"Ya, aku akan segera pulang. Tak perlu khawatir."
Akashi menutup flip ponselnya cukup keras setelah itu mendengus sebal. Terkadang, sifat posesif yang diberikan Ibunya lama-lama membuat Akashi jenuh. Ditambah lagi, wanita itu selalu berbicara panjang lebar mengenai hal-hal yang tak penting ketika berceramah perihal kepulangannya yang terlambat. Hingga akhirnya omelan marahnya kembali ke luar. God, dirinya ini sudah berumur enam belas tahun!
Sepasang iris dwi warnanya menatap keadaan luar lewat kaca jendela besar yang tak jauh darinya. Salahnya juga, sih. Sekarang Akashi berdiri di sebuah toko antik, toko kecil yang didatanginya sepulang sekolah sehingga membuatnya pulang terlmbat. Entah apa yang merasukinya, kedua kaki Akashi mendekat bagaikan magnet begitu toko yang letaknya jauh dari perkotaan tertangkap oleh matanya.
Misterius, satu kata yang melintas begitu Akashi melihatnya.
Namun sekarang, ia terjebak di dalamnya dengan keadaan yang menyebalkan.
"Hujan,"
.
.
.
"Kisah"
Kuroko No Basuke © Tadatoshi Fujimaki
Story by : Suki Pie
.
.
Story 1 of 5
"Payung Merah"
.
"Kau beruntung karena bertemu dengan si payung merah."
.
.
"Sudah mau pulang, anak muda?"
Suara wanita tua yang diperkenalkan sebagai penjaga toko antik itu sedikit membuat Akashi tersentak ketika mendengarnya. Tubuhnya dengan cepat berbalik, berhadapan langsung dengan sang nenek yang berdiri di belakang meja kasir. Wajahnya keriput, sepasang matanya sayu, dan terkadang cengiran tipisnya terlihat mengerikan.
"Begitulah, Nek." Jawab Akashi singkat, kembali mengalihkan pandangannya pada keadaan luar. Hujan turun semakin deras saja. Membuat jalanan di depannya semakin sepi.
"Tak menunggu hujan reda?" suara sang Nenek kembali terdengar, kali ini lebih serak. "Kau bisa menunggu di sana kalau kau mau. Dan akan kubuatkan secangkir teh."
Tawaran yang menggiurkan. Mengingat dingin yang menusuk kini Akashi rasakan. Namun karena waktu mengejarnya, Akashi menggeleng.
"Tidak perlu," sahutnya sopan. "Mungkin aku akan segera pergi sekarang juga."
"Maaf karena kami tidak bisa meminjami payung, anak muda."
Kening Akashi berkerut samar, bingung akan penggunaan kata 'kami' yang diucapkan sang penjaga toko. Ah, tidak. Lagipula, Akashi tidak memiliki banyak waktu untuk memikirkannya. Ia mengangguk sopan pada wanita itu, membalas cengiran aneh sang nenek, setelah itu berjalan ke arah pintu. Denting bel berbunyi halus begitu Akashi membuka pintunya.
"Ah, ya, anak muda,"
Akashi menghentikan langkahnya. Menoleh pada sang Nenek dengan heran. Sama, cengiran aneh itu masih terlukis di wajah keriputnya.
"Mungkin si payung merah akan mengantarmu,"
Satu alis Akashi terangkat, mengangguk pura-pura mengerti, setelah itu pintu toko tertutup dengan perlahan.
Payung merah?
Ia tak mengerti akan makna yang dikatakan penjaga toko antik itu. Mengenai payungnya kah, atau yang membawanya payungnya? Entahlah, ia malas memikirkannya.
Akashi melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, pukul depalan malam. Pantas saja Ibunya sudah mengomel sejak tadi. Ia memang pulang kemalaman. Lalu sekarang, apa yang bisa dilakukannya dalam keadaan hujan seperti ini? Supirnya akan datang satu jam lagi—dengan alasan klise seperti mogok—dan tuan muda Akashi sungguh tidak suka menunggu.
"Kau bisa menggunakan payungku jika ingin,"
Astaga.
