"Ayolah, kau sudah menghabiskan tiga botol Teme! Ususmu bisa-bisa harus dalam perawatan serius!"

Lelaki yang dipanggil Teme hanya menyeringai kecil, sahabat idiotnya ini masih saja peduli dengan apa yang ia lakukan. Ia heran, tapi ia benar-benar merasa hidup ketika ada seseorang yang peduli dengannya. "Hn, anak baik sepertimu tidak seharusnya disini!" jawab lelaki itu lagi mencoba menyadarkan sahabatnya.

"Kau selalu mengatakan itu dasar bodoh! Seharusnya kau masih bersyukur karena aku peduli terhadapmu!" namun sahabat lelaki yang dipanggil Teme itu sepertinya masih enggan untuk beranjak meningalkan sahabatnya yang terbuai dengan alam bawah sadar dan pengaruh alkohol.

"Hn, setidaknya keluargamu masih menanti kehadiranmu. Pergilah, disini hanya untuk orang yang tidak punya tujuan!" jelasnya lagi.

"Baiklah, aku pergi! Lagi pula aku mual dengan bau mulutmu, jadi hubungi aku jika kau sudah puas!" ujarnya sebelum pergi meninggalkan sahabatnya.

"Dasar Dobe." Desis pemuda itu dan melanjutkan acara 'minumnya' yang sempat tertunda.


DISCLAIMER

Naruto © Kishimoto Masashi

GirlLike Angel © Misshire

Fict pertama, aku tidak yakin akan mempublish nya, tapi aku harus mencoba untuk tau bagaimana respon reader tentang fict pertamaku

Attention, [miss typo] [kalimat gaje dan tidak efisien] [Out Of Characters] [alur kecepatan] [dan masih banyak lagi]

Warning, [Tidak Suka Tidak boleh Baca] aku takut jika akan membuat reader bad mood

Dimana ada kegelapan selalu ada cahaya...

Dimana ada cahaya selalu ada bayangan...


Sakura Point Of View

"Siang bibi," sapaku pada bibi tetanggaku, ia selalu memasang senyuman diwajah nya yang sudah mengkerut, tapi aku selalu membalasnya. Bagiku senyuman adalah keindahan tersendiri, dokter pernah katakan jika senyuman itu bisa membuat sel dalam tubuh lebih muda dari usia manusia yang sebenarnya.

Namaku Haruno Sakura, anak tunggal dari pasangan Haruno Kizashi dan Haruno Mebuki. Terlahir sebagai keluarga sederhana tidak membuatku menjadi gadis rendah diri, tapi jika rendah hati –orang-orang selalu mengatakan hal itu –aku tidak terlalu menentangnya.

Se-sederhana keluargaku, kedua orang tuaku adalah pekerja keras, Ayahku bekerja disebuah perusahaan ternama di Konoha "Uchiha Corporation" dan Ibuku adalah seorang medis atau bisa disebut dokter umum dirumah sakit Konoha. Jadi seharusnya aku bisa menjadi gadis broken home bukan? Yeah karena mereka jarang berada dirumah. Tapi menurutku hanya orang konyol yang menganggap dirinya broken home, ayolah orang tua itu mencari nafkah diluar sana jadi sebagai anak kita harus mendukungnya bukan? Walaupun lewat jalan yang berbeda.

Secara pribadi aku adalah seorang sekretaris OSIS di Konoha International High School, yang selalu mengikuti kemanapun Sabaku Gaara –sang ketua OSIS– pergi atau bertugas dari tugas yang diberikan Kepala Sekolah. Orang-orang banyak yang beranggapan jika aku adalah kekasih Gaara karena kedekatakan kami, padahal menurutku itu salah besar, setidaknya aku suka dengan lelaki beralis –pikirku.

"Pagi paman," sapaku didalam bus umum yang akan mengantarku ke sekolah. Walaupun bis sekolahan bisa saja menjemput siswa, tapi aku tidak ingin merepotkan karena harus bersusah menghubungi dulu pihak sekolahan.

