"Papa, Jihoon ingin keluar dari rumah, Jihoon ingin melihat kehidupan luar."
"Jihoonnie-ku yang manis, dunia luar itu sangat keras, sayang. Papa takut kau belum bisa melindungi dirimu sendiri."
"Tidak apa-apa! Lagipula ada tunangan Jihoon kan disana? Dia pasti bisa melindungi Jihoon dari apapun, Pa—"
Nafas Jihoon memburu dalam tidurnya sampai teman sekamarnya—Seo Myungho menatapnya dengan aneh setelah keluar dari kamar mandi. Myungho tahu kalau Jihoon tidak suka bangun pagi, tapi ini pertama kalinya dia melihat gadis yang biasanya tidur seperti orang mati itu terlihat gelisah dalam keadaan tidak sadar. Myungho mendekati Jihoon hati-hati, berniat membangunkan, takutnya Jihoon mengalami sleep paralyses karena diganggu jin alam sebelah. Hih.
"Ji—" Myungho baru saja mencolek bahu Jihoon ketika bocah itu nyaris meloncat saking kerasnya terlonjak dari tidurnya sendiri.
"Wah! Myung!"
Jihoon melotot, Myungho balas melotot.
"Kau kenapa?" Myungho bicara duluan, menunjukkan afeksi duluan dengan menempelkan punggung tangan ke kening Jihoon yang basah ditutupi rambut yang lepek. Jihoon mengerang, berguling kemudian meringkuk seperti anak kucing kurang kasih sayang.
"Sialan, aku mimpi buruk, Myung." Jihoon bicara setengah menggerutu, "Aku mimpi percakapan terakhirku dengan Papa saat aku minta untuk sekolah disini."
Myungho menelengkan muka, "Memangnya kau bilang apa pada Papamu?"
Jihoon menoleh pada teman sekamarnya, "Aku membujuknya dengan menggunakan nama tunanganku, dia juga ada disini, senior kita di tahun kedua."
"APA? Kenapa kau tidak pernah bilang padaku?!" demi apapun, Myungho yang sekalem Dewi Quan Im berteriak heboh mendengar Jihoon punya tunangan, "Kakak kelas yang mana?"
Jihoon pusing mendadak, ia memijat pelipisnya pelan-pelan, "Papa memilihkan banyak tunangan untukku, aku bahkan tidak mengetahui nama mereka secara pasti, kecuali satu orang."
Myungho semakin mendekat, nyaris menempeli Jihoon, "Siapa?"
Jihoon menatap Myungho, menangkup pipi tirus cewek cungkring dari Cina dan membenturkan dahi mereka, "Jangan menangis kalau aku menyebutkan namanya."
Myungho meringis sakit, tapi ia terlanjur penasaran, "Cepat katakan!"
"Kwon Soonyoung."
Wajah Myungho seketika memerah, "DEMI APAPUN LEE JIHOON! PAPAMU PASTI GILA!"
Jihoon melepaskan Myungho, "Aku tahu, Papaku memang gila sejak dulu, tapi lebih gila lagi saat aku sadar seperti apa Kwon Soonyoung itu." Jihoon mendesis, "Argh, aku akan mati karena malu disini."
Freedom
Warning of typo(s), GS (beberapa karakter), age-switch, love-hate drama macam ftv, niatnya romcom (tapi hancur), lil of harem!Jihoon soon, OOCness everywhere so tighten ur belt guys/?
Plot diambil dari manga Cyber Believers karya Shioko Mizuki. Itu manga romcom setengah mesum yang saya beli ketika saya masih duduk di kelas 8
Jihoon baru mendaftar masuk sekolah sebulan lalu, ia meminta pada Papanya untuk disekolahkan di daerah bukit yang terisolasi hutan, dibalik hutan, disana ada sebuah sekolah yang besarnya nyaris menyerupai kota. Sekolah itu juga memiliki jaringan komputer raksasa sendiri yang disebut Iuppiter. Semua kegiatan di sekolah diatur oleh Iuppiter dan semua siswa diharuskan tinggal di asrama, di luar itu, semua siswa dibebaskan melakukan apapun karena sekolah menganut sistem liberitas. Bebas dan tanpa batas.
