Salam kenal semua! Ini fic pertama kami, jadi maaf banget yah, kalo masih banyak kekurangan. Terinspirasi dari drama komedi Korea "PRINCESS HOURS". Kami ngambil tema dari situ, karena ceritanya bagus, lucu dan pas kalo dibuat fanfict (menurut kami).
Don't like, don't read. But if you like, please enjoy the story :DDD
.
.
The Days of the Princess
...
Disclaimer tokoh : Masashi Kishimoto
Disclaimer cerita : UCHIHA
WARNING!: gaje, AU, aneh, OOC, OC, dll.
Rated : T
Pairing: Sasuke X Sakura
.
.
~ Insiden ~
.
Sakura POV
'Haah, pasti terlambat lagi...' batinku putus asa. Kulirik jam tangan berwarna putih kecil yang ada di pergelangan tangan kiriku, "Oh tidak, sebentar lagi masuk!" segera aku percepat kayuhanku pada sepeda lamaku.
Pelipisku mulai mengeluarkan keringat, bukan karena lelah, aku sudah terbiasa mengendarai sepeda ini setiap hari, keringat itu keluar karena aku mulai tegang.
Kalian juga pasti akan seperti ini jika tahu apa hukuman yang aku dapatkan, Pak Ebisu guru piket killer itu sudah mengancamku yang sering terlambat ini, katanya jika aku sampai terlambat lagi aku tidak akan dapat jatah makan siang.
Ukh, membayangkannya saja sudah membuatku merinding, melihat teman- temanku mendapat jatah makan siang sedangkan aku hanya bisa melihat mereka sambil menahan air liurku.
Ah, iya aku lupa. Namaku Sakura, Haruno Sakura. Anak dari Haruno Shei dan Haruno Rinn, aku juga punya adik namanya Konohamaru. Umurku sekarang 16 tahun, aku bersekolah di Music and Art International School yang disingkat jadi MAIS.
Menurut orang- orang aku sangat beruntung bisa masuk ke sana, dan itu memang benar. MAIS itu merupakan sekolah terbagus di kotaku, orangtua ku saja harus mati- matian mencari uang untuk menyekolahkanku di sana.
Kalian pasti bertanya- tanya kenapa aku tidak cari sekolah lain saja? Mau tahu? Itu semua karena tidak ada sekolah lain yang memiliki kurikulum seni, selain MAIS. Dan aku sangat ingin menjadi pelukis terkenal!
.
.
.
Tidak terasa aku sudah hampir sampai di sekolahku, dari jarakku ini sudah terlihat pagar hitam kokoh yang menjulang tinggi, pagar sekolahku MAIS.
"Ah, itu dia gerbangnya sudah terlihat. Ayo Sakura semangat, sedikit lagi kau sampai!" ucapku pada diri sendiri. Mengoceh, ini adalah kebiasaan yang tak pernah bisa aku hilangkan, entah kenapa aku sering sekali mengoceh sendiri. Entah untuk penyemangat ataupun mencela diri sendiri.
Dengan semangat aku mempercepat laju sepedaku, dan hanya dalam beberapa detik aku sudah sampai di depan gerbang. Kulihat masih banyak siswa yang bermain di halaman, dan beberapa siswi yang sekedar duduk dan bergosip. 'Aneh' batinku, kenapa mereka belum masuk?
Kulihat jam tanganku lagi, sudah jam 7.30 waktu pelajaran dimulai. Kenapa semua masih belum memulai kegiatan belajar mengajar? Mungkin cukup lama aku terdiam di depan gerbang, sampai tiba-tiba sebuah tangan menepuk pundaku.
"Lho, Sakura-chan kenapa bengong di sini?" tanya sebuah suara yang sangat kukenal. Segera ku tolehkan kepalaku ke belakang, dan disana berdiri sekitar setengah meter dariku kedua sahabatku, Hinata dan Karin.
