A First Kiss That Lasts A Lifetime
By: Rukiorra Schiffer
Rate : T
Genre : Romace/Drama
Desclaimer : Bleach © Tite Kubo
Tidak ada yang lebih menyakitkan hingga membuat tubuh dan hati mati rasa selain saat mendapati dirimu sedang berdiri di atas altar dengan seseorang yang bahkan baru kau kenal sebulan belakangan, mengucapkan sumpah setia kepada Tuhan disaksikan semua teman-teman dan keluargamu dan diiringi senyuman tulus memilukan hati dari seorang cinta pertama yang kau cintai diam-diam selama belasan tahun. Dan hal ini sedang dialami oleh wanita kecil kesayangan kita, Rukia Kuchiki yang sebentar lagi akan berubah marga menjadi Kurosaki.
Seseorang yang kini menjadi suaminya sedang menggenggam tangannya, membuat ia tersadar dari segala lamunan lima detiknya barusan. Tangan lelaki itu besar dan hangat. Rukia bisa merasakannya dari balik sarung tangan putihnya.
"Ayo, Rukia" bisik suara baritone tepat di telinga kirinya.
Melepaskan genggaman tangannya, lelaki itu berjalan menuruni altar dengan merangkul pinggang istrinya erat. Seharusnya ini adalah hari bahagia untuk Rukia. Menikah dengan seorang pria tampan, pengusaha sukses yang mantan seorang professor dokter bedah, mantan atlit rugby berprestasi di Karakura University, tinggi, atletis, bersuara tebal dan dalam, dan tidak keberatan menerimanya meski ia sudah jumpalitan tidak karuan dihadapan lelaki itu. Ini adalah sebuah anugerah yang mungkin akan Tuhan berikan kepada satu dari satu juta triliun gadis di dunia.
Tidak ada yang bilang pernikahan ini terasa salah, tidak juga Rukia. Semuanya terasa benar. Terlalu benar malah hingga membuat sesuatu di dalam dirinya berdarah. Belum pernah di dalam hidupnya, ia mengalami hal indah dan mimpi buruk dalam satu waktu, kecuali hari ini.
"Kau melamun". Kembali suara baritone suaminya menyadarkannya.
"Maaf."
"Lebih baik kau kumpulkan kesadaranmu hingga tengah malam, Rukia. Ini akan menjadi hari yang panjang."
"Baiklah. Terima kasih telah mengingatkaku, Kurosaki"
"Ichigo saja. Kitakan sudah menikah sekarang. Nah, sudah siap?"
"Baiklah, Ichigo. Aku sudah siap"
Menerima uluran tangannya, menatap sorot mata yang mengingatkan wanita itu pada musim gugur, ia perlahan menemui para undangan yang telah memenuhi halaman rumahnya sekarang. Mata violet besarnya tanpa sadar sibuk mencari sosok seorang lelaki berambut hitam yang ia ingat menggunakan jas berwarna biru malam di antara ribuan makhluk-makhluk yang sebenarnya tidak begitu ingin ia lihat di jarak pandangnya saat ini. Kendati demikian, suaminya, Ichigo terus membawanya menemui satu demi satu tamu undangan dan menyapa mereka dengan formalitas tinggi. Dan sampai waktu telah menunjukkan tengah malam, sosok yang ia cari-cari tidak juga menampakkan wajahnya dan Rukia berfikir dimana sosok itu berada sekarang.
"Kau harus melupakannya, Rukia. Kau hanya teman perempuan lainnya bagi Ulquiorra. Kau memiliki seorang suami dan kehidupan baru di depan. Lupakan dan tidur nyenyaklah malam ini seolah kau adalah wanita paling beruntung di dunia yang berhasil mengambil kesempatan menjadi istri seorang Ichigo Kurosaki." Ucapnya dalam hati sebelum terlelap malam itu.
