Naruto and all chara © Masashi Kishimoto

Our Love © Uchiha Ryuu Aiko

Gaara – Sakura

"Our Love"

.

.

.

Warning (s): GAJE, OOC, AU, TYPO (maybe)

Genre (s): Angst, Hurt/Comfort

Rated: T

Main Character: GaaSaku slight SasuSaku

.

.

.

This is my present..

.

.

.

"Our Love"

.

.

.

Happy Reading

.

.

.

Selimut kegelapan yang selama dua belas jam menyelimuti sebagian bumi kini berganti dengan sinar mentari pagi yang akan menyinari bumi selama dua belas jam pula. Suara decitan burung gereja maupun kutilang bagai sebuah melodi yang ampuh membangunkan manusia dari istirahatnya. Disebuah gedung berbau anyir obat yang bernama rumah sakit, tepatnya disebuah kamar, tidurlah seorang gadis cantik berambut softpink sepinggang dengan damainya. Menutup sang emerald dari mata dunia. Tanpa ada seorang pun yang menemani gadis ini. Yang ada setia menemaninya hanyalah sebuah alat pendeteksi jantung, masker oksigen dan juga selang infus yang melekat pada punggung tangan kirinya.

Kata kasihan kurang lebih cocok untuk diberikan pada gadis ini. Kakinya dililiti oleh perban sebatas lutut dengan pemanis papan yang menyangga masing-masing kakinya agar tidak bergeser dari tempatnya. Hal ini menandakan bahwa sang gadis mengalami patah tulang. Dahi lebarnya pun tidak luput dari lilitan perban putih itu begitu juga dengan tulang selangkanya. Yang tersisihkan hanyalah sang tangan yang tergeletak tanpa daya disisi tubuhnya.

Tidak lama kemudian sebuah benda yang bernama pintu terbuka. Menampakkan sesosok pemuda tampan berambut emo bak pantat ayam. Pemuda ini menatap sang gadis dengan wajah datarnya seolah tidak memiliki rasa iba sama sekali. Tapi bila di telisik lebih dalam dari kedua bola mata onyxnya, kau akan tahu betapa perihnya hatinya kini menatap sang pujaan hati tergolek lemah tanpa daya.

Perlahan ia menutup pintu itu dan berjalan menuju kursi disebelah ranjang pasien itu lalu mendudukinya setelah sebelumnya ia meletakkan sebuket mawar berwarna senada dengan rambut sang gadis di meja pasien. Kini mata tajam bak elang miliknya lagi-lagi menatap tubuh sang gadis. Ia tahu, semua ini salahnya, semua ini karena kebodohannya. Jika saja malam itu ia menjemput gadisnya di taman kota, semua ini pastilah tidak akan terjadi. Jika saja sopir bodoh yang tidak mempunyai surat izin mengemudi itu tidak mengendarai mobilnya dengan keadaan mabuk, sudah pasti gadis berkulit putih pucat seperti porselen ini masih bercengkrama dengannya, atau mungkin.. sudah bertunangan. Tapi semua hanya 'jika'. Kata yang sarat dengan penyesalan. Ia tahu itu, sekeras apapun ia menyesal, waktu tidak akan berbaik hati membalikkan dirinya lalu mundur dengan senang hati. Ia tahu itu.

Melamunkan soal penyesalan yang tiada akhir membuat dirinya tidak menyadari bahwa ada seorang pemuda berambut merah memperhatikannya dengan tatapan iba. Berjalan tanpa suara dan aura, ia menghampiri pemuda berambut hitam itu lalu menepuk pelan pundaknya.

"Sasuke," sapanya. Sedangkan yang disapa hanya melirik dari ekor matanya tanpa menggubrisnya lalu kembali melihat sang gadis.

Pemuda berrambut merah dan berwajah imut itu hanya menghela nafas lelah. Ia sangat tahu kalau pemuda bernama Sasuke masih sangat terpukul atas apa yang menimpa gadis dihadapannya. Tapi apa gunanya kalau ia selalu memikirkan hal yang telah lalu? Sama saja mencari yang sudah pasti tidak ada. Dan bahkan hanya menimbulkan rasa lelah dan sakit hati karena tidak mungkin bisa menemukannya.

