar Jungkook.

"Kau bisa tinggal di apartemen kami, tidur di kamar Hyunnie kan bisa"

"Aku tidak bisa merepotkan Bibi Lee sejauh itu"

"Merepotkan bagaimana? Kau ini sudah menjadi keluarga kami, Kook" Bibi Lee yang sudah selesai mencuci itu kemudian beranjak mendekati Jungkook.

Tangannya terulur untuk menyingkap training yang Jungkook gunakan. Mengangkatnya hingga lutut.

"Lihat betapa bengkaknya kakimu ini. Pasti sakit" ujarnya.

Dikeluarkannya sebuah salep dari dalam kantong bajunya, kemudian mulai mengoleskan dan memijit pelan kaki bengkak di depannya itu.

Jungkook mengerucutkan bibirnya lucu.

"Ya, memang bengkak semua tubuh ini" sungutnya.

Bibi Lee terbahak sendiri karena Jungkook membenarkan ejekannya itu.

"Makanya duduk diam di rumah saja, jangan aneh-aneh" ujarnya.

"Aku harus bekerja, Bi. Bekerja untuk hidup. Aku sangat bersyukur Tuhan telah mengirimkan orang-orang baik seperti Bibi, Paman, Hyunnie dan tetangga-tetangga lainnya" Jungkook tetap pada pendiriannya.

Bibi Lee hanya melanjutkan memijit kaki bengkak Jungkook saja.

"Bibi juga pernah melakukan kesalahan di masa lalu, dan Bibi kini menuai akibat dari perbuatan Bibi. Tapi Bibi yakin mampu menghadapinya karena Bibi tidak sendiri. Ada suami Bibi yang setia menemani Bibi dan menguatkan Bibi di kala itu. Tapi kau... hiks... Kau sendirian Kookie... hiks" sisi keibuan Bibi Lee sudah keluar akhirnya.

Ia tak sanggup hanya melihat perjuangan Jungkook seorang diri menghadapi imbalan dari apa yang ia tanam di masa lalu. Sebagai seorang ibu, Bibi Lee juga merasa sedih melihat keadaan Jungkook sekarang. Walau tetangganya ini baru ia kenal beberapa bulan ini, namun sudah sangat akrab. Saling berbagi dalam suka maupun duka.

"Bibi salah. Aku tidak sendirian Bi. Kan ada Bibi dan yang lain. Kalian juga keluargaku sekarang" hibur Jungkook.

Jungkook tak suka melihat Bibi Lee menangis, apalagi ini karena dirinya.

cklek

"Mama!"

Tanpa sungkan-sungkan, seperti rumahnya sendiri, sesosok balita usia empat tahun langsung masuk saja ke apartemen Jungkook. Ya, perempuan mini yang cantik bernama Hyunri atau kerap disapa Hyunnie. Anak tunggal Bibi Lee.

Ia sudah biasa keluar masuk ke apartemen Jungkook. Hei, apartemen keluarga Lee tepat di samping apartemen Jungkook, jadi tidak sulit menemukannya untuk bocah seusia Hyunnie.

"Mama kenapa nangis?" Hyunnie langsung berlari menghampiri Mamanya itu.

"Mama hanya kelilipan sayang. Hei, mana Papamu? Kenapa kemari?" Bibi Lee merengkuh purerinya itu ke dalam pelukannya.

"Papa di lumah, baca kolan. Jadi Hyunnie kesini" jawab Hyunnie yang masih belum lancar merapalkan huruf 'r' itu.

Jungkook terkekeh mendengar penuturan bocah itu.

"Hei bocah, katakan 'r' pada Oppa" ujar Jungkook, sengaja menghina itu.

"L!"

"R bukan L"

"Iya maksud Hyunnie juga L!"

"Tuh masih L, dasar cadel"

"Mama, Kookie Oppa nakal!" Hyunnie merajuk pada ibunya itu.

Bibi Lee hanya menggeleng pelan akan tingkah kedua 'bocah' ini. Namun ia bersyukur, dengan adanya Hyunnie, setidaknya Jungkook bisa tertawa, melepas sebentar beban hidupnya.

"Oppa kalau nakal halus minta maaf" Hyunnie masih saja mengoceh.

"Tapi kan Oppa tidak bersalah pada Hyunnie. Hyunnie yang harusnya meminta maaf karena menyebut Oppa nakal" Jungkook tak mau mengalah.

