cruelty is just a cover for my love that is too big for you.
Itu akibat karena kau berani bermain denganku [Uchiha]. Kau bisa miliki waktuku tapi bukan egoku [Sabaku]. Aku benci hal yang merepotkan, tapi tidak selama itu kau [Nara].
.
.
.
Naruto belongs to Masashi Kishimoto and i'm just borrowing the characters to show my creativity.
AU, OC, klik back sebelum menyesal T.T
.
.
.
Chapter 1 : When Darkness Ruling
.
.
.
Angin menyapa lembut, mengajak bermain anak rambut serupa pasir gurun yang mencuat dari keempat ikat rambut. Bibir mungil itu melantunkan nyanyian lirih, diiringi kicauan burung gereja yang bertengger di sepanjang kabel listrik. Langkah kaki jenjang bergerak lincah membentuk garis tak beraturan, entah itu kanan kiri maupun zigzag, random, sepertinya sang tokoh sedang berbahagia hari ini. Genggaman bunga krisan terlihat dalam dekapan, kaki itu membawanya menuju pemakaman umum diatas bukit. Tatapan yang tadinya berbinar kini perlahan menyendu, saat memory pahit itu menyerangnya secara tiba-tiba.
Bulir air mata menetes ditengah isak yang tertahan, mengingat semua secara jelas. Kematian kedua orangtuanya, yang juga membuat ia kehilangan Gaara, adiknya yang baru lahir dan Kankurou yang kala itu masih baru saja berusia 2 tahun. Kini ia hidup sebatang kara, karena ia, Sabaku no Temari, adalah keturunan satu-satunya dari generasi Sabaku yang masih dapat menghirup oksigen dan beragam partikel lainnya, hingga kini.
Ckit
Decit mobil mengerem mendadak menyebabkan cipratan air kotor dari genangan di beberapa ruas jalan mengenai manusia dengan bulir air mata. Bunga dalam genggaman kini sepenuhnya layu, selayu gadis pirang berkuncir empat itu. Pakaiannya basah kuyup, ia hanya dapat memicing benci kearah pengemudi yang kini membuka pintu mobil dengan angkuh.
"Beginikah sikap seorang bangsawan?" Geraman itu tertahan dengan gigi bergemelatuk menahan amarah.
Pria itu tak menjawab, hanya memandang teal dengan onyx kelamnya yang tajam. Tangannya mengepal, rahangnya mengatup keras, menahan kata yang akan terucap.
"Come on Sasuke, we're too late, just leave her, dear," Ajak manja gadis berkacamata dengan surai merah yang menyala. Ia rangkulkan tangannya secara manja di pinggang pemuda bermarga Uchiha itu. Tak lupa memberikan senyum mengejek kearah Temari yang hanya dapat menundukkan kepalanya mencoba bersabar, meski jika diperhatikan, mata itu menyalang, dengan iringan decih dari bibir mungil nan tipis yang basah.
Sedangkan di sudut jalan yang tertutup rimbunnya pepohonan, seorang pria tampan didalam supercar Saleen S7 Twin-Turbo hanya melihat kejadian itu dengan pandangan kesal. Kesenjangan ekonomi menjadi hal yang lumrah diperdebatkan meski prestasi telah berbicara. Prestasi itu tak akan ada artinya tanpa kekuasaan, banyak orang baik, tapi hanya segelintir yang menggunakan keaslian wajah, selain itu? hanya topeng lah yang berperan.
.
.
.
"Tou-san, Kaa-san, Kankurou, Gaara … aku baik-baik saja disini, gomen ... bunganya layu, tapi aku janji esok akan membawa bunga yang lebih banyak dan segar." Temari tersenyum dan mengecup setiap nisan yang telah ia kirimkan doa.
Tanpa ia sadari, sepasang jemari kokoh meletakkan masing-masing dua tangkai krisan ke setiap nisan yang ia pandang. Temari hanya terbelalak bingung, tak mengerti apa maksud orang asing berambut nanas. Pria yang terlihat tampan meski dengan wajah kantuk itu hanya menguap lalu melangkah pergi.
"Siapa kau?" Tanya Temari seraya mencekal tangan pemuda itu sebelum menjauh.
"Ck, hei nona, apa meletakkan bunga di makam itu sebuah dosa hingga kau harus menginterogasiku?"