"Sudahlah, semuanya sudah berlalu. Jangan selalu mengingatnya,"

"Hn, aku tahu," balas Sasuke. Lalu ia berdiri dan berjalan menghampiri jendela dan membukanya lebar-lebar supaya cahaya matahari masuk keruangan VVIP itu juga berharap sang cahaya mampu membangunkan sang gadis.

Cukup lama ia berdiri di depan jendela itu dengan kedua tangan dimasukkan dalam saku depan celana hitamnya. Wajah datar dan mata elangnya menatap kosong pemandangan yang bisa dibilang cukup indah.

"Sudah berapa lama kau disini?" tanya pemuda berambut merah itu saat melihat beberapa kotak bento di tong sampah dan juga pakaian Sasuke yang masih sama seperti hari-hari sebelumnya. Tapi pemuda ini cukup heran saat melihat sebuket mawar merah muda yang tampak segar. "Lalu siapa yang membawa mawar ini?"

"Tiga hari. Aku membelinya di depan rumah sakit saat hendak membeli makanan," jawab Sasuke datar dan sekenanya tanpa mengalihkan pandangannya.

Pemuda berambut merah acak-acakan itu sekali lagi menghela nafas berat. "Kau harus istirahat, Sasuke. Sakura juga pasti tidak akan mau melihatmu yang jatuh sakit karena terlalu memikirkannya,"

"Hn," sahut Sasuke. Ia berbalik dan menatap pemuda merah yang kini tengah duduk di tempat yang tadi ia singgahi sambil mengelus kepala merah muda itu.

"Sasori," panggil Sasuke dengan nada yang sama dengan sebelumnya.

Pemuda bernama Sasori itu mengalihkan pandangannya kepada Sasuke.

"Apa?"

"Apa aku bodoh?" tanya Sasuke dengan tatapan mata kosong.

Sasori bingung dengan pertanyaan Sasuke. Untuk apa ia bertanya tentang hal itu? Semua orang pun tahu kalau seorang Uchiha Sasuke adalah seorang yang memiliki kejeniusan otak diambang batas. Dan semua orang pun tahu, kalau keturunan Uchiha itu dikaruniai otak berlebih oleh Tuhan.

"Apa maksud pertanyaanmu itu?"

"Tidak," sahut Sasuke dan sukses membuat Sasori semakin bingung.

Sasuke kembali pada kegiatan sebelumnya: menatap dengan tatapan kosong pemandangan yang cukup indah dari balik jendela rumah sakit di kamar gadis yang bernama Sakura.

"Sasuke, kau tidak perlu menyesali semua yang sudah terjadi. Kecelakaan itu bukanlah salahmu. Kau tahu benar ini hanya permainan takdir yang mengujimu dan juga Sakura. Kau hanya perlu belajar untuk menerima semua yang digariskan oleh Kami-sama," tukas Sasori.

"Jika saja aku menjemputnya, semua ini tidak akan terjadi," gumam Sasuke tapi masih bisa di dengar oleh Sasori.

"Adikku tidak akan senang jika orang yang dicintainya mendadak menjadi orang yang putus asa seperti ini,"

CKLEK

Suara pintu yang terbuka dan datanglah dua orang gadis seumuran dengan Sakura juga dua orang pemuda yang satu berambut pirang yang satu berambut coklat acak-acakan. Perlahan mereka menghampiri ranjang Sakura setelah sebelumnya berojigi pada Sasori dan dibalas dengan senyuman berlesung pipi miliknya.

"Bagaimana keadaannya?" tanya gadis berambut pirang pucat.

"Belum ada perkembangan yang berarti, terima kasih sudah datang," sahut Sasori sambil tersenyum.

