Tittle: THE SERVANT
Cast: Jeon Wonwoo
Kim Mingyu
Others
Genre: YAOI, romance, school life,
Rated: M
Disclaimer: Plot ceritanya murni punya author, Wonwoo juga punya author
Summary: Jeon Wonwoo, remaja nakal yang hidup dengan orang tua tunggal, tumbuh dalam asuhan para pelayan, hingga suatu hari, Wonwoo mendapat pengganti pengasuh yang membuatnya semakin liar.
DONT LIKE DON READ. REVIEW PLEASE
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"YOON JEONGHAN!"
"YAK! YOON JEONGHAN!"
Panggilan nyaring itu terdengar beberapa kali lagi saat si pemanggil tak juga mendapat sahutan orang yang dipanggilnya.
"Ya, Tuan. Ada yang bisa saya lakukan?" Seorang pemuda bersetelan hitam datang menghampiri tuannya dengan tergesa-gesa.
Pemuda itu berdecak sebal masih dengan posisi malasnya duduk merosot di sofa singlenya yang empuk dan nyaman. Ia melempar tatapan sinis pada pelayannya itu.
"Dari mana saja kau? Apa kau mau membuat ku radang tenggorokan karena kebanyakan teriak untuk memanggil mu?" tanya pemuda itu, masih tetap memainkan gadget-nya.
Si pelayan, Yoon Jeonghan, balas menatap hormat sambil membungkuk. "Maafkan saya tuan, tadi saya punya sedikit urusan." Sahut Jeonghan.
Pemuda itu, Jeon Wonwoo, menaikan sebelah alisnya. "Jadi urusan mu itu lebih penting daripada aku, begitu?" tanya Wonwoo sinis. Tatapannya menusuk.
Jeonghan mereguk paksa ludahnya sendiri. "Maaf, Tuan. Saya benar-benar minta maaf." Ia kembali membungkuk beberapa kali. Memilih meminta maaf daripada menceritakan apa yang terjadi. Bahwa sebenarnya ia harus menghabiskan waktu selama hampir setengah jam hanya untuk buang air besar gara-gara tadi pagi ia memakan makanan pedas.
"Ck. Sudah, sudah. Sekarang ambilkan camilan ku." Ucap Wonwoo akhirnya. Ia kembali rebahan di Sofanya yang sangat nyaman itu.
Jeonghan mengangguk. "Saya mengerti, Tuan." Dan segera berlalu dari ruangan itu.
Wonwoo kembali sibuk bermain game. Tanpa disadari seorang pria datang dengan balutan jas formalnya.
"Wonwoo-ya. Kau tidak berniat untuk menyambut ayah atau sekedar memberi salam?" tanya pria itu. Meski usianya sudah mulai menua, namun gurat-gurat ketampanan nya masih terlihat jelas.
Wonwoo melirik acuh. "Untuk apa aku menyambut mu, Tuan Jeon Wonbin yang terhormat?" tanya Wonwoo balik dengan ekspresi kesalnya.
Wonbin meringis mendengar pertanyaan Wonwoo barusan. Padahal mereka adalah ayah dan anak kandung, tapi Wonwoo tetap tak bersedia memanggilnya 'ayah' meski mereka sudah hidup bersama selama bertahun-tahun.
Wonbin mencoba mengerti. Lagipula ia sudah hafal perangai anaknya yang menyebalkan itu.
"Bagaimana dengan Yoon Jeonghan? Apa kau sudah terbiasa dengannya?" tanya Wonbin, mengalihkan pembicaraan.
Tanpa menoleh sedikitpun Wonwoo berucap. "Dia sangat lamban. Benar-benar tidak bisa diandalkan." Jawab Wonwoo seenaknya. Kemudian ia menatap ayahnya itu sejenak. "Dan kenapa harus dia yang menggantikan YoonDoojoon? Dimana dia, kembalikan dia padaku secepatnya." Setelah seenaknya memerintah begitu, Wonwoo kembali berkutat dengan layar gadget-nya.
Wonbin tertawa hambar. "YoonDoojoon sudah menikah, Wonwoo-ya. Tidak mungkin dia menjadi pelayanmu lagi. Dan juga Doojoon itu terlalu handal kalau hanya untuk jadi pelayan mu. Jadi sekarang, dia kembali kekantor sebagai direktur keuangan." Jelas Wonbin panjang lebar.
