Author's note: Saya mau dateng dulu kesini ya, ehehe… Ngomong-ngomong dua fic saya bakalan diselesein atau dipublish setelah lappie saya bener, soalnya data-datanya ada disitu semua, jadi maaf buat dua fic saya, soalnya gak bisa diupdate cepet-cepet. Ehm, langsung aja ke ficnya ya…
Rate: T.
Warning : Miss typo, OCC, slight-crack pairing, OC, AU, BL, dan lain-lain.
Pairing(s): NetheNesia, USUK, SpaMano, slight UKNesia. Yah, pairing disini belom terlalu keliatan sih.
Listening to: Good Enough- Evanescence.
Berawal dari sebuah kebencian yang telah merasuki kedua jiwa...
Berawal dari sebuah tawa yang telah melelehkan semua hasrat di jiwa...
24 Agustus 2020 jam ke 21.08 detik ke 58…
"Biarkan aku pergi dari sini, aku ingin kembali ke duniaku! Duniaku yang nyaman tanpa kalian semua!" teriak gadis itu histeris, mencoba lepas dari tali yang mengikatnya. Ia berteriak histeris, ia ketakutan dengan semua yang telah menimpanya selama ini… yaitu, bertemu dengannya.
"Hentikan dia! Berikan aku obat penenang apa saja!" perintah dokter muda dengan rambut blonde dan mata hijaunya yang cemerlang.
Hetalia Axis Powers © Hidekaz Himaruya
Souls Eaters © Alexandra Anya Braginskaya.
26 Agustus 2020 jam ke 13.53 detik ke 32…
Gadis itu ketakutan, makanya ia meminta kamar tanpa benda tajam, tanpa hal-hal apapun yang dapat meledak, tanpa hal-hal yang bisa mengacam nyawanya. Satu hal yang membuatnya takut…dia dapat melihat kematian.
06 Desember 2020 jam ke 23.54 detik ke 53…
"Ah, lagi-lagi dia mengagalkan kematian lagi, huh… Kenapa Tuhan memberikan kita perkerjaan ini tetapi memberi kekuatan pada manusia untuk menghadang pekerjaan kita, hhh…" dengus pria berkacamata dengan mata biru terang, dandanan seperti manusia hanya saja, dia bukan manusia.
"Jangan mengeluh da~, itu kan memang tugas kita. Alfred, sepertinya si kontraktor itu datang da~," kata priadisebelahnya sambil tersenyum.
Alfred memandang jengah kontraktor yang tadi disebut temannya, Ivan. "Aku gagal mengambil nyawa nenek itu karena lagi-lagi gadis itu memberi tahu nenek itu, yah…berikan aku waktu untuk mengambil nyawa nenek itu."
Sang kontraktor hanya mendengus kesal, "Ini sudah yang keempat kalinya Alfred, kau selalu terlambat dengan tugasmu…" ejek kontraktor itu.
"Kalau begitu…" desah Alfred. "Kau kesal kan Williem? Bagaimana kalau kita hilangkan saja sang pengganggu dari dunia ini?" tanya Alfred sambil menyeringai ngeri.
"Sudah kuberi tahu, bahwa kita tidak boleh membunuh manusia sebelum waktunya," ceramah Williem. "Hanya… lakukanlah tugasmu yang terhenti!" perintah Williem tenang, dan kemudian menghilang dari tempat itu.
"Cih, coba saja dia menjadi souls eaters bukan menjadi kontraktor, dia akan tahu rasanya seperti ini!" Alfred memandang langit-langit kelam dengan kesal.
08 Januari 2020 jam ke 14.15 detik ke 55…
"Kupikir pekerjaanku akan mudah, ternyata tidak. Nes, kalau kau ingin mempermudah pekerjaanku ini, bisakah kau bicara?" tanya pemuda berambut beralis tebal itu memandang gadis berkulit sawo matang dengan pandangan sayu. "Nesia, kau tidak bisa begini terus bila kau—"
"Arthur! Semuanya sudah membuatku gila, aku harus bagaimana!" teriak Nesia histeris.
