Proof of life
"hey, bangun! Hey! Kumohon bangunlah! Kenapa?! Kenapa harus kamu? Kenapa harus sekarang?" suara itu terngiang di telingaku tapi lambat laun… seiring badanku terasa dingin dan mata ini tertutup. Aku tak lagi mendengar surara dan rautmu itu. Di tengah keheningan salju suci.
"pagii ! hey menurutmu gimana lagu ini?", ujarnya melambaikan beberapa lembar kertas berisi not-not balok. "aku gak bisa baca not balok jangan ngeledek deh!", ujarku menggembungkan pipi. "ah ngambekan nih! Iya deh ku mainkan, dengerin ya", senyumnya.
denting nada itu, denting piano yang tak terlupa, denting terindah yang mengisi hidupku yang kosong, memberi warna pada kanvas pasi, memberi goresan penuh arti pada kertas kosong, memberi bukti serta kenangan indah bagi hidupku, di duniaku yang tak lama lagi.
Aku menatap jari-jari ramping lincah menari-nari dan wajahnya yang menirus tegas dengan mata tertutup menikmati permainan, aku tersenyum lalu menatap keluar jendela "eeh! Salju!", seruku mencering sedikit ke arahnya yang tak tergubris seruanku tadi, ia masih saja asyik dengan permainannya. Aku memerhatikan butiran-butiran putih tersebut terjatuh anggun ke kusen jendela.
"oh, indahnya jika aku bisa menangkap mereka!", aku sengaja mengeraskan suaraku mencari perhatiannya. Uuuh! Sama sekali tak menengok! Baiklah cara terakhir. Aku membuka lebar jendela dan menjulurkan tanganku keluar, tapi naas tubuhku oleng. "uaah! Aku jatuh Len!", seruku panik. Seketika alunan itu seperti di berhentikan paksa dan dua tangan lembut menyergap pinggangku dengan cepat. "hey apa yang kau lakukan bahaya tahu!", ujarnya khawatir. "habis kau acuh gitu"
"hey Len, jika aku sembuh nanti kita keluar main salju yuk?", ajakku atau lebih tepat pintaku. "m… boleh gak ya?", ledeknya menaikan satu alisnya menaruh satu tangannya di dagu. "oi! Aku serius!", rajukku. "ahaha iya iya tapi syaratnya kau harus sembuh lho Rin?", ujarnya lembut mengusap kepalaku. "janji?"
"aku janji"
"takkan bohong?"
"takkan pernah!"
Musim pun berlalu, mengulang siklusnya dan perasaanku dulu kini pun terbaca tak pernah ku sampaikan tak bisa ku unkapkan tapi aku percaya hatiku dengannya tlah tersatukan takkan telepas.
Selalu.
Selamanya.
Hari itu aku dan Dia berjanji jikalau aku sembuh dari penyakit ini kami akan pergi ke tempat impianku yang ku beri nama 'lembah salju' sawabnya itu hanyalah taman biasa.
Tempat itu
Tempat yang paling indah yang pernah ku lihat.
Putih menghampar.
Paparan indah putih salju yang calak di timpa surya pagi. Hidupku yang selalu di temani dan di kelilingi tembok kamar warna pastel, Kasur jati serta piano berbahan oak yang di ukir menyerupai dedaunan tak lupa selang infus dingin menderut tanganku. Buk ! aku melemparinya dengan sebuah bola salju. "aw! Hey kau curang!", tuturnya di selai tawa ringan.
Aku tak memberinya kesempatan menyerang bertubi-tubi ku lemparkan buntalan-buntalan dingin itu.
"aw aw aw nyerah nih nyerah aw!", serunya pasrah satu-satunya tempat ia berlindung di balik lengannya, lengan yang ramping sang pianis.
"Len kau kan sudah sering membuatkan ku lagu dan memainkan piano untukku, sekarang izinkan aku sekali saja menyanyikan lagu untukmu", ujarku menatapnya meminta.
"lagu apa?"
"ya lagu"
"lagu tantang kita berdua"
"lagu tentang perasaanku yang tak pernah tersampai"
"lagu tentang harfiah kehidupanku"
"lagu tentang cita-cita dan ambisi"
"lagu tentang bukti bahwa aku pernah di lahirkan"
"lagu tentang bukti kehidupan"
"lagu tentang bukti aku pernah hidup bahagia"
"lagu tentang sebuah perasan"
"lagu tentang Cinta"
"Aku Sayang Padamu Len"
Semburat merah muncul di pipinya tak heran aku karena memang ia gampang tersipu.
"Untukmu Sebuah Lagu"
Dengar suara angin yang memanggil salju
Kini terasa dingin, gelenyar dalam biru
Berdiri denganmu, menghembuskan putih
Rasa beku yang menghampiri
Ujung dalam waktu, semuanya 'kan berlalu
Musim semi menunggu, menanti terharu
Dengar suara kehidupan dalam cahaya
Di tengah kesedihan, tembang di kegelapan
Takdir yang tlah kuketahui,
Tapi ingin ku hidup dan bernyanyi di dunia ini
Takkan mati di sini
Ku harap dapat tinggalkan, sesuatu yang menandakan
Bukti aku pernah hidup bahagia, di dunia…
Bukan lagu sedih yang ingin kudengarkan
Tolong sadari niatku, karna saat ini Hanya
senyum yang kuinginkan, menari di sampingmu
Ku ingin menyanyikan lagu-lagu bahagia
Musim pun berlalu, mengulang siklusnya,
Dan perasaan dulu kini pun terbaca
Tak pernah tersampaikan, tak bisa dilupakan
Tapi aku percaya, hati t'lah tersatukan
Keg'lapan menyelimutiku
Kebisingan meninggalkanku
Ku merasa takut dan sakit,
Ku merasa sepi…
Semuanya meninggalkan aku
Kecuali senyummu itu
Tetap tinggal di hatiku
Tolonglah… Jangan pergi…
Tetaplah menyanyikan lagu bahagia
Walaupun sepi terasa, nyanyikan suara
Karna ku kan slalu ada, merasakan bersama
Takkan pernah sendiri, (aku kan menemani…)
Kamu yang slalu ada, selalu menjaga
Tanganmu terasa hangat, menggengam dengan erat
Tak bisa kudengar suara, tapi bisa kurasa
Lewat jarimu yang menyatu…"Aku sayang padamu,"
Bukan lagu sedih yang ingin kudengarkan
Tolong sadari niatku, karna saat ini
Hanya senyum yang kuinginkan, menari di sampingmu
Belum sempat bernyanyi lagu-lagu bahagia
Ingin kualunkan irama, untukmu sebuah kata
Sebelum meninggalkanmu di sini…
Terima kasih..
"Len terima kasih ya…sampai jumpa"
Terhuyung ku jatuh di hamparan putih salju. Mataku bagai menahan kantuk tak lama ku mendengar suara yang selama ini menemaniku di saat senang, sedih, gundah, kesal apa yang kurasa ia selalu membaca perasaanku.
"Rin! Rin! Kau? Riiiiiin!", suara yang selalu tenang mendampingiku kini penuh isak sesegukan.
Butir-butir bagai embun menetes dari sudut mata yang tampak dalam serta tajam namun baik didalam.
"Rin, jangan tingggalkan aku,"
"sendirian"
"di Dunia"