"Kita tidak saling kenal, hal wajar kalau aku ingin tahu apa maksudmu!" Nada itu mulai meninggi, mengesankan bahwa galak adalah tabiatnya.
"Aku juga mengunjungi makam diujung sana, mungkin kau tak sadar tapi kita sering bertemu disini," –dan pernah mengobrol sebelumnya, lanjut Shikamaru dalam hati.
"Siapa?"
"Guruku, Asuma-sensei." Balasnya lalu melangkah pergi setelah melepas genggaman Temari perlahan.
"Arigatou." Meski lirih dan posisi mereka makin berjauhan, tapi pemuda berkuncir satu itu masih dapat mendengarnya dan menggumamkan Hn seraya tersenyum sebelum kembali melangkah.
Temari melangkahkan kakinya menuju sebuah makam yang masih menyisakan dua sosok manusia berbeda usia, seorang wanita cantik yang nampak anggun dengan gadis kecil berpipi tembem di gendongannya. Mereka tersenyum menyambut kedatangan Temari yang hanya dapat membalas dengan kikuk.
"Kau Sabaku no Temari kan?" Sapa wanita cantik yang terlihat jauh lebih tua itu dengan ramah.
"Ano gomen ... anda tahu namaku?"
"Ya ... Shika yang menceritakan tentang dirimu." Wanita itu menyahuti dengan anggukan kala mengingat alasan ia mengenal gadis cantik dihadapannya.
"Rusa heh? Memangnya rusa bisa bicara?!" Gumaman Temari terdengar jelas dan mengundang gelak tawa wanita yang menjadi lawan bicaranya.
"Bukan … bukan … Shikamaru maksudku, Nara Shikamaru, pemuda berkuncir satu yang tadi bicara denganmu."
"Ah…" Temari lantas tertunduk malu menyadari ketidaktahuannya yang dibalas tepukan ringan di bahu.
"Dia cerita sering melihatmu menangis di keempat makam itu, bahkan ia juga bilang pernah menemukanmu pingsan di makam saat hujan lebat," Jelasnya dengan tersenyum. "Ah … kurasa kami harus pulang. Oh iya, namaku Kurenai, aku juga guru Shikamaru dan yang dimakam ini adalah suamiku. Kenalkan ini Mirai, lain waktu mampirlah Tema-chan, rumahku di blok A-1, yang penuh bunga itu, kurasa kau pasti tahu karena kau sering melewatinya dan menatap bunga-bungaku cukup lama." Jelasnya lantas terkikik kecil.
Temari makin menunduk malu menyadari sikapnya selama ini cukup bodoh. Ia hanya bisa mengangguk, terlalu gugup untuk menjawab kala semua sikapnya terlalu transparan untuk dianggap wajar.
Seperginya Kurenai dan Mirai, Temari bersimpuh di dekat makam Asuma. Mengatupkan telapak dengan jemari lentik itu dan menyembunyikan teal miliknya dibalik bingkai bulu mata tebal yang memukau. Bibir tipis nan mungil itu bergumam lirih menghantarkan doa kepada mediang yang bahkan tak ia kenal, namun ia turut berbangga hati akan sikap gentleman yang dihadirkan oleh sesosok pria beberapa saat lalu. Sikap yang terbentuk secara alami dari pengajaran yang baik, dan ia sadar, salah satu pembentuknya adalah orang yang kini ia doakan.
Ia tutup doanya dengan senyuman, kala mengingat kejadian beberapa waktu lalu, mungkin 3 bulan atau lebih, yang telah tertumpuk kepingan memory lain hingga terlupakan. Tersenyum diiringi rintik hujan yang membantunya mengingat hari itu.
.
.
.
[flashback on]
"Let her go." Bariton berbicara dingin kearah beberapa pria yang sedang mengolok-olok wanita bernetra teal .
Pria-pria itu bukan hanya mengolok tetapi bahkan ada yang berani menyentuh meski berhasil dibalas dengan bogeman mentah dari karateka bersabuk hitam yang kini terlihat payah. Tetapi sekuat-kuatnya wanita, ia tetap akan kalah jika harus menghadapi lebih dari 3 pria berandalan ditengah kondisinya yang lelah.
"Ck, Bos … you tell us to play around with her." Seru pria berambut merah dengan wajah baby face.