Bibi Lee hanya mendengar perdebatan tak penting antara dua 'bocah' itu saja, tak berniat melerai sama sekali. Biarkan saja mereka pada dunianya sendiri, sedangkan Bibi Lee masih sibuk memijit.

"Ah! Tuh kan babynya saja setuju kalau Hyunnie yang nakal" Jungkook sedikit meringis merasakan tendangan tak terencana itu.

Hyunnie? Bocah itu langsung merayap mendekat ke arah sumber yang Jungkook bilang setuju itu. Mendekatkan kepalanya dan menempelkannya.

"Tidak! Baby Bee bilang Oppa yang nakal!" ujar Hyunnie.

"Baby Bee? Kenapa terdengar seperti Bumble Bee" Jungkook bergumam. Aneh-aneh saja bocah ini. Padahal kemarin bilangnya Baby Boo, kemarinnya lagi Baby Chu, dan akan berubah tiap harinya, hingga Jungkook sendiri tak ingat akan nama-nama yang balita itu sebutkan.

"Mana ada. Hyunnie tuh yang nakal" masih berlanjut rupanya pertengkaran tak penting itu.

"Gimana Baby Bee? Oppa yang nakal kan ya? Sebagai Noona yang baik, Noona akan melindungi Baby Bee" oceh Hyunnie.

"Noona? Kenapa bukan Eonnie?" Jungkook bertanya.

"POKOKNYA BABY BEE HARUS MANGGIL NOONA!" jawab Hyunnie tak santai itu.

Jungkook hampir saja menggeplak Hyunnie kalau tak ingat ia masihlah balita. Seenaknya saja menentukan jenis kelamin. Hei bahkan dirinya saja belum tahu, bagaimana bocah ini bisa memutuskannya.

-*123*-

"Tae, bagaimana kencanmu kali ini?" Nyonya Besar Kim alias Kim Baekhyun bertanya pada putera tunggalnya itu.

Di sebelah Baekhyun, ada suaminya Kim Daehyun yang tengah memainkan rambut ikal istrinya dari samping.

"Dia kabur, Eomma" jawab putera tunggal keluarga Kim, Kim Taehyung.

Baekhyun menghela nafas pasrah. Ya, sangat pasrah. Pasalnya ini bukan kali pertama ia merencanakan kencan untuk puteranya. Dan hasilnya sama semua. Wanita atau pria yang ia pilihkan kabur semua.

"Kau apakan memangnya Tae?" tanya Baekhyun lembut.

"Kuancam untuk kubunuh kalau tidak pergi, Eomma" jawab Taehyung datar.

Ya, walaupun Baekhyun sudah tahu jawabannya, ia tetap saja bertanya.

"Maafkan Eomma. Bukannya Eomma mau memaksamu untuk berhubungan lagi dengan seseorang. Tapi Eomma hanya tak ingin kau seperti ini terus Tae" Baekhyun menatap miris ke arah puteranya.

Taehyung hanya diam saja. Pandangannya kosong, bahkan ia tak memikirkan apapun.

"Maafkan Eomma. Ini salah Eomma. Andaikan Eomma tidak keluar rumah waktu itu. Maafkan Eomma, Tae"

Taehyung jarang berbicara dengan Eommanya memang sejak kejadian itu. Ia hanya akan membuka suaranya jika sang ibu bertanya padanya. Sama sekali tak ada inisiatif untuk mengobrol hangat dengan orang tuanya.

"Bukan salah Eomma"

Setelah mengucapkan itu, Taehyung beranjak menuju kamarnya. Ia akan keluar saat waktunya bekerja dan makan saja. Selebihnya ia habiskan waktunya mengurung di kamarnya.

"Sudahlah sayang, berhenti menyalahkan dirimu sendiri" ujar Daehyun sambil merangkul pundak kecil sang istri.

"Tapi kan memang salahku. Andai saja aku di rumah saat itu, aku bisa mencegahnya" Baekhyun masih saja menyalahkan dirinya sendiri.

Daehyun yang tak suka istri dan anaknya terus begini itu tak bisa berbuat apapun. Nasi telah menjadi bubur. Ia hanya dapat berdoa kepada Tuhan dan berusaha untuk mencari.

-*123*-

lanjut? '-'