-I have two daddy-

Syal putih itu bergerak pelan tertiup angin musim semi. Dia melihat bingung lingkungan sekitar yang baru ia injak. Ia linglung terasa terdampar di daerah asing. Menoleh kesamping ada orang dewasa yang bergerak gelisah melihat sekeliling. Sesekali pria itu membenahi jaket dan kaca matanya. Ia tersenyum pada bocah cantik yang menatapnya bingung.

"daddy, kita dimana?"

"nanti kau akan tahu boomie-ah."

Pria itu menggandeng gadis kecilnya dan berjalan terburu-buru ke rumah tradisional tua yang ada di depannya. Gadis itu hanya pasrah ayahnya yang menggeretnya dengan berjalan cepat. Kakinya yang pendek bergerak susah menyeimbangi.

"dadd~"

"ssttt..."

Pria itu bergerak gelisah menatap pintu gerbang di depannya. Ia menghela berat sambil mengangkat tangan hendak mengetuk. Ekspresi ragu dan takut terlihat jelas diwajahnya. Ia menelan ludah membasahi bibir dan mengatur nafas. Kemudian tangan itu membuat suara di pintu kayu besar depannya.

Mereka menunggu dengan cemas sebelum seseorang paruh baya membukakan pintu dengan diiringi pekikan kecil dan ekspresi terkejut.

"joongie!"

"noona."

Mereka berpelukan melupakan makhluk kecil yang ada diantara mereka menatap bingung dua orang dewasa saling berpelukan melepas rindu. Merasa tersisih gadis itu menarik-narik jaket ayahnya.

"oh, iya." Jaejoong menoleh pada putrinya dan tersenyum pada kakaknya. "ini Boom. Boomie, beri salam pada aunty."

"annyeonghaseo~" sapa gadis kecil itu lucu.

"aigoo, lucu sekali." Kakaknya menatap Jaejoong penuh selidik. "dia?"

"putri ku."

Yoo Seon membekap mulutnya dengan wajah terkejut, ditatapnya kembali gadis itu yang masih menyebar senyum menggemaskan.

Yoo Seon melihat di balik Jaejoong mencari sosok yang tak ia temukan. Jaejoong tahu apa yang sedang kakaknya cari. Ia menghela.

"noona, nanti aku cerita semua. Biarkan aku masuk."

Dan tanpa menunggu lama lagi putri keempat keluarga Kim itu menggiring ayah dan anak itu masuk.

Malam harinya rumah induk keluarga Kim sudah penuh dengan penghuninya. Mereka yang sudah bekeluarga berkumpul disana, termasuk si bungsu yang sudah empat tahun belakangan menghilang. Pasalnya kepala keluarga Kim mengalami sakit keras yang membuat anak-anaknya sekarang berkumpul. Sang ayah melihat anak-anaknya dengan sisa tenaga, ia tersenyum senang melihat keluarganya berkumpul.

Mata pria tua itu berhenti pada putranya yang menatapnya khawatir. Sudah empat tahun ia tak pernah pulang. Hanya beberapa kali memberi kabar. Tangannya melambai menyuruh si bungsu mendekat. Jaejoong mendekat dengan susah karena putrinya menempel erat padanya.

"siapa?" ayahnya menatap gadis cilik di samping Jaejoong.

"namanya Boom. Boomie-ah, beri salam pada haraboeji." Suruh Jaejoong pada putrinya.

"annyeong haseyo. Kim Boomie imnida." Kata boomie dengan suara kecilnya.

"putri mu?"

"ne aboeji."

"kenapa tidak bilang kalau menikah? Malah menghilang."

Jaejoong tersenyum kaku. Ia menjilat bibirnya gugup ditatapi orang-orang disana.

"aku tidak menikah." Semua tampak terkejut saling melempar tatap penuh tanya. "aboeji pernah bilang hanya membawa seorang anak kecil tanpa harus memperkenalkan siapapun pada mu kan?"

Ayahnya menghela melihat putranya itu. Tak habis pikir akan benar-benar membawa anak tanpa ibu.

"kau mengadopsinya?"

"anniyo. Dia putri kandung ku."