"Pagi nak, semoga harimu menyenangkan," jawabnya, dan aku hanya dapat tersenyum simpul atas ucapannya, benar-benar bapak paruh baya yang baik, sungguh aku senang dipagi hari ini sudah banyak orang yang tersenyum atas sapaanku.

.

.

"Jidat!" panggil Ino berteriak didepanku, ia melambaikan lengannya kearahku. Aku tidak paham, seharusnya aku yang memanggil Ino karena ia ada didepanku, tapi entahlah kenapa ia selalu lebih cepat dariku.

Tanpa menjawab dan hanya memasang senyuman khasku aku mendekat kearah Ino yang masih melambaikan lengannya, ia menggenggam lenganku setelah kami sejajar.

"Bagaimana dengan tugasnya? Apa kau sudah selesai menyelesaikan proposalnya?" tanya Ino menatapku serius, aku menghela nafasku sejenak sungguh sapaan terburuk yang baru aku dengar.

"Tentu saja, aku selalu menyelesaikan lebih cepat! Bagaimana dengan dana siswa sudah terkumpul?" tanyaku balik menatap Ino yang menganggukan kepalanya, sebagai anggota OSIS dan juga sahabat kami menjadi semakin akrab dan bahkan sering kemanapun bersama.

"Aku juga sama, menyelesaikan tugas dengan cepat!" ujarnya bangga, aku tersenyum tipis. Ia selalu semangat, walaupun aku pernah mendengar jika ia tidak suka dengan semangat masa muda ala Guy-sensei tapi dengan refleks aku lihat ia selalu mengikuti nasehat guru berbaju ketat dan beralis tebal itu. 'Dasar babi,' decaku dalam hati. Kenapa aku panggil dia babi? Karena yang aku tau daging babi adalah prioritas dalam makanan apapun yang ia makan, dan jangan samakan denganku walau kami bersahabat tapi aku sama sekali anti babi –setelah mengetahui bahaya yang terdapat dalam daging tersebut.

"Mungkin pulang sekolah nanti, Gaara akan mencegat aku lagi! Sialan, selalu saja aku yang ditugaskan dalam data sekolah!" desisku sebal, aku benar-benar sebal kenapa selalu aku yang harus ditugaskannya, walaupun aku sekretaris dan tidak punya wakil tapi tidak seharusnya aku juga yang ditugaskan bukan? Kenapa tidak dengan wakil OSIS, seperti Naruto mungkin? Ah yah aku cukup paham, pemuda kuning itu hanya bisa mengacaukan segalanya saja.

"Kalau begitu berikan saja alasan yang logis seperti kau harus kencan, atau kau harus melaksanakan date mu yang sempat tertinggal," pikir Ino menatapku penuh harapan agar aku dapat menjadikan alasan salah satu idenya.

Aku berpikir, apa yang Ino katakan tidak akan membawaku pada masalah bersama dengan ketua OSIS tanpa alis itu? Oh shit sejujurnya aku sangat takut jika harus berurusan dengan lelaki itu...

"Bagaimana?" tanya Ino lagi, dan pikiranku sudah matang. Aku gelengkan kepala merah mudaku, tidak akan mencari masalah adalah salah satu motto hidupku, karena senyuman lebih menjadi prioritasku.

"..."

"Kau ini! Seharusnya jika memang kau lelah lawan saja! Aku juga selalu melakukan hal itu!" jelasnya menatapku sebal, dan yeah 'kita berbeda Ino!' ujarku dalam hati, mungkin sahabat pirangku ini tidak takut dengan ketua OSIS tanpa alis itu...

.

.

"Sakura! Bagaimana dengan proposalnya?" tanya Gaara, dan tepat seperti apa yang kuduga! Cepat atau lambat ia selalu ingat dengan tugas yang ia emban padaku, sialannya lagi aku tidak pernah absen dari tugas yang diberikannya, setidaknya jadi ia tau aku bukan gadis pelupa.