Demi Zeus! Sudah dua bulan sejak hari pernikahan mereka yang gegap gempita itu berlangsung, dan belum ada tanda-tanda kehidupan rumah tangga Rukia dengan seorang pemuda impian semua wanita itu berjalan selayaknya hubungan suami istri. Bukannya Rukia mengharapkan sesuatu yang lebih, hanya saja wanita mungil ini merasa ada sesuatu di dalam hatinya yang terasa kosong, seperti bagian yang telah lama kau pegang tetapi kemudian hilang entah kemana dan kau tidak tahu harus melakukan apa kecuali merasakan kekosongan yang diakibatkannya.
Setiap di jam makan siang atau ketika ia sedang lengang dari pasien, Rukia selalu merenung, memikirkan tentang sesuatu yang hilang tersebut tetapi nihil. Ia memperkirakan mungkin karena ia merasa asing dengan kehidupan barunya yang berubah total dimana kini ia harus hidup dengan seorang pria yang tidak begitu ia kenal dan harus berbagi tempat tidur, kamar mandi dan segala sesuatu dengannya. Mungkin juga karena ia jauh dari Nii-samanya yang dingin tetapi sangat ia sayangi, pikirnya.
Tetapi hari ini, semua spekulasi yang berterbangan di dalam otaknya, berantakan ketika dengan ekor matanya, Rukia menyaksikan pemuda berambut hitam berperawakan tidak terlalu tinggi dan agak kerempeng, keluar dari pintu belakang, menuju bangku di taman rumah sakit. Dan dengan itu, Rukia tanpa sadar menghentikan langkahnya untuk masuk ke dalam gedung. Ia bagai disiram dengan air es di musim panas—mengejutkan, menyakitkan dan melegakan di waktu yang sama. Lelaki itu! Ia yang telah meninggalkan ruang yang telah Rukia sediakan selama belasan tahun, dan membuatnya merasakan kehampaan sedemikian besar hingga sangat mengganggu dan menyakitkan. Demi kakek Ginrei! Lelaki itulah penyebabnya! Rukia belum bertemu dengan lelaki itu sejak hari pernikahannya!
Hah ini dia, Ulquiorra Schiffer—nama yang mungkin untuk selamanya memberikan efek-efek tertentu yang mengerikan terhadap hati seorang anggota baru keluarga Kurosaki. Seorang ahli bedah jantung, pemuda yang dihormati karena kejeniusannya di bidang kedokteran, tipe pendiam yang berbicara dengan seperlunya, minim ekspresi, dan di atas segalanya, cinta pertama Rukia Kuchi—Kurosaki. Kau tahukan, banyak sekali jenis-jenis cinta pertama, dan ini adalah kisah cinta pertama tentang jatuh cinta, patah hati dan melepaskan di saat yang bersamaan.
Bagaimana tidak, mereka—Rukia dan Ulquiorra—dulunya adalah definisi yang benar untuk kata sahabat ketika duduk di tahun pertama sekolah menengah pertama. Semua terasa baik, menyenangkan dan sempurna ketika di suatu hari yang damai, Rukia mulai sadar jantungnya mulai berdegup dengan tidak seharusnya ketika ia melihat mata Ulquiorra. Dan kurasa siapapun itu yang mengatakan bahwa tidak akan pernah ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan adalah benar.
Perasaan itu kian tumbuh dan entah mengapa semakin melekat. Rukia mulai berimajinasi tentang bagaimana ia dan Ulquiorra nanti akan menikah dan menghabiskan waktu bersama dengan menyandang nama Schiffer, bagaimana ia setiap harinya akan melihat senyuman dan tawa Ulquiorra yang bahkan selama ia kenal, hanya pernah terjadi dua atau tiga kali di kesempatan-kesempatan langka, dan bagaimana ia akan sangat bangga untuk menunjukkan pada dunia bahwa ia adalah nyonya Schiffer yang baru.