"I think that is enough, leave us now." Perintahnya mutlak yang diikuti beberapa pria atau lebih tepatnya adalah anak buah lelaki tampan bersurai raven berbentuk menyerupai pantat ayam itu dengan decakan sebal.
"What do you want chicken butt?" Suara lembut itu terdengar sinis menyapa.
"Sabaku no Temari … it's only a small lesson for you."
"Ck, coward!" Ucapnya angkuh seraya meludahkan saliva kerah sepatu pria dihadapannya yang masih berdiri tegap.
Plak
Tamparan itu hanya serupa prolog sebelum kejadian lainnya menyusul. Ciuman yang lebih tepat disebut lumatan itu terasa membakar ditengah cuaca musim dingin dan kristalan salju dibalik jendela. Temari mencoba berontak, tetapi pria itu, Uchiha Sasuke, bukanlah pria lemah seperti yang ia temui di sosok lainnya. Ia terlalu kuat untuk dikalahkan, hingga jika ada titik dimana ia terjatuh, maka akibatnya akan berelasi ke banyak hal. Seperti saat ini, ini hanya sebuah aksi balas dendam karena Temari berhasil mengalahkan Sasuke dalam rangking kelas semester ini. Trivia. Tapi sungguh itu sangat mengganggu bagi bungsu Uchiha. Hingga ia yang notabene memang dikenal sebagai salah satu pembuat onar di KHS, mencoba memberi pelajaran terkait penyerangan psikis dan fisik kepada lawannya.
Sasuke mengunci kedua tangan Temari beberapa centi diatas surai seindah pasir gurun. Ia bersimpuh tepat ditengah tubuh Temari sehingga korban hanya dapat menendang udara kosong. Nafas Temari kian terputus, saat merasa wanita itu akan segera ambruk, Sasuke melepaskan ciuman kasarnya.
"Sweet … teruslah berulah jika kau ingin yang lebih parah dari ini Sabaku."
Ucapnya ditutup kecupan ringan di pipi seputih porselen. Ia tinggalkan wanita yang kini terisak lirih dalam gudang yang pengap. Tangannya mengepal merasakan amarah yang memuncak, entah apa yang ia rasakan, penyesalankah? Sebelum semakin gila, ia lekas bergegas tanpa mempedulikan nasib lawannya lagi.
.
.
.
Setelah puas menangis, Temari melangkahkan kakinya menuju gerbang sekolah. Mencoba menuju kedai ramen milik Teuichi untuk bekerja parttime. Meski ia merasakan lelah, tetapi ia tetap mencoba tersenyum saat melayani pelanggan. Berpindah dari meja satu ke meja lainnya, mencatat berbagai pesanan ramen dalam beberapa varian rasa, sekaligus mengantarkan pesanan. Hari ini ia harus bekerja ekstra karena Ayame, anak pemilik kedai sedang ada ujian di kampus, sehingga harus absen membantu. Jadilah Temari yang menjalankan semuanya selain Teuchi sendiri yang meracik semua pesanan.
"Tema-chan … aku pesan ramen seperti biasanya!" Teriak pemuda berambut menyilaukan dari ujung setelah menyapa Teuichi yang sedang sibuk dengan panci dan kompor.
"Ya ... baiklah, teman-temanmu yang lain tidak ikut, Naruto?"
"Mereka punya kesibukan sendiri, tadinya aku mau mengajak mereka dan mengenalkanmu ke salah satu temanku."
"Huh … bilang saja kau mau menjodohkan Tema-chan dengan Shika-kun kan?" Sela gadis bersurai sewarna gulali yang tiba-tiba memasuki kedai dan duduk di sebelah Naruto.
"Sssshhhhh … Sakura-chan, kau jangan keras-keras, nanti Tema-chan bisa curiga." Bisik Naruto kearah kekasihnya.
"Hah? maksudmu apa Sakura?" Tanya Temari penasaran meski ia tetap sibuk dengan pekerjaannya, dan yang ditanya hanya bungkam, menyesal telah membocorkan rencana kekasih berisiknya begitu saja.
.
.
.