"Lalu kenapa kau harus membawa pulang makhluk lamban seperti Yoon Jeonghan untuk jadi pelayan ku?" Wonwoo terlihat tak suka dengan jawaban ayahnya.
"Kufikir dia sangat baikuntuk menggantikan Doojoon mengasuhmu?" Wonbin balik bertanya.
Wonwoo memutar bola matanya malas. "Pokoknya aku minta ganti. Carikan yang lain untukku. Dan jangan yang lamban seperti Yoon Jeonghan."
Wonbin lagi-lagi tertawa hambar. "Kau baru ganti pelayan seminggu yang lalu, JeonWonwoo."
Wonwoo mencebik. "Aku tak peduli. Pokoknya Yoon Jeonghan harus diganti!"
Disaat yang bersamaan, Jeonghan datang membawa nampan berisi segelas besar milkshake strawberry dengan setoples kecil camilan. Menghidangkannya di hadapan Wonwoo. "Silahkan, Tuan."
"Ck, lihatlah! Apa kubilang? Dia lamban!" cela Wonwoo tanpa menoleh sedikitpun.
Wonbin tertawa."Sudah. Ayah mau istirahat dulu. Masih ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan." Ia bangkit, hendak meninggalkan ruangan itu.
Wonwoo melirik nya sinis. "Ya kerja saja terus. Tak perlu khawatir kan aku. Anggap saja aku tak ada." Gumamnya, seolah pada dirinya sendiri.
Wonbin dapat mendengar gumaman itu dengan jelas. Tapi dia pura-pura tuli dan tetap beranjak pergi.
Sementara Wonwoo, kembali sibuk dengan layar gadget-nya.
.
.
.
.
"Tuan, apa saya perlu menemani kedalam?" Jeonghan selesai memarkir mobil mewah itu dan mematikan mesinnya. Melirik Wonwoo dari spion tengahnya.
Wonwoo memutar bola matanya malas. Lalu membuka pintu tanpa berkata apapun.
Jeonghan ikut turun. "Tuan?"
Wonwoo menarik nafas panjang. "Kau disini saja. Tunggu aku sampai pulang sekolah. Kutemui kau diparkiran ini nanti." Sahut Wonwoo, lalu berjalan meninggalkan Jeonghan yang membungkuk hormat.
Ketika Wonwoo memasuki area gedung sekolah, dua orang pemuda menghampiri nya. Yang berambut merah itu bernama Kwon Soonyoung, sedangkan yang agak pendek berambut pirang itu Lee Jihoon. Mereka ada teman-teman Wonwoo di sekolah.
"Oi! Tuan Jeon, kenapa Anda repot-repot membawa tas begini?" tanya Soonyoung sambil meraih tas Wonwoo.
Wonwoo memberikan tasnya, dia memang 'boss' dalam lingkup pertemanan itu.
"Ck, ayo cepat. Pelajaran pertama Choi Seongsaenim!" Jihoon mengingatkan. Jihoon memang siswa yang paling disiplin diantara mereka, maklum saja. Jihoon itu ketua Kedisiplinan Sekolah.
Mereka berjalan menyusuri lorong sekolah sambil memasukkan tangannya ke saku celana, melenggang layaknya trio pangeran sekolah yang dipuja para gadis-gadis.
Sepanjang jalan para siswi memperhatikan mereka, ya. Siapa sih yang tak kenal Jeon Wonwoo dan pasukannya? Mereka adalah wujud nyata dari tokoh-tokoh Manhwa yang tampan dan populer.
Ketika mereka berbelok, segerombolan siswa mencegat mereka. Tiga orang pemuda keturunan Chinese, pemegang gelar berandalan tampan di sana.
Salah satunya, dengan penuh percaya diri menghampiri Wonwoo. "Jeon Wonwoo sunbaenim. Selamat pagi~" Hanya untuk menyapa dengan gaya sok keren.
Dibelakangnya, WenJunhui dan ZhengZingting menarik seringai jahil.
"Hei! Cepat minggir! Jangan menganggu Wonwoo!" Tegur Soonyoung.
Lai Guanlin, meliriknya sinis. "Kau diam saja, Kwon Soonyoung. Aku hanya punya urusan dengan Sunbae-ku yang manis ini." Guanlin kembali menatap Wonwoo.
Sementara yang ditatap hanya mendengus malas. "Minggir, bocah." Ia lalu melangkah ke kiri, namun Guanlin menghadang langkahnya.
