Catch Me, If You Can
.
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
Disclaimer : Naruto milik Masashi Kishimoto, Mushi cuma numpang minjem
Rated T
Pairing : SasufemNaru
Genre : Romance, Family, Drama, a Little Bit Humor
Warning : Typo, OOC, OC dan teman-teman lainnya, semoga bisa dimengerti.
Informasi Umur :
Sasuke : 27 tahun
Naruto : 26 tahun
Menma : 7 tahun
OOoOoOoOoOOoOoOoOOoO
Chapter 1 : Run Run Run!
Sial, hari ini dia benar-benar tidak beruntung. Merutuki dalam hati, tidak henti-henti bergumam kesal, memperhatikan sekitar dengan cermat seluruh tempat yang ia lalui. Dengan kaki yang hampir lemas gara-gara harus berlari sejak tiga jam yang lalu, tepatnya sejak pukul dua siang tadi. Mencari-cari tempat persembunyian yang bagus. Napasnya terengah-engah, hampir habis intinya.
Kalau sekarang dia tidak beristhirahat, tubuhnya tidak bisa tahan lagi. Bisa-bisa dirinya tertangkap begitu saja, dan usahanya menantang badai serta rintangan hancur berkeping-keping.
"Sial! Bisakah mereka berhenti mengejarku!" berteriak kesal, memperhatikan dengan ujung matanya, melihat bagaimana gerombolan pria-pria berbaju hitam layaknya bodyguard mengejarnya tak jauh dari sana.
Sumpah dia tidak tahu apa yang terjadi, wanita berambut pirang panjang bernama Naruto Uzumaki ini hanya di berikan sekotak barang yang berisikan satu jenis obat-obatan aneh buatan sang Profesornya, Orochimaru.
Dan asisten pertama Orochimaru aka Kabuto memintanya untuk kabur dari laboratorium mereka sejauh-jauhnya, berpesan agar jangan pernah berhubungan dengan keluarga Uchiha dan tidak boleh membiarkan obat milik Profesornya jatuh ke tangan mereka.
Sudah itu saja, sisanya ya dia harus mengerahkan kaki kekuatan kudanya untuk berlari secepat mungkin. Memeluk kotak obat agar tidak terjatuh, memperhatikan kakinya supaya tidak tersandung nantinya.
"Kuso, kuso! Aku ini wanita cantik berumur dua puluh enam tahun dan Kabuto-san memintaku untuk berlari seperti sekarang! Kenapa tidak dia saja?!" merutuki kepolosannya menyanggupi permintaan laki-laki berambut perak tersebut.
Tadi sih kekuatannya masih bagus dan fit untuk berlari kencang, tapi seiring waktu berjalan perlahan kekuatannya memudar, menghilang bagai debu. Dan sekarang-
"Berhenti!"
"Ugyaa!" panik, Naruto hampir saja kehilangan topi kesayangannya kalau saja tangannya tidak cekatan menggapai benda itu. Penyamarannya bisa terbongkar.
Napas tercekat, keringat menetes kemana-mana, walaupun hari sudah mau malam, tapi tetap saja udara di sekitarnya tidak mampu menenangkan hati sang Uzumaki.
Dia malah semakin kelabakan-
"Hh, aku..aku harus mencari tempat bersembunyi! Aku harus bersembunyi!" berlari sekencang mungkin, melewati batu yang menghadang jalan, melewati anjing yang menggogonginya sepanjang waktu, melewati belokan jalan, sampai akhirnya-
"….."
Kaki wanita itu terhenti seketika saat melihat sebuah taman yang besar kini berada di sampingnya, dengan banyaknya orang-orang tengah bermain dan bercengkrama di sana.
Salah satu tempat yang bagus untuk bersembunyi!
"Itu dia!" berteriak kecil, tanpa menunggu para bodyguard itu mengejarnya. Langsung saja kakinya melangkah memasuki area taman. Dimana suara ribut orang-orang terdengar.
'Semoga mereka tidak tahu, aku di sini.' Mencari sebuah arena permainan yang berbentuk seperti binatang-binatang besar, tempat yang cocok untuk bersembunyi. Dia bisa diam di sana beberapa saat sampai para bodyguard itu menghilang.
.
.
.
.
.
.
Melangkahkan kakinya cepat, dan menyelinap masuk ke dalam tempat bermain layaknya rumah-rumahan tersebut, saking paniknya sampai-sampai sang Uzumaki sama sekali tidak menyadari bahwa sepasang mata kini melihat gerak-geriknya.