"lalu kemana ibunya?"

Jaejoong kembali membasahi bibirnya, kenapa ia jadi seperti diintrogasi. Ia juga tahu bakal seperti ini. makanya sudah siap dengan hal yang akan terjadi. Tapi kenapa ia tetap saja gugup.

"dia meninggal."

Dan setelah jawaban itu tak ada lagi pertanyaan yang akan menyudutkannya. Jaejoong mengelus rambut putrinya dan melempar senyum pada gadis kecil itu. Mungkin selamanya putrinya tak akan pernah tahu siapa ibunya, atau waktu yang akan menjawab siapa ibu sebenarnya.

Jaejoong menepuk-nepuk pelan menenangkan putrinya yang terlelap di pelukannya. Sesekali ia membelai rambut putrinya dan menyingkirkan rambut depannya yang menutup mata. Jaejoong menatapi wajah gadis itu lama-lama, setiap kali melihat putrinya terlelap maka ia akan teringat wajah orang itu. Wajah seseorang yang juga menjadi bagian putrinya. Kalau dilihat-lihat putrinya malah tidak nampak seperti dirinya. Wajahnya itu sama persis dengan orang itu.

Jaejoong sedikit menyingkir dan menutup tubuh putrinya sampai leher dengan selimut kemudian mencoba terlentang menatap langit-langit kamar. sudah sangat lama kamar ini ditinggalkannya. Sudah sangat lama ia tak melihat atap kamarnya. Ia memang menghilang dari dunianya selama empat tahun. Selama itu ia mencoba menghidupi diri dan anaknya dengan identitas baru. Pergi ke tempat asing yang tak seorangpun mengenalnya, bahkan ia rela mengubah gendernya. Bukan berarti ia seorang transgender. Hanya berpura-pura untuk menyelamatkan putrinya dari norma sosial.

Setelah dipikir-pikir hidupnya benar-benar berat selama empat tahun belakangan. Tahun pertama ia berada di pulau jauh dan terpencil. Bahkan ia ragu daerah itu masih menjadi teritorial Korea. Tahun berikutnya ia pindah dengan putrinya yang masih berwarna merah ke tempat yang lebih baik. Bukan daerah kota, hanya daerah pinggiran yang tak terjamah. Dan tahun berikutnya ia pergi ke Canada sampai kakaknya memberi tahu ayahnya sakit.

Jaejoong menatap putrinya yang bergerak gelisah di bawah selimut. Ia menepuk-nepuk pelan menenangkan sampai putrinya kembali nyaman.

Seharusnya ia tak perlu pergi. Tapi ia harus pergi mengasingkan diri untuk kebaikan diri, putri dan juga orang itu.

Jaejoong menghela, ia tak tahu rencana selanjutnya setelah ini. mungkin ia harus kembali ke Canada? Atau disini saja, dirumahnya, negaranya.

Putrinya bergumam dalam mimpi. Ia tersenyum, tiba-tiba wajah orang itu melintas di kepalanya. wajah mereka yang terlelap begitu sama. Ia benci itu. Tapi ia merindukan masa itu. Tiba-tiba ingin menangis, tapi ia bukan pria cengeng. apalagi sekarang ada Boom di sampingnya.

Jaejoong beranjak dari kamarnya menuju kedapur. Ia mencari makanan karena merasa lapar. Saat ia menegak air putih ekormatanya menangkap kakak pertamanya menangkap dirinya mengobrak-abrik kulkas.

"nonna! Kau mengagetkan ku."

"belum tidur?"

"lapar." Jaejoong membawa makanan ringan ke meja makan dan disusul kakaknya duduk di hadapan.

"boom sudah tidur?" tanya Ji hee kakak tertuanya yang di balas anggukan oleh Jaejoong. "dia lucu sekali. Berbeda dengan mu."

"nonna. Aku juga menggemaskan. Aku adik mu yang paling lucu."

Ji Hee terkikik melihat tingkah kekanakan adiknya. Padahal sudah punya anak, tapi masih bertingkah seperti itu.

"ceritakan tentang ibunya."