Tetapi semua itu harus segera dihapuskan dan benar-benar dilupakan bahkan sebelum perasaan cinta di hati Rukia mulai berkembang dan meletup-letup, karena Ulquiorra pada suatu kesempatan di libur musim panas di tahun pertama sekolah menengah pertama, dengan tulus dan entah mengapa mengungkapkan bahwa ia beruntung memiliki sahabat seperti Rukia yang sudah ia anggap sebagai adik kecil kesayangan yang tidak pernah ia miliki. Belum cukup dengan itu, ia mengatakan bahwa ia sangat bertekad untuk menjadi seorang ahli bedah jantung dan membangun rumah sakitnya sendiri. Dan ketika Rukia tanyakan mengenai bagaimana tentang istrinya kelak, ia mengatakan dengan tegas bahwa ia tidak tertarik dengan hubungan semacam itu. Tidak sampai ia berhasil membuat rumah sakitnya sendiri dan menyaksikan adik kesayangannya—Rukia—menikah dengan pria yang pantas. Seketika itu juga, hati Rukia kecil menjadi hancur berkeping-keping. Dan perputaran kelas di tahun keduanya juga semakin tidak menguntungkan dengan memisahkan mereka sedemikian jauh.
Setiap tahun, seiring berjalannya waktu, jarak semakin membentang di antara mereka. Dan membuat semuanya berubah; cara mereka berbicara satu sama lain, cara mereka menatap satu sama lain, semuanya. Semuanya kecuali satu: cinta untuk Ulquiorra dan pengharapan terpendam yang Rukia susun dari kepingan hatinya yang sempat berantakan. Kini, setelah beberapa tahun terpisah dan bertemu lagi di rumah sakit yang samapun, keadaan tetap tidak kembali seperti sebagaimana mereka seharusnya. Dan itu secara gamblang Rukia akui, sangat menyakitkan.
"Kau melamun lagi" suara baritone yang merdu menyapa gendang telinga Rukia.
"Kau…" balas Rukia terkejut. Ia tak menyangka suaminya akan berada disana.
"Kupikir ini sudah jam pulang kerja dan aku sedang menjemputmu seperti biasa, Rukia"
"Tidakkah ini terlalu awal, Ichigo?"
"Kurasa jam tanganku membaca angka lima"
"Benarkah? Oh Tuhan sudah berapa lama aku berdiri di sini?"
"Nah, sudahlah tidak usah dipikirkan. Segera kemasi barangmu dan kita pulang sekarang. Aku tunggu kau di parkiran, Rukia"
Menatap punggung suaminya yang telah berlalu menuju parkiran, Rukia mendesahkan nafasnya pelan.
"Kurasa suamimu tadi berkata untuk segera menyusulnya di parkiran dan pulang, Rukia"
"Ulquiorra!" Rukia nyaris berteriak kaget. "Bagus. Dua kali kejutan mengerikan hari ini" batin Rukia.
"Tunggu apa lagi?"
"Ya. Aku tahu. Cerewet sekali kau" kata Rukia sambil berlari masuk ke dalam gedung dan mengemasi barang-barangnya.
Sampai di dalam rumahpun, jantung Rukia masih berdebar-debar dengan intensitas yang mengerikan karena efek yang disebabkan si tanpa ekspresi bermata emerald itu.
"Ingin membicarakan sesuatu?" suara baritone lagi-lagi memecah lamunan Rukia.
"Demi Tuhan, Ichigo! Tidak bisakah kau lebih mengejutkanku lagi hari ini?" protes Rukia dengan nada kesal yang hanya dibalas dengan cengiran suaminya.
"Um, yah kau tahulah ini tentang pekerjaanku dan jadwalnya yang semakin kurasa kau tahu, kurang manusiawi" Rukia melanjutkan.
"Kurasa bukan itu yang sesungguhnya. Tapi baiklah kalau kau tidak ingin menceritakannya. Dan kurasa kau benar. Kau terlihat terlalu lelah akhir-akhir ini. Mungkin aku akan berbicara dengan Ishida mengenai hal ini nanti."