Arthur hanya memandang Nesia sendu, sungguh ia prihatin dengan keadaan gadis ini yang sekarang, berbeda dengan dulu, sangat berbeda.
Dulu saat gadis ini masih SMA, dia periang, wajahnya yang terlihat tidak pernah kelihatan bersedih, rambutnya yang hitam dan lembut tampak cantik dengan dijepit dengan bunga, matanya yang hitam pekat dan tampak berenergi itu tampak ramah kepada semua orang, tubuh mungilnya menjadikan dirinya lincah seperti anak kecil, dan ditambah lagi bibir kecilnya yang selalu menampakan senyum cantiknya yang tidak pernah hilang dari wajahnya itu.
Sekarang, semuanya sudah berubah…
Dia menjadi peyendiri dan kadang-kadang berteriak ketakutan seperti melihat seseatu yang mengerikan, rambutnya yang dulunya tampak lembut sekarang menjadi tidak terurus, matanya yang dulu tampak berenergi itu sekarang tampak sayu dan sendu, oh…jangan lupa dengan pandangan ketakutan yang selalu bersamanya, tubuh mungilnya yang dulu selalu lincah tergantikan dengan tubuh mungil yang selalu mendekap ketakutan sambil gemetaran, dan bibir kecil yang dulu selalu tersenyum ramah sekarang hilang dan menjadi tempat keluarnya sumpah serapah kasar.
Entah sejak kapan dia menjadi seperti ini.
Arthur hanya mendesah putus asa dengan pasiennya ini. "Sekarang maumu apa?" tanya Arthur halus pada pasiennya itu, mencoba menjadi seorang gentleman untuk seorang gadis.
"Aku mau bercerita." jawab Nesia sambil mecoba tenang.
Arthur sudah beratusan kali mendengar jawaban ini dari pasiennya, tentu dia akan mendengarkan apa saja permasalahan yang akan diceritakan oleh sang pasien, mencoba profesional dan akan memberikan jalan keluar untuk masalah sang pasien dan menjadikan sang pasien menjadi 'waras' kembali.
Tetapi sayang…
Pasien yang dia hadapi sekarang berbeda dengan pasien lainnya, mungkin permasalahan pasien lainnya sangat biasa ditemui di kehidupan biasa seperti dia putus asa dengan pekerjaan atau pelajarannya dan menjadi depresi, dan bisa jadi dengan permasalahan biasa yang lainnya.
"Aku kemarin bermimpi," cerita Nesia dengan tubuh gemetar, padahal Arthur yakin Nesia sudah mencoba tenang. "Bertemu dengan souls eaters lagi, dia ingin mengambil nyawaku dengan senjatanya yang besar itu, aku takut."
Ya, pasien kali ini mempunyai ketakutan tentang kematian. Dia berkata bahwa dia bisa melihat kematian, tanggal kematian, dan cara manusia itu mati, pasti dia bohong bukan?
"Lalu?" tanya Arthur kepada Nesia.
Tubuh mungil Nesia kembali gemetar, "Setelah aku bertemu dengan souls eaters lalu aku bertemu 'dia'! aku bertemu lagi dengannya!" teriak Nesia kembali histeris. Membuat para penjaga menjadi melihat Arthur dengan pandangan bertanya apakah tidak apa-apa dan Arthur hanya menggangguk meng'oke'kan.
"Nesia, kau harus tenang," kata Arthur, padahal tadinya ia ingin sekali berkata-kata kasar dan membentak gadis ini, ya…sama dimana teman-temannya sudah mulai menyebalkan, tetapi dengan melihat bulir-bulir air mata yang sudah turun dari mata hitam Nesia dia mengerti, bahwa masalah Nesia sangat berat. "Aku memang tidak mengerti ceritamu, bisa kau ceritakan lebih detail?" tanya pemuda British itu halus.