Jihoon sejak kecil tidak pernah meninggalkan rumah, usianya baru enam belas saat Papa mengenalkan lima puluh tunangan untuknya dari foto yang dilampirkan bersama identitas mereka (dan karena Jihoon adalah anak yang penurut, maka ia membaca seluruh profil tunangannya dan juga mulai menghapalkan wajah mereka).
Jihoon tahu emailnya sering banjir oleh pesan-pesan para tunangan itu, Jihoon membaca semuanya saat jam homeschooling-nya selesai, tapi ia tidak pernah membalas karena sebagian besar hanya berisi ajakan untuk mengenal lebih dekat. Ya kali kalau satu orang, tunangannya ada lima puluh orang!
Saat itu, hati Jihoon tergerak oleh salah satu email yang dikirimkan tunangannya. Isi email itu jauh berbeda (meskipun sebenarnya lebih kepada modus juga, maklum, Jihoon masih polos).
Salam kenal, Jihoon. Maaf sebelumnya jika aku lancang mengirimimu email pada jam selarut ini, namaku Kwon Soonyoung.
Apa kau tidak berniat untuk keluar dari rumahmu? Di luar ada kebebasan yang tidak mengikat dan menyenangkan.
Jika kau menginginkannya, datanglah ke Accademié di bukit acropolis tempatku bersekolah, kau akan menemukan kebebasan disana. Aku akan berusaha untuk membujuk Ayahmu jika kau menginginkan untuk berada disini juga bersamaku. Selama itu demi kebahagiaanmu, aku janji akan melindungimu.
Jihoon dengan semangat membalas email Soonyoung saat itu juga.
Papa awalnya memang tidak setuju dengan keputusan Jihoon untuk pergi dari rumah dan tinggal di asrama sekolah. Jihoonnya terlalu hijau, Jihoonnya terlalu polos, Papa takut Jihoonnya yang sudah ia besarkan sepenuh hati dengan keringat dan air mata akan terluka.
"Nanti Vernon dan Chan akan mencari-carimu, Jihoonnie." Papa masih melarang dengan cara halus dengan menggendong Chan (adik yang masih berumur setahun) yang penuh ingus karena murni pilek serta menggandeng Vernon (adik yang baru masuk sekolah dasar) yang manyun karena tidur siangnya diganggu. Nyatanya, Chan dan Vernon peduli saja tidak.
Tapi, Jihoon sudah terlanjur terpengaruh janji kebebasan dari Kwon Soonyoung dan Jihoon cukup keras kepala meskipun ia tidak membantah apa yang dikatakan Papa. Akhirnya, Papa melepasnya anak gadisnya pergi sendiri ke acropolis dan Jihoon tidak pernah merasa lebih bahagia dibandingkan ini.
Seperti apakah sekolah disana? Sebesar apa? Seramai apa? Bagaimana para manusia disana? Seperti apakah Kwon Soonyoung itu?
Malam setelah Jihoon mendapatkan kamar, ia sekamar dengan Seo Myungho, atau ketika Jihoon melihat namanya di ijazah middle school adalah deretan huruf Cina yang dibaca Xu Minghao. Myungho lancar berbahasa Korea, tapi tetap lebih lancar dengan bahasa ibunya.
"Myungho, kau kenal Kwon Soonyoung?"
Myungho tersedak gurita bakar yang ia makan, Jihoon memberinya air minum dan Myungho meminumnya sampai menetes-netes di dagu.
"Kwon Soonyoung? Kwon Soonyoung katamu? Kenapa kau bertanya tentang dia?"
Mampus, Jihoon memutar otak untuk memikirkan alasan lain selain tunangan, "Anu, waktu aku masuk kelas tadi banyak yang membicarakannya."