"Hm, sudah aku selesaikan," jawabku cepat, aku sampai saat ini masih belum berani menatap wajah yang tidak ada alis itu, rasanya aku kembali di-ingatkan dengan hewan panda yang sempat bergulat denganku –disaat aku kecil.

"Kau selalu tepat waktu!" pujinya dan masih masuk kedalam telingaku, sedikit merasa senang namun aku juga merasa merinding bersamaan. Gaara, aku tau jika ia memang ketua OSIS yang selalu ingin semua yang ia tugaskan serba cepat.

"Terimakasih, tapi aku sungguh ingin pulang sekarang," ujarku menghela nafas, berharap jika jawabannya adalah 'ya' atau paling tidak 'baiklah tugas dikerjakan besok saja' dan harapan lainnya, tapi sayangnya yang terjadi adalah...

"Tidak bisakah kau lembur lagi disekolah? Hn, ayolah Sakura... kau sekretaris terbaik dan pembantu tugasku yang terpercaya, jadi aku sedikit merasa kehilanganmu jika kau cepat pulang!" jelasnya dan sungguh dadaku berdetak cepat, bukan karena perasaan suka atau bahkan cinta –karena akupun bisa menilai– tapi perasaan takut, aku trauma tinggal terlalu lama disekolah –maksudku yeah seperti sampai jam 7 malam? Ayolah, aku sudah cukup sering diganggu dengan makhluk yang antah berantah...

"T-tapi Gaara-"

"Baiklah, sampai jam lima sore saja! Kau paham?!" jelasnya keras kepala, dasar panda! Bilang saja memaksa kenapa harus ada acara pendapatku? Dasar! Dan aku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalaku.

"..." hening sejenak, aku juga sedikit enggan membuka lagi pembicaraan. Dan lebih tepatnya sangat malas jika harus mendapat ceramahannya lagi, apalagi jika aku dipaksa harus menatap bagian wajahnya... TUHAN!

"Aku ada diruangan OSIS, temui aku jika kau membutuhkan!" jelasnya lagi dan pergi meninggalkanku sendirian diruangan kelas 11-B, yeah walau tidak sekelas tapi dia cukup sering datang kedalam kelasku.

Menghela nafas sejenak, aku segera menuju ruangan lab komputer karena aku sendiri sangat enggan untuk membawa laptop kesekolah. Ino bahkan sudah pulang dengan Naruto, meninggalkan aku sendirian bersama dengan Gaara. Membosankan! Semoga saja tidak ada hal dluar logika yang terjadi...

.

.

3 jam sudah, bulu kuduku tanpa bisa ditahan sudah berdiri dengan sendirinya, disertai dengan tubuhku yang sedikit merasa dingin karena udara yang menyapa kulit terluarku. Gaara ada diruangannya entah sedang apa, dan aku disini sendirian sedang mengerjakan laporan kegiatan baru yang akan dilakukan penelitian pada pihak panti asuhan di seluruh Konoha.

Mungkin ekskul basket masih melakukan kegiatannya, karena bunyi bola memantul masih saja terdengar. Aku tidak terlalu memedulikan itu, sampai suara itu tiba-tiba diam.

Kulihat jam yang ada dalam lenganku sudah menunjukan pukul 5 sore, dan itu artinya sudah waktunya aku harus kembali kerumah. Janjiku dengan Gaara sudah aku tepati, dan proposal bisa diteruskan besok hari, dengan jam yang sama.

Aku beranjak pergi setelah memastikan jika komputer yang aku pakai sudah sepenuhnya mati. Menyambar tas yang sempat aku sampaikan diatas meja guru yang tersedia di Labkom, aku sempat melirik kearah dimana lapangan basket berada. Disana ternyata hanya ada satu orang siswa yang masih terdiam dilapangan dengan posisi wajah yang menatap kearah ring basket.