Gelap, panas, dan sempit. Naruto harus bertahan, mencoba menjaga diri agar tetap waspada. Kedua manik itu mencoba mengecek kembali keadaan. Melihat bagaimana orang-orang berbadan besar itu berdiri di depan taman. Dengan pandangan yang mengecek seluruh tempat.
Dia harus tahan, tidak boleh berteriak, tidak boleh panik. Tubuh itu kembali menyembunyikan dirinya, mengatur napasnya. Dan mengusap keringat yang bercucuran akibat berolahraga tadi.
'Kuso! Ini semua gara-gara Kabuto-san! Dan lagi obat apa ini?! Kenapa aku harus mempertaruhkan nyawa untuk melindunginya!' membatin lebay dalam hati. Menatap jengkel sekotak obat di pangkuannya.
'Dasar sial!' memukul kotak obat itu kuat, membuatnya terjatuh dan-
Bruk!
Kotak itu terbuka, semua obat di dalamnya terjatuh, berhamburan, memperlihatkan botol-botol kecil berwarna biru muda.
'Hie!!' wanita cantik itu terkejut, panik lagi dan cepat-cepat merapikan botol tersebut dengan kecepatan dewa. Melihat baik-baik sebenarnya obat apa yang di buat Profesornya sampai-sampai diincar oleh keluarga paling kaya raya di Jepang itu.
Botol kecil panjang berwarna biru, untunglah tidak pecah jadi tulisan yang tertempel di depannya tidak menghilang.
Memperhatikan dengan baik-
"…." Terdiam sejenak.
"….."
Sampai-
"Kalau tahu ada obat seperti ini, kenapa tidak aku pakai dari tadi!" otaknya yang berjalan cepat. Mengingat kepintarannya yang tidak bisa di remehkan. Dia langsung tahu obat apa itu, tapi memiliki kepolosan tingkat akut membuatnya baru sadar untuk memakai obat itu sekarang juga. Tidak ada niat untuk membuka kotak di pelukannya sejak tadi. Dan malah membiarkannya di kejar-kejar seperti orang gila.
Cepat-cepat-
Sedikit panik ia membuka tutup botol tersebut, aroma menyengat langsung menusuk hidungnya. Membuatnya hampir muntah sebelum ia tahan.
"Aku harus mencobanya-" berbisik menenangkan diri, berharap obat buatan Profesornya berhasil.
'Orochimaru-san itu pintar dan Profesor jenius jadi dia tidak mungkin membuat kesalahan!' meyakinkan diri, sebelum tangannya sudah memegang botol tersebut dan salah satunya lagi menutup hidung.
"…."
Menegak air ludah gugup, dengan gemetar ia meminum cairan berwarna biru di sana.
Menyingkirkan rasa pahit, dan asam yang bercampur menjadi satu.
'Semoga berhasil!'
"…"
Menghabiskan sampai tetes terakhir, dan-
Satu detik berlalu-
Dua detik berlalu-
Tiga detik berlalu-
Obat itu sudah habis ia minum. Tubuh Naruto semakin berkeringat, panik menjalari tubuhnya kembali. Pandangan Saphire itu menatap ke arah luar, membulatkan lebar saat melihat sesosok bayangan akibat pantulan sinar matahari sore perlahan berjalan ke arahnya.
'Kuso! Obatnya belum beraksi!' merutuk dalam hati, waspada ia merapikan semua obat-obat yang berhamburan tadi. Sosok itu semakin mendekat-
'Cepat!' keringat dingin mengucur lagi.
Suara berisik tak bisa ia elakkan, membuat orang di luar sana berjalan cepat,
'Cepat! Cepat!' obat itu masih belum beraksi.
Manik Saphirenya semakin takut, gencar memperhatikan bayangan tersebut mencoba menundukkan tubuhnya.
'Bekerjalah!' berteriak dalam hati,
Sedetik sebelum ia tak sempat melarikan diri, dan sosok itu melihat ke dalam tempat persembunyiannya.
"…."
Poff!
Suara itu berbunyi, di antara kaget dan bersyukur. Asap putih mengelilinginya, meski sedikit tapi pandangan Saphire Naruto membulat. Bersamaan dengan sosok itu memperlihatkan wajahnya.
"Neesan sedang apa di sana?"
"Eh?"