Asbut. Kalau kenyataannya Soonyoung tidak populer, ketahuan sudah bahwa Jihoon berbohong.
"Ya tentu saja banyak yang membicarakan, dia itu ketua Komite Disiplin. Dikenal kejam terhadap klub-klub kecil karena ia terbiasa membubarkan mereka secara sepihak. Banyak yang membencinya, terutama orang-orang yang klubnya di re-struktur dan dibubarkan olehnya. Kemarin, kudengar dia baru saja membubarkan klub cowok otaku pecinta Naeui Piko. Ruang klub mereka dijadwalkan dibakar hari ini."
Jihoon membulatkan mata, "Dibakar?! Dia…sekejam itu?"
Myungho melanjutkan makan gurita bakar, "Tapi, sebenarnya kalau yang itu aku setuju sih. Anime begitu kok ada komunitas pecintanya—"
Jihoon lupa pada Soonyoung dan beralih untuk membahas anime itu, "Memangnya itu anime apa?"
Pertemuan pertama Jihoon dengan Soonyoung adalah saat Jihoon menerima undangan jamuan makan siang Komite Disiplin, Myungho mewanti-wantinya untuk hati-hati (tapi masih belum curiga mengenai ada-apakah-antara-Jihoon-dan-Soonyoung).
Ada cowok yang mirip Heechul Super Junior membukakan pintu setelah Jihoon memencet bel kantor Komite Disiplin. Cowok itu tersenyum ramah dan mempersilahkan Jihoon masuk, "Lee Jihoon tunangan Soonyoung kan?" tanyanya sopan.
Jihoon mengangguk, sempat melirik pada bet yang dipakai cowok itu di lengan kiri jas almamater sekolah 'Disciplinae, Vice-president'.
"Soonyoung sudah menunggumu sejak tadi, masuk saja ke ruangannya."
Jihoon kaget, "Loh, katanya ini jamuan makan siang?"
"Iya, manis. Kau makan siang bersama Soonyoung di dalam ruangannya, kami tidak mau mengganggu." Cowok itu tersenyum simpul dan setengah mendorong Jihoon masuk ke dalam ruangan ketua Komite sebelum menutup pintunya.
Dia… ditinggal berdua saja nih?
Jihoon melihat sekeliling, merasa tidak melihat ada orang lain disana, ia memilih untuk mengitari ruangan milik ketua Komite. Ada tv flat besar yang menempel di dinding, ada kulkas besar, ada AC, dvd player, ada gitar di sebelah sofa, lalu ada Jenett; komputer yang digunakan untuk bekerja I, Eureka; komputer yang digunakan untuk bekerja II, Dyne; komputer yang digunakan untuk game, Yoanna; komputer yang digunakan untuk bermain di media sosial, dan Sera; komputer yang digunakan untuk belanja online. Jihoon memasang wajah datar membaca nama-nama komputer beserta penggunaannya itu. Sepertinya Soonyoung adalah maniak komputer sampai-sampai perangkat itu semuanya diberi nama.
Jihoon duduk di sofa besar ruangan itu, bingung untuk melakukan apa. Kebetulan, ia melihat banyak sekali buku di meja kerja Soonyoung—disebelah Eureka. Jihoon menghampirinya dan membaca salah satu judul, Kekuasaan Iuppiter.
Iuppiter, kalau tidak salah adalah nama jaringan komputer raksasa yang mengatur sekolah ini kan?
"Jihoon?"
Jihoon menoleh ketika namanya dipanggil, ia melihat cowok yang tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan wakil ketua tadi—tapi tetap saja lebih tinggi daripada dirinya—menghampiri, ia melihat bet hitam di lengan almamater.
Disciplinae, President.
Oh, jadi ini Soonyoung?! (Jihoon sedikit terkejut karena ia mengira setelah bertemu Heechul Super Junior, mungkin nanti ia bisa bertemu dengan Minho SHINee, tapi Soonyoung lumayan mirip dengan Lee Jinki, sipitnya doang).