"Dia datang dengan peralatannya, matanya hijau mengerikan itu menatapku tajam, seperti ingin membunuhku." jawab Nesia sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya.
"Peralatannya apa?" tanya Arthur mencoba untuk mengetahui lebih detail lagi.
"Buku tebalnya, dengan bulpennya yang mengerikan itu! Buku kematian yang menakutkan itu," kata Nesia mecoba tidak histeris. "Dia mengincarku."
Sang British hanya menghela nafas, ia melihat jam tangannya kemudian padangan kembali ke Nesia. "Maaf Nes, sungguh aku ingin mendengar ceritamu tetapi aku harus menangani yang lain, kau tahu kan pekerjaanku ini." kata Arthur sambil beranjak berdiri dari tempat duduknya.
Nesia hanya mengangguk mengerti, "Sampai jumpa Arthur, terima kasih sudah mau mendengar cerita gilaku ini, maaf ya, aku menyusahkanmu." kata Nesia sambil beranjak berdiri dari kursinya. Terdengar bunyi gemerincingan borgol yang dipakainya.
"Kita akan meneruskannya malam ini, okey?" tanya Arthur sambil tersenyum lembut pada Nesia.
"Arthur, hati-hati dengan mobil, dan sepertinya bila kau tidak berhati-hati kau tidak akan bertemu denganku malam ini," kata Nesia. Sambil beranjak berdiri dari kursinya, "Jangan tanya apa maksudnya padaku." sambung Nesia sambil beranjak pergi dari ruangan itu, dengan diawasi oleh beberapa penjaga tentunya.
Arthur hanya memandang tubuh Nesia yang sedang beranjak keluar itu dengan pandangan penuh tanya. "Apa maksudnya sih?"
08 Januari 2021 jam ke 15.05 detik ke 33…
"Maaf aku telat!" teriak pemuda berkacamata dengan bola mata biru terang dengan hebohnya. "Apa aku ketinggalan seseatu?" tanya polos pemuda itu.
"Ya! Kau ketinggalan kematianmu!" jawab judes perempuan berambut perak sambil mengasah pisau-pisaunya.
"Haduh, jangan begitu Natalia, aku kan cuman telat sedikit." balas Alfred sambil tersenyum besar.
"Telat sedikit, gundulmu! Dasar gak awesome!" sembur pemuda bermata merah darah. "Kau telat hampir setengah jam tahu!" semburnya lagi.
"Sudahlah, sekarang apakah bisa kita mulai rapatnya?" tanya seorang pemuda berambut tulip, sang kontraktor. Semua pasang mata mengarah pada sang kontraktor dan yang ditatap hanya diam saja. Alfred duduk ditempat ia biasa duduk dan menunggu sang ketua rapat berbicara seseatu. "Hhh, hari ini, tepatnya jam 16.05 detik ke-43 kita akan mengambil nyawa seseorang bernama Arthur Kirkland, dengan alasan tertabrak kecelakaan tertabrak mobil."
"Yang akan mengerjakan ini adalah Alfred, pastikan dirimu tidak membuat kesalahan ataupun ketelatan atau apapun yang menjadikan alasan karena gagal," kata sang kontraktor. "Kau mengerti, kan?" tanya sang kontraktor.
"Ya, siap dan segera dilaksanakan," jawab Alfred dengan semangat. "Sekarang ini 08 Januari 2021 jam ke 15.09 detik ke-32… Berarti sebentar lagi ya." kata Alfred.
08 Januari 2021 jam ke 15.12 detik ke 13…
Arthur berkali-kali melihat ke arah jam tangannya dan sumpah serapah kasar keluar bibir merahnya itu, temannya, atau bisa dibilang adik pasiennya, Malaya, belum datang .
"Ah, Bloody Hell! Kemana sih anak ilang satu itu, janjinya jam tiga kurang lima belas udah nyampe sini! Argh! Sekarang mana buktinya!" teriak Arthur kesal tanpa mengetahui bahwa beberapa pasang mata menatapnya ngeri.