Menegang, tangan yang memeluk obat, dan kaki yang hendak berlari dari tempat itu terhenti seketika. Melihat sesosok anak kecil dengan rambut raven kehitaman kini tengah berjongkok di depannya. Dengan tanda lahir yang persis sepertinya, menatapnya bingung.
Pandangan Saphire yang menatapnya datar namun tersirat kebingungan di sana.
Dia masih belum bisa merespon perkataan sang anak kecil, tubuhnya masih tegang. Anak kecil itu berjalan semakin mendekatinya.
"Neesan sedang apa diam di sini? Aku menanyakannya dari tadi?" kerucutan bibir terlihat, mengembalikan kesadaran Naruto.
Wanita itu tersentak kaget.
"E..eto, Nee..Neesan hanya bersembunyi dari orang-orang jahat." Mencari alasan yang terbilang aneh. Katakan saja Bodyguard itu orang jahat. Ya orang jahat yang berani mengejar wanita cantik sepertinya.
Kepala sang anak kecil menatapnya semakin bingung, "Orang jahat? Apa dia menyakiti Neesan?" bertanya kembali. Jarang-jarang Naruto melihat anak yang berusia sekiranya tujuh tahun ini bisa berpikir jauh.
"I..iya, dia membuat kaki Neesan sakit." Tertawa kikuk, menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.
Saat tanpa sadar, helai rambut pirangnya tadi menghilang begitu saja. Sukses Naruto kaget, udara yang masuk dari dalam celah membuat helai rambutnya bergerak.
Warna pirang itu berganti dengan warna coklat pendek, 'Ra..rambutku?!' di tambah lagi saat tangannya terangkat.
Putih-
Kulit tannya menghilang!
Panik sendiri, Naruto tidak mengidahkan anak kecil di hadapannya yang terlihat bingung. Ia kaget, memperhatikan tubuhnya yang kini berubah.
Rambut coklat pendek, dengan kulit putih, dan suaranya-
"Su..suaraku?!"
Berubah, tidak cempreng seperti dulu. Kini terdengar lebih lembut dan anggun.
Obat itu-
Obat buatan Profesornya-
"Berhasil!"
"Neesan kenapa?"
Untuk yang kesekian kalinya tubuh Naruto menegang, matanya berbalik menatap pemuda kecil di sana.
"E..eh? Ma..maksudnya berhasil kabur, ya..semoga saja orang jahat yang mengejar Neesan tidak melihatku di sini." Jawaban itu keluar dari bibirnya.
Sedangkan sang anak kecil ber-oh ria, hendak menanyakan sesuatu lagi sebelum-
"Cari dia di sekitar taman ini!"
"Jangan sampai lolos!"
Perkataannya terhenti, mendengar suara bodyguard yang semakin mendekati tempatnya. Jantungnya berdetak kencang, takut-takut kalau ia ketahuan. Tanpa berpikir lebih lama, tangan jenjang Naruto segera menggapai tubuh mungil di sampingnya. Membawa masuk anak kecil itu cepat.
Sang anak kecil raven memberontak kaget, "Hmph, adhaa apa Neeshan?" dalam bekapan tangan Naruto ia bertanya bingung. Mengira-ngira kalau wanita ini mau menyakitinya.
Mengidahkan ucapan sang anak kecil, Naruto menggeleng pelan, "Sst, ada orang jahat yang mencari Neesan di luar sana." Memberikan sinyal dengan jari telunjuknya yang masih terbebas.
"…" seolah mengerti, anak kecil itu mengangguk paham. Membiarkan tubuh itu memeluknya. Erat namun terasa lembut. Membuatnya nyaman.
Membiarkan aroma jeruk yang menguar dari tubuh wanita di belakangnya tercium ke arahnya. Ia menikmatinya.
Sedangkan Naruto-
"…" ia terdiam, pandangannya berubah was-was, sesekali menyembulkan wajah dari posisinya. Melihat bagaimana para bodyguard itu masih gencar mencarinya.
Berdoa pada Kami-sama terus menerus. Tidak ingin memikirkan akibat kalau ia di temukan nanti, walaupun sekarang dengan penampilan yang berubah sempurna. Dirinya bisa saja kabur, tapi yang paling fatal dan membuatnya tidak bisa kemana-mana adalah-
Pikirkan-
Seorang wanita yang terlihat anggun sepertinya keluar dari area permainan anak-anak, di tambah lagi area rumah-rumahan. Plus membawa seorang anak, yang bisa saja menyebabkan anak kecil ini ikut terlibat.