Temari pulang lebih awal karena persedian di kedai sudah habis dan cuaca yang kurang bersabahabat. 'Lumayan bisa mengerjakan tugas lebih awal, ini lebih cepat 2 jam dibanding hari biasanya', pikir Temari. Temari menyempatkan mampir ke toko bunga Inoichi untuk membeli krisan yang akan ia bawa ke pemakaman. Ino memberinya gratis, lagi dan lagi, kali ini alasannya karena Ino baru saja jadian dengan Sai, salah satu keturunan Uchiha yang sifatnya sangat manis, bertolak belakang dengan Sasuke, pembuat onar meski jenius dan tampan.
Temari melangkahkan kakinya dengan semangat menuju pemakaman Konoha di atas bukit. Kerinduan pada keluarga yang telah lama meninggalkannya sebatang kara, begitu terasa ditengah kelelahan yang ia rasakan hari ini.
Dari kejauhan ia melihat Lamborghini Veneno yang terparkir di tepi jalan menuju pemakaman. Ia mengenal dengan jelas siapa pengemudi didalamnya. Ingin rasanya memutar, tapi bagaimana mungkin bisa sampai di pemakaman dengan kondisi sekarang jika menyeberangi sungai dengan berenang adalah alternative lain selain tetap melewati supercar itu.
Temari terus berjalan tanpa menghiraukan pemilik supercar yang berusaha menghalanginya, hingga langkahnya terhenti karena ucapan pria itu.
"Sleep with me then I will forgive."
"I'm not the same as the woman you are dating, Uchiha."
"Munafik … bukankah kau sama saja dengan ibumu? Seorang pelacur? Dan penyebab kau seperti ini karena kedua orangtuamu bertengkar tentang perselingkuhan kan,"
Plak
"Never talk nonsense about my family!" Geram Temari lalu melangkah pergi.
Sama halnya dengan Sasuke, Temari marah karena Sasuke membuka cerita yang telah ia lupakan. Memang benar, kecelakaan itu karena pertengkaran. Kazekage mendapati Karura yang berselingkuh dengan pengawalnya saat mereka sedang berlibur di villa pribadi yang terletak di kaki gunung Fujiyama. Kazekage yang waktu itu diliput emosi lantas membawa seluruh anaknya pergi, kecuali Temari. Karena Temari diduga adalah anak hasil perselingkuhan Karura dengan pria bersurai emas yang ia wariskan pada Temari. Stupid reason, because they know the same blood type belongs Temari with Kazekage.
Karura berlari ke tengah jalan saat Kazekage melajukan mobilnya dengan kencang. Kazekage berusaha membanting setir yang berakibat mobilnya jatuh ke jurang. Ledakan tak terhindarkan. Karura yang berhasil selamat dan hanya menderita goresan, nekat terjun ke jurang. Temari menangis dan mencoba menghentikan bersama pengawal yang dimaksud. Tapi naas, Karura ikut terjatuh saat genggaman itu terlepas.
Sejak saat itu Temari hanya hidup bersama pengawal pribadi mereka, hingga akhirnya sang pengawal pun harus menutup mata karena sakit, meninggalkan Temari hidup sebatang kara.
Untuk Sasuke, ia marah, karena hanya Temari wanita yang sulit untuk ia takhlukkan. Hanya Temari batu sandungan untuk prestasi baiknya yang berdampingan dengan catatan keonaran yang ia perbuat. Hanya Temari yang sebenarnya berhasil membuatnya merasakan kepakan kupu-kupu di hatinya setiap mereka saling bersitatap tapi terlalu munafik untuk bersikap manis di hadapan sang gadis.
.
.
.
Tangis Temari kian kencang diantara derasnya hujan yang mengguyur. Ia menggenggam erat tanah pemakaman yang becek. Meraung meratapi nasib yang terasa tidak adil baginya. Hingga tanpa sadar jatuh pingsan dengan gumaman maaf berulangkali beralaskan rerumputan di area pemakaman.
Dari bawah pos penjagaan, sepasang grey milik pria berambut nanas terus mengintai. Ingin mendekat, sekedar menyediakan bahu untuk bersandar, tetapi terlalu ragu mengingat mereka tak saling mengenal bahkan bertukar senyum sekalipun. Selama ini hanya ialah yang menjadi pengamat, karena pemeran utama terlalu sibuk menangis sembari berdoa. Hingga akhirnya ia berlari menembus lebatnya hujan kala mendapati tubuh semampai itu goyah dan ambruk di rerumputan.
