Kuroko no Basuke © by Fujimaki Tadatoshi

Gray Disaster

Pair : Akashi Seijuurou x Kuroko Tetsuya x Mayuzumi Chihiro

Genre : Hurt/Romance/Comfort

Rated : M (anak kecil dilarang baca)

Warning : BoyxBoy dan konten dewasa

Awalnya, Kuroko Tetsuya mengira hidupnya sangat sempurna dengan orang-orang disekelilingnya yang sangat menyayanginya. Bagi Tetsuya, keluarga adalah hal yang sangat penting dalam hidupnya. Ayah yang sangat berwibawa dan ramah, Ibu yang begitu memanjakan Tetsuya serta Kakaknya, Chihiro yang selalu menjadi panutan bagi Tetsuya sehingga dia tumbuh menjadi anak yang kuat namun tetap lembut. Awalnya, semuanya baik-baik saja, hari-hari Tetsuya dipenuhi kebahagiaan. Ibarat sebuah balon, kebahagiaan bagaikan udara yang mengisi balon kehidupan Tetsuya sampai penuh. Hanya saja Tetsuya lupa pada kenyataan bahwa balon kehidupan adalah sesuatu yang sangat rapuh dan bisa meletus kapan saja. Tepat pada usianya yang ke 15 tahun, balon itu telah hancur, menghamburkan udara kebahagiaan yang selama ini mengisinya. Orang tua Tetsuya telah berpulang dengan damai menghadap sang pencipta. Mereka tewas dalam sebuah kecelakaan pesawat. Sejak saat itu, kutukan untuk Tetsuya dimulai. Hukuman dari Tuhan? Tetsuya salah apa? Mungkin Tuhan sudah bosan memanjakannya.

Tetsuya hanya mematung di depan makam ayah dan ibunya. Air matanya masih setia mengalir namun suaranya sudah tidak mampu keluar akibat teriakan histeris sejak mendengar kabar buruk itu. Para pelayat telah pulang setengah jam yang lalu. Sore itu, di kuburan itu, Tetsuya tidak akan pernah lupa bagaimana sejarah kelam hidupnya dimulai. Dilihatnya sosok keluarga satu-satunya yang tersisa. Chihiro berdiri dengan tegar menatap kosong dua makam yang tanahnya masih basah. Tetsuya tidak melihat air mata kakaknya, namun ia tahu kesedihan yang dirasakan Chihiro jauh lebih besar darinya. Tetsuya memeluk Chihiro dengan sangat erat, sambil menangis dalam diam, tak ada kata yang keluar tapi Chihiro mengerti dan membalas pelukan adiknya.

"Paman tidak bermaksud jahat padamu dan Tetsuya, paman hanya ingin membantu kalian. Kau masih terlalu muda untuk memimpin perusahaan ayahmu Chihiro."

"Jika sudah selesai bicaranya, silahkan keluar dari rumah ini. Aku tidak butuh bantuan dari orang yang hanya memikirkan harta dan bahkan tidak mengucapkan belasungkawa sekalipun." Chihiro menolak rencana pamannya untuk mengambil alih perusahaan peninggalan ayahnya. Chihiro sangat geram pada orang yang mengaku pamannya itu, datang secara tiba-tiba untuk membahas harta gono gini. Dia bahkan tidak datang di hari pemakaman orang tua Chihiro. Cih!

"Aku sudah berbaik hati menawarkan bantuan padamu Chihiro. Aku bisa merawat Tetsuya dan memimpin perusahaan peninggalan ayahmu. Bocah sepertimu masih belum mampu melakukan pekerjaan seberat itu." Paman Chihiro mulai meninggikan suaranya.

"Siapa yang kau sebut bocah? Tidakkah kau sadar kau sedang berbicara dengan siapa? Aku bahkan lebih mampu memegang tanggung jawab itu. Aku adalah ahli waris yang sah dan jangan remehkan aku, orang rusak sepertimu tidak pantas mengaturku. Dan aku bisa merawat Tetsuya dengan jauh lebih baik." Chihiro berdiri dari tempat duduknya seraya menunjuk tangannya ke arah pintu keluar.

Melihat itu, pamannya hanya bisa menggertakkan gigi dan pergi sambil mengucapkan sumpah serapahnya. "Dasar anak kurang ajar! Tunggu pembalasanku, anak SIAL!"

Masa bodoh! Chihiro tidak mendengarkannya.

Dari sudut ruangan lain, surai baby blue menyembul sambil menampakkan sosok wajah yang terlihat sangat khawatir walaupun masih sedikit datar. Chihiro menoleh ke arah sosok itu dan mendekatinya.

"Nii-san tidak apa-apa?"

"Apa Tetsuya mendengar semuanya tadi?" Chihiro memegang pipi Tetsuya.

Tetsuya mengangguk.

"Tak apa. Nii-san akan selalu bersama Tetsuya." Surai biru dibelai dengan lembut.

Ada satu yang kurang. Sejak meninggalnya orang tua mereka, Chihiro tidak pernah menunjukkan senyuman lembutnya lagi. Kakaknya telah sedikit berubah, mungkin ini akibat tanggung jawab besar yang harus dipikulnya. Tetsuya masih sangat khawatir apakah ini semua akan baik-baik saja?