Ia tidak mau itu.
Para Bodyguard itu pasti sadar, dan merasakan keanehan.
"Cari sampai ketemu! Siapa tahu dia masih berkeliaran di sekitar sini!"
"Baik!"
Tegukan ludah sang Uzumaki semakin terdengar, tanpa sadar tubuh wanita itu gemetar. Takut, tentu saja. Tiba-tiba dia harus kabur dan berusaha lari dari orang-orang yang tak di kenalnya.
Gemetar takut, pelukan wanita itu mengerat. Memeluk anak kecil raven semakin dalam. Seakan-akan dia adalah bantal penghilang rasa takutnya.
"Neesan takut?" anak kecil itu bertanya, manik Saphirenya mengadah. Menatap senyuman kikuk yang di keluarkan wanita yang memeluknya sekarang.
"Ha..hanya sedikit takut." Naruto menjawab seadanya.
"…." Sang empunya mengangguk pelan, bergumam kecil. Sebelum akhirnya tubuh mungil itu bergerak. Mencoba berdiri sedikit, dan mensejajarkan diri di hadapan wanita coklat itu.
"Walaupun Tousanku jarang berada di rumah karena sibuk, tapi Tousan selalu bilang kalau orang takut itu mereka perlu pelukan erat. Jadi-" sebelum melanjutkan kata-katanya, kedua tangan mungil itu terulur dan memeluk erat leher Naruto.
Wanita itu terkejut, merasakan deru napas anak kecil di depannya menerpa lehernya. Pelukan itu terasa hangat.
"Namaku Menma kalau Neesan siapa?" tiba-tiba bertanya namanya. Membuat pikirannya sedikit teralih, anak itu pintar Naruto benar-benar kagum. Mencoba mengalihkan perhatiannya. Wanita ini tahu-
Senyum tulus namun singkat terlihat di wajahnya, "Namaku-" berniat mengatakan nama aslinya. Sebelum-
"….." ucapannya terpotong.
"Nama kakak Kitsune."
Tidak boleh, ia tidak bisa memberitahu nama aslinya. Mengingat dirinya juga menggunakan nama samaran saat bekerja sebagai asisten Orochimaru. Profesornya itu yang meminta sendiri untuk memalsukan namanya saat bertemu dengan klien atau semacamnya. Entah kenapa tapi Naruto hanya mengiyakan permintaan sang Profesor.
"Kitsune? Nama Neesan aneh." Berkata sejujurnya, Menma menatap dengan pandangan Saphire yang terlihat datar.
"Orang-orang sering mengatakan hal seperti itu." Ia menjawab.
Anggukan kecil kembali terlihat, tawa kecil terdengar pelan, pemuda kecil yang tadinya tak pernah tertawa kini mengembangkan senyumannya walaupun tipis.
"Padahal Tousan sering memperingatiku untuk tidak berbicara dengan orang yang tidak di kenal. Tapi kenapa sekarang aku merasa kalau Neesan itu bukan orang jahat ya? Dan aku malah merasa nyaman dengan Neesan." Menma berujar kecil, membuat Naruto sedikit tersentak. Menjauhkan tubuh mungil yang memeluknya pelan.
Menatap wajah yang memiliki tanda lahir mirip sepertinya namun sepertinya tanda lahirnya pun kini menghilang karena perubahannya ini. Aneh sekali.
"Maaf Neesan sudah memelukmu tanpa sadar, tadi Neesan sedikit takut."
"Tidak apa-apa, aku juga tidak mau orang-orang jahat itu menangkap Neesan."
"…." Tertegun, walaupun wajah Menma tergolong minim ekspresi tapi kebaikan pemuda kecil ini benar-benar membuatnya tersentuh. Sampai-sampai tidak meragukannya sebagai orang jahat.
"Tapi kalau nanti Menma bertemu dengan orang yang baru di kenal seperti ini, Neesan harap kau berhati-hati." Memperingati anak kecil itu singkat.
"Baik!"
Tersenyum tanpa sadar, sepertinya pikiran kacaunya tadi berhasil teralihkan. Buktinya-
"Sepertinya dia tidak ada di sini, ayo cari ke tempat lain lagi."
"Jangan biarkan dia kabur!"
"Baik!"
Kami-sama masih memberikannya keberuntungan, dengan membuat para bodyguard itu tidak mencari dengan detail. Sampai ke tempatnya berada. Wanita itu menghela napas panjang. Mendengar suara derap langkah yang semakin lama semakin menjauh.