Kali ini Akashi benar-benar terlonjak dibuatnya. Untung ia tidak berteriak atau menghujat langsung seseorang-siapa-pun-itu yang baru saja membuatnya jantungan setengah mati. Tubuhnya dengan refleks berputar, mengikuti sumber suara yang tiba-tiba terdengar tadi. Sampai matanya mendapati seseorang berdiri di sampingnya, dengan satu tangannya menggenggam payung yang sudah berada di atas puncak kepala mereka. Melindunginya dari hujan.
Begitu melihat dengan jelas, Akashi tertegun.
Payung merah.
"Siapa kau?" pertanyaan telak. Mengabaikan tatapan datar sang surai biru muda di sampingnya. "Sejak kapan kau ada di sini?"
"Sejak kau membuka pintu tokonya," sahutnya datar, mengalihkan iris biru mudanya yang berbinar kosong pada jalanan sepi di depannya. "Kalau kau ingin, aku bisa meminjamkan payungku,"
Lalu membiarkannya kehujanan seperti itu? Tidak, terima kasih, Akashi membatin keki. Sebenarnya apa yang dipikirkan pemuda ini karena menolong orang yang tak dikenal?
"Tidak perlu, kau pakai saja payungnya." Akashi mendelik sinis. Setelah itu mulai melangkahkan kakinya menjauh. Biar saja ia kehujanan, berada di antara pemuda itu maupun nenek tadi benar-benar membuat perasaannya tidak enak.
"Kau yakin?"
Astaga, sekarang pemuda bersurai bitu muda itu malah mengikutinya. Kecuali jika jalan yang diambil pemuda itu memang sama seperti Akashi. Hanya saja … entahlah—
Akashi merasa janggal di sini.
Jalanan sepi. Hujan deras. Tak ada seorang pun di sana kecuali dirinya dan orang berpayung merah itu.
Lalu, darimana datangnya dia?
"Siapa namamu?"
Entah apa yang merasukinya, kalimat itu terlontar begitu saja dari bibirnya. Membuat sang surai biru mempercepat langkahnya lalu berhenti tepat di samping Akashi. Hujan tak lagi membasahinya.
"Kuroko Tetsuya,"
Akashi mengangguk, paham. "Kau tinggal di daerah sini?"
"Tidak juga,"
Sepasang alis Akashi bertautan. Tidak katanya? Lalu mengapa ia mengikutinya?
"Lalu, sedang apa kau di sini?"
Tak ada jawaban setelahnya. Akashi semakin dibuat penasaran olehnya. Hingga beberapa keheningan mendominasi atmosfir keadaan mereka, bibir tipis Kuroko kembali terbuka. "Aku mencari sesuatu."
Jawaban itu menggelitik perut Akashi, membuat penasarannya semakin memuncak. Hingga ia tak tahan untuk bertanya.
"Mencari apa, lebih tepatnya?"
.
.
.
.
.
.
.
Bibir tipisnya tersenyum. "Jasadku yang sudah membusuk."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Akashi membelalak, menolehkan kepala cepat—
—tak ada siapa-siapa di sana.
Kisah1, Payung Merah : Selesai
A/N : Halo, selamat malam. Suki udah jarang buat fanfic horor, jadi cerita ini memang gak serem sama sekali. Entahlah, gara-gara keseringan baca novelnya Edgar Allan Poe jadi pengen bikin lagi. Dan kemampuan Suki menurun, ihik ... /terjun/ Singkat cerita, ini kumpulan drabble (atau oneshot) yang dibagi jadi lima cerita. Pertama Payung Merah, Kedua Sang Pemintal, Ketiga Kotak Musik, Keempat Topeng, dan Kelima Boneka Ballerina.
Dan mungkin Suki bisa update berkala karena sudah bebas dari yang namanya tugas dan UKK, hahahahaha! /nak/ Maunya setiap malam jum'at sih, menggantikan urban legend. Jadi, cerita awal ini pengecualian udpdatenya pas hari jum'at :'D /digiles/
Yosh! Terima kasih bagi yang sudah membaca.
Akhir kata,
Review please?