Posisi tubuhnya terduduk memegangi kakinya, aku tidak tau persis tapi sepertinya ia sedang cedera. Well, berhubung waktuku sudah dihabiskan oleh ketua OSIS tanpa alis, jadi itu mau tidak mau memaksaku untuk segera secepatnya sampai dirumah sebelum jam menunjukan pukul 8 malam dimana Ibuku sudah ada dirumah.

"Arrgghh"

Wait! Suara mengerang? Siapa yang mengerang? Dan kenapa suara mengerang itu seolah-olah ia sedang kesakitan?

Sungguh rasa penasaran seakan-akan membakar jiwaku yang meraung ingin segera tertidur diatas kasur empuku dirumah nanti, dan rasa penasaran yang lebih besar ini memaksa tubuhku untuk mencari sumber berasal. Mencoba menguatkan pikiran negative jika itu adalah makhluk dimensi lain,

.

.

"Kenapa kau masih disini?" tanyaku pada lelaki yang sebelumnya aku lihat ia sedang menatap keatas kearah ring basket dengan posisi terduduk dilapangan. Ketika melihatku wajahnya tampak terkejut, begitu juga denganku...

'Oh Tuhan, aku tidak tau Tuhan bisa menciptakan manusia dengan fisik sempurna seperti ini! Maksudku, memang banyak manusia yang sempurna, tapi aku baru mengakui jika lelaki dihadapanku adalah lelaki tertampan yang baru aku temui dalam silsilah hidupku.'

"Hn, untuk apa kau masih disini?" tanyanya balik padaku, eh? Seharusnya itu pertanyaanku, dan aku sudah tanyakan itu sebelumnya. Kenapa ia malah balik bertanya hal itu Huh?

"Kau tidak tau jika aku anggota OSIS? Baiklah, aku pikir jawabannya 'ya. Dan sekarang aku tanya kepadamu kenapa kakimu berdarah, dan sedang apa pula kau masih disekolah jam sore seperti ini?" tanyaku menuntut, bagaimanapun prioritasku yang suka melihat orang tersenyum membuatku sedikit peduli pada sekitar, seperti hal nya ini. Juga karena aku bagian dari OSIS jadi aku harus bisa mengamankan siswa yang belum pulang seperti halnya lelaki yang sekarang aku temui.

"Hn, kau bisa merawat ini?!" tanyanya seakan-akan langsung pada inti pembicaraan, dan yeah aku sedikit paham bagaimana cara-cara mengobati luka yang handal setelah Ibuku selalu mengajari setiap aku terluka.

"Itu mudah saja," jawabku santai, aku tau ia susah berdiri jadi aku coba mengangkat satu tangannya kebahuku bermaksud mencoba membantunya berdiri dan berjalan setidaknya sampai di UKS.

Ia terlihat sedikit terkejut terlihat dari raut wajahnya, tapi karena aku tidak berpikir siapa dia atau hal-hal lainnya jadi aku tidak terlalu memerhatikan perubahan raut wajahnya.

.

.

"Seharusnya kau lebih hati-hati ketika latihan! Kenapa kau sendirian?" tanyaku penasaran, ia tampak menaikan alisnya satu keatas dan mendengus pelan mendengar pertanyaanku yang menurutku sama sekali tidak ada kalimat kelucuan.

"Hn, aku hanya sedang bosan dirumah," jawabnya singkat. Aku menatapnya bingung, mencoba mencari kebohongan didalam matanya, dimana-mana orang itu selalu mengatakan rumahku impianku bukan? Yang artinya rumah adalah tempat dimana orang-orang bisa sebebasnya melakukan aktifitas yang ia inginkan tanpa batasan! Dan sekarang kenapa ia katakan bosan dirumah? Apa ia tidak pernah membantu bekerja kedua orang tuanya? Atau memang dia hidup terlalu dimanjakan?

Pikiran itu berseliweran dipikiranku hingga aku tersadar jika sekarang tengah menatapnya, ia memasang seringaian yang cukup menarik dimataku. "Kau memikirkan apa Huh?" tanyanya datar, tapi ada kegelian dari nadanya.