Debaran dadanya semakin tenang, perlahan tubuhnya merasa rileks. Tidak tegang seperti tadi. Menyenderkan tubuhnya di dekat dinding, ia mencoba isthirahat sejenak.
Setelah ini-
'Aku harus mencari tempat untuk beristhirahat. Tidak mungkin aku bermalam di sini. Siapa tahu mereka akan datang kemari dan mengecek lebih detail lagi.' Membatin cepat,
Tapi dimana dia harus beristhirahat? Dengan perubahan tubuh seperti ini, ia sendiri tidak tahu jangka waktu obat itu berakhir. Bisa saja saat berjalan-jalan mencari tempat, tubuhnya kembali seperti semula?!
Dirinya melawan keluarga Uchiha yang terkenal di Konoha, sendiri. Profesornya dan Kabuto sekarang entah dimana. Yang paling sekarang, ia harus menyimpan obat ini di suatu tempat dan membiarkan Kabuto mengambilnya. Setelah itu Naruto harus mencari tempat berlindung. Sampai suasana kembali aman dan dia bisa kembali ke laboratorium Orochimaru.
Tanpa sadar tubuh itu menunduk, dia tidak tahu harus kemana. Naruto bergumam pelan, merutuki staminanya yang sudah tidak kuat lagi untuk berlari.
"Aku harus kemana?" berbisik tanpa tahu kalau Menma mendengar jelas gumamannya. Pemuda kecil itu memiringkan wajahnya, menatap wanita di hadapannya.
"Kitsune-neesan tidak ada tempat tinggal lagi ya?" anak kecil berumur tujuh tahun bertanya dengan kerutan khawatir. Membuat sang empunya tersentak.
"E..eh?! Bu..bukan hanya saja Neesan harus mencari tempat yang bagus untuk bersembunyi malam nanti." Berusaha mengelak, tapi yang ada-
Kejeniusan otak Menma yang melebihi anak-anak pada umurnya menjawab cepat, "Bukannya itu sama saja kalau Neesan sedang mencari tempat tinggal? Memangnya Neesan mau tidur di sini sampai besok?" bertanya terus menerus.
Naruto makin kelabakan-
"I..itu-"
Tubuh mungil di hadapannya perlahan mendekat, menatapnya serius ala anak kecil. "Neesan tinggal di rumahku saja, mau?" menawarkan tempat tinggalnya. Manik Naruto membulat.
"Apa?"
"Iya, Neesan tinggal di rumahku! Neesan tahu kalau rumahku itu besar sekali! Tapi yang tinggal di sana hanya aku, Tousan, Shizune-san dan teman-teman Tousan yang seram! Rumahku cuma ramai saat ada acara-acara keluarga saja. Jadi kalau tidak ada, di tambah Tousan sering bekerja sampai larut malam-" ucapan Menma terpotong, saat tubuh itu pertama kali mengembangkan kedua tangannya. Memperlihatkan bagaimana besarnya rumah yang ia tinggali, sampai akhirnya menurunkan kedua tangannya dan terlihat lesu. Mengatakan kesibukan sang ayah.
Dan membiarkannya kesepian.
Jantung Naruto berdetak kencang, wanita ini tidak suka Menma murung. Melihat sang bocah kecil menunduk kesepian seperti itu.
Dirinya sungguh tidak ada waktu untuk menolak-
"Tapi apa Tousan Menma tidak marah kalau membawa orang asing seperti Neesan ke dalam rumah?" bertanya sekali lagi. Dan di balas wajah Menma yang mengadah serta menggeleng cepat.
"Tidak! Nanti Menma yang akan menjelaskan semuanya, dan Tousan juga bilang kalau menolong orang jangan setengah-setengah, harus dilakukan sampai semuanya selesai!"
Memikirkan perkataan Menma, menatap bagaimana pandangan manik bundar itu melihatnya balik. Menunggu jawaban-
Ah, anak kecil ini baik sekali~
Kami-sama benar-benar menolongnya. Ya menolongnya dari ancaman kejaran para orang seram itu! Setidaknya mungkin dia akan bersembunyi di rumah Menma beberapa saat, sampai dirinya bisa menghitung berapa lama jangka waktu obat tadi di tubuhnya.
Dan sebagai cadangan-
'Lebih baik aku tinggalkan kotak obat ini di dekat taman. Aku harus menyimpannya baik-baik, dan sebagai perlindungan akan kubawa beberapa.' Berpikir cepat.