"O-oh, Soon—" Jihoon belum sempat bicara ketika Soonyoung mendorongnya ke sofa, yang lebih kecil melotot, tapi belum bisa melakukan apa-apa. Jihoon masih terlalu bingung.
"A—apa? Tunggu—" Jihoon berusaha menjauhkan wajah Soonyoung dari wajahnya, "A—aku teriak keras-keras nih?!"
Soonyoung menyeringai, menyingkirkan tangan Jihoon dari wajahnya, "Jihoon, kalau Papamu sampai tahu bahwa alasanmu kemari hanya untuk keluar dari rumah, beliau pasti akan marah dan menjemputmu kembali bukan?"
Jihoon memalingkan muka ketika Soonyoung mau menciumnya, "Memangnya apa urusanmu?!"
"Jihoon, aku tahu kalau kau menggunakan namaku agar kau bisa bersekolah disini dan mendapat persetujuan Papamu, mau aku melaporkan macam-macam supaya beliau menjemputmu pulang?"
Jihoon diam sebentar, lalu menggeleng. Soonyoung tersenyum lebar, semakin mendekatkan wajahnya.
"Kalau begitu, turuti perkataanku, dan lahirkan anak untukku—"
Wajah Jihoon seketika berubah, "Apa katamu?"
Jihoon menyikut pipi Soonyoung lalu menendang selangkangannya keras-keras. Soonyoung mengaduh, reflek menjauhkan diri sementara Jihoon sudah melompat dan berdiri diatas sofa, mencengkeram belakang kepala Soonyoung dan membenturkan kepala Soonyoung ke meja.
"MAKAN ITU, DASAR CABUL!"
Jihoon melompat turun dari sofa dan membanting pintu ruang ketua Komite. Dia melihat si Heechul Super Junior sedang asyik main catur bersama beberapa orang anggota komite disiplin, pandangan mereka bertemu ketika Jihoon melewati tempat mereka duduk berkumpul.
"Lho, Tuan Putri sudah mau pulang?"
Jihoon mendengus mendengar panggilan dari Heechul Super Junior, "Dengar, kalau Kwon Soonyoung mati di dalam sana, aku sama sekali tidak peduli. Manusia cabul seperti dia memang pantas mati."
Omong-omong, Jihoon adalah anak rajin. Ketika dihadapkan untuk memilih klub ekskul di sekolah, dia memilih klub PR (dia sempat berdebat dengan Myungho yang menyuruhnya untuk mengikuti klub musik saja karena Jihoon pintar bernyanyi dan main piano), klub yang suka diskusi pelajaran, klub yang dalam pikiran Jihoon diisi orang-orang keren dan pintar.
Setelah menghajar Kwon Soonyoung di hari pertama pertemuan mereka, Jihoon berniat menyerahkan formulir pendaftaran anggota klub ke ruangan klub PR. Ia beberapa kali mengecek fitur GPS di ponsel pintar miliknya, memastikan kalau jalan yang ia lewati memang benar adalah jalan menuju ruangan klub PR.
Tapi, apa benar?
Jalannya sepi, banyak rumput dan komputer-komputer serta PC rongsok. Gedung-gedung sekitar terlihat kumuh seperti tidak ditinggali. Angin dingin menerpa Jihoon dan menerbangkan rambutnya. Jihoon bergidik, tengkuknya mendadak dingin.
Benar, tidak, sih?
Jihoon melihat plang 'KLUB PR BELIEVERS' dan meneguk ludah. Setidaknya ia harus mengetuk pintu. Kalau ada hantu merayap tinggal injak, kalau ada hantu melayang tinggal tonjok, kalau ada hantu berjalan tinggal tendang. Persiapan Jihoon sudah mantap. Jadi, gadis dengan rambut sebahu mengetuk pintu ruang klub beberapa kali, "Permisi."
Tidak ada jawaban.