Aku menggelengkan kepalaku dan balik menatapnya bingung, walaupun itu hanya sebagai topeng karena aku memang ketahuan sedang menatap karya Tuhan yang menurutku sangat sempurna ini, berlebihan mungkin iya tapi aku tidak perduli karena ini kenyataannya.

"Kau operasi plastik? –maksudku wajahmu ber..beda," tanyaku menaikan alisku satu, aku jujur penasaran melihat wajahnya seperti patung yang dipahat sedemikian rupa oleh para pemahat yang handal.

Ia tertawa pelan, dan aku yakin ia menertawakanku. Tapi aku tak peduli, ini demi rasa penasaran yang sialannya sering hinggap secara tiba-tiba dan tanpa bisa dicegah.

"Kau pikir aku oplas?" tanyanya tajam dan membuatku menelan ludah, sesi pengobatan sudah selesai aku segera urungkan niatku untuk menjawab jujur, aku harus segera pulang dari sekolah.

Aku mundur beberapa langkah dari jaraknya, "Sudah selesai, ayo pulang! Kakimu hanya terluka kecil dan terkilir, tidak ada masalah buruk!" ujarku dan segera beranjak keluar dari dalam ruangan UKS.

Namun setelah aku tengokan kepalaku, ia tampak sangat kesusahan berjalan. Kenapa sampai seperti itu kakinya yang terkilir? Padahal yang aku tau terkilir masih tetap bisa dipakai berjalan.

"Kau bisa berjalan?!" tanyaku akhirnya, aku kembali kearah belakang karena melihatnya yang seakan kesusahan berjalan. Tapi ia menganggukan kepalanya membuatku ragu untuk kembali membantunya, namun sepertinya darah Ibu mengalir banyak dalam diriku karena aku mempunyai rasa tidak tega-an yang besar.

Aku benar-benar membantunya kembali, mengayangnya untuk segera keluar dari dalam sekolahan. Dasar ketua OSIS tanpa alis! Bisa-bisanya ia pulang tanpa memberitahuku, yeah maksudku karena aku ini seorang siswi dan bisa saja terjadi hal-hal diluar dugaan bukan?!

"Kakimu terkilir saja, kenapa kau sampai terlihat sangat susah berjalan?" tanyaku penasaran, aku memang belum ahli lebih dalam bidang medis seperti halnya Ibuku, dan aku hanya bisa sedikitnya mengobati luka kecil seperti kulit yang terkelupas dan mengeluarkan darah.

"Hn, aku sudah kecelakaan," ujarnya terdengar biasa saja dan tidak ada raut emosi apapun yang ia tampilkan, hanya datar dan santai. Aku tidak paham apa maksudnya, tapi aku cukup yakin jika dia baru saja mengalami kecelakaan kendaraan.

"Jadi kakimu terluka bukan karena ekskul baksetmu?" tanyaku lagi dan akhirnya lelaki dalam pundaku menggelengkan kepalanya –maksudku tangannya yang berada dalam pundaku–.

"Bisakah kau membawaku kerumahmu?!" tanyanya tiba-tiba.

.

.

Mata emerald hijauku membulat, walaupun ini mataku sendiri tapi aku bisa merasakan jika pupil ini memang membesar tatkala siswa yang tidak aku tau namanya ini mengatakan hal yang mengagetkan bagiku. Apa maksudnya tinggal dirumahku? Memangnya kenapa dengan rumahnya? Pikirku bingung.

"Huh? Kau tidak sedang bercanda?" tanyaku menatap ia tak percaya namun ia menampilkan wajahnya yang sarat akan keseriusan. Dalam hati kecilku aku tertawa bahagia, di inap-i oleh lelaki tampan siapa yang tidak mau sih?! Tapi aku sedikit bingung karena ada kedua orang tuaku, dan aku takut dimarahi mereka karena pulang membawa lelaki.

