Disclaimer: Psycho Pass punya ane? Kalau gitu Fate/Zero sama Puella Magi Madoka Magica punya ane juga dong. #woi
Bukanlah, Psycho Pass punya Production I.G. Dan the butcher tercinta, Pakde Urobuchi. Juga punya semua staff yang ngambil bagian di sana, termasuk Tow Ubukata sama Jun Kumagai selaku penanggung jawab (?) season 2 nya (eh ini bener gak nulis namanya? Lupa lagi #plak)
Yang jelas bukan punya ane. Tenang aja.
Warning: Gila to the max. Ide yang pengen dipendem, tapi ditulis juga sebagai efek stress ngerjain tugas live in. Dan yeah, ini OOC sudah pasti. Yang pernah baca "Kalau Mereka Jadi Guru", nah ini setipe" sama itu #promoteterselubungnihyee
Udahlah ini mah kerjaan nista, singkatnya gitu.
EYD? Tolong jangan ngarep XD #kabur
Gak spoiler ke movie (boro-boro, nonton aja belom -_-), tapi kalau belum nonton season 2 nya yah mungkin bingung sama beberapa tokoh, soalnya ada tokohnya yang dari season 2.
—
Tidak bisa dipungkiri, bahwa Psycho Pass adalah salah satu karya yang cukup dikenal oleh banyak orang. Sudah banyak artikel di internet yang membahas tayangan satu ini, mulai dari menelaah cerita, sampai menuliskan fakta-fakta di balik panggung yang entah siapa yang membocorkan.
Tapi, ada satu hal yang memang sudah disepakati akan dirahasiakan sampai waktu yang tak pernah ditentukan.
.
Puluhan anak-anak remaja itu berkumpul di koridor. Kelihatannya sih mereka sedang berdiskusi. Nggak aneh lah kalau anak SMA ngumpul rame-rame lalu asik-asikan ngobrol sampai lupa kalau ini udah ngelewatin bates waktu pulang sekolah.
Tapi — agak lain ceritanya kalau anak-anak itu adalah pemeran dalam tayangan Psycho Pass.
Yak. Ini dia yang telah disepakati untuk dirahasiakan. Enggak ada yang tahu kalau Psycho Pass itu sebenarnya adalah tayangan yang dibuat sebagai proyek open house di dalam satu sekolah yang akan saya rahasiakan namanya (dalam waktu yang tak terbatas juga). Dan semua pemerannya adalah anak-anak SMA sekolah tersebut, ada juga sih beberapa gurunya.
Yang uniknya? Semua nama yang dipakai dalam Psycho Pass adalah nama asli anak-anak tersebut. Katanya sih biar lebih menghayati pas main dramanya, nggak usah ngafalin nama lagi.
.
Oke, buka-bukaan faktanya beres. Sekarang, mari kita cari tahu apa yang lagi mereka hebohkan.
"Enggak adil banget sih! Yang lain boleh milih kelompok sendiri, sementara kita? Langsung aja ditentuin! Gak boleh pake gonta-ganti kelompok! Huuuu-uuh!"
Mata anak perempuan itu menatap tajam pada kaum pria yang malah asik-asikan sendiri. Ada yang autis sama PSP, ada yang nunduk salah tingkah, ada yang masih aja baca buku cetak, ada yang keasikan baca novel, ada yang lagi curi-curi pandang buat ngintipin rok cewe, dan parahnya ada yang cari-cari bagian sudut yang ngga kena CCTV, di belakangnya tangannya megang pematik api.
"Yah ampun pada autis semua! Lu lagi, Shinya! Sekalian aja lu bakar nih sekolah!"
Sontak yang namanya disebut menoleh. Tapi, ekspresi mukanya tenang. "Ide bagus juga sih bakar sekolah. Tapi, gue masih sayang nyawa sih. Lain kali deh gue lakuin."
"Sayang nyawa sih sayang nyawa, tapi ngerokok jalan aja terus," Ginoza, yang tadi sedang autis baca kertas instruksi buat laporan, ikut nimbrung, tapi matanya nggak lepas dari kertas yang dibaca.
"Minimal gue sayang nyawa mental gue," Kougami membalas Ginoza dengan nada becanda, tetapi bukan nada mengejek. Makishima yang terkenal sebagai orang tanpa ekspresi satu sekolah pun nyengir mendengar dua anak itu saling sindir-sindiran, meski samanya aja, matanya nggak bisa lepas dari buku. Sampai sekarang, murid-murid lagi nyari istilah apa yang artinya ketertarikan seksual sama buku. Sasayama sampe udah nyerah ngegodain Makishima.