Kedua gadis itu menatap dengan tatapan nanar melihat sahabat yang mereka cintai terkulai tidak berdaya. Apalagi melihat pemuda yang membelakangi mereka di depan jendela. Mereka tahu benar siapa pemuda itu. Yang jelas, tatapan mereka semakin nanar saat melihat dua sejoli itu yang kini sedang mendapat musibah. Salah satu diantara mereka yang berambut pirang pucat merasa kasihan dengan Sasuke sehingga ia mencoba untuk berkomunikasi dengannya.

"Sasuke?" tanya gadis berambut pirang pucat yang tentu saja tidak diguris oleh si empunya nama.

"Biarkan dia, Ino. Kurasa dia masih perlu menata hatinya saat ini," ucap seorang pemuda bertato segitiga seperti taring dipipinya dan berambut coklat.

"Aku tahu, tapi dia tidak seharusnya seperti ini, Kiba."

"S-sudahlah, I-ino, Kiba. Jangan berisik, n-nanti Sakura terganggu," lerai gadis berambut Indigo. Ino dan Kiba yang tadinya hendak mengeluarkan argumen masing-masing langsung diam ditempat lalu minta maaf.

"Oi, Teme, jangan terus seperti ini. Nanti kau yang sakit," kata pemuda berambut pirang. Pemuda itu lalu menghampiri Sasuke yang sama sekali tidak menggubris kehadiran mereka semua dan menepuk pundak kanannya. "Istirahatlah, kau membutuhkannya,"

"Ayolah, kau seperti bukan Teme yang ku kenal saja. Jangan buat semua yang ada disini semakin cemas karena kau seperti ini," bujuknya.

"..."

"Dengar, disini bukan hanya kau yang merasa sedih. Tapi kita semua. Kau bisa lihat Sasori, dia begitu menyayangi adiknya tapi dia tidak memaksakan diri sepertimu. Pulanglah. Biar kami yang menjaga Sakura-chan," kata Naruto.

"Naruto benar, Sasuke. Jangan memaksakan diri," ucap Ino.

Sasuke masih diam seperti patung membuat Naruto jengkel sendiri. Tapi tidak lama kemudian Sasuke menunduk sebentar lalu kembali mengangkat kepalanya dan berbalik badan. Tanpa berkata sepetah katapun ia langsung meninggalkan ruangan itu. Namun saat ia berada diambang pintu ia berbalik badan dan mengucapkan sesuatu.

"Hubungi aku jika Sakura sudah sadar," ucapnya datar. Yang lain hanya tersenyum dan ada juga yang mengangguk.

BLAM

Setelah Sasuke pulang, kelima orang yang berada di kamar Sakura langsung menghela nafas berat, lelah dan panjang.

"Sasuke itu keras kepala sekali. Sudah berapa lama dia berada disini?" tanya Kiba.

"Dia bilang padaku kalau dia berada disini selama tiga hari," balas Sasori.

"Apa?" pekik Naruto. "Dasar Teme, selalu saja memaksakan diri," cibir Naruto.

"Heh, kau jangan seperti itu. Coba bayangkan kalau Hinata ada diposisi Sakura dan kau diposisi Sasuke, aku yakin kau bahkan lebih nekat dari pada Sasuke," celetuk Kiba.

"Heeehhh, kenapa kau bawa-bawa aku dan Hinata-chan? Tentu saja aku akan menjaganya supaya hal itu tidak terjadi," protes Naruto sambil menarik gadisnya dalam pelukannya dan sukses membuat gadis berambut indigo bernama Hinata itu menunduk malu.

"Sudahlah, kalian itu selalu saja berisik," kata Ino jengah. "Lebih baik kalian keluar saja kalau ingin bertengkar,"

Sementara Kiba, Naruto dan Ino sibuk dengan ocehan pelan mereka yang panas, sebuah gerakan kecil tercipta dari tangan kiri Sakura yang dihiasi dengan selang infus, membuat Sasori yang sibuk mengelus kepala Sakura dan menatap wajah damainya mengerjapkan matanya berkali-kali untuk memastikan kalau matanya masih normal dan sehat. Dan selang beberapa detik kemudian sang kelopak mata memberikan izin bagi mereka untuk kembali menatap sang emerald yang selama beberapa hari ini terkurung.