"Jangan kawatir. Yang dikatakan paman itu tidak benar. Kau ingat kan Tetsuya? Ibu pernah bilang, Nii-san mewarisi sifat ayah, walaupun usia Nii-san baru menginjak 20 tahun, Nii-san pasti bisa mengurus itu semua. Dan kau, mewarisi sifat ibu. Kau adalah penyemangat yang membuat Nii-san sanggup bertahan."

Tetsuya tersenyum lembut. Chihiro adalah pahlawannya. Walaupun senyuman itu sudah tidak ada di wajah pahlawannya, Tetsuya tetap berharap suatu saat nanti senyuman itu akan kembali, dan mereka akan mengisi balon kehidupan yang baru dengan kebahagiaan lagi.

Manusia suka melebih-lebihkan sesuatu. Salah satunya adalah impian yang sering kali dibayangkan selalu indah, tanpa masalah. Impian Tetsuya, memulai hidup baru dengan semangat agar Chihiro bisa tersenyum seperti dulu. Sayangnya, itu terlalu naif. Kau pikir semudah itu membangun sebuah gedung tinggi setelah badai menghancurkannya, Tetsuya? Kecuali kau adalah dewa. Tapi, apa salahnya mencoba bangkit. Tetsuya membulatkan tekad, ia akan mendukung dan menyemangati Chihiro semampu yang dia bisa.

Seperti yang dikatakan, bukan masalah besar bagi seorang Chihiro, pemuda yang belum genap berusia 20 tahun itu untuk mengambil alih memimpin perusahaan mendiang ayahnya dengan sangat baik. Chihiro benar-benar genius, tak ada yang perlu dikawatirkan. Semua pencapaian itu tidak lepas dari peran Tetsuya yang selalu mendukung Chihiro sepenuh hati.

Sudah lebih dari sebulan setelah kematian orang tua mereka, kondisi mulai stabil, dan Tetsuya lulus SMP dengan nilai yang cukup baik. Perusahaan yang Chihiro pimpin juga berkembang dengan sangat bagus.

Malam itu, Chihiro sedang bersantai di ruang keluarga dengan TV menyala, namun ia malah membaca buku yang entah apa namanya daripada menonton acara komedi yang bahkan pelawaknya tidak lucu sama sekali. Tetsuya datang dengan dua cangkir teh di tangannya.

"Nii-san, aku sudah memutuskan mengambil ujian masuk di SMA yang sama dengan Nii-san dulu." Tetsuya memulai pembicaraan sembari meletakkan dua cangkir teh itu di meja. Chihiro menutup bukunya dan menepuk sofa disebelahnya―menyuruh Tetsuya duduk. Tetsuya menurut.

"Itu pilihan yang bagus. Nii-san akan mendukung pilihan Tetsuya. Tetsuya sudah berusaha dengan sangat baik dan Nii-san bangga." Pucuk kepala ditepuk lembut. Tetsuya tersenyum tulus. Chihiro terpesona, ini bukan kali pertama ia merasakan itu. Chihiro sudah sadar sejak lama bahwa adiknya itu terlalu indah untuk terlahir menjadi manusia. Ah! Ia terlalu menyayangi Tetsuya.

Perlahan, jemari Chihiro mengusap lembut pipi Tetsuya. Dalam hati, Chihiro takut. Sangat takut jika suatu saat ia tidak mampu melindungi satu-satunya orang yang paling berharga dalam hidupnya. Bagaimana jika terjadi hal-hal buruk pada Tetsuya-nya? Apa yang akan dia lakukan tanpa Tetsuya? Ketakutan itu semakin lama semakin membesar hingga dirinya tidak mampu lagi tersenyum, bahkan untuk Tetsuya. Sial, pikiran negatif itu mulai menghantui Chihiro lagi. Ia tidak tahan! Dengan cepat direngkuhnya tubuh ringkih adik kesayangannya, dihirupnya aroma tubuh Tetsuya yang selalu berhasil menenangkan kegalauan hatinya. Tetsuya itu sudah seperti obat penenang.

"Tetsuya! Tetsuya!" pelukan semakin erat dan wajah Chihiro semakin dalam terbenam di leher Tetsuya.

Memejamkan mata, Tetsuya mengelus pelan rambut Chihiro. Ia sudah hafal betul apabila Chihiro memeluknya seraya memanggil namanya, itu berarti Chihiro sedang dalam keadaan yang sulit. Sudah Tetsuya katakan berkali-kali agar Chihiro mau menceritakan masalahnya pada Tetsuya, mungkin saja Tetsuya bisa sedikit membantu. Namun Chihiro bukanlah tipe yang suka curhat sehingga Tetsuya tidak bisa berbuat apa-apa selain membantu menenangkan dengan cara memeluk kakaknya itu.

"Nii-san, sarapannya sudah siap. Cepatlah ke bawah!" Tetsuya memanggil kakanya yang masih ada di dalam kamarnya. Hari ini adalah ujian masuk ke SMA yang Tetsuya inginkan. Tetsuya sangat bersemangat, dia sudah belajar dengan rajin dan istirahat yang cukup. Semoga saja semua berjalan dengan lancar.