Sepasang lengan kokoh menggendong Temari ala bridal style, setelah sebelumnya membungkus tubuh semampai itu dengan jaket hitam yang digunakan sang penolong. Temari menggigil dengan suhu tubuh yang meningkat, demam.
Pria bernama Nara Shikamaru itu membawa Temari ke pos, tidak mungkin menuju mobil karena menuruni bukit akan memakan waktu yang lama. Akhirnya ia tidurkan Temari di pangkuannya, menunggu hingga gadis yang sering ia amati terjaga meski itu artinya kakinya akan kesemutan.
30 menit merupakan waktu yang cukup lama menunggu gadis bersurai emas itu tersadar. Hujan telah reda, namun Shikamaru tak beranjak sedikitpun, terlalu terpaku pada wajah cantik gadis di pangkuannya, hingga tak menyadari bahwa sepasang teal balik menatapnya bingung meski masih sedikit samar.
"Kau siapa?" Suara itu serak, tapi rupanya mampu memecah keheningan dan lamunan yang lama tercipta.
"Hoamh,"
"Hei ... aku tanya kau siapa?AKH … kau apakan aku hah!" Teriak Temari seraya mendorong Shikamaru hingga terjungkal.
"Ck, mendokusei … kau tadi pingsan, aku hanya menolongmu, kepalamu keras juga ya, kakiku kesemutan menahan bebannya." Jawab Shikamaru dengan wajah malas.
"A … gomen,"
"Hn."
"Ano ... namamu siapa?"
"Kau Temari kan ... aku Shikamaru, Nara Shikamaru." Jawabnya acuh.
Shikamaru segera berdiri, tanpa berpamitan. Meninggalkan Temari yang tertegun masih mencoba mengumpulkan kesadaran. Sedangkan mereka tak menyadari ada tangan terkepal milik bungsu Uchiha yang melihat dari kejauhan dengan kilat tajam dari onyxnya yang kelam.
[End of flashback]
.
.
.
Keesokan harinya, Temari masih mencoba mengeringkan bajunya yang basah kemarin. Ia memang tak seperti siswa lain yang dihujani banyak materi hingga memiliki persediaan seragam lebih dari satu untuk setiap jenisnya. Hingga ia harus berupaya mencuci dan mengeringkan baju dalam waktu singkat.
Kami-sama sepertinya ingin menguji kesabaran Temari, bajunya berhasil kering, tapi listrik di apartemennya mendadak mati karena giliran pemadaman.
"Hah ... setidaknya sudah kering, dan tak terlalu kusut."
Tidak sesuai dengan kenyataan karena seragam itu sangat kusut, mengingat Temari yang memerasnya begitu keras agar cepat kering.
Tok ... tok ... tok ...
Temari segera membuka pintu apartemennya tapi tidak menemukan siapapun disana. Hanya secarik kertas yang saat ia buka ternyata potret dirinya diberi tanda silang besar dan kata-kata ancaman untuk tidak mendekati pangeran sekolah, Uchiha Sasuke.
'Huft, pasti fansgirl pantat ayam itu, aku bahkan tidak pernah mendekatinya, ia yang selalu membuat masalah denganku', keluh Temari dalam hati.
Temari yang terbiasa dihina karena statusnya yang merupakan mahasiswa dengan beasiswa, AIS (Akatsuki Internastional School) adalah salah satu sekolah internasional terbaik di Jepang, dan hanya kalangan pengusaha yang sanggup menyekolahkan putra-putrinya disana, dan pekerjaannya di kedai ramen, ataupun ancaman-ancaman berupa makian maupun tatapan tajam dari para fansgirl Sasuke setiap harinya, tetap santai melangkahkan kaki ke sekolah.
Tin ... tin ...
Suara klakson mobil menghentikan langkah Temari. Ia hanya menatap bingung kearah Saleen S7 Twin-Turbo yang berhenti disampingnya. Matanya terbelalak saat melihat pengemudi yang sedang menguap lebar menatap kearahnya.
"Naiklah."
"Hah?"
"Ck, kau tuli ya, aku bilang naiklah, ini sudah jam berapa, kau mau telat?"
"Memangnya kita satu sekolah?" Tanya Temari bingung karena melihat jas Shikamaru yang berbeda dengan miliknya.
"Ck, kita searah." Balasnya sembari mendorong Temari masuk ke sisi mobil yang lain.