"Maafkan aku, bukannya aku berniat untuk berbohong hanya saja entahlah sesuatu membut otakku memberikan perintah untuk tidak mengatakan yang sebenarnya. Dan oh Ichigo jangan kau tega melakukannya! Aku hanya seorang direktur dan kebetulan berpartisipasi dalam operasi-operasi besar! Aku tidak ingin pekerjaanku diganggu gugat oleh apapun. Aku sudah muak dipandang sebagai anggota Kuchiki dan sekarang Kurosaki. Aku ingin bekerja seperti orang biasa!"
"Oke maafkan kekasaranku. Aku hanya mencoba membantu. Tidak perlu sampai memberikanku tatapan mengerikan seperti itu, kau tahu?" balas Ichigo, terkekeh.
"Ya ampun maafkan aku. Aku tidak sadar melakukannya. Sungguh! Kurasa kafein dan tidur lima jam untuk dua hari membuatku gila"
"Relax, Rukia. Ambil nafas yang panjang. Mungkin waktunya kau untuk tidur lebih awal hari ini"
"Kurasa kau benar. Baiklah aku akan segera menenggelamkan diriku di alam kedamaian. Selamat malam" kata Rukia, sambil beranjak dari sofa ruang keluarganya yang canggih.
"Baiklah tidur nyenyak dan jangan bermimpi, Okay?"
"Tentu. Dengan senang hati. Dan Oh, Ichigo jangan kau tega menginterupsi tidurku dengan kau tahu seperti memainkan rambutku. Aku agak sedikit sensitif dengan itu, kau tahu"
"Ya aku tahu. Maafkan aku. Hanya saja waktu itu aku sulit tidur dan terlalu malas untuk turun dari tempat tidur dan melakukan sesuatu tetapi terlalu bosan untuk tidak melakukan apapun"
"Kau benar-benar gila. Fans mu harus tahu ini"
Terkekeh, Ichigo hanya membalas "Cepat tidur atau kita malah akan tetap beradu mulut sampai matahari terbit lagi besok"
Dengan sebal, Rukia mencebik dan memutar bola matanya untuk berjalan ke kamar.
"Dan Oh, Rukia jangan putar bola matamu seperti itu didepanku lagi atau aku akan menyebarkan foto tidurmu di internet"
"Try me!"
Menghentak-hentakkan kakinya dengan kesal, ia menaiki tangga dan mencoba menghindari mendengar suara tawa Ichigo yang renyah dan entah mengapa membuatnya sedikit tersenyum juga.
Keesokan harinya Rukia bangun dengan lebih segar dan mendapati Ichigo sedang tertidur lelap, menghadapnya. Hari ini hari Minggu dan senang sekali mendapatkan dirimu tidur dengan benar dan bersama dengan err..orang yang benar pula. Rukia dan Ichigo telah memutuskan untuk berteman dengan baik daripada memulai sebuah drama. Mereka sering menghabiskan waktu bersama dengan menonton tv atau sekedar duduk-duduk di café seperti pasangan remaja dan mengobrol tentang banyak hal. Tetapi di samping itu, tidak ada yang spesial. Mereka juga belum, kau tahu melakukan sesuatu yang pasangan menikah lain lakukan dan mereka tidak berbagi kisah cinta.
"Kurasa aku akan mengecek internet nanti untuk memastikan wajah tidurku tidak terlalu buruk" suara baritone memecah keheningan kamar.
"Kurasa kau tidak bisa lebih baik lagi mengejutkanku, Ichigo. Dan tega sekali kau menuduhku melakukan sesuatu yang bahkan tidak kulakukan" Balas Rukia kesal sambil kemudian berpura-pura menangis.
Ichigo tertawa dan kemudian menyandarkan bahunya di kepala tempat tidur seperti yang Rukia lakukan.
Mereka terdiam cukup lama sampai kemudian sepakat untuk turun dan sarapan sandwich pagi ini.
Menjelang sore, mereka tidak memiliki aktivitas menarik untuk dilakukan sehingga memutuskan untuk bereksplorasi ke hutan yang berjarak sekitar 1 mil jauhnya dari rumah, layaknya penjelajah profesional dan mengenakan pakaian olah raga, menyiapkan beberapa peralatan camping, uang yang cukup dan perbekalan memadai.