"Bagaimana Neesan? Mau?" pemuda kecil itu bertanya untuk yang kesekian kalinya.
"…"
"Baiklah, tapi Neesan tidak akan berlama-lama di sana, oke? Tidak baik menginap di rumah orang lama-lama." Berujar singkat, dan diiringi anggukan Menma.
"Oke!"
.
.
.
.
.
.
Dengan jemari mungil yang menggenggam tangannya, senyuman terus terukir di wajah Naruto. Dengan perubahannya yang sekarang, identitasnya terjaga. Memperhatikan tubuh mungil di sampingnya yang mencoba menjadi penunjuk jalan. Keduanya berjalan keluar dari taman.
Hari mulai gelap, jadi sudah bisa di pastikan kalau orangtua Menma akan datang menjemput. Semoga saja ayah Menma tidak jahat atau galak, meski dia wanita berumur dua puluh enam tahun juga pasti masih takut dengan orangtua yang wajahnya sangar-sangar.
Semoga~
Obat yang tadi sempat ia bawa sudah ia kubur di dekat pepohonan besar, dengan sebuah tanda untuk mempermudahkan Kabuto mencarinya.
Nanti ia akan menghubungi laki-laki perak itu sekali lagi. Untuk memastikan keadaan mereka, sekarang menunggu kedatangan Kabuto hanya akan membuat para bodyguard itu semakin cepat menemukannya.
Jadi pilihan lain hanya mengikuti permintaan Menma untuk menginap di rumahnya.
"Aku harap hari ini Tousan yang menjemputku, karena dia sudah berjanji." Berujar tiba-tiba, mengalihkan perhatian Naruto.
"Kau senang di jemput Tousanmu?" ia bertanya.
"Sangat senang! Karena Tousan sering sibuk dengan pekerjaannya jadi waktunya bersamaku itu sangat sedikit. Di tambah lagi-" wajah mungil itu kembali menunduk, Naruto jadi tidak enak hati. Cepat-cepat wanita itu mengganti topic.
"O..oh iya, setelah Neesan sampai di rumahmu. Nanti Neesan akan tidur dimana?"
Ucapannya berhasil mengalihkan perhatian Menma, wajah mungil itu mengadah senang. Lucu sekali membayangkan wajah tanpa ekspresi tadi saat mereka bertemu kini berubah drastis.
"Kalau boleh Neesan tidur denganku!"
"Hee, apa nanti Tousanmu tidak marah?"
"Um, tidak akan. Nanti aku yang akan memarahi Tousan!" berbicara dengan deretan gigi yang terlihat jelas.
Mereka tertawa kecil, berjalan perlahan, sampai akhirnya-
"…."
Pandangan Menma beralih kearah sebuah mobil mewah yang terparkir tak jauh dari taman. Begitu juga dengan Naruto, tawanya mereda. Memperhatikan bagaimana sesosok laki-laki berbaju layaknya bodyguard seperti yang mengejarnya tadi kini tengah keluar dari sana. Membukakan pintu mobil dan menundukkan kepalanya singkat.
Sebelum-
"Ah, itu Tousan!" Menma berteriak, dan melambaikan tangannya semangat. Memberi tanda keberadaannya.
Beriringan dengan sesosok laki-laki keluar dari mobil itu, laki-laki dengan postur yang tegap dan sempurna. Rambut raven yang perlahan mencuat melawan gravitasi. Dan manik sang wanita yang mulai menangkap wajah yang semakin terlihat.
Tampak tirus dan dingin, kedua matanya menatap ke arah mereka berada. Tampan, Naruto akui itu. Laki-laki itu benar-benar tidak cocok di sebut ayah, mengingat wajahnya yang terlihat sangat tidak tua. Malah ia yakin kalau umur mereka tidak jauh berbeda.
Ragu-ragu ia menatap Menma, "I..itu benar-benar ayahmu?"
"Ya! Ternyata Tousan tidak ingkar janji~" tertawa senang, Menma langsung saja menarik tangannya. Mengajak dirinya semakin mendekati sosok di sana. Yang kini berdiri menunggu mereka.
Tentu saja dengan pandangan yang tak dapat ia artikan-
Kerutan bingung, heran, dingin bercampur jadi satu saat Naruto semakin mendekat.