Hening, hanya itu lah yang bisa menggambarkan keadaan dalam supercar berisi dua sosok manusia berbeda gender. Deru mobil yang terdengar halus hanya iringan dari kebisuan yang tercipta.
"Hm ... kau sudah menolongku waktu itu, berbaik hati padaku kemarin dan hari ini"
"Hn."
"Arigatou."
"Hah … bukan masalah besar"
Tanpa terasa mereka telah memasuki area AIS. Temari tetap menunduk dengan jemari yang terkepal kaku, bulir keringat terlihat membasahi keningnya meski AC dalam mobil berfungsi baik. Shikamaru yang menyadari ketegangan Temari hanya dapat menghela nafas.
Shikamaru keluar dari mobil dengan keren, berbeda jauh dengan kemalasan yang selalu melekat di dirinya, hingga menimbulkan decak kagum dari beberapa gadis yang ada disekitar tempat itu. Ia membuka pintu mobil di sisi lain, tempat Temari duduk dengan canggung.
"Kau mau tetap disini?" Hanya diam yang membalas. "Kau mau ikut ke KHS (Konoha High School)?" Kini gelengan lah yang didapat.
Bosan dengan kebisuan Temari, Shikamaru menarik lengan Temari sedikit keras, hingga gadis berkuncir empat itu hampir saja jatuh jika Shikamaru tidak segera mendekapnya. Blush, Temari sedikit menjaga jarak saat ia sadar mereka terlalu dekat, ditambah dengan tatapan sinis para gadis yang memperhatikan Shikamaru sejak awal.
"Buka jasmu?"
"Aaapp ... ppaa?" Temari kian gugup dengan mukanya yang benar-benar merah sempurna saat mendengar ucapan Shikamaru.
"Ck, kau mau mereka semakin mengejekmu kalau tahu bajumu kusut?" Sahut Shikamaru seraya memalingkan wajah memerahnya saat melihat wajah Temari yang kian manis.
"Shika … Tema-chan!" Panggil Ino dari kejauhan seraya melambaikan tangannya bersemangat. "Hosh ... hosh ... ini jasnya." Ucapnya saat mendekat sembari mengarahkan jas yang masih terlipat rapi kearah Temari.
"Pakailah." Ucap Shikamaru saat melihat temari yang hanya memandang jas ditangan Ino dengan bingung.
"Tema-chan harusnya bilang, kan bisa meneleponku kalau tak sempat ke rumah … untung saja Shika mengirim chat padaku tadi, jadi aku bisa menyuruh Sai-kun untuk mengantarku pulang dengan cepat!" Jelas Ino dengan riang meski peluh masih membanjiri dahinya karena berlari saat melihat mobil Shikamaru tadi.
"Ah arigatou." Balas Temari seraya memberikan cengiran lebar yang membuatnya mendapatkan cubitan gemas dari Ino dan menambah rona merah di wajah Shikamaru.
Shikamaru segera memasangkan jas yang masih ia genggam ke pundak Temari setelah gadis itu melepaskan jasnya yang kusut. Sebuah perhatian yang mengundang binar bahagia di aquamarine yang menatap. Berbagai godaan, Ino lancarkan kearah dua sosok dihadapannya yang terlihat malu. Hingga akhirnya Shikamaru berlalu menuju KHS yang hanya beberapa blok dari AIS.
Ino terus saja menggoda Temari selama perjalanan ke kelas mereka, meski hanya ditanggapi Temari dengan ketus untuk menyembunyikan wajahnya yang bersemu.
Brak
"Ouch!" Pekik Temari lirih saat terjatuh ke lantai dengan keras.
"Watch your step tiza*." Seru Sasuke dingin.
"Hei, kau yang menabraknya Uchiha!" Bentak Ino tak terima dan mendapatkan deathglare sedingin es dari Sasuke.
"Ssshhh … Ino-chan." Sai hanya berusaha memeluk Ino untuk menghentikan kekasih cerewetnya itu menegakkan keadilan.
"Tapi Sai," Ino mencoba berontak untuk menolong Temari yang sebenarnya sudah berdiri sendiri.