Sudah hampir menjelang malam ketika mereka sampai di hutan. Untung saja besok adalah hari libur bagi warga Karakura sehingga mereka bebas melakukan apapun malam ini.
Setelah dirasa cukup, mereka memutuskan untuk membuat tenda dan menyalakan api unggun tak jauh dari sungai kecil yang mereka temukan. Setelah semua kesibukan berakhir dan tiba saat makan malam, barulah mereka duduk bersisian di depan api unggun sambil memakan bekal yang tadi mereka siapkan dari rumah. Adalah kali ke tiga bagi mereka melakukan hal gila semacam ini. Tapi terserah mereka tak peduli, selama menyenangkan.
"Rukia"
"Ya?"
"Kau tahu, kita membicarakan segala hal kecuali tentang cinta? Terasa aneh bagiku"
"Hah? Ada apa dengan kau dan kejutan, ya? Mengapa aku tidak terkejut kau menanyakan hal ini di saat kita baru duduk selama lima menit? Dan omong-omong aku juga. Tapi kurasa itu yang membuat kita bisa menjadi teman baik seperti sekarang."
"Kau pikir begitu?" balas Ichigo, terkekeh.
"Yah kurang lebih. Laki-laki akan menjadi membosankan ketika ia mulai mengatakan dan membicarakan cinta"
"Wow. Kau memiliki garis keras disini."
"Tidak juga. Hanya, kurasa itu benar. Paling tidak menurut pandanganku."
"Jadi, gosip itu benar?"
"Gosip?"
"Ya. Yang mengatakan kau memiliki masalah dengan komitmen sehingga setiap pacarmu mengatakan ia jatuh cinta padamu, kau segera mencampakkan mereka begitu saja?"
"Kurasa itu benar. Aku hanya peduli dan menyukai mereka. Aku hanya melakukan yang seharusnya sebelum mereka terlalu terluka. Mungkin ini terdengar arogan, tetapi aku tahu aku tidak akan pernah jatuh cinta…lagi."
"Wow. Jadi yang pertama begitu menyakitkan seperti neraka, huh?"
"Semacam itu. Dan kau, kudengar kau juga selalu bergonta-ganti pacar. Jadi mengapa kau merasa perlu untuk menanyakanku hal ini saat kau tahu siapa aku dulu?"
"Sebenarnya aku hanya penasaran. Ketika aku diberitahu bahwa kau adalah salah satu kandidat memadai untuk menjadi istriku, aku merasa tertarik. Kau seorang Kuchiki demi bumi! Dan selama yang kutahu, Kuchiki hidup begitu err kau tahu, agak kuno dan tertutup dan hanya melakukan pernikahan pada sesama bangsawan atau semacamnya. Selain itu aku mendengar bahwa kau adalah seorang player yang memiliki masalah dengan komitmen dan aku merasa tertantang untuk membuktikan gosip tersebut ditambah ketika aku melihat kau yang err sedikit kecil dan terlihat rapuh tetapi ternyata sangat kuat, tegar dan yah..liar"
"Ha! Jadi kau berfikir untuk menakhlukkanku karena aku adalah gadis kecil yang rapuh dimatamu? Betapa percaya dirinya kau!"
"Semua lelaki memiliki harga diri semacam itu, asal kau tahu saja. Dan kurasa tidak buruk juga untuk terlibat dalam komitmen bersama seseorang yang tidak menginginkan komitmen"
"Maaf? Koreksi aku jika salah, tetapi aku menangkap bahwa kau adalah orang yang sama sepertiku. Kau takut pada komitmen."
"Kurasa bukan takut, hanya aku tidak ingin. Mungkin sekarang. Aku hanya mencoba bersenang-senang kau tahu, sebelum aku menemukan sesuatu untuk aku perjuangkan"
"Dramatis sekali, Ichigo Kurosaki. Haruskah aku memberikanmu standing applause?