Kalau bagi Sasayama ngeliat buku itu rasanya bikin pusing dan ngeliat cewe seksi itu bikin jiwa-raga seger, bagi Makishima itu kebalikannya. Sasayama sampe nyerah buat ngudek-ngudek soal sisi ketertarikannya Makishima sama manusia. Meski dia gengsi sih buat nunjukkinnya, yang tau hal itu cuma Kougami.
Braaaakkkk!
Menyadari dirinya tidak dipedulikan kelompok, Mika yang merasa tidak dipedulikan akhirnya melempar handphonenya ke lantai. Akhirnya, semua siswa saking kagetnya menoleh pada Mika yang memasang muka kesal, berkacak pinggang memandang semuanya.
"Pada autis aja terus! Pergi live in nya besok, masih aja autis sendiri!"
"Lah, terus kenapa?" Kougami menatapnya bingung. "Tinggal pulang terus kepak-kepak baju aja ribet amat."
"Ya kali kepak baju gampang! Udah punya anggota kelompok kayak lu tuh bikin pusing, tau!"
"Kayaknya lu deh yang bikin pusing," timpal Kagari yang dengan cueknya mengarahkan perhatiannya ke PSP lagi.
"Lu gak kebayang kalau besok dia bawa tas, mau segimana bau nikotinnya tuh tas? Nggak denger apa tadi pengumumannya kalau dilarang keras bawa rokok? Ga usah munafik lah, gue tau lu gak bisa idup tanpa rokok!"
"Lah, siapa juga yang mau munafik? Gue akui itu bener. Tapi, gue kan bukan orang bawel kayak lu," Kougami membuang mukanya untuk meniupkan asap rokoknya, "gue udah tau teknik ngindarin CCTV, masa gue ga bisa nyumputin rokok buat pergi ke desa. Lu kira di desa bakal ada CCTV?"
Muka Mika merah karena malu, tapi dia masih nggak mau berhenti, "yah terserah lu dah, yang jelas kalau mau mati gak usah ngajak-ngajak orang lain napa!"
Kougami diam dan membuang putung rokoknya ke lantai bawah. Tapi, dia nggak ngerokok lagi, hanya berdecak sebal, "gue sih ga munafik, gue ngarep lu duluan yang mati kena asep rokok gue."
"Tuh kalau dominator berfungsi beneran udah bucat lu gue tembak," Mika membalas kesal, lalu membuang mukanya dari Kougami. Dan berhentinya perdebatan mereka membuat suasana hening seketika – salah ding, nggak hening soalnya Kagari main PSP suaranya full banget. Jadi lebih tepat kalau ada suara game doang.
"Sialaaaaaaaannnnn gue kalah," Kagari membanting PSP nya ke lantai. "Eh, di sana kira-kira ada listrik gak yah?"
"Wah, enggak yakin," Akane membuka suaranya. Sebenarnya, dia yang mengundang semua anggota kelompoknya untuk berkumpul ke tempat ini, tapi dia malah gak dapet kesempatan ngomong.
"Lah elu pergi ke desa pikirannya main game portable mulu. Pikirin mainan yang laen lah," Sasayama nyengir. Kagari otomatis ikutan nyengir – kalau enggak tau kode apa yang dimaksud Sasayama, berarti antara polos banget atau emang dungu.
"Jujur aja, gue malahan lebih ngeri sama Sasayama daripada si Shinya. Si Shinya sih cuma ngerokok, lah Sasayama? Wanita di sana terancam bahaya, beugh."
Sasayama nyengir, "yah senista-nistanya gue, gue juga pake cara lain kali. Enggak bakal kayak di kota, percayalah. Kalau kayak di kota sih, balik-balik badan gue udah gak akan utuh."
"Enggak bakal di kota? Kalau di kota sok-sok-an nyasar masuk WC cewe pas jam ganti baju, kalau di desa….?"
"Manjat pohon lah! Itu kan salah satu alat uji kemachoan cowo. Dan juga, manjat pohon itu susah, tapi awardnya wow lah, liatnya jelas, gak pake sensor dan semua bagian!"
Kougami dan Kagari ikutan nyengir meski gak ikut nimpalin. Makishima malah keliatan gak suka sama guyonan Sasayama. Ginoza juga keliatannya agak risih. Hinakawa Sho? Jangan nanya lagi. Mukanya udah sama dengan udang rebus.
"Walah, Hinakawa! Nanti deh di sana, gue ajarin semuanya. 'kay?"
Hinakawa nggak merespon. Mukanya makin merah. Rebusan udah mateng, tuh.