Jihoon bukan gadis penakut, meskipun takut, ia adalah tipe yang terus maju dan menakuti balik hantunya. Jika sudah tercebur, maka jangan ragu untuk basah sekalian. Ajaran Papa benar-benar merasuk dalam jiwanya. Jihoon membuka pintu klub yang sudah Jihoon duga tidak terkunci, ia melongok ke dalam dan terkejut begitu melihat ada tiga orang gadis dengan rambut panjang menutupi wajah.
A-apaan? Apa aku harus benar-benar menghadapi Gwinshin? Jihoon gigit bibir. Tetap berjalan mendekat sampai salah satu dari tiga gadis itu menegakkan kepala. Jihoon kaget.
"Lho? Anggota baru?" gumamnya. Lalu menatap dua temannya yang lain, "Hyojung, Mihyun, ada anggota baru."
Dua gadis lain ikut mengangkat wajah, "Lho, kok ada anggota baru?"
Keempatnya terdiam. Beberapa menit kemudian, Jihoon sadar kalau tiga gadis di depannya bukanlah hantu, rambut mereka menutupi muka karena sedang menunduk—sepertinya mereka sedang melakukan sesuatu. "Ah, ha—halo, namaku Lee Jihoon. Aku siswa kelas satu, hari ini aku ingin menyerahkan formulir untuk masuk klub PR." Jihoon membungkuk sopan beberapa saat.
Ketiga gadis itu saling pandang, lalu berucap bersamaan. "Kamu yakin?"
Jihoon mengangguk semangat, "Tentu, sunbae!"
Salah satu yang berambut pirang menerima formulir Jihoon, "Kamu masih yakin? Aku bertanya lho."
Jihoon mengangguk lagi, "Sangat, memangnya kenapa, sunbae?"
Ketiganya berpandangan lagi, "Begini, sebenarnya—"
"Ah, keren! Kalian juga bisa membuat kerajinan?" Jihoon melongok dan memperhatikan bahwa ternyata yang dikerjakan tiga gadis (yang menurut Jihoon semuanya adalah kakak kelas) itu adalah syal, gantungan kunci, dan kotak tisu, "Tapi, memangnya tidak sibuk dengan klub PR?"
"—sebenarnya, klub PR sudah di-restruktur oleh Komite Disiplin."
Jihoon terdiam. Matanya mendadak kosong.
"Apa?"
Gadis yang paling tinggi dengan rambut cokelat lurus mengangguk, "Kami sudah di-restruktur oleh Komite Disiplin."
RESTRUKTUR?!
Jihoon menggigit bibir. Apa-apaan? Apa kehidupannya di acropolis harus semiris ini? Hari pertama ia masuk klub ekskul, klub itu sudah restruktur. Berarti sebentar lagi akan dibubarkan oleh Komite Disiplin.
Kwon Soonyoung sialan! Kenapa lagi-lagi hal yang Jihoon lakukan harus berkaitan dengannya?
"La—lalu kerajinan ini untuk apa?" Jihoon bertanya, mungkin saja kerajinan ini adalah salah satu kegiatan klub PR.
"Anu, Jihoon—" gadis paling pendek yang sekarang bicara, "Karena sudah restruksur, kami tidak punya kegiatan apa-apa lagi. Yang kami kerjakan disini adalah pekerjaan sambilan karena PC kami sebagian besar sudah disita Komite Disiplin. Kami masih memerlukan PC, jadi kami sedang mengumpulkan uang sekarang."
Kenapa menyedihkan sekali sih? Jihoon merasa ingin menangis saja. Beberapa saat kemudian ketiga kakak kelas membawanya duduk dan mulai menjelaskan apa saja yang terjadi terhadap klub PR.
"Namaku Sojung, temanku yang rambutnya pirang ini Mihyun dan yang satu lagi itu Hyojung." Gadis yang paling tinggi memperkenalkan diri, "Selamat datang di Believers, omong-omong." Sojung bicara dengan senyum paksa.