"Ck!" Wonwoo melangkah ke kanan, dan untuk kedua kalinya, Guanlin kembali menghadangnya.
"Kubilang minggir, bocah sialan!" Ketus Wonwoo. Menatap tajam Guanlin yang justru tersenyum lebar padanya.
"Aku duluan!" Jihoon yang jengah dengan keadaan, menyelinap dari bahu Guanlin dan pergi meninggalkan gerombolan itu.
Meninggalkan Wonwoo yang menatapnya jengkel. "Lee Jihoon sialan, bukannya menyingkirkan bocah ini, malah dia yang menyingkir!" dengusnya. Dalam hati Wonwoo menyumpahi.
"Sebenarnya kau mau apa, bocah sialan?" Tanya Wonwoo akhirnya. Oh ayolah, dia lelah tiap pagi begini.
Sebenarnya sepele, Guanlin bilang dia hanya ingin Wonwoo jadi pacarnya, maka dia akan berhenti mengganggu sunbaenim nya yang katanya manis tapi kata orang sangar itu.
"Aku hanya ingin kau jadi pacarku, Sunbaenim." Guanlin tersenyum miring.
Soonyoung, Junhui, dan Zingting serempak memutar bola matanya malas.
Benar-benar ya, remaja zaman sekarang itu. Kalau sudah menyangkut cinta, dunia serasa milik berdua yang lain pengungsian.
"Tidak usah bicara pacar-pacar segala, bocah sialan! Aku takkan pernah mau jadi pacarmu! Camkan itu!" Ucap Wonwoo tajam. Tapi Guanlin hanya tersenyum semakin lebar. Dia sudah biasa mendengar kalimat pedas Wonwoo.
Baginya, semakin Wonwoo menolaknya, semakin besar keinginan nya untuk mendapatkan pemuda itu.
"Baiklah kalau begitu, cukup beri aku morning kiss dan aku akan membiarkan mu pergi." Ucap Guanlin.
Kalau orang lain, mungkin sudah merona diperlukan begitu oleh orang setampan Guanlin. Tapi Wonwoo tidak. Ayolah, harga dirinya sangat tinggi. Dan dia juga muak pada Guanlin yang sudah berbulan-bulan mengejarnya.
"Minggir, sialan." Desis Wonwoo.
Guanlin memajukan wajahnya. Hingga jarak wajah mereka tinggal sepuluh sentimeter. Sementara Wonwoo mengepalkan tangannya erat. Menahan niatnya untuk menjotos wajah menyebalkan sok tampan di depannya itu.
Cup.
Dan diluar dugaan, Guanlin mengecup dan melumat singkat bibir Wonwoo. Membuat Soonyoung terbelalak sementara Junhui dan Zingting hanya tersenyum miring.
"Hn." Hanya itu yang terucap dari bibir Wonwoo.
BUAGH!
"Argh!"
Sebelum Wonwoo meninjukan kepalan tangannya dan tepat menghantam rahang kiri pemuda itu. Membuatnya agak terhuyung.
Oh ayolah, meskipun kurus begitu Wonwoo itu pemuda juga, tentu saja dia mampu menjotos orang dengan keras begitu.
"Ha-ha-ha!" Guanlin tertawa hambar sambil menyusut sudut bibirnya.
"Itu baru morning kiss yang pantas untuk mu, bocah sialan!" Wonwoo berjalan maju dengan wajah Ketus. Dengan sengaja ia menabrakan bahunya pada Guanlin. Sebelum meninggalkan tempat itu, di ekori Soonyoung yang membawa tasnya.
Menyisakan Guanlin yang justru menatapnya takjub dan semakin memuja. Juga Junhui dan Zingting yang tercengang.
.
.
.
.
"Wonwoo-ya, kau mau langsung pulang?" tanya Jihoon, setelah bel pulang sekolah berbunyi.
Wonwoo memakai tasnya. "Untuk apa? Pulang dan mengikuti berbagai bimbel serta les-les membosankan itu? Tidak, terima kasih. Aku akan pergi main sampai larut malam!" Wonwoo menyeringai.
Jihoon menggeleng. "Terserah. Tapi aku akan pulang. Karena ada jadwal kursus." Sahut Jihoon cuek.
"Ck, Lee Jihoon. Membolos sehari takkan membuat mu bodoh. Bermain lah dengan ku hari ini." Bujuk Wonwoo.
"Kenapa kau tidak ajak Guanlin, sekalian berkencan?" tanya Jihoon balik. Mengejek Wonwoo.