"Better immediately you bathe, You have just collided with bacteria like me!" Balas Temari angkuh lalu melangkah pergi menyisakan Sasuke yang kian marah dan orang-orang di sekelilingnya yang terdiam. Sedangkan Ino memandang Sasuke dengan remeh, dan Sai yang masih tetap mempertahankan senyum palsunya.
.
.
.
Hari ini kerja Temari di kedai milik Teuichi kembali berakhir dengan cepat, karena Teuchi dan Ayame harus ke Okinawa untuk memperingati kematian istri/ibunya. Temari mendapat jatah libur satu minggu tanpa dipotong gaji, hal yang sangat menguntungkan mengingat banyaknya tugas yang menumpuk dan harus segera dikumpulkan.
Malam ini Temari menjadi obat nyamuk diantara kencan super duper romantis ala pasangan Saino. Hanya buku dan kacamata baca yang menemaninya agar tak terlalu meratapi nasib sebagai jomblo. Berulangkali Ino memaksanya untuk mengikuti goukon dan selalu ia tolak mentah-mentah. Hidup dengan bersekolah dan parttime sudah cukup menyita waktu dan tenaganya, dan kehadiran kekasih, menurutnya akan semakin mempersempit ruang di otaknya untuk memikirkan hal yang lebih bermutu.
"Hn, baiklah." Suara Sai yang terdengar aneh karena terus menerus menawarkan senyum itu membuyarkan lamunan gadis Sabaku.
"Ada apa Sai-kun?" Tanya Ino manja meski perhatiannya masih mengarah ke wajah sahabatnya yang bersembunyi dibalik buku.
Sai membisikkan sesuatu ke telinga gadisnya yang berhadiah gelengan keras berbonus tatapan tajam sang aquamarine. Tapi tatapan memohon yang ditunjukkan Sai akhirnya hanya dibalas helaan panjang Ino.
"Kenapa kalian?" Tanya Temari saat merasa kedua sahabatnya itu bertindak aneh.
"Mmmm Tema-chan, let's move!" Ajak Ino seraya menarik tangan Temari paksa menuju Bentley Continental Supersports yang terparkir cantik di luar café, meninggalkan Sai yang masih sibuk dengan sambungan telepon di handphonenya sembari membayar tagihan.
.
.
.
30 menit kemudian mereka telah sampai di perbatasan Konoha dan Ame. Sai hanya tersenyum merasa bersalah saat Ino memberikan tatapan sinis sebagai komentar atas kecepatan mobil yang membuatnya merasa akan dibawa ke neraka. Sedangkan di kursi belakang, Temari hanya memutar bola mata bosan melihat pertengkaran new lovebird.
Deru mobil terdengar begitu jelas memecah keheningan malam. Beberapa musik yang terdengar rancak seolah mengajak siapapun tuk meliuk seirama nada. Diantara kerumunan gadis berpakaian mini, onyx dan grey beradu, seolah menegaskan siapa yang lebih pantas berkuasa. Ini bukan hanya tentang kedua marga, bukan hanya tentang kekayaan semata, tapi ini melibatkan dua sekolah bergengsi di Konoha. Persaingan begitu terasa saat mereka membentuk kubu yang terlalu kentara.
"What happening here?" Tanya Temari sesaat setelah membuka pintu mobil, tak menggubris pertengkaran dua sejoli yang masih meributkan kecepatan mobil.
Keriuhan itu seketika senyap saat semua mata tertuju pada satu sosok, satu sosok yang kebingunan ditengah hingar bingar. Satu sosok yang menyesal harus berada ditengah kerumitan tak bermutu yang ia hindari selama ini.
Sedangkan kedua bola mata berbeda warna itu hanya menatapnya tak berkedip, kini mereka akan mempertaruhkan segalanya, segalanya untuk gadis yang terefleksi secara cantik di netra. Jadi sekarang, benarkah ini hanya karena faktor adu gengsi sekolah? ataukah karena percikan yang kian membara di hati itu penyebabnya?
.:.
TBC
.
.
.
.
I didn't excpect a review from you if it is only a mockery a.k.a flame. Please make it habit for appreciate the work of others. If you feel annoyed with my story, please send a private message.
Jadi kei sangat berharap minna-san mau memberikan kritik dan saran yang tidak menggunakan kata-kata kasar, kei sadar karya kei ini sangat jelek, onegai…
Arigatou and gomenne minna-san 0_0
.
.
.
Tiza : penggoda