"Lho kalian, kenapa baru datang? Tidak biasanya?" tanyaku pada mereka dengan takjub. Bagaimana tidak, Hinata dan Karin adalah dua orang terajin di MAIS, mereka biasa datang lebih awal dari yang lain. Tapi sekarang mereka bahkan datang lebih lama dariku, ada apa ini?
"Pasti kau lupa ya jidat, hari ini kan ada seleksi." Kata Karin, yang sukses membuat kedua bola mataku membulat dengan sempurna.
"Oh iya, aku lupa. Hehe, tapi itu belum menjawab pertanyaan ku yang satu lagi. Kenapa kalian baru datang? Itu sangat tidak kalian sekali." Tanyaku lagi.
Kulihat Karin menghela nafas banyak- banyak, tanda kesal. Tapi Hinata hanya tersenyum geli dan menjawab, "Karena seleksi, kita jadi masuk lebih siang. Apa kau lupa Sakura-chan?"
"Oh iya, bodohnya aku. Ah, jadi untuk apa aku harus capek- capek mengayuh secepat itu?" kataku, lebih pada diri sendiri.
"Ya sudahlah jidat, kau kan sudah sampai sekolah, jadi untuk apa masih mengeluh begitu. Lebih baik sekarang kita masuk dan bersiap-siap saja." Kata Karin yang sepertinya sudah bisa menguasai dirinya.
Akupun hanya menurut saja saat Hinata menyeretku memasuki gerbang sekolah. Kami berjalan sambil mengobrol tentang apa saja, tapi itu tidak termasuk gosip dan hal-hal lain yang menyangkut masalah orang lain. Entah kenapa aku tidak terlalu suka itu, dan ketiga temanku pun begitu.
Oh, kalian pasti bertanya kenapa aku bilang 'ketiga temanku' ,padahal sedari tadi hanya ada dua orang yang bersamaku? Kalian penasaran? Tidak? Ya sudahlah, penasaran ataupun tidak aku akan tetap menjelaskannya. Sebenarnya aku punya tiga sahabat, yaitu Karin, Hinata, dan Tenten.
Mereka sudah menjadi sahabatku sejak aku pertama kali bersekolah di MAIS, Karin dan Hinata merupakan sosok yang 'almost perfect' menurutku. Bagaimana tidak, mereka itu sudah rajin, pintar, cantik dan baik. Walau terkadang Karin lebih cepat kesal dibanding kami bertiga, tapi sebenarnya ia sangat baik.
Dan satu lagi sahabatku namanya Tenten, ia yang paling periang dan lucu. Kami lebih sering memangginya china dari pada nama aslinya, karena rambutnya yang di cepol dua dan ia tidak bisa menyebutkan huruf 'R' dengan jelas alias cadel, mirip sekali dengan orang China bukan? Eem, rasanya cukup sampai disini saja cerita mengenai teman- temanku. Karena tema cerita ini adalah hari-hari di hidupku, dan diriku sendiri tentu saja.
Aku, Haruno Sakura seorang "calon pelukis terkenal". Hari ini mungkin merupakan hari yang cukup sial bagiku, aku hampir saja melupakan seleksi penting. Untung aku tidak pernah lupa untuk selalu membawa semua alat lukisku, walau terkadang tasku jadi sangat berat, tapi untuk memenuhi cita- citaku itu pun dapat kulakukan dengan lapang dada, haha.
Kami terus mengobrol tidak memperhatikan sekeliling. Mungkin karena sudah terbiasa melewati koridor- koridor di sini, jadi tanpa sadar kaki kami terus membawa kami menuju kelas. Keadaan di dalam kelas sangat berisik, banyak anak yang sedang sibuk dengan urusan masing- masing. Ada yang sibuk membersihkan kuas, ada yang sibuk menggambar di buku sketsa, ada yang tidur, ada yang mengeluhkan belum siap dengan seleksi hari ini, dan banyak lagi.
"Selamat pagi semua." Sapaku dan kedua temanku.
"Pagi." Balas mereka.