"Terserah apa pendapatmu. Aku hanya berfikir, memiliki seseorang untuk selalu kujaga dan perjuangkan adalah hal yang..menarik. Seperti yang kau tahu, ibuku sudah meninggal tujuh belas tahun lalu tetapi ayahku yang idiot itu masih memajang posternya untuk kemudian bersikap kekanakan dengan memeluk dan berbicara dengan itu dan di saat-saat normal, memandangnya dengan wajah penuh kasih dan rindu."
"Berapa gadis yang terharu dengan ceritamu dan luluh, heh? Karena kurasa hatiku juga sedikit tersentuh dengan ceritamu meski jika kau memberi cerita palsu"
"Jaga bicaramu, Rukia. Ini adalah sesungguhnya dan perlu kau tahu, kau orang pertama yang kuberitahu"
"Ya ampun maafkan aku, Ichigo. Aku tak tahu ada apa denganku dan sarkasme aneh ini. Sebenarnya aku hanya ingin memberikan sebuah lelucon agar semua ini tidak terlalu serius. Dan itu berjalan dengan buruk"
"Yeah, satu lagi lelucon buruk dari Rukia Kuchi—Kurosaki. Nah, aku telah memberikan bagianku dan sekarang berikan bagianmu juga"
Menghela nafas panjang, Rukia memulai ceritanya,
"Jadi aku pernah jatuh cinta. Sekali. Dan lelaki ini adalah seseorang yang sangat dekat denganku. Ia juga berasal dari lingkungan yang sama denganku sehingga membuatku entah mengapa merasa yakin kami ditakdirkan untuk bersama."
"Hmmph. Okay, jadi kau jatuh cinta pertama kali kepada seseorang dan langsung membayangkan pernikahanmu? Aku baru tahu kau adalah orang yang optimis, Rukia"
"Berhenti mengolokku atau aku akan berhenti berbicara dan menyemburmu dengan api"
"Kau tak akan berani, Rukia"
"Try me"
"Okay. Baiklah. Lanjutkan saja"
"Jadi. Sampai dimana aku tadi? Oh ya, baik. Jadi ketika aku baru hendak merasa kau tahu, seperti kupu-kupu di dalam perut beterbangan saat aku melihatnya, ia dengan secara tiba-tiba mengatakan bahwa aku adalah seperti adik kecil yang tidak pernah ia miliki dan akan bersedia sebagai perisai untuk melindungiku dari laki-laki aneh sampai aku menemukan yang tepat. Hah, saat itu kurasa ia tahu tentang perasaanku"
"Dan kemudian kau menyerah?"
"Sebenarnya, tidak. Tetapi kemudian perputaran kelas menjadi sangat menyebalkan dengan selalu memisahkan kelas kami. Sejak saat itu, ia semakin menjauh dan semuanya menjadi tidak sama. Apalagi ketika sekolah atas, dia mulai mengencani seorang gadis bernama Orihime. Aku tak tahu mengapa aku menyebutkan nama wanita itu. Tetapi sesuatu di dalam diriku seperti masih retak ketika menyebut namanya. Ia bagaimanapun sempat memenangkan hati lelaki yang bertahun-tahun aku puja, walaupun cuma sebentar sekali.
"Tunggu. Maksudmu Orihime.. Orihime Inoue?"
"Yap. Jangan katakana kau adalah mantan kekasihnya"
"Tepatnya tidak seperti itu. Aku hanya pernah tidur dengannya beberapa kali"
Menggigit bibirnya, Rukia mulai berkata
"Siapa tebakanmu?"
"Ulquiorra Schiffer, rekanmu di rumah sakit" jawab Ichigo mantap.
Rukia terbelalak dan seketika merasa ia melakukan hal yang sangat salah.
"Bagaimana kau tahu?!" Rukia hampir histeris.