Dan dia tidak pernah tahu beberapa waktu lagi ke depan dia akan meninggalkan dunia yang ia cintai ini.
08 Januari 2021 jam ke 15.20 detik ke 11…
Nesia menyesali perbuatannya tadi, kenapa tadi ia tak menahan Arthur dan memberi tahu sebenarnya apa yang terjadi?
Sayang…
Dia terlalu takut untuk itu… Terlalu takut untuk memberitahukan kepada Arthur apa yang terjadi sebenarnya, ya… dia sudah diejek tidak waras.
Tetapi ia berani bersumpah dia tidak gila, ia masih normal, ia yakin dia masih normal seratus persen malah! Dia berani bersumpah dia masih normal.
Ia melihat dengan jelas tanggal beserta waktu kematian Arthur setiap kali bertemu Arthur, melihatnya tanda-tanda kematian Arthur seperti video permainan tepat disebelah Arthur, dan dia melihat dengan jelas bahwa dirinya akan kesepian tanpa sahabat yang menjadi dokternya selama bertahun-tahun silam ini.
Takut…
Nesia bisa merasakan dengan jelas bahwa tubuh mungilnya sedang gemetar hebat, bulir-bulir air mata mulai turun dari matanya, takut, dia sangat takut…
"Arthur…" panggil Nesia sedih. "Maaf, aku tidak bisa menjaga sahabat terbaiku, maaf Arthur… Maaf… aku terlalu takut untuk itu." kata Nesia disela-sela ia menangis, menyesali kenapa ia harus seperti ini? Kenapa ia tidak bangun dengan penuh keberanian?
Kenapa… Ia juga tidak bisa menjaga manusia yang ia kasihi? Kenapa…?
08 Januari 2021 jam ke 16.00 detik ke-24…
Arthur lagi-lagi memesan teh hangat untuk yang keberapa kalinya, rasa bosan menyelimutinya, ah… ini namanya sudah lebih satu jam dari perjanjian dia dan si Malaya itu. Bisa dibilang sekarang Arthur sedang duduk di café karena menyerah mencari Malaya.
"Arthur?" panggil seseorang, setelah Arthur menengok terlihatlah mimik polos Malaya. "Ya Tuhan, dari tadi aku mencarimu! Ternyata kau disini sedang duduk di café sambil enak-enakan meminum teh hangat dan aku dengan susah payah menemukanmu!" bentak Malaya kesal.
"Hei! Sejak tadi aku juga sudah mencarimu! You git!" balas Arthur tak kalah kesal. "Sudahlah, ayo kita ke topik penting kita." kata Arthur lagi.
Malaya mengambil kursi dan mendudukinya, "Bagaimana keadaannya?" tanya Malaya.
"Hhh, Malay, kau harus lebih banyak menjenguknya, dia mungkin rindu padamu," jawab Arthur. "Walaupun keadaannya tidak membaik pun, toh dia tetap kakakmu." kata Arthur sambil meminum tehnya dengan tenang.
"Dia membenciku Arthur," balas Malay sambil melihat menu minuman di café itu. "Mungkin aku akan kesana dan akan mendapatkan sakit hati yang lebih besar." kata Malaya sedih.
"Kau harus mencobanya lagi, Malay, lagipula kau belum pernah bertatapan langsung dengannya setelah ia di'cap' tidak normal bukan? Dia pasti kangen padamu, Malaya. Cobalah untuk mengobrol dengannya, mungkin itu akan berbuah baik." ucap Arthur.
"Yah… mungkin. Arthur, aku punya permintaan untukmu." kata Malaya dengan mimik wajah serius.
Arthur hanya menyernyitkan alisnya, "Apa?" tanya Arthur.