Kami mendengar balasan dari mereka sambil berjalan menuju kursi masing-masing. Seperti biasa kami atau tepatnya aku mengambil tempat dekat jendela, sedangkan Hinata di sebelahku, Karin didepannya, dan disebelah Karin ada Tenten (bisa membayangkannya?).
Tak berapa lama setelah kami duduk, datang Yamato Sensei. Ia menyuruh kami semua untuk segera membuat lukisan yang kemudian akan diseleksi, dan diikut sertakan dalam lomba se-Asia.
"Pagi anak-anak." Kata Yamato Sensei.
"Pagi sensei." Kata kami semua serentak, sambil membetulkan posisi duduk kami. Itu karena sekolah kami ini memiliki banyak aturan, dan salah satunya harus menjaga etika di depan guru.
"Saya hanya ingin menyampaikan bahwa seleksi akan dimulai tepat pukul 8, kalian punya waktu hanya sampai pukul 2 siang ini untuk menyelesaikan lukisan kalian. Setelah selesai mohon segera dikumpulkan kepadaku, kalian mengerti?" kata Yamato sensei lagi.
"Emm, sensei. Apa tema untuk seleksi kali ini? Apa kami bebas menggambar apapun?" tanya Tenten, yang tiba- tiba sudah duduk di tempatnya di samping Karin. Membuatku dan Karin terlonjak saat mendengar suaranya.
"Ah ya, maaf saya lupa menyampaikannya." Kata Yamato sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Begini, ada dua tema. Kalian pilihlah salah satu tema yang akan kusebutkan ini. Yang pertama, buat gambar yang mencerminkan keadaan Jepang saat ini. Dan yang kedua, buat gambar tentang sesuatu yang menggambarkan perasaan hangat, nyaman, dan tenang." Aku mulai membayangkan gambar yang akan kugambar di dalam otakku.
"Nah, silahkan dipilih mau tema yang mana, dan kutunggu gambar kalian tepat pukul 2, tidak ada toleransi bagi yang terlambat." Kata Yamato Sensei panjang lebar. Dan setelah mengatakan semua itu, ia segera keluar dari ruangan dan kami pun mengikuti dia keluar untuk mengambil air dan menuju tempat favorit masing- masing.
Saat di perjalanan kami berpisah. Hinata lebih suka melukis di taman, Karin melukis di perpustakaan yang sepi dan tenang, dan Tenten melukis di atap sekolah.
Sedangkan aku sendiri segera menyeret langkahku menuju tempat favoritku, di bawah Pohon apel yang ada di belakang sekolah. Tempat yang nyaman dan agak tersembunyi, aku menemukan tempat ini saat baru pertama kali masuk MAIS, saat dimana belum ada yang mau berteman denganku, sebelum aku mengenal ketiga sahabatku.
"Heemmh, pilih tema apa ya? Yang pertama terlalu susah, tapi juga menantang. Dan yang kedua? Ah, aku bosan dengan tema itu. Itu selalu dipakai setiap ada seleksi, sudah terlalu biasa. Yasudahlah, yang pertama saja." Kebiasaanku mulai muncul lagi, aku kembali mengoceh sendiri, untung saja tidak ada orang.
Setelah memutuskan tema, aku mulai menggoreskan pensilku ke sebuah kanfas.
Mula-mula aku melukis seorang anak kecil yang sedang berbelanja bersama ibunya, kemudian dua orang pria yang sedang memikul sebuah karung besar bersama-sama dan aku juga melukis beberapa anak sekolah yang sedang mengayuh sepedanya menuju ke sekolah.
Aku juga menambahkan sebuah toko kelontong di belakang ibu dan anak, dan juga gambar beberapa perkantoran dan jam yang besar yang menunjukkan pukul 7 pagi. Aku juga menambahkan gambar sebuah sekolah sederhana di kejauhan.
Kemudian setelah sketsanya selesai aku mulai menyempurnakannya dengan warna.
Tidak terasa lima jam sudah berlalu dan lukisanku sudah hampir sempurna. Hanya kurang sedikit tambahan daaaaann... jadilah lukisanku.