"Cih. Lebih baik aku pergi dengan Soonyoung!" Sungut Wonwoo Ketus.
"Soonyoung sedang latihan klub dance." Sahut Jihoon mengingatkan.
"Oh ayolah Jihionie~" Wonwoo mulai merengek. Bagi Jihoon, itu tandanya dia harus segera pulang sebelum Wonwoo melancarkan aksinya membujuknya pergi main.
"Tidak. Kubilang tidak ya tidak!" Jawab Jihoon tandas. Ia langsung pergi meninggalkan Wonwoo yang justru cemberut ditempat.
"Ya sudah, aku pergi main sendirian!" Wonwoo tersenyum miring.
Wonwoo berjalan melewati lorong sekolah, saat diujung lorong, dia berbelok. Bukan ke parkiran tapi justru menyelinap keluar lewat gerbang belakang.
Menyetop sebuah taksi, dan pergi.
.
.
.
.
"Oh! Tae-hyung!"
Pemuda pirang itu menoleh. "Wonwoo-ya!" lalu balas melambai.
Wonwoo menghampiri pemuda itu. "Kau bolos lagi, Hyung?" tanya Wonwoo. Mengambil tempat di samping Taehyung yang sedang memainkan game bola basket.
"Ya, memang nya kau fikir aku tahan berjam-jam duduk seperti orang dungu mendengarkan guru-guru itu berceloteh sepanjang hari?" Taehyung balik bertanya, tangannya tak berhenti memasukkan bola kedalam keranjang dan mencetak skor.
"Ya, aku juga sih. Tapi Tuan Jeon Wonbin yang terhormat akan mengamuk kalau dia tahu aku bolos. Dan. . . Kau pasti tahu apa akibatnya untukku." Wonwoo mengakhiri kalimatnya dengan wajah suram dan nada sendu.
Taehyung tersenyum tipis. Lalu melempar bola terakhirnya dan mengusap rambut Wonwoo pelan. "Maaf ya, Wonwoo-ya. Aku tak bisa membantu apa-apa."
Wonwoo balas menatap Taehyung. Tersenyum manis sampai hidungnya mengkerut lucu. "Iya Hyung, tak apa."
"Omong-omong, dimanaDoojoonHyung? Tumben dia tak bersamamu?" Taehyung menoleh ke sekeliling. Mencari sosok yang biasanya selalu menemani Wonwoo kemana-mana.
Wonwoo kembali merenggut. "DoojoonHyung meninggalkan ku! Dia menikah dan berhenti menemaniku!" sahut Wonwoo kesal. Dia masih tak rela Doojoon berhenti jadi pengasuhnya, setelah hampir lima tahun mereka bersama.
Taehyung tertawa. "Kau ini! Tentu saja dia harus menikah. Masa iya mau mengurusi terus seumur hidup?" canda Taehyung, berusaha memperbaiki mood Wonwoo.
"Ah sudahlah! Mood-ku jadi memburuk kalau ingat itu. Lebih baik aku main saja!" Wonwoo melengos sambil berlalu, membeli beberapa koin untuk bermain.
Taehyung hanya tersenyum lalu menggeleng pelan. Dia sudah sangat mengenal Wonwoo, mereka banyak menghabiskan waktu bersama, dulu.
"Hyung! Coba kita taruhan bermain game ini, yang menang harus traktir makan burger sepuasnya!" Wonwoo menunjuk sebuah mesin game tembakan.
Taehyung mengangkat sebelah alisnya. "Oke! Aku takkan membiarkan mu menang, Jeon Wonwoo!"
Wonwoo tertawa meremehkan.
"Baiklah, mulai!"
Mereka dengan cepat meraih pistol mainan yang ada. Lalu dengan cepat mulai bermain heboh. Sesekali terdengar teriakan saat mencetak skor.
.
.
.
.
.
Jeonghan melirik jam tangannya lagi. Lalu kembali celingukan. Ini sudah tiga jam sejak jam pulang sekolah. Seharusnya Wonwoo sudah menghampiri nya sejak tadi. Tapi Jeonghan mencoba berfikir positif. Mungkin Wonwoo ada kelas tambahan. Jadi ia tetap menunggu diparkiran.
Tapi sekarang, lain ceritanya. Area sekolah benar-benar sudah sepi. Bahkan tadi seorang penjaga sekolah menegur nya, dan mengatakan kalau sebentar lagi gerbang sekolah akan di kunci.