Semakin dekat-
Dekat-
Dekat-
Dan-
Langkah terakhir mereka berdua terhenti-
"Kitsune-neesan, perkenalkan ini Tousanku!" Menma masih tidak melepaskan jemarinya, membuat Naruto semakin tertarik mendekat. Memperhatikan bagaimana pandangan Onxy itu menatapnya tajam seolah-olah berkata 'Siapa kau? Berani mendekati putraku?'
Oke, wanita ini akui kalau dia memang bergidik ngeri-
Tersenyum kikuk, Naruto menundukkan wajahnya singkat, "Salam kenal, nama saya Kitsu-" ucapannya terpotong seketika saat pandangan sang Onxy teralih pada putranya.
"Tousan pernah bilang padamu kan untuk tidak berbicara pada orang yang baru kau kenal?" nada penuh penekanan terdengar, seolah-olah mengacuhkan keberadaan Naruto. Laki-laki itu malah langsung memarahi Menma.
"Ta..tapi Kitsune-neesan baik, dia sedang susah jadi aku ingin mengajaknya menginap-"
"Hn, tidak mengubah persepsi kalau kau melanggar perkataan Tousan. Bagaimana kalau nanti kau terluka, di apa-apakan oleh orang ini."
Kerutan alis terlihat di wajah Naruto, bibirnya mengkerut tidak suka. 'Apa dia bilang?! Memangnya aku ini penculik?!'
"Tousan bilang kalau menolong orang-"
"Setelah sampai di rumah nanti, Tousan ingin berbicara empat mata denganmu." Lagi-lagi memotong ucapan Menma.
Pemuda kecil itu menunduk, meski tadi mengatakan kalau akan menjelaskan semuanya pada sang ayah. Tapi kalau perkataannya di potong terus. Tubuh mungil itu tidak mampu mengelak, bibirnya mengerucut. Air mata menggenang di pelupuknya mendengar sang ayah marah. Jemarinya mengepal keras,
Bagaimana ia melihat pandangan ayahnya semakin dingin. Apa ayahnya sedang marah? Atau memang dia yang bersalah?
"Maaf Tousan." Hendak mengikuti langkah kaki ayahnya.
Sebelum-
Grep!
Tubuh mungilnya tiba-tiba terangkat ke dalam gendongan wanita coklat yang tadi terdiam di tempatnya. Membuat tidak hanya dia yang kaget tapi ayahnya juga-
"Hei tuan sombong?! Tidak maukah kau mendengarkan dulu ucapan putramu?! Jahat sekali kau berani membuat putramu sendiri menangis!" tidak takut, Naruto sudah terlanjur kesal. Berawal dari ucapan dingin laki-laki itu padanya dan Menma.
Tidak tahu perasaan sekali!
"Neesan?" senyum kecil merekah di wajah Menma. Jemari mungil itu menggenggam dan memeluk leher sang kakak coklat.
Sedangkan tubuh tegap di hadapannya berbalik-
Menatapnya dingin-
Manik Naruto yang kini berubah coklat, menatap balik. Tidak takut, kalau untuk urusan marah-marah pada anak kecil dia tidak akan takut untuk melawan.
"Apa?! Kau ingin memukulku?! Kau ingin memarahiku?! Lakukan saja! Tapi jangan membuat Menma menangis! Padahal kau sendiri yang mengajarkan dia kalau menolong orang itu harus sampai selesai!" berteriak kecil, memperhatikan gerak-gerik bodyguard laki-laki raven itu yang mulai siaga.
"…." Sang raven masih terdiam, menatapnya datar.
"Menma kemari." Berujar singkat namun datar.
"Tidak mau..kalau Tousan masih marah aku tidak mau-" menggeleng dalam pelukan. Menma masih keukeuh tidak mau lepas.
Naruto makin senang, "Lihat? Bahkan Menma pun seram melihat wajahmu seperti itu." Berusaha meledek.
"…"
Memperhatikan bagaimana laki-laki raven di hadapannya berniat untuk mendekat. Sebelum akhirnya-
Salah satu dari bodyguard laki-laki raven itu mendapatkan panggilan, menginterupsi suasana tegang mereka. Berbicara sejenak, mengangguk paham dan akhirnya berjalan mendekati majikannya.
"Sasuke-sama, sepertinya kami kehilangan jejak wanita itu." Ia berbicara singkat.
"…." Naruto terdiam.
Pandangan Onyx itu menatapnya sekilas, sampai kembali merespon ucapan bodyguardnya. "Hn, cari sampai ketemu. Aku tidak ingin mendengar ada kata gagal." Berujar dingin.