"Tapi mau aku beri judul apa ya?" aku mulai berpikir dengan melihat keadaan sekelilingku.
"Aha, bagaimana kalau Jepang yang Makmur, sepertinya itu cocok untuk lukisanku. Baiklah aku akan melihat teman-temanku dulu." Aku mulai membereskan semua peralatanku dan tentunya membawa lukisanku. Aku pikir teman-temanku pun sudah menyelesaikannya karena biasanya aku yang paling lama diantara kami dalam mengerjakan lukisan.
Pertama-tama aku akan ke kelas terlebih dahulu, dan sesampainya di sana ternyata sudah banyak yang selesai dan tepat seperti dugaanku Karin, Hinata dan Tenten sedang mengobrol. Dan sudah kupastikan pasti mereka sudah selesai sedari tadi, jauh sebelum aku selesai.
"Hai Sakura-chan, kau sudah selesai?" tanya Karin sesaat aku memasuki pintu.
"Ya aku sudah selesai, kalian pasti sudah selesai juga kan? Boleh aku melihat lukisan kalian?" tanyaku yang sedari tadi sudah penasaran sambil meletakkan barang-barang dan lukisanku di meja.
"Tentu saja, kami meletakkannya di atas meja. Aku juga boleh melihat lukisanmu kan? Tema apa yang kau pilih?" jawab Tenten dengan tersenyum, sepertinya dia juga penasaran dengan lukisanku.
"Silahkan lihat saja, aku pilih tema yang pertama, karena kupikir tema itu lebih menantang. Kalian sendiri pilih yang mana?" jawabku sambil menuju lukisan mereka yang diletakkan di atas mejanya.
"Aku sih pilih tema yang kedua, karena tema itu cocok dengan karakterku." jawab Hinata yang sedari tadi masih duduk di kursinya sambil menatapku yang sedang melihat lukisannya.
"Oh begitu ya, memang sih kau itu lebih cocok tema kedua. Lukisanmu sangat indah Hinata, detail dan paduan warnanya juga sangat serasi." pujiku sambil mengamati lukisannya, ternyata Hinata melukis sebuah rumah khas Jepang yang dibelakangnya terlihat Gunung Fuji dan air terjun kecil. Lukisannya memang benar-benar indah.
"Bagaimana denganmu, Karin? Kau pilih tema yang mana?" tanyaku kepada Karin yang sedari tadi masih mengamati lukisanku bersama Tenten, sementara aku pun mulai beranjak ke lukisan Karin.
"Aku memilih tema yang pertama, karena bagiku keadaan Jepang mudah untuk ya Sakura lukisanmu sepertinya mempunyai makna tersendiri ya, kulihat banyak kegiatan yang kau lukis di sini." mendengar kalimat tersebut, aku pun mulai menjelaskan arti dari lukisanku. Memang aku itu senang jika melukis menggunakan arti karena bagiku itu sangat menarik.
Setelah aku menjelaskan dengan panjang lebar mereka pun mengangguk dan mungkin berpikir, entah penjelasanku ini masuk ke dalam otak mereka atau tidak, karena kulihat sedari tadi mereka sibuk dengan urusannya sendiri.
"Kalau kau Tenten?" tanyaku memecah keheningan.
"Eh, kalau aku pilih tema yang kedua, kalena aku suka sekali menggambal pemandangan. Dan aku pikilr kehangatan, ketenangan identik dengan pemandangan." Jelas Tenten dengan logat china khasnya yang terkadang ingin membuatku tertawa.
"Oh baiklah, wah sudah jam dua, ayo kita kumpulkan lukisan kita." ajakku sambil melihat jam putih kecilku. Kemudian teman-temanku pun mulai beranjak dari kursinya dan mengambil lukisan mereka masing-masing.
Kami pun mulai berjalan menuju ruang guru bersama yang lainnya, dan saat di koridor kulihat banyak murid dari kelas lain yang juga sudah menyelesaikan lukisannya, dan sepertinya ingin mengumpulkannya juga.
