Author's Note:

My first fic... di-beta-ed sama KonohaFled... Arigato gozaimasu! ^^


Disclaimer:

Berharap bagaimanapun, saya nggak bakal punya Nodame. So, I don't own Nodame Cantabile!


"Nightmare"


Hari masih gelap. Mata hari belum sudi menampakkan sinarnya.

Seorang pemuda dan kekasihnya berbaring di tempat tidur mereka.

Mereka tengah dibuai indahnya malam, sampai tiba-tiba...

Nodame membuka mata.

Gadis itu terbangun dengan napas tertahan. Setelah membuka mata dan menyadari di mana ia berada, ia menghembuskan nafas panjang...

"Mimpi..." katanya.

Masih dengan mata yang terbuka, semua kejadian semu yang berlangsung di otaknya beberapa waktu lalu mulai melintas.

Mengerikan.

"Nodame... tuli?" tanya hatinya, "dan Chiaki-senpai..."

Ia menggerakkan tangannya ke depan wajah Chiaki, mencoba mencari udara hangat yang berhembus di sana. Nodame menghembuskan napas panjang lagi.

"...masih hidup."

Syukurlah itu hanya mimpi. Hanya mimpi buruk yang sesekali menyelinap di tidurnya.

Tapi, mimpi itu cukup mengerikan untuk membuat Nodame takut tidur lagi.

Ia bangkit dari baringnya, sembari jemari tangannya menjelajahi meja mencari arloji Chiaki.

Dalam remang, Nodame bisa melihat angka yang tertera di sana. 2.56.

Apa tidak terlalu dini baginya untuk bangun? Lagipula, apa yang bisa Nodame lakukan jam begini? Nonton Purigorota? Haha, ide yang bagus! Selama tidak diakhiri dengan lemparan bantal ke kepalanya dari sang pemilik kamar yang terganggu dengan suara dan cahaya TV.

Sudahlah, lebih baik tidur lagi.

Nodame berbaring lagi di tempatnya.

Mencoba menutup mata.

Akh, adegan mimpi itu terputar lagi di otaknya!

Ia membuka matanya lagi.

Menatap tepat ke Chiaki yang tertidur pulas.

Ia bangkit dan menggerakkan tubuh pemuda itu sembari berkata,

"Senpai... Nodame bermimpi buruk..."

Pemuda bernama lengkap Chiaki Shinichi itu hanya bereaksi,

"...Ngh..." lalu diam.

Mungkin ia masih asyik dengan mimpinya sendiri.

"Shinichi...?" panggil Nodame lagi. Kali ini tak ada jawaban.

Nodame membuang napas, ia menyerah.

Ia kembali ke posisi tidurnya. Dan ia dengan sengaja menghadapkan wajahnya ke Chiaki.

Nodame lalu mengambil tangan Chiaki.

Ia menariknya sampai telapak tangan yang biasa dipakai untuk membimbingnya itu berada tepat di wajah Nodame.

Ia menyentuhkannya dengan pipinya sendiri.

Nodame berucap pelan,

"Untunglah itu hanya mimpi... Bagaimana caranya Nodame hidup tanpa senpai?"

Air mata mengalir di pipinya, membasahi jemari Chiaki.

Pelan, Chiaki membuka matanya...

"Berisik..." lirihnya.

Lalu, setelah sempat menyeka air mata di pipi Nodame, ia menarik gadis itu ke dalam pelukannya dan berkata,

"...tidurlah lagi."

Dalam dekapan eratnya, Nodame yang agak kebingungan memanggil lagi,

"...Shinichi?"

Tidak ada jawaban... kecuali suara napas halus yang terdengar dari pemuda yang memeluknya itu. Chiaki yang tadinya memang belum sadar benar, kini telah kembali ke alam mimpinya.

Gadis itu tersenyum.

Ia bisa merasakan hangatnya tubuh pemuda itu, juga mendengar setiap nafas yang berhembus darinya. Hilang sudah semua resah dan ketakutannya tadi.

Gadis ini melingkarkan tangannya ke tubuh Chiaki, dan menutup mata. Mencoba untuk tidur lagi.

Tapi usahanya akan sia-sia.

Ia tidak akan bisa tidur sampai pagi. Alasannya?

Yang pasti bukan karena takut lagi.

Fin