"Hn, kau tidak bisa yah?" gumamnya datar dan ringan, tapi sukses membuat dadaku berdegup karena kebingungan yang sungguh... tak terpikirkan apa alasannya, akhirnya aku menganggukan kepalanya, biarlah mereka –kedua orang tuaku– memarahiku nantinya karena aku punya alasan kuat mengingat kondisinya...

"T-tidak, maksudku kau bisa tinggal dirumahku.. tapi kenapa kau tidak mau pulang, ngh –kerumahmu?" tanyaku penasaran, tapi ia hanya menghela nafasnya dan diam tanpa mengatakan jawaban yang ku harapkan.

"..." rupanya sudah selang 3 menit tapi tak kunjung memberiku jawaban. Baiklah aku pikir itu adalah hal privasi yang memang harus ia tutupi, dan aku sekali lagi mempunyai prioritas tidak ingin merusak senyuman orang yang sudah dekat denganku... –dekat dalam artian apapun.

Setelah melihat bus yang satu jurusan dengan rumahku aku segera menghentikannya, untung saja pukul 6 sore masih banyak bus yang mengantar orang-orang kerumahnya. Kami berdua naik langsung kedalam bus, dan tanpa disangka juga bus yang kami naiki ternyata sangat banyak penumpangnya... sialannya lagi, kebanyakan dari mereka adalah gadis seusiaku jika aku perkirakan.

Mereka menatap pemuda disampingku ada yang dengan tatapan kagum, memuja, bahkan terlihat 'lapar'. Tapi aku berusaha melindungi 'lelaki' disampingku dengan cara membiarkan kursi yang tinggal satu itu terisi olehnya dengan alasanku sendiri karena memang kakinya yang tidak bisa berdiri lama-lama.

Aku tatapi mereka setajam mungkin mengisyaratkan agar tidak ada yang berani menatap siswa lelaki sekolahanku ini seperti tadi, well bukan karena satu hal saja mungkin... tapi aku sedikit tidak rela, sesungguhnya..

.

.

"Aku pulang!" ujarku dengan nada yang tidak bisa dibilang pelan, aku akui oktaf suaraku bisa mengalahkan bunyi klakson truk besar atau sering disebut dengan tronton. Jadi tidak heran jika sesunyi apapun rumahku ini akan terlihat ramai ketika aku pulang.

"Sakura-chan! Kau sudah kembali, bagaimana harimu?!" tanya Ibuku seperti biasa, tapi aku tidak ingin mengajaknya berbincang lama-lama, lagi pula ada seseorang atau bisa disebut tamu istimewa yang masih menunggu diluar rumah.

"I-Ibu..-"

"Siapa seseorang diluar?" tanya Ibuku seraya ia melangkahkan kakinya kearah pintu rumah utama, aku menelan ludahku berharap Ibuku tidak akan memarahi siapa lelaki yang ada diluar dan menanyakan hubungan lebih lanjut padaku –nantinya.

"Ibu, dia teman satu sekolahku, kakinya berdarah dan dirumahnya tidak ada orang... jadi –ia meminta untuk menginap dirumah kita, sehari saja?" jelasku pelan-pelan dengan keringat yang aku yakin sudah membanjiri jidat lebarku.

"Tentu saja! Masuklah nak," ujar Ibuku dan aku hanya bisa menghela nafas lega, setidaknya Ibu tidak sampai mengusir atau memarahi orang yang bertamu bahkan berniat menginap dirumah. Tapi.. sampai saat ini, aku belum tau siapa nama lelaki ini?

.

.

"Kau sudah mandi?!" tanya ku sengaja masuk kedalam kamar tamu, walaupun aku tau tidak sopan, tapi jika ia butuh bantuan dan enggan berbicara siapa tau saja bukan? –jadi aku putuskan setidaknya mengecek keadaan jika kakinya sedikit membaik.

Ia terlihat sedang duduk menatap jendela kamar tamu dirumahku ini, aku tidak berani melangkahkan kakiku lebih jauh mendekatinya dan hanya melihat dari ambang pintu kamar.