Sesampainya di ruang guru kami langsung mencari Yamato Sensei, dan ternyata dia sedang menulis sesuatu di mejanya. Kami langsung menghampirinya, kulihat di samping mejanya telah berjejer beberapa hasil lukisan dari murid lain dan jujur lukisan mereka bagus-bagus dan sepertinya akan menjadi saingan yang berat.
"Sensei, kami sudah menyelesaikannya." suara Hinata yang tiba-tiba membangunkanku dari lamunanku karena terkagum melihat lukisan murid lain.
"Oh baiklah, letakkan saja di sana, terima kasih sudah menyelesaikan tepat waktu ya." jawab Yamato Sensei sambil menunjuk ke arah jejeran lukisan yang sedari tadi aku perhatikan. Kami pun meletakkannya di sana dan keluar dari ruang guru.
"Baiklah, kami permisi dulu Sensei." pamit kami pada Yamato Sensei.
"Ya, terima kasih sekali lagi. Eh, tunggu Haruno-san, kenapa kau tidak memakai dasi dan rompi mu?" tanya Yamato Sensei sambil menunjuk seragamku.
"Maaf sensei, saya lupa. Lagipula melukis sambil mengenakan dasi dan rompi itu sangat tidak nyaman." Kataku berkilah.
"Haah, ya sudah terserah kau saja. Tapi kusarankan jangan sampai terlihat oleh Pak Ebisu." Kata yamato sensei lagi.
"Ya sensei, saya mengerti." Kataku sambil tersenyum. Lalu kami pun segera meninggalkan ruangan Yamato sensei.
.
.
Setelah mengumpulkan lukisan kami ke Yamato sensei, kami segera kembali ke kelas. Keadaan kelas pagi ini tak jauh beda dibanding tadi pagi, sangat berisik dan terlihat lebih kotor. Banyak anak yang belum membersihkan peralatan mereka, termasuk aku.
"Ukh, jidat kau jorok sekali. Kenapa belum kau bersihkan kuas-kuasmu, benda itu membuat mejaku kotor tahu." Kata Karin sambil memandang mejanya.
"Wah maaf ya Karin aku lupa, tadi kan aku buru-buru. Kau sendiri memangnya sudah membersihkan semua peralatanmu?" tanyaku sambil bergegas mengambil barang-barangku yang tadi langsung saja kuletakkan di meja Karin saat melihat lukisan Hinata. Kebiasaanku yang lain, aku ini sangat ceroboh.
"Tentu saja sudah, aku langsung membersihkannya setelah selesai melukis. Sudahlah, ayo cepat kubantu kau membersihkannya." Kata Karin sambil menyeretku keluar.
"Ah iya, tunggu sebentar," kataku kewalahan membawa semua peralatanku.
.
.
Kami sekarang sedang berjalan menuju lapangan. Kamar mandi penuh anak-anak yang juga sedang membersihkan kuas, jadi terpaksa aku dan Karin membersihkan kuas-kuasku di keran yang ada di pinggir lapangan.
"Oh ya Karin, tumben kau mau membantuku, ada apa?" tanyaku heran, biasanya dia tidak pernah sepeduli ini.
"Yasudah kalau tidak mau dibantu, aku kembali ke kelas saja deh. Daah jidat!" katanya sambil membalikan badannya.
"Ehh tidak kok, terima kasih kalau begitu. Tapi aku tetap merasa kau ada maksud lain selain membantuku, iya kan?" tuntutku, sambil memandangnya tajam.
"Ehh, emm ya sebenarnya sih begitu.." katanya dengan muka yang mulai memerah. Aku mengerutkan dahiku dan memberinya pandangan cepat-beritahu-siapa-orangnya!
"Na..namanya Sasuke, Uchiha Sasuke." Katanya lagi, sekarang mukanya sudah tampak seperti kepiting rebus.
