"Klasik"

BTS Fanfiction

.

warning : kookv, as always, hehe. sebenernya saya menghindari nulis ginian, tapi akhirnya jiwa maso saya keluar lagi, aww. ini plotless, ngetiknya juga ngebut huehue. dan membingungkan, karena saya sendiri juga bingung/heh.

.

Proudly present by Cakue-chan

.

.

[Untukmu, sayang, yang berdiri dalam bayang-bayang benci dan dengki.]

.

.

.

.

Tidak ada basa-basi, Taehyung hanyalah manusia klasik. Dengan rutinitas klasik. Lorong-lorong pikirannya yang klasik. Dan ia begitu klasik.

Lagipula, harapannya juga klasik.

Ketika pagi mulai mengintip di penghujung hari yang belum berakhir, belum Jungkook, belum, dan Taehyung kerap kali bermimpi pada baskara yang mulai nampak. Titik-titik cahayanya adalah kau, Jungkook. Kadang Taehyung suka sekali menuntut, tapi tak apa. Jungkook berusaha memakluminya. Karena mereka masih diberi waktu untuk hidup.

Lantas, harapan seperti apa yang kau inginkan, Kim Taehyung?

"Kenapa bertanya?" sahutnya lugas, lengkap dengan satu goresan tipis sebagai pembuka pagi saat itu. Dan Jungkook menyukainya, selalu.

Aku penasaran, lagi-lagi Jungkook berkelit.

Taehyung, tak akan jauh, menjawabnya dengan satu gelengan halus. "Perang selalu meninggalkan luka."

Ah. Klasik sekali.

.

"Kau yakin?"

"Aku tidak pernah seyakin ini untuk berdiri di garis depan."

"Jangan bodoh, Tae. Kau—"

"Jungkook."

Kau selalu seperti ini. Kehilangan seseorang itu sangat, sangat menyakitkan.

"Aku tidak ingin melihat lagi luka."

Jungkook memejamkan mata. "Aku tahu."

—tidak, ia berdusta. Kau adalah luka itu sendiri, Taehyung.

.

Hari ini, adalah akhir yang klasik.

Di masing-masing tangannya, Jungkook menemukan pilihan. Untuk memilih maju dan mengangkat senjata juga peluru-peluru yang jatuh; timah yang mengilap dan cantik, tetapi meninggalkan korban yang tak sepadan; menyelidik pada lawan yang jeli, atau—pikirnya—mundur dan membawa Taehyung.

Tapi, tidak ada tapi, saat ini. Jungkook teringat akan permintaan Taehyung; bermimpilah, Jungkook. Bermimpilah untuk hari esok yang akan datang. Bermimpilah seperti aku ada di sini, di sampingmu. Bermimpilah, Jungkook.

Dan Jungkook mengingat bibirnya; manis, lembut, penuh godaan menarik dosa. Candu.

"Maaf, Taehyung."

Ia mengambil pilihan lain. Dor. Sampai laras kaliber miliknya menembus jantung, jantungnya sendiri.

Jantungnya dan jasad Taehyung.

.

Perang berakhir, masa ketika bayang-bayang cahaya melintas dan melesat dalam lejitan. Ketika tembakan dihentikan, mati, mati, lalu hening. Dan semuanya tampak begitu damai.

Di antara petak-petak jalan itu, dunia tak pernah tahu, atau tak pernah berusaha untuk menemukan.

Sepasang prajurit terlelap tenang, matanya terpejam halus, dan senyumnya tak pernah lepas. Pengorbananmu, sayang, yang berdiri pada bayang-bayang luka dan perih. Meski musuh tak pernah berhenti untuk membenci.

Jari-jari mereka saling menggenggam. Terkubur ketika salju turun semakin lebat.

Lagi dan lagi.

.


end