Hampir Jaejoong tersedak. Ia kembali merasa gugup. Cerita apanya, bahkan ia tidak memulai apapun dengan wanita manapun.

"di-dia cantik dan baik." Bohong jaejoong.

Ji Hee menatap lekat melihat tingkah adiknya. Ia bukan baru mengenal Jaejoong setahun duatahun. Ia mengikuti pertumbuhan adiknya. Bahkan ia lebih tahu Jaejoong dari pada ibunya. Mereka memang tak sedarah, tapi dirinyalah yang lebih berperan menjadi ibu Jaejoong selama ini.

Ji Hee tertua diantara adiknya. Umurnya dengan Jaejoong tak bisa dibilang berjarak pendek. Kakaknya ini lebih pantas dipanggil eomma daripada nonna. Dan ketika ibu mereka sedang sering sakit, maka Ji Hee yang harus menggantikan peran ibu. Jadi ia tahu jaejoong sedang berusaha bohong. Tapi ia mencoba mengikuti permainan jaejoong ini.

"kau berada dimana selama ini?"

"Canada." Jaejoong mulai tak suka pembicaraan ini.

"ibunya orang Canada?"

"bukan."

Mereka terdiam sesaat, jaejoong menikmati makanannya dan Ji hee meminum air putih di tangannya.

"kau ingat Shim Changmin."

Jaejoong hampir tak bisa menelan makanan yang tersangkut ditenggorokannya. Ia menatap kakaknya dengan menahan nafas. Ji hee melirik adiknya yang memasang wajah horor.

"kariernya tak pernah padam." Lanjut Ji hee. Jaejoong tak bersuara, ia meneruskan makannya."kau tak menemuinya?"

"untuk apa?" kata Jaejoong tanpa mengangkat kepala.

"sekedar menyapa. Kalian tidak bertemu hampir empat tahun bukan?"

"dia pasti sudah melupakan ku."

"mana mungkin. Kau mantan designernya kan? Kalian begitu dekat dulu."

"itu dulu nonna."

Mereka kembali terdiam setelah kakaknya mengedikkan bahu menanggapi jawaban Jaejoong. Ia menatap adiknya dan melukis sebuah senyum di bibir.

"aku lihat Boom mirip sekali dengan Changmin." dan Jaejoong mati rasa saat kakaknya melontarkan kalimat itu. "melihat gadis itu mengingatkan ku pada pemuda yang kau bawa kerumah saat salju turun."

Jaejoong tertawa canggung. Ia memilih meminum air putih di sampingnya untuk melumaskan tenggorokan yang mengering tiba-tiba.

"nonna."

"ada satu hal yang aku tahu tentangmu Jonngie dan seluruh orang tak tahu. Termasuk eomma." Ji hee menatap adiknya yang memasang wajah gelisah. Ia menyamankan duduk dan mulai melanjutkan kalimatnya.

"saat kau terjatuh dari ayunan ketika umurmu sepuluh tahun dokter menemukan hal lain ditubuhmu. Tak ada yang bisa membawamu ke dokter karena appa sakit dan eomma mengurus adik-adik. Dan aku yang menggendongmu ke rumah sakit dengan darah di kepalamu yang tak mau berhenti. Dokter menyarankan memeriksa seluruh tubuhmu untuk memastikan tak ada luka lain. Dan ia malah menemukan hal baru."

Jaejoong semakin gelisah dengan menggenggam tangannya erat. Matanya tak fokus melihat kakaknya yang bicara padanya.

"kau memiliki rahim."

"nonna!"

"aku juga tak percaya. Tapi Boom membuatku percaya."

"kenapa kau ceritakan ini pada ku?"

"karena kau tak mau jujur pada kami."

"boom..." jaejoong membuka bibirnya kelu. "dia lahir dari rahim wanita."

Kakaknya menatap Jaejoong lekat. Ia menggenggam tangan adiknya yang terasa dingin.