"Sasuke Uchiha? Siapa itu? Dari kelas lukis juga? Kok, aku tidak kenal?" tanyaku bertubi-tubi padanya, sambil mengerutkan dahiku, mencoba mengingat seorang anak lukis ber-marga Uchiha.
"Tidak bukan dari kelas lukis, masa kau tidak tahu siapa dia?" tanyanya balik, sambil menatapku dengan takjub. Aku menggelengkan kepala, dan ia melanjutkan dengan sedikit frustasi.
"Dia dari kelas musik, masa kau tidak kenal? dia kan sangat terkenal!" katanya lagi dan aku juga menggeleng lagi. "Haaah, sudahlah tidak usah dipikirkan lagi." Katanya benar- benar frustasi, dan berjalan mendahuluiku.
"Hei tunggu Karin, tapi jawabanmu tidak ada hubungannya dengan pertanyaanku. Apa hubungannya anak kelas musik dengan kau membantuku mencuci kuas di keran dekat lapangan?" tanyaku lagi.
"Katanya orang-orang, dia dan teman-temannya suka duduk di lapangan sambil berlatih musik disana. Dan aku sudah memprediksikan bahwa kamar mandi penuh murid, jadi kau pasti menggunakan keran yang ada di pinggir lapangan, dan ternyata perkiraanku tidak meleset, iya kan?" Kata Karin yang tiba-tiba sudah kembali semangat.
"Oh." kataku, tidak tahu mau bicara apa lagi.
.
.
Tidak lama kemudian kami sampai di lapangan, langsung saja kami menuju keran di pinggir lapangan yang dimaksud. Biasanya keran ini digunakan oleh cleaning service untuk mengisi air pel dan untuk menyiram tanaman, tapi karena kamar mandi penuh jadi kami terpaksa menggunakannya.
"Akhirnya sampai juga, kenapa banyak sekali kuas yang kau pakai?" tanya Karin padaku. Aku hanya tersenyum geli mendengar keluhannya.
"Eeem, siapa ya tadi yang menawarkan bantuan? Aku lupa?" ejekku, padanya. Kulihat wajahnya mengkerut mendengarnya.
"Ya, ya terserah kau lah jidat." Katanya lagi, terdengar nada kesal di suaranya. Mendengar itu aku hanya bisa tertawa, lalu mulai membersihkan kuas- kuasku.
Kami membersihkan dengan susah payah, cat minyaknya sudah mulai mengering saat kami mulai membersihkannya. Hari ini sangat panas, sinar matahari menyengat kulit kami tanpa ampun. Dan akhirnya setelah waktu yang terasa berjam-jam, semua kuas selesai dibersihkan.
"Ya ampun akhirnya selesai juga, susah sekali membersihkannya." Keluhku, sambil mengeringkan semua kuasku.
"Salah sendiri kenapa tidak langsung dibersihkan, cat minyak kan gampang kering. Awas kalau lupa lagi, dasar jidat." Kata Karin, ia sekarang sedang asik mengedarkan pandangannya ke seluruh lapangan.
"Karin! Sudah kubilang jangan panggil aku jidat. Eh, apa kau melihat Uchiha. Coba tunjukan padaku yang mana orangnya, aku penasaran." Kataku ikut mengedarkan pandanganku ke lapangan.
"Tidak, dia tidak ada disini. Haah, kemana sih dia?" ucap Karin, suaranya sekarang sudah berubah menjadi putus asa, berbeda dengan saat ia menasihati Sakura tadi.
"Yasudah, lebih baik kita masuk sekarang. Panas sekali disini." Usulku saat kulihat Karin masih saja mengedarkan pandangannya ke arah lapangan.
"Ya baiklah kalau begitu." Katanya. Lalu kami pun kembali memasuki koridor sekolah, kami terus mengobrol, atau lebih tepatnya Karin mengoceh tentang si Uchiha itu dan aku mendengarkannya.
.
.