"Maaf ya, kondisi kami seperti ini. Pasti kau sama sekali tidak tahu kalau klub PR di-restruktur." Hyojung menyajikan secangkir teh untuk Jihoon, "Kami tidak punya apa-apa lagi selain saluran listrik dan air disini. Untuk lampu juga, kami pakai yang 40 watt saja biar tidak terlalu terang supaya tidak ketahuan Komite Disiplin kalau kami masih menggunakan ruangan ini."
Jihoon menyeruput sedikit teh untuk menghargai pemberian tiga kakak kelas itu, "Kenapa klub PR bisa restruktur?"
Ketiga kakak kelas berpandangan lagi dan Jihoon mulai berpikir kalau ketiga kakak kelasnya itu aneh.
"Kami kena tuduhan memakai PC dan listrik sekolah seenaknya, karena laporan itu, Komite Disiplin me-restruktur klub PR dan tidak memperbolehkan kami melakukan kegiatan lagi. PC dan barang-barang elektronik semuanya disita. Tapi, setelah pemeriksaan ulang mereka tidak mendapat bukti tambahan kalau kami menggunakan listrik seenaknya, jadi mereka tidak bisa membubarkan kami.
"Tapi, setelahnya kami tidak bisa melakukan apa-apa dan tidak punya apa-apa. Jadi, kami kerja sampingan."
Jihoon menatap ketiga kakak kelas itu, berpikir seharusnya ada yang bisa ia lakukan demi tiga kakak kelas baik hati yang tertindas oleh kelakuan brengsek Kwon Soonyoung.
Omong-omong soal Soonyoung, Jihoon baru kembali ke realita bahwa Soonyoung adalah tunangannya.
Sialan, bisa mati kalau aku menikah dengan orang seperti itu!
"Jihoon kenapa? Kok tiba-tiba pucat? Tidak nyaman ya berada disini?"
Jihoon langsung mengibaskan tangannya dan menggeleng, "Ti—tidak kok! Aku hanya memikirkan sesuatu."
Sepertinya ketiga kakak kelas itu masih merasa tidak enak, "Maaf sekali lagi ya, tapi meskipun ruangan klub PR begini, kami harap kamu bisa menganggapnya seperti rumah sendiri."
Jihoon tersenyum dan membungkukkan kepala sekali lagi, "Ah, terima kasih banyak, sunbae. Sepertinya aku akan kerasan kok disini."
Itu sudah kejadian beberapa hari yang lalu, sebelum Jihoon bangun dengan mimpi buruk yang berisikan Papa, dan ia yang membujuk Papa dengan menggunakan nama Kwon Soonyoung. Jihoon mual kalau ingat kata-kata yang sudah ia ucapkan sendiri.
'—pasti akan melindungi Jihoon.'
Melindungi apanya, yang ada Jihoon malah nyaris dilecehkan, bedebah.
Berjalan sambil melamun membuat Jihoon tidak fokus memandang ke depan, ia menubruk seseorang dengan cukup keras hingga Jihoon nyaris saja terjungkal kebelakang kalau orang itu tidak menahan pinggangnya.
"Kau tidak apa-apa?"
Suara laki-laki. Berat. Jihoon mendongak ke atas dan matanya bertemu pandangan dengan cowok tirus bermata sipit—tapi tidak sesipit Soonyoung.
"Ti—tidak. Terima kasih." Jihoon gugup.
Cowok yang ini lumayan ganteng. Badannya pas kalau jadi model Cosmopoliten. Jihoon diam, ternyata ada juga orang ganteng di sekolah ini selain Heechul Super Junior yang jadi wakil ketua Komite Disiplin.
Cowok itu tersenyum lembut, "Kamu manis ya, boleh tahu siapa namamu?"
Mendadak aura cowok ini jadi sama dengan Soonyoung. Jihoon sigap menampik tangannya saat cowok itu ingin mengelus pipinya.