"Baik!"
"…" suasana kembali hening, otak Naruto yang berjalan cepat mulai merasakan tanda bahaya. Wanita itu kembali mengingat-ingat perkataan pria seram tadi.
Mengenai pencarian wanita? Kenapa mirip sekali dengan-
"….."
"…"
"…."
Tunggu dulu-
Pandangannya semakin membulat saat mengingat perkataan sang bodyguard yang memanggil nama majikannya tadi dengan sebutan familiar di telinganya-
Sepertinya dia pernah dengar-
"Hn, kau beruntung hari ini aku sedang tidak ingin berdebat." Laki-laki itu berbicara kembali. Membalikkan tubuhnya hendak masuk ke dalam mobil. Diikuti dengan tubuh Menma yang melepaskan diri dari pelukannya.
"Berarti Neesan boleh menginap di rumah kita?!" bertanya dengan semangat. Wajahnya cerah kembali.
"Hn."
"Yeii! Neesan katanya boleh menginap! Nanti kita tidur bersama ya!" bersemangat, tanpa memperhatikan bagaimana pucatnya wajah Naruto sekarang.
Keringat dingin mengucur dari pelipisnya, maniknya membulat sempurna. Takut-takut wanita itu memandang tubuh mungil dalam pelukannya.
"Ka..kalau boleh tahu siapa nama panjang Menma?" dirinya bertanya, nadanya bergetar. Sama sekali tidak menghiraukan pandangan bundar yang menatapnya polos.
"Namaku?"
Dengan nada bangga, pemuda kecil itu menjawab tanpa basa-basi-
"Menma Uchiha! Dan tadi Tousanku, Sasuke Uchiha."
"…"
Satu detik-
Dua detik-
Tiga detik-
Otaknya kembali terhubung-
Seiring dengan wajahnya yang semakin memucat-
Senyuman Naruto tak bisa ia hilangkan, senyuman takut-takut bercampur kikuk.
Uchiha dia bilang?
Uchiha-
Uchiha Menma-
Uchiha Sasuke-
"…"
"….."
Uchiha-
Yang mengejarnya tadi-
Para bodyguard seram tadi?!
"…"
Ternyata oh ternyata keberuntungannya tadi hanya sementara saja. Kalau Naruto tahu pemuda kecil yang ia ajak dan bela tadi adalah putra dari orang yang mengincar obat Profesornya.
Membuatnya kelimpungan dan hampir mati gara-gara berlari tiga jam.
Dan sekarang yang lebih buruk lagi-
'Aku…harus menginap di rumah orang yang mengejarku?!'
Mati-
Dia akan mati sekarang juga-
Oh mungkin nanti-
Saat tubuhnya kembali seperti semula, dan tertangkap basah berdiam diri di kandang macan.
Ingin berteriak?
Napasnya tercekat, tidak ingin memperburuk masalah jadi yang bisa Naruto lakukan sekarang hanya-
'Ugyaaaaa! Bagaimana aku harus kabur sekarang!' berteriak dalam hati. Ya tunggu saja waktu dimana dirinya tertangkap dan di paksa memberitahu tempat penyimpanan obat yang ia bawa.
Ck, ck, ck, Naruto benar-benar harus bersabar.
TO BE CONTINUED~
A/N :
SasuFemNaru berchapter kedua yang mushi buat, seneng aja dengan sifat mereka yang cocok dengan karakter cerita ini. Jadi mushi semangat banget buat fic ini. Nah Nah setelah Keep It Secret apdet nanti, Astungkara udah hampir selesai dan bisa publish dalam waktu dekat. Nanti mushi bisa apdet lagi ini fic kalau banyak peminatnya *kalau tidak, mungkin akan diundur dulu dan menyimpannya saja sebagai arsip di laptop muahaha*lempargentong*. Mengingat tema fic ini mushi suka banget. Niatnya sih tadi mau buat Prolog aja eh tapi udah kepanjangan kayak gini, ya ga jadi deh buat Prolog langsung saja ke cerita muahaha :v
Siapa itu Menma? Alasan obat Orochimaru di cari Sasuke? Kemana ibu Menma? Siapa ibunya?! Bagaimana nanti Naruto bakal menginap di rumah Uchiha? Nantikan di chap selanjutnya ya~ hehe :D
Untuk akhir Kata, Mushi nggak akan capek-capek bilang~
SILAKAN RIVIEW~ \^0^/\^V^7
JAA~