"joongie-yah. Aku mengenalmu baik. Lebih baik dari siapapun, bahkan dirimu sendiri. Kau tahu, aku sendirian yang gelisah memikirkan hasil analisis dokter yang tak masuk akal itu. Aku mencari info dari berbagai sumber dan itu memang ada. Aku mulai takut jika kau memiliki kelainan gender. Tapi ternyata tidak. Dan aku mulai tenang saat melihatmu tumbuh menjadi laki-laki yang dikagumi gadis.

"dan aku mulai kembali khawatir saat kau membawa pemuda itu kerumah di musim dingin. shim Changmin. kau menatap pria itu begitu lain dan aku tahu apa maksud tatapan kalian."

Jaejoong menguatkan tangannya di genggaman sang kakak. Ia hanya menunduk tak mau melihatkan wajahnya.

"kau menghilang dan tiba-tiba muncul dengan sosok gadis kecil berwajah Changmin. kau mau membohongi ku?"

"nonna." Suara Jaejoong bergetar tapi ia enggan mengangkat kepala.

"joongie-ah. Hei, kau tak mempercayai nonna mu?"

"aku takut. Aku begitu tertekan sampai mau mati."

Ji Hee berdiri dan menghampiri adiknya sekedar ingin memeluk sang bungsu, menenggelamkan kepala adiknya di perutnya seperti anaknya.

"kami menyayangimu Joongie. Noona menyayangi mu."

"aku mengasingkan diri selama empat tahun agar tak seorang pun tahu akan kelainan ku ini. dan aku tak ingin Boom mendapat latar belakang buruk di riwayat hidupnya."

"aigoo.. Joongie-ya."

"maafkan aku, nonna."

Ji Hee menepuk-nepuk punggung Jaejoong menenangkan. "mulai sekarang jangan pergi lagi. Disini kau punya kami. Jangan biarkan semuanya kau tanggung sendiri. Arra?"

Jejoong mengangguk di pelukan kakaknya. Kakaknya yang sudah seperti ibu baginya.

Hari ini Changmin menikmati hari liburnya dengan jalan-jalan di pantai. Kesibukannya sebagai artis membuatnya tercekik tak bisa bernafas. Sekarang dikasih libur seminggu mau ia puas-puasin main saja. Berhubung kawan-kawannya sedang sibuk jadi ia jalan sendiri.

Sekarang ia menghadap laut kebiruan yang menyilaukan mata. Merasakan angin yang menerjang tubuhnya. Ia merasa merdeka, tak terkekang dengan jadwal padatnya. Beruntung sekali tak ada fans yang berteriak mengganggunya atau menerjangnya dengan pelukan memaksa. Atau popularitasnya sudah surut?

Entahlah, yang pasti ia menikmati hari indahnya saat ini.

Ia berjalan menusuri pesisir dengan kaki telanjang merasakan halus pasir menggelitik telapak kakinya. Terlalu menikmati sampai ia tak sadar di ikuti seorang.

Changmin bukan artis baru yang tak bisa merasakan seseorang tengah membututinya. Sudah hampir sepuluh tahun ia bergelung di dunia pemujaan wanita yang mengagungkan dirinya sehingga ia sadar sedang diikuti sekarang.

Ia menoleh kebelakang dengan cepat mau menangkap basah sang sasaeng, tapi ia tak menemukan siapapun di sana. Kecuali makhluk kecil yang menatapnya dengan wajah polos.

Changmin mengangkat alis melihat bocah itu kemudian melempar pandang keseluruh pantai mencari sosok dewasa yang mimiknya terlihat kehilangan. Tapi nyatanya ia tak menemukan seorangpun disana. Ia sudah berjalan terlalu jauh sampai ke tempat yang sepi, dan tak sadar anak kecil itu mengikutinya sampai sini.

"hei." Sapa Changmin sambil jongkok menyamakan tinggi. Anak itu masih diam menatap Changmin dengan mata bulatnya.

Sekilas Changmin merasa dilempar kemasa lalunya. Mata itu mengingatkannya akan seseorang.

"sedang apa disini?" bukan menjawab, bocah itu malah berkedip dengan sangat menggemaskan.

"adik kecil, dimana ibu mu?" dan setelahnya anak itu menangis keras.