08 Januari 2021 jam ke 16.03 detik ke-26…
"Kau tau Al, lebih baik kali ini kau jangan melakukan kesalahan deh…," ucap seorang berambut coklat sambil memegang sebuah tomat merah, setelah itu memakannya sampai habis. "Masalahnya, sebentar lagi si kontraktor itu merayakan bulan dimana ia mati."
"Aku mengerti kok, urus aja si penjaga gerbang bodohmu itu Antonio." balas Alfred.
"Maksudmu Lovino?" tanya Antonio. "Kau tahu Alfred, kalau kau katakan Lovino bodoh lagi, beberapa detik kedepan kupastikan mulut busukmu itu hancur." kata Antonio sambil tersenyum manis.
"Oh, sama-sama Antonio. Tetapi kupastikan dulu sebelum kan menghancurkan mulutku, kupastikan jiwamu sudah ada di dalam gerbang yang dijaga pacarmu itu." balas Alfred sambil tersenyum manis seperti Antonio.
Hening…
"Oi! Gak awesome kau Antonio! Masa' ninggalin temanmu yang awesome ini sendirian! Ayo kita kembali ke 'pekerjaan' kita yang gak awesome itu." ucap Gilbert.
"Iya-iya," balas Antonio. "Oh iya, semoga kau berhasil ya Alfred." kata Antonio sambil tersenyum manis lagi.
"Cih." dengus Alfred kesal.
Alfred memandang lurus, memandang kota dimana ia bekerja dari atap gedung, hening menyelimuti dirinya. Sebuah bunyi yang cukup membuat Alfred kaget, dan tiba-tiba keluar Feliciano, si kucing hitam dari lantai. Memang si kucing ini mempunyai keahlian khusus untuk menembus tembok... Eh? Bukannya semua siluman juga mempunyai keahlian khusus untuk itu?
"Ve~ kak Alfed, sepertinya aku mendapat berita bahwa Arthur Kirkland sudah ada di tempat kejadian," sang pemanggil duduk di lantai sambil menjilat-jilat tangannya persis seperti kucing. "Kak Alfred, aku baik kan Ve~?"
Alfred mengelus kepala si manusia kucing itu. "Terima kasih Feli, aku yakin kau adalah siluman yang baik." Jawab Alfred sambil tersenyum. "Hemm… sudah waktunya bekerja…"
08 Januari jam ke 16.04 detik ke-15…
Rintik-rintik hujan telah jatuh di bumi, sang pemuda Melayu mendengus kesal, menyesali kenapa ia keluar dari café dulu, lebih baik dia berdiam diri di café menikmati teh tarik panas favoritnya sambil menatap hujan dari dalam café… Enak sekali bukan?
Satu hal yang ada dipikirannya… Malas.
"Ayo Malaya! Kita bisa kehujanan nanti! Hujannya nanti tambah lebat!" teriak Arthur dari kejauhan. Malaya hanya bisa memutar matanya, bosan.
"Iya-iya."
Tak pernah merasa bahwa sepasang mata telah megintai mereka dari kejauhan, tersenyum senang seperti anak kecil, mata biru yang indah, menatap ke arah jam sakunya.
"53 detik lagi.." sang pencabut nyawa telah tersenyum bangga.
"Bloody hell jalanmu itu seperti kura-kura!" cercol Arthur kesal.
49 detik…
"Diamlah Arthur! Lagipula aku bukan kura-kura! Kau saja yang jalannya terlalu cepat."
46 detik…
"Aku mengatakan itu karena kamu lama you git! Dan juga, jalannku ini biasa-biasa saja!"
43 detik…
"Eh? Sedang apa pemuda berkacamata itu ditengah jalan… dia kan bisa tertabrak."
40 detik…
"Benar juga… Hei! Menyingkirlah dari jalan! Disana bisa berbahaya!"
36 detik…
"Dia itu tuli ya?"
34 detik…
"Arthur, ada bus datang…"
31 detik…
"Cih, sial! Hey! You git! Menyinkir dari sana!"
27 detik…
"Apa dia mau bunuh diri?"