"Sakura, kau sudah sadar?" tanya Sasori girang membuat empat orang tadi menoleh.

"Sakiiiiii, syukurlah kau sudah sadar," seru Ino.

"Sakura-chan, akhirnya sadar juga," teriak Naruto heboh sambil menangis gaje.

"Cepat panggil dokter Tsunade," titah Kiba.

"I-iya, a-aku akan m-memanggil d-dokter dulu," kata Hinata antusias lalu pergi untuk memanggil dokter.

Sakura menatap sekelilingnya dengan pandangan sayu seolah kalau ia akan kembali tertidur. Mulutnya yang tertutupi masker oksigen terbuka seperti hendak mengatakan sesuatu.

"Ada apa? Kau mau bicara apa?" tanya Sasori.

Bukannya menjawab gadis itu malah menatap sekeliling dengan lemah seperti mencari sesuatu dan membuat semua orang yang menjenguknya bingung. Tak lama kemudian tatapannya menjadi kosong yang menatap lurus.

"Sakura, kau disana?" tanya Sasori cemas.

Sakura hanya melirik dari ekor matanya yang sayu lalu mengangguk lemah satu kali.

CKLEK

Masuklah Hinata dan seorang dokter berambut pirang yang dikuncir dua dibawah yang diketahui sebagai dokter pribadi keluarga Sakura dan seorang suster yang membawa sebuah papan jalan berisi data-data Sakura.

"Permisi, biar aku memeriksanya dulu. Kalian bisa menunggu di luar," titah dokter cantik itu.

Kelima orang itu menuruti perintah Tsunade untuk menunggu diluar. Sementara Tsunade dan suster memeriksa Sakura, keadaan diluar, tepatnya kelima orang yang tadi bersama Sakura kini harap-harap cemas. Terutama sang kakak, Sasori. Hatinya begitu was-was melihat kondisi adik semata wayangnya yang tadi tampak seperti orang lupa ingatan. Kepingan memorinya kembali berputar mengingat ucapan dokter Tsunade beberapa waktu lalu.

.

.

Seorang dokter berrambut pirang keluar dari sebuah ruangan operasi dengan peluh yang bercucuran dari pelipis, dahi, dan lehernya. Wajah cantiknya menunjukkan kelelahan luar biasa karena telah mengoperasi pasien tabrak lari selama dua jam. Baju dan juga topi hijaunya tidak luput dari basahnya peluh. Segera ia melepaskan masker dan handscone yang melekat di wajah dan juga kedua tangannya.

Dua orang pemuda dengan rambut yang berbeda –satu berwarna merah yang diketahui bernama Sasori dan satu lagi berambut hitam seperti pantat ayam bernama Sasuke– langsung berdiri saat mendengar suara pintu ruang operasi yang terbuka.

"Bagaimana keadaannya dokter Tsunade?" tanya Sasori.

Tsunade tidak langsung menjawab pertanyaan Sasori. Ia lebih dulu menatap lekat-lekat lelaki imut dihadapannya itu lalu menghela nafas berat.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Tsunade.

"Aku tidak begitu tahu kronologisnya, tapi yang kudengar dari orang yang membawanya kemari, Sakura dihantam sebuah mobil sedan dan terpental sejauh tujuh meter saat hendak menyebrang karena pengendara itu mengendarai mobilnya dalam keadaan mabuk dan juga dengan kecepatan tinggi," ucap Sasori. "Memangnya ada apa? Sakura baik-baik saja kan?" lanjutnya cemas.

Tsunade menggeleng. "Dia dalam keadaan tidak baik-baik saja," sahutan Tsunade entah kenapa membuat udara yang akan dihirup oleh Sasori maupun Sasuke seperti kabur entah kemana. Semakin sedikit dan membuat sesak.