"Dan kau tahu Jidat, Sasuke itu adalah musisi muda yang dijuluki si jenius oleh guru-guru. Dia berasal dari keluarga paling berkuasa di Jepang, keluarga Uchiha. Aku heran kenapa kau tidak mengetahui sedikitpun tentang dia, padahal fansnya banyak sekali." Kata Karin dengan mimik heran yang menurutku sangat berlebihan. Saat itu kami baru saja melewati ruang tari dilantai dua, satu lantai sebelum kelas kami dilantai tiga.
"Mana kutahu, lagipula apa pentingnya tahu mengenai dia? Apa ada test tentang dirinya, yang berhadiah beasiswa ke Perancis?" tanyaku bertubi-tubi, aku heran apa pentingnya si Uchiha itu sampai Karin tahu banyak tentang dia.
"Yaa tidak sampai segitu juga sih, tapi masa' kau tidak tahu sedikitpun tentang dia? Sekedar orangnya saja? Ayolah Sakura, apa kepalamu hanya berisi sketsa saja?" tanya Karin balik.
"Haah sudahlah Karin, aku benar-benar tidak habis pikir kenapa orang sep –"
BRUUUUK! TREEEENGG!
"AAAW!"
"KYAA!"
"URGH!"
"UKH, apa yang kalian lakukan. Apa kalian tidak punya mata?" kudengar suara seseorang yang dingin dan dalam, namun nadanya tetap tenang. Baru saja aku ingin memarahinya, tapi kemudian kudengar suara lain yang kukenal menimpali.
"Ma.. maaf, kami tidak sengaja." Karin gugup, lalu kurasakan tangan Karin membantuku berdiri.
"Haah Karin kenapa kau minta maaf? Harusnya kan dia yang minta maaf, lihat semua kuasku jadi kotor lagi." Kataku dengan nada sinis.
"Su..sudahlah jidat, kita kan bisa membersihkannya lagi nanti." Kata Karin, masih dengan nada gugup yang sama.
"Tapi – " baru saja aku mau menyergah ucapan Karin, tapi orang yang tadi menabrak kami memotong perkataanku.
"Benar apa kata temanmu, kalian yang seharusnya meminta maaf, lihat apa yang kau lakukan pada seragamku, hei Pinkie!" kata suara orang itu lagi sambil menunjuk seragamnya yang sedikit basah.
"Apa kau bilang? Pinkie! Dasar pantat ayam tak tahu diri. Lihat semua kuasku kotor karena ulahmu tahu." Kataku setengah berteriak, orang itu benar- benar menyebalkan. "Dan kau tak boleh pergi dulu sebelum meminta maaf." Kataku lagi sambil menghalangi jalannya saat orang itu hendak pergi menghiraukan kami.
"Baiklah, terserah kau Pinkie. Maafkan aku, puas kau? Sekarang minggir dari jalanku!" katanya dengan nada yang membuatku kesal setengah mati, lalu tanpa pikir panjang aku langsung melempar ember yang sedari tadi kugunakan untuk wadah kuasku.
BLEETAAKK!
"AARGH, dasar pinkie sialan. Awas kau!" kudengar suarnya bergema di koridor belakangku. Yaa, aku langsung berlari atau lebih tepatnya langsung diseret Karin saat ia tahu aku melempar ember ke pria itu.
Aku terus tertawa terbahak-bahak sepanjang perjalanan menuju kelas kami, tapi tawaku langsung berhenti saat kulihat wajah Karin yang sedikit pucat, ia terus memandangku tajam.
"Eh, Karin ada apa? Apa kau sakit?" tanyaku padanya. Ia hanya mengelengkan kepalanya lalu terus berjalan, masih sambil menyeretku.
"Tapi kau terlihat pucat lho. Benar tidak apa- apa?" tanyaku lagi saat kami sudah sampai di koridor lantai tiga, dan diujung koridor inilah kelas kami berada.
"Haah, kau ini bodoh sekali sih Sakura! Kenapa kau membentaknya, sampai melempar ember lagi! Apa kau tidak tahu siapa dia?" bentak Karin, bukannya menjawab pertanyaanku ia malah membentakku. Baru saja aku hendak menjawabnya, tapi ia sudah menyelaku.