Jeonghan melangkah di lorong sekolah yang sepi. Dan ia melihat sesosok pemuda mengenakan pakaian olahraga. Dari wajahnya, besar kemungkinan kalau dia adalah guru olahraga di sekolah itu.
"Eum, permisi!" Jeonghan menyapanya.
Guru muda dengan topi berbordir nama 'Choi Seungcheol' itu menoleh. "Ya, ada yang bisa saya bantu?" Tanyanya sopan, dengan sebuah senyum lebar yang manis.
Melihat senyum itu, mau tak mau Jeonghan balas tersenyum meski agak canggung. "Maaf, apakah Anda melihat Tuan Jeon Wonwoo?" Tanya Jeonghan kemudian.
"Akh, Jeon Wonwoo. Aku fikir semua siswa sudah pulang. Karena jam ekskul juga sudah berakhir. Aku juga tadi mencari Jeon Wonwoo karena anak itu tidak datang latihan basket seperti biasanya." Jawab Seungcheol menjelaskan. Sebenarnya dia agak kurang fokus karena senyum Jeonghan yang menurutnya manis itu.
"Begitu? Anda yakin?" tanya Jeonghan lagi.
"Ya-benar. Aku baru saja selesai membereskan gudang peralatan olahraga yang ada di lantai paling atas, dan sekalian lewat aku memeriksa tiap kelas. Dan memang sudah kosong semua." Sahut Seungcheol.
"Ah begitu ya. Kalau begitu saya permisi dulu. Terima kasih informasinya." Jeonghan membungkuk hormat sembilan puluh derajat. Lalu pergi dari hadapan Seungcheol tanpa membiarkan guru muda itu membalas salamnya.
Jeonghan berjalan menjauh sambil merogoh kantong nya, mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang.
Dari jauh, Seungcheol melihat sesuatu terjatuh dari saku Jeonghan saat ia merogoh ponselnya. Seungcheol memungut benda itu. Ternyata sebuah id card perusahaan.
"Oh, namanya Yoon Jeonghan." Seungcheol tersenyum. Ia lalu berlari mencoba mengejar Jeonghan untuk mengembalikan benda itu.
Namun ketika dia sampai di parkiran, sepi. Tak ada orang satu pun. Seungcheol menghela nafas. Memasukan benda itu kekantongnya. Lalu pergi dari tempat itu.
.
.
.
.
"Huft, Jeon Wonwoo sialan!" Taehyung mengumpat cukup keras saat melihat bill makanan yang harus dibayar nya. Totalnya sejumlah uang sakunya selama seminggu.
Iya, Taehyung kalah taruhan dan mau tak mau ia harus mentraktir burger. Dan kita ketahui bersama, burger dan Jeon Wonwoo adalah kombinasi yang membahayakan isi dompet.
Wonwoo tertawa sambil mengunyah burger nya. Merasa senang karena bisa mengerjai Taehyung.
"Sudah, kalau makan tak usah sambil tertawa. Nanti kau tersedak." Ucap Taehyung setelah membayar bill tadi.
"Hyung, pokoknya kau yang terbaik! Nanti traktir aku lagi, ya!" Wonwoo tersenyum disela kunyahannya.
Taehyung hanya memutar bola matanya malas. "Aku bisa jatuh miskin kalau terlalu sering mentraktir mu makan, Jeon Wonwoo." Keluh Taehyung meratapi kertas bill ditangannya.
"Halah. Kau berlebihan sekali. Kau bahkan mampu membeli restoran ini kalau kau mau!" seru Wonwoo.
"Ck, sudah cepat makannya. Ini sudah sangat larut!" keluh Taehyung.
Ia menatap keluar jendela lebar disebelahnya, mengalihkan pandangan dari Wonwoo yang masih sibuk mengunyah burger nya. Iya, tepatnya burger kelimanya. Ukuran jumbo pula.
"Yah, hujan deras begini!" keluh Taehyung.
.
.
.
"Hei Wonwoo-ya, kau bawa mobil?" tanya Taehyung.
"Ck, bagaimana aku bawa mobil kalau aku kabur dari pengasuhku?" tanya Wonwoo balik.
"Lho, jadi kau benar-benar kabur dari pengasuhmu?" Taehyung mengerutkan keningnya. Kalau Taehyung jelas, dia bolos dari sekolah dan pergi ke game center naik bus.
"Iya. Aku kesini naik taksi." Jawab Wonwoo.