24 detik…
"Cih, aku akan menolongnya! Malaya diam disini!"
21 detik…
"Jangan Arthur! Itu berbahaya"
19 detik…
Arthur berlari menyelamatkan pemuda yang tampak putus asa itu… tetapi, mungkin dewi keberuntungan tidak memberikannya keberuntungan pada Athur hari ini…
"Awas!"
10 detik…
BRAKK!
8 detik…
Bisu menyelimuti Malaya melihat temannya, Arthur, tertabrak setelah mendorong pemuda yang menurutnya tuli itu. Sebetulnya ada hal yang mengerikan yang barusan ia lihat, pemuda yang didorong Arthur jelas tertabrak…tapi…
Reflek, Malaya langsung berteriak, "Siapa pun panggilkan ambulance!" nihil, tidak ada orang ditempat itu selain dirinya sendiri, Arthur, dan 'dia'.
"Yak! 5 detik lagi!" kata Alfred senang sambil menatap Arthur yang sedang terbatuk-batuk. "Kau akan tenang sebentar lagi…"
"Si-siapa k-kau? Ohok ohok." Batuk Arthur.
"Penjemputmu." kata Alfred sambil melihat ke arah Arthur sambil tersenyum manis.
3 detik…
Kaget, Arthur melihat pemuda didepannya itu… "Jadi…Nesia gak berbohongnya ya… maaf Nes, aku…"
2 detik…
"Arthur!" teriak Malaya panik.
1 detik…
Arthur merasakan tubuhnya melemah, jantungnya tak kuat lagi memompa darah, dengan banyaknya darah yang keluar dari tubuh Arthur. Padangannya pun melemah.
0 detik…
Malaya melihat ke sekelilingnya untuk meminta bantuan, sayang, hanya dia sendiri yang berada di tengah hujan menyaksikan tetabraknya tubuh temannya. Bus? Oh, Tuhan, supir bus itu melarikan diri.
Malaya langsung berlari ke arah tubuh Arthur. Hasilnya? Walupun tubuh itu masih hangat, tetapi tubuh itu sudah diam kaku. Malaya mencoba untuk memeriksa denyut nadi Arthur, sial, kenapa tidak bergerak.
"Hei, kau, diperiksa beberapa kalipun temanmu itu sudah tidak ada," dengus Alfred. Alfred melihat ke jam sakunya. "Aku pergi dulu, sudah ya."
"K-kau." Malaya melotot ngeri setelah tahu siapa orang yang memanggilnya itu. "S-siapa? K-kenapa?"
"Jangan tanya aku siapa, hanya saja, maaf…" pemuda tersebut tersenyum, hilang entah kemana. Malaya segera mengerjap-kerjapkan matanya, benarkah itu semua telah terjadi.
"Oh Tuhan, apa yang dikatakan Nesia selama ini benar?" tanya Malaya pada diri sendiri. Dia bisa merasakan badannya bergetar hebat, "Aku harus menemui Nesia."
Tbc
Things end. But memories last forever...
Oke! Saya tau fic ini abal abis… T.T tapi semoga bisa membuat kalian suka XDD… hehe… bagaimana fic terbaru saya? Abalkah? Baguskah? #gakmungkin, atau jelekkah? #pasti, hanya readers yang tau, jadi…Review ya! XDD. Oh iya, soal bus, tadinya mau ditulis truk, tapi disana jarang ada truk, jadinya digantinya bus! Kata temen saya yang namanya Kikuchi Lawliet jangan diganti kalo udah bus, bus aja . Kata dia bus dua tingkat yg kayak di London ,yang warna merah tuh. Kikuchi yang bodoh...
Oh iya, kata-kata indah yang telah terukir di fic saya #halah, itu dari temen saya yang bernama Kezkez, seorang ibu-ibu yang berperawakakkan yang menyukai Mario Maurer #benergaksihnamanya.
Sekarang, reviewnya ya...XDD