"Yakali mandi di sungai. Mungkin aja warga desanya udah pada punya WC," Yayoi akhirnya menimpali dengan nada kalem.
"Nggak tahu sih, nggak dikasi tahu desanya kayak apa. Katanya sih bawa aja barang yang dianggap perlu. Kalau nggak tahu, pake feeling aja. Biarlah besok jadi kejutan," Akane nimpalin, "tapi, berhubung kita besok berangkatnya pake angkot sewaan, jadi bawanya jangan ekstrim yah. Ntar gak muat."
…. Hening.
"ANGKOT?!"
Sasayama, Kougami dan Kagari mati ketawa. Ginoza keliatan kaget. Mika sama Shion shock. Yayoi kalem-kalem aja. Hinakawa ekspresinya nggak jelas. Makishima sih lempeng-lempeng aja… nggak yakin dia denger soalnya matanya terus aja ke buku.
"Geblek beugh, kita diusir dari sekolah kayaknya ini mah," Kougami nyeletuk, "pantesan gue gak liat nama dari kelompok kita tercantum di daftar bis."
"Eh seriusan? Gue belom liat tuh daftar."
"Lu sih main PSP melulu! Perhatian dikit napa?!"
"Maksud lu apa? Kode nih?"
"Apasih! Bego banget sih gue punya temen-temen kelompok… madesu gila kelompok ini!"
"Yah, untuk kali ini lu bener, Mika," Sasayama nimpalin, "gagal deh proyek gue dari awal. Padahal itu proyek paling berharga dalam acara live in. Ah, sialan!"
"Pantesan live in kita jadi terkutuk," Makishima komentar tanpa ekspresi, "kayaknya kalau bisa beneran, lu gue jadiin plastik beneran juga gak masalah kali yah."
"Udahnya lu gelut sama si Shinya di sawah. Kejar-kejaran pake truk pinjeman. Biar greget dikit live in nya," Sasayama asal nyeletuk.
"Bisa juga tuh."
"Lebih gila lagi?" Shion nggak bisa berhenti ngakak pas mau jelasin maksudnya. Ngakak ironis, maksudnya. "Kita tuh satu-satunya kelompok yang gak ada pembinanya."
Kougami noleh ke arah Akane, "suer lah, kalau mau buang kita, buang aja deh. Jangan sok-sok-an mengorganisir, ada kelompok lah, ada ketua lah."
Yayoi noleh ke Kougami, nyengir kecil, "kalian waras dikit lah. Kasian juga si Akane yang notabenenya ketua kelompok kalian."
"Tapi, kayaknya lebih baik begini deh daripada guru pembimbing kita si Bu Kasei. Kesiksa banget itu kelompok sebelah. Yah, kecuali si Tougane deh kayaknya."
"Gue langsung drop out sekolah kalau guru pembimbing kita si Bu Kasei," Sasayama dan Kougami ngomong berbarengan, tapi di tengah kalimat Kougami berhenti ngomong. Cuma, gak ada yang sadar juga sih.
"Kayaknya, kalau lu suruh mereka pada jadi waras, yang ada mereka tambah gak waras deh." Akane nyengir kuda ke anggota kelompoknya. Dia nggak bakalan ngomong secara langsung, tapi dia punya keyakinan bahwa segila-gilanya kelompoknya, mereka itu masih punya kadar kewarasan. "Yaudah deh, meetingnya beres. Semua boleh pulang!"
Semua orang sudah siap dengan ransel masing-masing ketika Mika bertanya lagi, "kita ngumpul jam berapa, sih?"
"Oh ya, sampai lupa." Akane meraih kertas dari sakunya, "besok angkotnya berangkat jam 3 subuh. Kumpul di depan ruang TU 15 menit sebelumnya yah."
"Jam 3 subuh? Tenang, gue sih udah bakal dateng dari jam 12. Numpang ngorok sekalian di sekolah."
"Halah, congor aja lu."
"Ajib aja harus dateng jam 3 subuh. Mau gantian shift ronda sekolah sama satpam?" Kougami mengambil rokok lagi, "lama-lama jadi pengen mabal live in juga gue. Mabal yu sekelompok, demo di depan ruang kepsek?"
"Gile lu urusan sama si Kasei, gue sih amit-amit pangkat sejuta lah," Kagari menatap Kougami dengan tatapan lu-udah-gila-stadium-berapa-sih-sampe-gak-sayang-nyawa.
"Mungkin paginya aja menderita. Di sana kita gak ada pembina juga dan gak ada jadwal kegiatan. Jadi lebih bebas lah kita," Yayoi mencoba mencairkan suasana.