"Yah. . . Kalau begini, bagaimana kita pulang? Hujan deras begini." Gumam Taehyung meratapi hujan yang benar-benar deras.
Meski restoran itu buka dua puluh empat jam, tapi kendaraan umum yang lewat sudah tidak ada. Sudah sangat larut, ditambah hujan deras.
"Kau mau kupesankan taksi, Wonwoo-ya? Atau mau menelpon jemputan?" Tanya Taehyung. Dia sih tak masalah. Tinggal pesan taksi dan pulang selesai urusan.
Lain lagi dengan Wonwoo yang tak biasa naik kendaraan umum.
Wonwoo justru menggeleng cepat lalu berkata dengan ceria,
"Tidak, Hyung! Aku akan pulang sambil bermain hujan-hujanan!" Sahut Wonwoo, tertawa sekilas dengan hidung mengkerut lucu.
Lalu berlari menuju jalanan yang diguyur hujan deras dan dengan sengaja menginjak genangan air, membuat cipratan air kemana-mana. Sedang Wonwoo justru tertawa lebar seperti anak kecil yang sedang kegirangan.
Taehyung yang melihat nya jadi panik. Ia melihat sekeliling, dan mendapati seorang petugas keamanan yang berjalan kearahnya sambil membawa payung. Taehyung mengeluarkan beberapa lembar uang lima puluh ribuan lalu menghampiri petugas keamanan itu.
"Pak, payungnya saya beli ya!" Taehyung dengan cepat meraih payung itu lalu menyerahkan uangnya.
Berlari mengejar Wonwoo tanpa membiarkan petugas keamanan itu membalas kalimatnya.
"Yak! Jeon Wonwoo! Kau bisa sakit kalau begini caranya!" Seru Taehyung panik sambil memayungi Wonwoo yang sudah basah kuyup.
Wonwoo tertawa lagi. Sampai matanya segaris dan hidungnya mengkerut lucu.
"Hyung! Aku senang sekali! Tidak ada maid, tidak ada butler. Aku bebas bermain sesuka-ku!" Ucap Wonwoo semangat. Ia kemudian berlari lagi sambil sesekali melompat-lompat di genangan air.
Taehyung tertegun. Menatapnya sendu. Tapi kemudian ia tersenyum tulus, mengejar Wonwoo.
"Wonwoo-ya, kalau begitu ayo pulang bersama!" Ajak Taehyung, masih berusaha memayungi Wonwoo.
Bagaimana pun juga, Wonwoo itu mudah sakit, daya tahan tubuhnya buruk. Dan dia alergi air kotor. Tentu saja, hujan-hujanan begini akan membuat nya sakit berhari-hari.
"Hyung, kejar aku!" Wonwoo tertawa lagi sambil meleletkan lidahnya kearah Taehyung, mengejeknya.
"Yak! Awas kau, Jeon Wonwoo!" Taehyung kemudian ikut berlari mengejar Wonwoo. Tidak peduli seluruh tubuh yang basah kuyup dan malam yang semakin larut.
Mereka berkejaran sepanjang jalan, ketika ada kendaraan melintas, mereka menepi ke trotoar masih sambil tertawa ria di bawah riak air hujan yang semakin lama semakin deras.
"hosh. . . Hosh . . . Sudah cukup, Jeon Wonwoo. Kau benar-benar akan sakit!" tegur Taehyung, meraih pergelangan tangan Wonwoo dan menggenggam nya erat. Membuat Wonwoo hanya bisa berdiri cemberut di sebelahnya.
"Yah. . . Hyung. Kau menyebalkan!" Rajuk Wonwoo sambil mencebik kan bibirnya.
Taehyung mengatur nafasnya, lalu menatap Wonwoo.
Saat itulah sebuah mobil mewah menepi di dekat mereka.
Wonwoo melotot. Ia hafal betul plat nomor mobil itu. Tak salah lagi, itu mobil yang biasa digunakan pengasuhnya.
Benar saja, detik berikutnya Jeonghan turun dari sana tanpa mematikan mobil. Menghampiri dengan sebatang payung ditangannya.
"Tuan Jeon, Anda harus segera pulang. Tuan besar sudah menunggu Anda di rumah!" Seru Jeonghan agak kencang. Berusaha mengimbangi suara air hujan yang bising.
Wonwoo menatap kesal. "Aku tak mau pulang, Yoon Jeonghan! Bilang padanya aku akan menginap di rumah Kim Taehyung!" Sahut Wonwoo.