"Sakura dalam keadaan koma," ucap Tsunade. "Dia mengalami patah tulang dengan Fraktur Impak* pada kedua kakinya sehingga membuat sebagian otot motoriknya dan beberapa selnya terjepit, tempurung lutut sebelah kirinya pecah, mengalami benturan ringan dikepalanya serta beberapa keretakkan ringan pada tulang selangkanya dan juga kehilangan banyak darah. Mungkin Sakura mengalami geger otak ringan dan pengelihatannya agak sedikit kabur untuk beberapa hari kedepan. Anemia juga bisa memperburuk keadaannya untuk beberapa saat karena kehilangan banyak darah. Tapi untuk kedua kakinya.. Sasori, kau seorang calon dokter muda bukan? Kau pasti tahu apa prognosis dari kerusakan yang tadi aku definisikan,"

Sasori menatap Tsunade dengan pandangan campur aduk antara percaya dan tidak percaya. "Infausta,"* gumam Sasori lirih tapi masih dapat didengar oleh Sasuke dan Tsunade. Tsunade mengangguk lemah. "Berarti, Sakura akan..."

"Lumpuh," potong Tsunade dengan penuh penyesalan. "Mungkin bisa disembuhkan meskipun hanya dua puluh lima persen dan pengobatan semacam itu tidak di Jepang, tapi di Australia. Jika kau mau akan akan merekomendasikan Sakura di rumah sakit itu, kebetulan aku punya kenalan disana. Tapi tidak untuk saat ini, ia masih terlalu lemah untuk bepergian," tawar Tsunade.

Oke, kali ini baik Sasori maupun Sasuke benar-benar kehabisan nafas. Wajah mereka menegang dengan nafas yang memburu. Terutama Sasuke yang sedari tadi diam memperhatikan percakapan kedokteran antara Sasori dan Tsunade. Lututnya lemas dan bergetar sehingga membuatnya langsung jatuh terduduk di kursi tunggu. Sedangkan Sasori hanya mematung seperti lupa bagaimana caranya untuk bergerak. Tsunade hanya menatap iba kedua pemuda tampan yang sangat dikenalnya itu.

"Sakura akan segera dipindahkan dikamar yang sudah kau pesan," tukas Tsunade. Merasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Tsunade pamit untuk istirahat sejenak. "Baiklah kalau begitu aku permisi,"

.

.

Sasori menghela nafas berat setiap mengingat percakapannya dan Tsunade. Ino yang melihat Sasori begitu suram menghampirinya yang sedang duduk dengan menjambak rambut merahnya aau sesekali mengacaknya.

"Tidak usah khawatir, Sakura pasti baik-baik saja,"

"Aku hanya takut hal yang lebih buruk terjadi padanya," kata Sasori lirih.

"Ssshh... dengar," titah Ino. Ia menangkupkan kedua tangan putihnya di wajah Sasori membuat pemuda berwajah imut itu mau tidak mau menghadap Ino. "Aku juga sangat menyayangi Sakura," kata Ino dengan suara bergetar. "Tapi kau harus percaya kalau Sakura adalah gadis yang kuat. Itukan yang selalu kau ucapkan padaku maupun Sakura?"

Sasori meraih tangan Ino yang berada disisi kanan wajahnya dan menggenggamnya. Senyum manisnya merekah membuat Ino juga tersenyum "Terima kasih Ino," ucapnya lalu menarik Ino dalam pelukannya.

"Sasori, Ino," panggil Kiba. "Perlukah kita beri tahu Sasuke kalau Sakura sudah siuman?" tanyanya

"Kurasa tidak perlu, biarkan dia istirahat dulu. Kau tidak lihat tadi kantung matanya yang seperti zombi? Kalau dia sakit itu akan sangat menyusahkan," kata Naruto.

"Naruto benar, aku tidak ingin dia juga sakit. Akan sangat merepotkan kalau itu terjadi," ucap Ino.

CKLEK

Pintu kamar Sakura terbuka dan Tsunade keluar. Setelah memberikan instruksi pada susternya, Tsunade langsung menghampiri kelima orang terdekat Sakura itu.

"Bagaimana?" tanya Ino.