"Tapi kita harus kerja bakti di lapangan juga. Itu termasuk kegiatan wajib," Ginoza mengingatkan.
"Oh, gue baru tau, tuh. Santai ajalah, bisa diatur kok, Gino-chan." Penekanan kata-kata 'chan' serta tatapan Kougami yang amat mencurigakan membuat Ginoza mengeluarkan death glare ke arah Kougami. Tapi, Akane menanggapinya santai saja. Ia mengeluarkan senyum kecil, mencoba menahan tawa.
"Iyalah. Yang gitu bisa diatur, kok." Akane membuka tasnya, "tapi kalau sampai gak bisa diatur, gue punya kejutan buat kalian."
Benda yang diambil Akane membuat mereka semua kaget.
"Lho kok dominatornya masih ada di lu?" Mereka semua serentak bertanya.
"Gue dititipin sama yang berwenang," jawab Akane dengan santainya
"Yah ampun. Kagak beneran, kagak di Psycho Pass, tetep aja lu jadi mata-mata Sybil."
Kougami memberikan tatapan kesal pada Makishima, tapi Akanenya malah nyantai-nyantai aja. Bener kata guru drama mereka, mereka semua mirip banget sama yang ada di Psycho Pass. Makishima yang terkenal sebagai kutu buku, pintar luar biasa tapi perilakunya suka gak ketebak. Kougami yang terkenal dengan sikap blak-blakan, sekenanya, tapi sebenernya sih pinter. Akane yang terkenal dengan sikap damai, menyenangkan, diam-diam berjiwa pemimpin dan kalem. Mika yang terkenal paling bawel dalam semua hal, curigailah ada yang salah kalau dia gak mengomentari sesuatu. Sasayama, orang paling bokep di angkatannya. Ginoza, cowo canggung yang rajinnya agak kelewatan, dan taat banget sama aturan. Yayoi yang tidak begitu menonjol, tidak terkesan ramah tapi baik kalau udah kenal, serta tergila-gila sama musik, serta sahabat dekatnya yang mencurigakan, Shion, yang terkenal sebagai cewek paling seksi seangkatan.
"Yah elu, kagak di Psycho Pass, kagak di dunia nyata, terus aja pacaran sama buku," Sasayama balas menyindir Makishima, hal yang membuat Kougami keheranan. Jarang banget Sasayama belain orang, apalagi Akane yang baru dia kenal pas syuting drama. Dan terang saja, Sasayama bukan tipikal orang yang respek sama ketua kelompok, dan gak punya ambisi buat jadi ketua kelompok, tapi punya goal buat live in kali ini.
"Yah, pacaran sama buku lebih enak lah. Buku tuh berbicara dalam diam, dan punya toleransi yang tinggi – mereka gak bakal nyela dan mereka bakal nunggu sampai lu ngerti apa yang mau disampaikan. Lah beberapa cewe itu bikin gue bingung, udah mereka ngomongnya cepet, nggak penting, berulang-ulang lagi, pusing gue dengernya." Tanpa canggung, Makishima menolehkan pandangannya ke arah Mika saat menyelesaikan kalimatnya. Sasayama, Kougami dan Kagari sampai kaget melihat betapa terang-terangan dan dinginnya Makishima ketika menyindir orang, karena ialah orang terakhir yang dapat diharapkan untuk berkomentar.
"Untuk kali ini, gue lumayan setuju sama lu," Kagari menimpali, "selama buku yang lu baca itu buku cara main game, yah."
"Bagi orang yang ngebakar buku cetaknya selesai ujian kemarin sih, nggak mungkin setuju…" Sasayama ikut berkomentar. Komentar Sasayama memancing Mika untuk membuka mulutnya, tapi sebelum gadis itu sempat berkomentar, mulut mereka terkunci oleh kedatangan sesosok manusia ke tengah-tengah mereka.
"Siang, Bu," Akane memecah keheningan dengan menyapa guru tersebut dengan ramah, tapi guru tersebut sama sekali tidak menggubrisnya.
"Oooooh, jadi buku cetak kamu udah dibakar yah, mentang-mentang ujian tengah udah beres? Lihat saja nanti, Sasayama. Sampai kamu berani nggak dateng pas pelajaran saya, lihat saja, lihat saja!"
Semua siswa terdiam melihat Bu Kasei marah. Sasayama hanya bisa menahan cengar-cengir. Heran juga, apa lucunya lihat Bu Kasei marah? Yang ada malahan pengen kabur. Atau gara-gara udah keseringan, jadinya Sasayama udah biasa?