Changmin yang tak punya riwayat mengasuh anak langsung gelagapan. Ia kemudian menggendong bocah perempuan itu berusaha menenangkan. Sekarang ia sadar, bahwa gadis kecil ini tengah tersesat.

Changmin menatap anak kecil yang duduk manis di depannya. Setelah ia mencoba membawa anak itu kebagian informasi di pantai itu untuk mengumumkan anak hilang sekarang malah berakhir membawa anak itu pulang ke apartemennya. Mana mungkin ia menunggu disana untuk memastikan orang tua atau walinya membawa pulang sang anak. Jadi ia hanya meninggalkan nomor telpon.

Namanya Boomie, Kim Boom. Bocah perempuan tiga tahun yang kehilangan ayahnya di pantai. Tak banyak yang bisa di korek dari bocah itu mengingat umurnya masih kecil. Dan kini Changmin harus mengurusnya sampai ada telpon yang mencari keberadaan anak ini.

Changmin mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.

"hyung. Bisa kau kemari?"

". . ."

"ini darurat. Cepatlah."

Setelah memutuskan kontak Changmin kembali menghadap gadis itu lagi. Changmin tersenyum melihat wajah polos anak itu. Kenapa jadi ingat dia. Mata mereka sama.

"boomie lapar?" tawar Changmin.

Anak itu mengangguk dan Changmin langsung menggendongnya ke dapur membuka kulkas. Ia memperlihatkan kulkasnya yang penuh makanan. Perlu di ketahui Shim Changmin itu orang yang tak akan pernah kehabisan logistic makanan di kulkasnya.

"mau yang mana?"

Bocah itu menunjuk kotak frezer.

"pilihan yang bagus." Kemudian Changmin menurunkan anak itu dan mengeluarkan escream dari frezer.

Boomie mengekor Changmin yang menggiringnya ke sofa depan tivi. Diliriknya anak itu yang duduk manis menonton kartun di depannya. Changmin terkikik geli. Sepertinya ia mulai suka dengan anak kecil. Atau memang sudah saatnya ia mempunyai anak.

Tak lama mereka menikmati es cream masing-masing bel apartemen Changmin bunyi dan ia yakin itu Yunho yang ia hubungi tadi. Tak disangka secepat itu rekan kerjanya itu datang. Tapi ia harus menelan kekecewaan saat tak menemukan sosok Yunho melainkan Kyuhyun yang langsung memeluknya heboh.

Kyuhyun langsung masuk tanpa disuruh Changmin, maklum mereka bukan orang asing yang harus beramah tamah. Apartemen Changmin sudah seperti rumah kedua bagi Kyuhyun.

Dan Kyuhyun berdiri mematung melihat sosok mungil di sofa tempat favoritnya menghabiskan waktu untuk bermain game.

"siapa?" kyuhyun menunjuk Boomie dengan menatap tanya Changmin.

"Boomie."

"keponakan?"

"adik ku belum menikah, Kyu."

"sepupu?"

"bukan."

"anakmu?"

Dan Changmin hanya melempar wajah malas pada Kyuhyun.

"anak hilang. Dia mengikutiku waktu di pantai."

Kyuhyun berusaha berkomunikasi dengan makhluk kecil itu. Ia duduk disamping Boom dan mengulurkan tangan ingin menjabat. Tapi anak itu malah gemetar takut ingin menangis. Changmin segera mendekat dan tanpa disangka, Boom malah menempel pada Changmin minta digendong.

Kyuhyun menatap aneh Changmin yang menenangkan Boom.

"changmin-ah."

"hm?"

"kalian mirip. Kau yakin dia bukan anak mu."

Changmin malah menendang Kyuhyun yang sembarangan bicara. "lebih baik kau pulang. Kau membuat anak ini takut."

Kyuhyun menyandarkan punggung dan melanjutkan menghabiskan es cream Boom yang tersisa. "bagaimana dengan manajermu?"

"aku belum bicara dengannya. Barusan aku memanggil Yunho hyung. Mungkin sebentar lagi datang."

"kenapa tidak di bawa kekantor polisi?"

"aku mau berunding dulu dengan Yunho hyung. Aku tak mau salah mengambil keputusan. Bisa-bisa malah ada gosip aneh-aneh nanti."