"Kau pasti tidak tahu 'kan? Haah, dasar! Makanya jangan lukisan saja yang ada dikepala mu! Aduuh mau ditaruh dimana mukaku ini?" kata Karin lagi.
"Apa sih Karin, memangnya dia siapa? Lagipula buat apa susah-susah kau memindahkan mukamu itu?" kataku mulai kesal padanya.
"Dia itu SASUKE UCHIHA! Masa kau tidak tahu? OH, YA AMPUN Sakuraaaa!" Kata Karin, sekarang mulai histeris.
"Kan sudah kubilang, aku tidak kenal yang namanya Sasuke Uchiha itu." Kataku dengan nada sedikit sinis, Karin yang menyadari nada suaraku yang berubah mulai mengendalikan dirinya.
"Ah, iya aku lupa. Maaf ya Sakura, aku terlalu terkejut bisa bertemu Sasuke. Hehe." Kata Karin sambil menggaruk kepalanya, lalu ia mulai menyeretku lagi.
.
.
Sesampainya di depan pintu kelas, kami melihat sudah banyak murid yang pulang. Disana tinggal beberapa orang saja, termasuk kedua sahabatku yang menunggu ku dan Karin.
"Emm, kenapa yang lain sudah pulang? Apa setelah ini tidak ada pelajaran lagi?" tanyaku pada Hinata dan Tenten yang sedang asik mengobrol.
"Lho, kau tidak tahu Sakula? Kalena seleksi kita pulang lebih awal." Kata Tenten dengan logat China nya.
"Ah iya aku lupa, ya sudah lebih baik kita segera pulang." Kataku sembil mebereskan barang-barangku yang masih berserakan di meja Karin.
Setelah semua barangku masuk kedalam tas, kamipun segera meninggalkan kelas. Dalam perjalanan menuju gerbang banyak kelas yang sudah kosong, paling hanya beberapa murid yang ada dikelas. Selama itu pula, Karin tak henti-hentinya membicarakan Sasuke Uchiha dan insiden tak menyenangkan tadi. Sekarang aku sudah muak mendengar namanya, rasanya orang sombong nan jahat itu tak pantas menyandang nama Uchiha yang terkenal. Walau kuakui wajahnya sangat tampan, tapi sifat dingin dan sok berkuasanya itu sangat menyebalkan.
Seperti biasa aku pulang sendiri dengan menaiki sepedaku, sayangnya arah pulang para sahabatku itu tidak sama denganku. Jadi di tengah jalan kami berpisah. Namun yang beda kali ini yaitu perasaanku yang tidak seperti biasanya.
Huh, entah kenapa aku terus memikirkan insiden tak mengenakkan tadi. Rasanya jika di dekatku ada tong sampah, ingin kulempar ke muka si UCHIHA itu. Sayangnya kali ini kau beruntung UCHIHA.
Percuma jika kau itu seorang Putra Mahkota tapi kelakuannya seperti itu. Mau jadi apa negara ini.
Tapi kenapa dari tadi aku memikirkannya ya?
To Be Continue
Akhirnya chapter 1 selesai juga, maaf yah kalo ceritanya Gaje atau apapun itu namanya. Kami memang masih butuh masukkan dari para Senpai ^_^v
Ini memang fict yang terinspirasi dari sebuah drama komedi Korea, tapi sedikit atau mungkin banyak yang beda dari drama aslinya. Kan aneh juga kalau sama persis. Kalo kurang suka lebih baik tak usah melanjutkan membaca, kami takut nanti malah mengecewakan
Oh ya, kalo ada miss typo juga kami minta maaf ya. Kami juga udah berusaha supaya ga ada miss typo, tapi kalo masih ada ya tolong dimaafkan saja yah yah yah...
Jangan lupakan satu hal sangat penting itu,
.
.
.
.
.
REVIEW please ! XD