"Yah, tidak terlalu buruk. Seperti yang sudah kuduga sebelumnya, ia mengalami geger otak ringan. Untuk keseluruhan kurasa tidak ada yang serius kecuali kedua kakinya," tukas Tsunade membuat semua yang mendengar sedikit lebih lega.

"Sasori, cepat atau lambat Sakura pasti akan mengetahui perihal kedua kakinya yang lumpuh. Aku harap kau bisa menenangkan hatinya saat hal itu terjadi,"

Sasori mengangguk mendengarnya. Ia memang sudah mempersiapkan secara mental dan fisik untuk menghadapi Sakura yang pasti akan mengamuk saat mengetahui kebenaran tentang kedua kakinya.

"Masuklah, kurasa ia membutuhkan teman didalam," titah Tsunade.

Setelah mengucapkan terima kasih pada dokter pribadinya, Sasori dan Ino memasuki kamar Sakura. Karena Kiba, Naruto dan Hinata mempunyai urusan, mereka bertiga pamit lebih dulu pada Sasori setelah sebelumnya memberikan semangat untuk Sasori dan doa kesembuhan untuk Sakura. Dilihatnya adik sekaligus sahabatnya yang masih menatap kosong tembok putih yang ada dihadapannya.

Senyum miris terpatri di wajah Sasori maupun Ino. Saat mereka berjalan menghampiri Sakura. Suara ponsel yang berdering milik Ino menghentikan langkah mereka. Ino menatap pemuda dihadapannya. Dengan isyarat anggukan kepala dari pemuda berwajah bayi itu, Ino keluar untuk menerima panggilan itu.

Tinggallah Sasori seorang diri dikamar megah itu. Menatap wajah pucat adiknya yang semakin pucat itu dengan nanar. Tidak sekalipun dipikirannya terlintas kalau adiknya akan mengalami kejadian yang nantinya akan merubah hidupnya seratus persen itu.

"Sasori," panggil Ino yang masih diambang pintu membuat Sasori menoleh.

"Ada apa? Cepat sekali telponnya," tanya Sasori heran.

"Ano.. aku harus menjaga toko bungaku. Tadi Tou-san memberitahu kalau Deidara-nii sudah sampai di Jepang," ucapnya sambil berjalan menghampiri ranjang Sakura dan berhenti disebrang Sasori.

"Yasudah, tidak apa," sahutnya tersenyum.

"Nanti aku kesini lagi," kata Ino, lalu ia mendekati Sakura dan mengelus kepalanya sayang.

"Saki, aku pulang dulu. Nanti aku akan menjengukmu lagi. Aku harap kau sudah lebih baik saat aku datang nanti,"

Sakura hanya menganggukkan kepalanya lemah satu kali sebagai jawaban. Ino tersenyum dan langsung pergi setelah memberikan kecupan singkat dibibir kekasihnya, Sasori.

Pemuda berambut merah itu benar-benar sendirian sekarang. Dalam hatinya ia benar-benar menangis melihat Sakura. Andai saja waktu bisa kembali kemasa lalu, ia pasti akan mengubah semua rencana Kami-sama.

"Cepatlah sembuh.. Sakura," bisik Sasori lalu memberikan kecupan panjang didahi adik tercintanya.

.

.

.

TBC


*Fraktur Impak: terputusnya keutuhan tulang umumnya akibat trauma atau kecelakaan dengan adanya fragmen yang terpendam dalam substansi lain.

*Prognosa Infausta: ramalan penyakit berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan yang ramalannya cenderung memburuk.

Hoiy, saya kembali dengan fic bari saya dengan mengabaikan fic lainnya *dilempar batu kali*. Fic ini rencananya cuman saya bikin 3 chapter mengingat saya masih dibawah standar buat bikin fic multi chapter.

Yosh, gimana fic saya kali ini? Angst nya udah kerasa belom? Pasti belom. lah wong baru awal -_-. Huehehehe.

Masih adakah yang berkenan memberi saya reviuw? Saya harap masih ada.

~RnR~