"Tapi, tuan-"
"Wonwoo-ya, sebaiknya kau pulang. Ini sudah larut." Ucap Taehyung, tangannya menyentuh kening Wonwoo.
"Dan lagu pula kau mulai demam." Lanjut Taehyung kemudian.
"Tapi hyung~ aku tidak mau pulang! Jeon Wonbin sialan itu pasti akan menghukum ku!" Rengek Wonwoo.
"Ssst. . . Kalau kau dihukum, aku akan datang menjenguk mu!" sahut Taehyung. Mengusap-usap rambut Wonwoo.
Wonwoo menggeleng cepat. "Hyung~" kembali merengek.
Taehyung tersenyum lalu memeluknya. "Tak apa, Wonwoo-ya. Kau harus menghadapi nya. Kau pulang atau tidak, ayahmu pasti akan tetap mencari mu. Dia mengkhawatirkan mu, Wonwoo-ya." Pesan Taehyung, mengusap-usap punggung Wonwoo yang berada di pelukan nya.
Dengan berat hati, Wonwoo melepas pelukan Taehyung, ia lalu dengan langkah kasar masuk mobil mendahului Jeonghan.
"Saya permisi, Tuan." Pamit Jeonghan pada Taehyung.
Beberapa saat setelah nya, mobil itu kembali melaju. Meninggalkan Taehyung yang menatap kepergiannya di trotoar jalan.
"Kau harus kuat, Wonwoo-ya." Gumam Taehyung, seolah pada dirinya sendiri.
.
.
.
Begitu sampai di rumah, Wonwoo langsung berlalu menuju rumahnya. Sampai ketika kakinya menapak anak tangga pertama, Ayahnya menegurnya.
"Oh begitu, Jeon Wonwoo. Setelah kau bolos bimbel sepulang sekolah, dan bermain sampai larut malam begini, kau akan langsung masuk kamar dengan basah kuyup begitu?" Tanya Wonbin, menghampiri Wonwoo.
Wonwoo menatap nya sinis, meski dalam hati ia mulai khawatir.
"A-aku sangat lelah. Aku ingin istirahat. . ." Lirih Wonwoo.
"Kau harus dicambuk dulu, Wonwoo-ya. Seperti nya belakangan ini aku terlalu baik sampai kau sekurang ajar ini padaku." Wonbin mengeluarkan cambuk pendek yang sejak tadi disembunyikan di balik punggungnya.
Wonwoo berbalik. Dengan cepat ia bersimpuh di depan ayahnya. Kedua tangannya terangkat di udara. Dia fikir kalau dia meminta maaf terlebih dahulu mungkin dia akan diampuni.
"Aku meminta maaf, izinkan aku untuk istirahat. Kumohon. Aku akan menerima hukuman ku nanti." Mohon Wonwoo. Tubuhnya mulai bergetar, karena demam dan takut.
Wonbin menatap sinis. "Kau bahkan tetap tidak mau memanggil ku ayah." Sinis Wonbin.
Tangannya terangkat di udara. "Aku akan berbaik hati kali ini. Kau hanya akan di cambuk dua kali." Ucapnya sambil mengayunkan cambuknya.
Wonwoo menutup matanya rapat.
Ctar!
Ctar!
"Argh! Maaf-kan aku. . ."
Bruk!
Wonwoo merasakan sekeliling nya berkunang-kunang dan ia tak ingat apa-apa lagi.
.
.
.
.
Wonwoo terbangun dari pingsannya dan mendapati sekelilingnya remang-remang. Hanya lampu dari balkon kamarnya yang menembus tirai dan menerangi sekelilingnya. Samar-samar Wonwoo melihat seseorang yang berbaring di sebelahnya.
Wonwoo merasa kepalanya masih agak pening. Ia meraba dahinya, sebuah plester demam menempel di balik poninya. Wonwoo kembali rebahan dan tertidur lagi. Sama sekali tak menggubris kehadiran orang yang tidur di sebelahnya, memeluk pinggangnya.
.
.
.
.
Pagi menyapa. Mentari sudah mulai bersinar terang dan sinarnya mengusik Wonwoo yang sedang tertidur pulas.
Pemuda itu terbangun dengan keadaan yang lebih baik dari sebelumnya. Ia merasa demamnya sudah turun. Jadi Wonwoo melepas plester demamnya dengan mata setengah terpejam.