"Nii-san, apa yang kau lakukan di kamar? Kalau tidak cepat-cepat, aku bisa terlambat Nii-san."

Tidak ada jawaban. Segera Tetsuya berlari ke kamar Chihiro. Tok! Tok!

"Nii-san? Kau tidak apa-apa?" Terlihat Tetsuya mulai panik dan berusaha membuka pintu kamar yang terkunci.

"NII-SAAAN? NII-SAA..." Cklek! Pintu terbuka, menampakkan Cihiro dibalik pintu. Tetsuya bernafas lega. "Nii-san, kenapa tidak menjawabku?" Chihiro tidak menjawab, pandangannya kosong dan hendak meninggalkan Tetsuya yang masih kebingungan. Tetsuya menahan tangan Chihiro. "Nii-san, jawab aku! Nii-san kenap...'

"DIAM!" Chihiro membentak dan menepis kasar tangan Tetsuya. Mata Tetsuya terbelalak, sangat shock dengan semua itu. Baru kali ini Chihiro bersikap seperti itu padanya? Apakah Tetsuya salah? Tetsuya tidak mengerti. Ini terlalu menyakitkan. Ingin sekali Tetsuya menangis kencang tapi itu hanya akan memperburuk keadaan.

Tanpa minta maaf dan tanpa menatap Tetsuya sedikitpun, Chihiro pergi meninggalkan Tetsuya yang masih mematung. Chihiro mengabaikan sarapannya dan segera bergegas menuju kantornya. Saat itu, jatuhlah air mata Tetsuya. Ia menangis sekencang-kencangnya. Tidak masalah jika Chihiro lupa untuk mengantarnya ke tempat ujian, yang membuat Tetsuya sangat sedih adalah bahkan tidak ada kata penyemangat untuknya. Apa Chihiro lupa kalau hari ini dia ada ujian dan secara kebetulan ada masalah di kantor? Tetsuya mulai berpikir lagi. Tangisnya mulai berhenti. Dia juga melewatkan sarapan dan segera berangkat ke tempat ujian dengan menaiki bus. Semangatnya sudah menguap entah kemana. Tetsuya sudah tidak yakin apakah dia bisa menjawab soal ujian nanti. Pikirannya hanya tertuju pada Chihiro, kekhawatiran itu membuat dirinya kacau. "Nii-san, ku harap kau baik-baik saja."

Hancur sudah, Tetsuya tidak fokus sama sekali mengerjakan soal ujian tadi gara-gara pikirannya kacau ditambah perutnya yang lapar karena tidak sarapan. Kini ia hanya bisa pasrah pada hasil ujiannya nanti — lebih tepatnya tidak yakin.

Ah! Lapar sekali. Tetsuya mencari kantin untuk mengisi kekosongan perutnya. Kakinya sudah bergetar karena tenaganya hampir habis. Selagi mencari kantin, Tetsuya tidak memperhatikan jalan didepannya hingga tubuhnya menabrak seseorang dan anehnya hanya Tetsuya yang terjatuh disini. "Ah! Maaf, aku tidak sengaja." Tetsuya menunduk seraya berusaha berdiri dengan sisa tenaganya. Orang yang Tetsuya tabrak masih berdiri dengan angkuh tanpa berniat menolongnya berdiri. Setelah berhasil berdiri, Tetsuya sangat kaget walaupun wajahnya masih datar. Orang di depannya ini sangat menyeramkan. Apa-apaan rambut merah menyala itu? Dan lihat, matanya berbeda warna. Bagaimana bisa dia berdiri seangkuh itu. Aku harus segera pergi. Sepertinya orang ini berbahaya. Pikiran Tetsuya semakin kacau, ia hanya ingin cepat makan — dan menghindari berurusan dengan orang aneh didepannya.

"Sekali lagi maafkan aku." Tetsuya membungkuk dan mencoba pergi secepat mungkin. Tap! Pergelangan tangannya ditahan oleh orang tadi. "Lancang sekali. Aku bahkan belum menerima permintaan maafmu." pria itu berbalik dengan tatapan mata yang sangat menyeramkan. Tetsuya ciut, orang ini sepertinya anak berandalan. Ayolah, Tetsuya sangat payah dalam urusan berkelahi. Air mata mulai mengambang di sudut matanya. Imut sekali — Eh?

"Siapa namamu?" pria merah itu bertanya tanpa melepaskan cengkramannya di tangan Tetsuya.

"Ku-Kuroko Tetsuya."

"Baiklah." Cengkraman dilepas. "Dasar cengeng!" pria merah itu pergi sambil mengejek.

Ya, Tetsuya akui itu. Dia memang cengeng. Tapi bukan berarti dia lemah. "Kau bahkan tidak tahu bagaimana kehidupan yang sudah ku lalui. Jangan sembarangan menghina orang, dasar laki-laki aneh." Tetsuya bergumam dengan wajah sedih.

"Aku... harus makan."

Bersambung