[Saya tidak mengambil keuntungan materiil apa pun dalam pembuatan fanfiksi ini, semata-mata hanya untuk pelampiasan. AoMomo drabble. Ide random. Kadar alay dan nista khas penulis ditanggung sendiri oleh pembaca.]

.

"Wortel atau lobak?"

Daiki menumpu dagunya di atas pegangan troli, mengerutkan kening. "Wortel."

.

dinner plan

GinevraPutri

.

Kuroko No Basuke © Tadatoshi Fujimaki

.

"Tahu atau sawi putih?"

"Ingatkan aku, Satsuki, kenapa aku mau menemanimu belanja larut malam seperti orang kurang kerjaan begini?" Daiki menghela napas. "Salju sedang turun, sayang, kau mau suamimu ini mati beku atau bagaimana?"

Satsuki berbalik, mencekalkan tangan ke pinggang. "Masalahnya, kita belum makan malam, dan persediaan makanan di rumah habis. Kalau Dai-chan tidak mau kelaparan, kau harus membantuku memilih bahan masakan."

"Memangnya kau mau masak apa?" Daiki memutar mata bosan. "Lebih tepatnya, Satsuki, memangnya kau bisa masak?"

"Diam, Dai-chan."

"Kita makan di restoran seberang itu saja, bagaimana?"

"Tidak mau. Aku bosan makan ramen."

"Pesan yang lain."

"Makanan instan tidak baik untuk kesehatan janin."

"Memangnya kau hamil?"

"Ya semoga."

"Oke, semoga."

"Dai-chan," Satsuki kembali menyeloteh, tidak menggubris Daiki yang nyaris memeluk troli karena kedinginan. Bahkan cowok itu keheranan istrinya bisa tidak membeku di cuaca seperti ini. "Tahu atau sawi putih?"

Ia menguap. "Terserah Satsuki saja."

"Aku kan tidak tahu Dai-chan suka sup yang bagaimana," Satsuki mendongkol, mengobrak-abrik sayuran di dalam mesin pendingin. "Kita baru menikah minggu lalu, kalau-kalau kau lupa."

"Oh, bagaimana aku bisa lupa?" Daiki mendengus. "Cuma istriku seorang yang ngotot setengah mati ingin belanja bahan sup di tengah salju begini."

"Jadi, tahu atau sawi putih, Dai-chan?"

Daiki menyerah. "Aku pilih kau saja, deh."

"Serius."

"Aku mau makan kau saja, Satsuki. Serius."

"Kau tidak akan kenyang." Satsuki mengerucutkan bibir.

Daiki mengangkat bahu. "Kau yang bakal kenyang."

Satu seringai diikuti satu dehaman.

"T-tadi pilih wortel, kan?"

"Tidak jadi," Daiki nyengir, menggosok-gosokkan kedua tangannya. "Pilih kau untuk makan malam."

"Dai-chan!"

"Katanya tadi semoga hamil."

Wajah Satsuki sudah berasap sekarang. "Kalau begitu kita pulang saja," omelnya pelan.

"Wah, buru-buru sekali, Satsuki." Daiki memainkan alisnya. "Sudah tidak sabar, ya?"

"Diam."

.

Pintu supermarket dua puluh empat jam ditutup semenit kemudian tanpa satu pun kantong plastik di tangan. Daiki menyampirkan lengannya di pundak Satsuki, sementara mereka berjalan pulang dengan arah sedikit memutar, mampir dulu ke apotek pertigaan.

.fin

susah sih kalo bawaannya otak udah cenderung bejat.-.