Wonwoo menyandarkan punggungnya, ia lalu mulai mengucek matanya dengan lucu. Menggeliat malas dan menguap. Jam menunjukkan pukul enam pagi, itu artinya Wonwoo masih punya waktu satu setengah jam untuk bersiap kesekolah.
"Selamat pagi, Tuan Jeon~" Sebuah suara berat yang asing menyapanya. Wonwoo masih tak sadar kalau ada orang di sebelahnya.
"Hngg~ pagi. . . Dimana Yoon Jeonghan?" tanya Wonwoo setengah merengek. Sudah jadi kebiasaan nya pagi-pagi bermanja-manja pada pengasuhnya.
"Yoon Jeonghan sudah berhenti mengasuhmu sekarang aku yang akan jadi pengasuhmu." Sahut suara itu lagi.
Wonwoo kaget mendengarnya. Ia menoleh dan mendapati seorang pria muda yang tak jauh berbeda dengan Jeonghan duduk di sebelahnya sambil memakai pakaiannya. Wonwoo melotot dan buru-buru memeriksa tubuhnya. Hanya untuk mendapati dirinya hanya memakai celana dalam. Dengan motif Eddy-temannya Pororo.
Ugh, sungguh memalukan. Terlebih lagi, siapa orang asing ini?
"Apa kau bilang? Jangan main-main! Dimana Yoon Jeonghan?!" tanya Wonwoo dengan suara meninggi.
Pemuda itu tersenyum. Sekarang dia sudah mengenakan setelan hitamnya.
"Nama saya Kim Mingyu, saya yang akan jadi pengasuhmu menggantikan Jeonghan." Jawab pria itu, dengan seulas senyum manis.
Wonwoo memiringkan kepalanya. Menatapnya dari atas sampai bawah. Pria itu lebih tinggi darinya, kulitnya kecoklatan dan tubuhnya atletis. Hidungnya mancung, rahangnya tegas dilengkapi tatapan yang tajam. Tampan. Wonwoo sampai bersemu hanya dengan memikirkan nya. Wonwoo tersenyum miring. Ide nakal melintas di otaknya yang manja.
"Oh, begitu ya. . . . Kalau begitu sekarang aku ingin mandi." Ucap Wonwoo kemudian. Dia mengedipkan sebelah matanya. Sayangnya, Mingyu tak menyadarinya. Pria itu justru mengambil handuk.
"Ini handuknya, Tuan. Saya akan keluar sebentar selama Anda mandi." Ucap Mingyu, tidak curiga sama sekali.
"Apa? Kata siapa kau boleh keluar? Gendong aku kekamar mandi." Ucap Wonwoo, menggerling nakal sambil merentangkan tangannya.
Mingyu terdiam sejenak. Ia sudah banyak mendengar dari Jeonghan kalau Wonwoo itu kelewat manja. Tapi ia tak menyangka kalau pemuda itu akan bertingkah seperti anak kecil begini.
Mingyu menimbang. Walaupun ia menggendong Wonwoo, itu bukan perkara berat. Wonwoo terlihat sangat kurus sehingga tidak akan berat.
"Kenapa? Doojoon Hyung juga menggendong ku tiap pagi dan bahkan memandikan ku." Ucap Wonwoo lagi. Masih dengan wajah iseng nya.
Oh ayolah, tentu saja Doojoon menggendong mu, saat itu kau masih sekolah dasar, Jeon Wonwoo.
Mingyu mengangguk. "Baiklah." Ia menghampiri Wonwoo lalu menggendong nya seperti koala.
Wonwoo menyeringai lebar sambil memeluk erat leher Mingyu. Merapatkan wajahnya pada ceruk leher pria itu. Menghirup aroma tubuhnya yang maskulin. Dalam hati Wonwoo tertawa puas berhasil mengerjai Mingyu.
Mingyu membawa Wonwoo masuk kekamar mandi. Mendudukkan nya di bathub.
"Baiklah, saya keluar." Pamit Mingyu ia merasa hatinya berdesir karena sentuhan Wonwoo di lehernya.
Lagi-lagi Wonwoo meraih tangan Mingyu.
"Mandikan aku."
Dan Mingyu terbelalak. Sementara Wonwoo merasa puas dengan ide nakalnya.
.
.
.
TBC OR END/?
REVIEW PLEASE
Hello, im comeback. Miss me? :')
KECEPATAN UPDATE TERGANTUNG BANYAKNYA REVIEW