Setengah jam kemudian bel apartemen Changmin bunyi saat ia menidurkan Boom ke kasur. Kyuhyun yang tahu Changmin repot langsung membukakan pintu. Disana Yunho disambut Kyuhyun dan langsung menggiringnya ke ruang tengah. Changmin baru saja keluar dari kamarnya dan membawa Yunho ke kamar memperlihatkan Boom.

"dia mengikutiku waktu jalan-jalan ke pantai." Jelas Changmin pada Yunho.

Yunho mendekati Boom dan mengelus kepalanya. "lucu sekali. Mirip dengan mu."

"benarkan kataku." Seru Kyuhyun.

"kalian jangan sembarangan."

Yunho mengeluarkan ponsel dan memencet-pencetnya. "lihat, miripkan."

Changmin dan Kyuhyun mendekati Yunho yang menyodorkan ponselnya memperlihatkan wajah kecil Changmin.

"untuk apa kau menyimpan ini hyung." Kesal Changmin.

"habis kau menggemaskan sekali saat bayi."

Changmin berdecak diiringi tawa Yunho dan Kyuhyun.

"kau yakin dia bukan anakmu? Mana ada anak kecil tiba-tiba mengikuti orang tak dikenal."

"mungkin dia termasuk fans ku."

"atau ibunya sengaja menyuruh anaknya mengikuti mu." Kata Kyuhyun. "dia tak sanggup mengurus anak ini sehingga menyerahkannya padamu. Chwang, ingat baik-baik wanita mana yang sudah pernah kau habiskan di kamar."

Changmin menjitak Kyuhyun yang bicara asal. Dia memang tak memungkiri sering one night stand dengan perempuan-perempuan panggilan. Tapi ia selalu memakai pelindung jadi tak mungkin sampai hamil. Kecuali seorang saja. Tapi itu malah semakin tak mungkin.

"jadi bagaimana hyung."

Yunho menghela dan menatap Boom yang terlelap. "kita lapor polisi saja."

"bagaimana dengan spekulasi yang muncul."

"itu urusan mudah."

Nyatanya itu bukan urusan mudah sekarang saat Boom tak mau ditinggal di kantor polisi malah menempel saja pada Changmin. jadi sekarang Changmin harus mengurus anak itu di apartemennya sendiri.

"uncle." Panggil Boom.

Changmin juga tak tahu dari mana anak ini belajar bahasa inggris sampai bisa memanggilnya uncle. Dilihat dari wajahnya bukan darah campuran.

"hm?"

"kapan daddy menjemput."

"entahlah." Changmin menaruh segelas susu dan sandwitch di depan Boom yang duduk di meja makan.

Changmin mengambil tempat duduk disamping Boom sambil sesekali membantu anak itu makan.

"boomie-ah."

"nde."

"kau bukan dari Korea?"

"daddy mengajak ku ke korea untuk bertemu grandpa."

Changmin dapat menyimpulkan memang anak ini bukan dari Seoul. Akan jadi sangat rumit kalau benar orangtuanya sengaja meninggalkan di pantai.

"kau tinggal dengan siapa selama ini. aku lihat kau selalu menyebut daddy. Mommy dimana?"

"i don't knw, but when I open my eyes my dad always there."

Changmin menelan rotinya susah. Bocah ini mau mengetes bahasa inggrisnya? Tapi ia kagum juga. dengan umur sedini ini ia bisa mengerti bahasa Korea. Pasti ayahnya mengajari dari kecil.

Changmin mengelus kepala Boom dan Boom tersenyum pada Changmin. sedikit kasian melihat anak kecil ini hidup tanpa kasih seorang ibu.

Entah apa penyebabnya Boom selalu bisa terbuka dan nyaman dengan Changmin. ketika bertemu orang asing ia pasti langsung gemetar takut. Changmin sendiri juga tak menyangka kalau dirinya menyukai anak kecil. Setahunya ia tidak suka anak kecil.

Tbc-

ekhem!

haiii,, saya author baru. mohon bimbingan.

mohon kesan dan pesannya..

makasih.