"Orihime pernah menceritakan bahwa ia pernah memiliki seorang pacar yang ia sendiri bingung mengapa mereka berpacaran. Lelaki itu begitu tidak ada emosi dan entah mengapa sangat protektif pada setiap lelaki yang mencoba mendekati teman wanita semasa kecilnya. Orihime sempat merasa cemburu, sampai ketika Ulquiorra mengatakan bahwa temannya itu sudah seperti tanggung jawab dan adiknya sendiri. Dan kurasa yang Orihime bicarakan itu adalah kau. Semua ini masuk akal"
"Oh betapa kecilnya dunia ini! Omong-omong, kau harus merahasiakan apa yang baru saja kukatakan padamu, Ichigo. Aku tidak pernah membicarakan hal ini kepada siapapun. Kalau sampai Ulqui benar-benar tahu aku menyukainya, maka tematlah riwayatku"
"Nah mengapa demikian? Kurasa ia tahu kau sudah memiliki err suami sekarang"
"Maksudku, aku tidak akan memiliki muka lagi jika aku tahu dia tahu aku menyukainya"
"Oh aku mengerti. Baiklah. Pegang omonganku. Aku tidak akan memberitahukannya kepada siapapun asal kau tidak memberitahukan punyaku juga. Sepakat?"
"Ya. Tentu saja"
Tanpa mereka sadari, malam semakin larut dan api unggun mereka nyaris padam. Pembicaraan serius mereka yang pertama berjalan mulus dan panjang. Ketika api unggun tinggal satu langkah lagi untuk mati dan mereka memutuskan untuk masuk ke dalam tenda dan tidur, Ichigo tiba-tiba menarik tangan Rukia dan membawanya duduk kembali kemudian berbicara dengan lugas dan dengan disertai seringai berkata,
"Aku tahu ini terdengar gila. Seperti yang kau tahu aku mencari tantangan. Dan aku menantang dirimu untuk melupakan Ulquiorra. Sepenuhnya. Dan jatuh padaku. Aku juga berencana untuk tetap pada pernikahan ini dan memperjuangkannya. Kau tahu, memiliki status duda adalah hal sulit untuk memikat para wanita baik, sekarang"
"Kau gila! Aku tidak bisa. Aku sudah bersumpah tidak akan jatuh cinta lagi. Dan apalagi denganmu dan kondisi-kondisi ini"
"Oh Rukia bagaimana kau bisa begitu rapuh dan kuat dalam melindungi hatimu itu"
"Aku tidak melindungi hatiku. Hanya saja, sesuatu tentang cinta tidak ada artinya bagiku"
"Baiklah kalau begitu, kuanggap kau menerima apa yang kukatakan tadi. Selamat malam dan bermimpilah tentang kita, Rukia"
Dan Rukia sukses membeku ketika Ichigo menempelkan bibirnya yang hangat ke bibir Rukia. Ichigo menciumnya! Demi segala Tuhan! Dan ciumannya sangat intens sampai Rukia hampir lupa segalanya kalau saja tiba-tiba Ichigo tidak menghentikannya dan berjalan dengan santai ke dalam tenda.
Kurasa mulai besok, hubungan Rukia dan Ichigo tidak akan sama lagi.
Well, inidia cerita bersambung saya, dan yah yah yah tokoh wanita dan prianya gitu-gitu aja dan idenya gitu-gitu aja. I'm sorry I just have my own story and some revision in here and there plus some not helpful imagination to be shared to you guys dan I'm sorry I'm such a troublesome girl with her love troubles(?). Daaaan semoga kalian suka. Kritik dan saran saya terima dengan senang hati.
P.s : For those who's read some of my stories, maybe wondering if I make story every time I get some problems with My-Ichigo. And guess what guys, I MUST CONGRATULATE YOU FOR YOUR BRILLIANT MIND. Taraaaaa tat-tat-tat-taraaa. Ya know, lemme share something what's been stuck on my mind lately,
"You never know how your relationship will ends and you can't predict it either. Sometimes it's hard to stay but it's even harder to let go and you just can be in between both absurd and weird feeling."