"Iya Bu, saya mengaku salah. Saya siap terima hukuman." Sasayama mencoba menegaskan suaranya, dan memasang raut muka menyesal yang serius. Bu Kasei rupanya sudah merasa cukup puas sekarang, lalu ia pergi meninggalkan mereka begitu saja.
"Ah, dasar tuh guru," Sasayama mulai mengeluh ketika dirasanya Bu Kasei sudah cukup jauh dari mereka, "padahal gue ngebakar bukunya barengan, kenapa gue melulu yang kena sih? Provokatornya si Tougane tercinta itu lho…"
"Lah kenapa juga lu ikutan?" Yayoi malah balik nyemprot.
"Frustasi lah gue liat buku itu. Mending juga ngerjain ujian pake feeling, makin baca buku makin ngaco aja nilai gue."
Makishima, yang daritadi kelihatan sudah jengah, tiba-tiba memotong pembicaraan, "eh, gue duluan yah." Dan langsung pergi tanpa menunggu respon.
Dan sikap Makishima itu bisa dibilang cerdik sih.
Soalnya… Bu Kasei masih bisa ngedenger percakapan mereka. Dan tanpa mereka sadari, tuh guru udah berdiri di belakang Sasayama pas tuh orang masih ngoceh.
"Dasar murid gak guna! Berani-beraninya mencemari anak saya!"
Sasayama berusaha menahan jeritannya sekuat tenaga, tapi siapa yang bisa? Telinganya dijewer, lalu setelah merah, dipelintir. Dan teman-temannya tentu tak ada yang tertarik membantu, lagian yang ikutan acara bakar buku cuma Sasayama. Sesableng-sablegnya Kagari sama Kougami, dia masih mikir kalau buku cetaknya masih guna buat ujian nanti. Lagian, bakar-bakaran ngerusak ekosistem. Atau, kalau bagi mereka berdua, buku sih mendingan dijual ke pasar loak aja kalau udah gak kepake… lumayan, bisa buat beli rokok atau memori game baru.
Keheningan di antara mereka (dengan posisi Bu Kasei yang menatap Sasayama dengan pandangan bengis) dipecahkan oleh nada bicara Ginoza yang santun, "permisi, Bu. Saya mau pulang duluan, soalnya masih ada les bahasa hari ini."
"Oh ya, Ginoza-kun," tatapan Bu Kasei sedikit melunak, "hati-hati yah."
Setelah Ginoza menghilang, Yayoi dan Shion yang sama-samanya merasa tidak terlibat ikutan pamit juga dengan alasan mau rekaman lagu. Bu Kasei mempersilakan dengan nada ramah.
"Bu, saya sama Akane juga mau pulang dulu, saya mau minta Akane jelasin cara membuat makalah yang baik dan benar!" Kougami juga ikutan mengkhianati Sasayama, dan setelah pamit, dia narik Akane buat pergi. Langkah mereka diikuti juga oleh Kagari, yang pamit dengan alasan yang sama. Sementara, orang terakhir yang ada di sana, Mika, pamit dengan alasan mau beres-beres.
Ditinggal lah Sasayama dengan Bu Kasei dalam lorong kelas yang sudah sangat sepi itu.
Bagaimana nasib anak itu? Teuing.
Kougami sudah berkeliling dengan motor kesayangan.
Kagari autis lagi sama game.
Makishima udah eksis lagi di toko buku.
Mika udah bongkar satu lemari buat nentuin baju mana yang mau dipake.
Akane lagi beres-beres baju dengan kalem.
Yayoi lagi sibuk milih mau bawa gitar yang mana.
Sho lagi merenung di apartemennya.
Shion lagi menata koleksi kuteksnya.
Sasayama? Beres diceramahin, dia pulang ke rumah, bete, HPnya hening lagi. Sudah dilupakan dia rupanya.
.
.
.
(TBC?)
Author Notes: oke, humor gagal total - beneran ide gila gegara tugas live in yang ntah kapan beresnya #woijangancurcoldisinihoi.
Oh ya, btw gak semua tokoh Psycho Pass bakal muncul, sesuai keadaannya. Dan yang jelas gak semua tokohnya jadi murid, ada juga yang jadi guru dan profesi-profesi lainnya (kali aja Kasei sama Saiga Jouji mau jadi murid?)
Juga, kalau ada yang melanggar guidelines tolong beritahu saya, yah. Kalau tentang yang bagian deskripsi atasnya, itu cuma pembuka, saya gak akan masukkin diri saya jadi pemeran fanfic ini kok. (lagian mau jadi apa? XD)
Ada yang mau cerita ini dilanjutin, btw? Review! :p #ditendang