"Hei? Aku bertanya, kau sudah mandi?!" ulangku tapi ia masih tidak bergeming, penasaran memang kembali dalam diriku, tapi aku mencoba untuk tetap diam diambang pintu.

"Hn, aku tidak bisa mandi. Tidak ada pakaian yang aku bawa," ujarnya santai tapi badannya ataupun kepalanya tidak ada yang menoleh, sebal sekali rasanya. Seperti berbicara dengan patung? Mungkin,

"Baiklah, kau bisa memakai baju saudaraku. Setidaknya dia akan kembali beberapa bulan kedepan jadi kau tidak usah khawatir," ujarku lagi menatapnya, sedikit harapan jika ia menuruti keinginanku.

Tapi badannya terlihat menghela, "Hn, baiklah," ujarnya dan sesuai harapanku. Selesai ia menjawab aku harus segera menyiapkan pakaian untuknya berganti. Tapi aku tidak ingat bagaimana ia bisa sekolah besok jika pakaian sekolah saja ia tidak membawanya?

.

"Hei, sejujurnya aku tidak mau bertanya hal ini. Tapi aku bingung, besok masih sekolah bukan? Kenapa kau tidak membawa baju sekolahanmu? Maksudku, seharusnya kesekolah harus memakai seragam, atau kau tidak masuk sekolah besok?" tanyaku penasaran, ia sudah selesai mengenakan piyama tidur milik sepupuku, Akasuna sasori –marga Ayahnya.

"Aku tidak masuk besok," jawabnya sangat singkat, membuat alisku kembali bertaut ini artinya ia juga akan menginap sehari lagi dirumahku bukan? Tapi baiklah, lagi pula jika Gaara yang menginap aku sedikit was-was untuk berdekatan.

"Terserah kau saja, aku besok sekolah. Dirumah ini ada Ibuku, dia tidak bekerja... jadi jangan rewel!" jelasku menatapnya sebal, tapi ia malah tertawa pelan mendengar reaksiku, atau bahkan bisa dilihat menyeringai kecil. Sialan!

"Kau yang rewel! Dasar pinky," gumamnya tapi masih bisa masuk kedalam telingaku.

"A-apa? Bisa kau ulang?!" tanyaku refleks meninggikan suara oktafku yang memang sudah kencang.

"SAKURA TIDUR SUDAH MALAM!" dan yeah, suara Ibuku berteriak lebih kencang ketimbang suaraku sebelumnya.

"Hn, turuti Ibumu! Sampai jumpa," ujarnya santai dan menutup mata kemudian membalikan tubuhnya berlawanan arah dengan aku yang ada dibelakangnya. Ish! Tuhan, kau mengirim Athena pada lelaki dihadapanku ini!

Tapi bagaimana lagi, aku tidak bisa menyangkal ucapannya. Baiklah, semoga kedepannya tidak ada masalah...

TBC


A/N

First fic, don't flame! I hate flame-,-


Sejujurnya aku pengen sedikit terbuka, di manga Naruto yang 707 kan Sarada satu DNA sama Karin, terus kenapa Sasuke sama Sakura yang dijadiin pasangan orang tuanya? Apa ada yang tau kelanjutan manga chap 708 nya? :D siapa tau ada yang sudah menyelidikinya-_-

Dan jika Kishimoto-sensei ngejadiin Sasuke & Karin sebagai kedua orang tua Sarada, aku akan resmi meninggalkan Naruto karena aku adalah salah satu fans berat dari SasuSaku... berharap yang terbaik dan kenyataan agar Sarada tetap anak darah daging Sakura Uchiha sama Sasuke Uchiha :))


Chapter depan Sasuke masih tinggal dirumah Sakura, dan akan ada sedikit flashback untuk penjelasan^^

See you reader... fict pertama semoga sukses sampai aku nyatain FIN** mohon bantuannya, review kalian sangat membantu walau sekedar berkata "lanjut" dan yang lainnya ;) walaupun Miss punya banget unek-unek tapi hanya itu yang bisa Miss sampaikan..