Cowok itu tidak berkomentar, "Ah, aku memperkenalkan namaku dulu kalau begitu, aku Jeon Wonwoo, tahun kedua." Jeon Wonwoo tersenyum di akhir kalimat.
"Lee Jihoon, kelas satu." Jihoon menjawab masih dengan mode belalang tempur.
"Ah, Jihoon?" Wonwoo menarik sesuatu dari dalam sakunya, "Selamat bersenang-senang ya, omong-omong ini kartu namaku, kalau ada apa-apa silahkan hubungi aku."
Jihoon melotot, ia belum sempat berkomentar saat Wonwoo langsung ngacir berlari menjauh. Jihoon yang berniat berteriak memanggil kembali menarik lagi tangannya. Mukanya datar, apa orang-orang di sekolah ini memang tidak ada yang waras?
Jihoon memutuskan untuk tidak ambil pusing tentang Wonwoo dan melihat kartu nama yang tadi diberikan.
Lagi-lagi Jihoon dibuat terkejut.
Dibalik nama dan email atas nama Jeon Wonwoo, terdapat banyak rincian barang dan harga dibelakangnya. Jihoon gregetan, meremas kartu nama itu dan membuangnya ke tanah. Kalau mau menawarkan barang harusnya bukan begitu caranya. Cowok ganteng memang suka menipu.
"Gawat, mau makan dulu sebelum ke klub." Jihoon menepuk dahi lalu berlari ke arah yang sebaliknya dari Wonwoo. Mungkin ia bisa makan beberapa kue sus dan jus jeruk kotak sebelum pergi ke klub ekskul dan membantu kerja sambilan tiga kakak kelasnya.
Jihoon duduk di dekat air mancur di tengah taman, banyak anak kelas satu yang istirahat disini sebelum masuk klub, karena klub masuk ke nilai mata pelajaran, maka kegiatan klub harus wajib diikuti—dan meskipun klub PR sudah di-restruktur, tiga kakak kelas memberitahu Jihoon kalau selama belum resmi dibubarkan, nilai tambahan mereka akan tetap terus masuk.
Jihoon menggigit pinggiran kue dan kembali memikirkan klub PR.
Kemarin ia sudah mengirim email permohonan untuk rekomendasi Komite Disiplin (dia log-in menggunakan email Mihyun-sunbae karena sumpah dia rasanya sama sekali tidak mau berurusan dengan Soonyoung lagi, Jihoon melakukannya diam-diam saat kelas berlangsung—mengetik super cepat sebelum ketahuan guru pengawas) agar klub PR bisa diakui. Jihoon kira akan lama dibalasnya, tapi ternyata balasan datang lima menit kemudian. Jihoon membukanya dengan mata berbinar-binar.
Subjeknya adalah; jangan ganggu, aku lagi pingin nyantai.
Komputer kelas nyaris ditonjok.
Jihoon berpikir bahwa mereka tidak bisa begitu saja menyerah pada takdir selempeng apa yang dipikirkan tiga kakak kelas itu—yang tetap santai dan legowo-legowo saja menerima nasib dijajah. Ini jaman modern, biarpun semua anggota klub adalah cewek, sekarang sudah dikenal yang namanya emansipasi. Papa mengajarkan bahwa wanita juga bisa memimpin, wanita bisa mengambil kendali. Kadang Vernon sampai suka menginterupsi kalau Papa sedang memberi petuah emas pada Jihoon, Kenapa Papa bilang begitu? Nanti bisa-bisa aku dan Chan akan dijajah oleh Jiji-nuna.
"Oh, jadi kau ada disini. Sudah kucari kemana-mana akhirnya ketemu."
Suaranya familiar. Menyebalkan. Mendengarnya saja sudah merasa terancam akan diperkosa. Jihoon mendongak dan menemukan Soonyoung disana bersama beberapa antek-antek Komite Displin. Jihoon baru saja mau lari saat Soonyoung menarik tangannya, ia berontak tapi tetap tidak lepas.
"Kenapa kau mau masuk ke klub kampungan seperti Believers?" Soonyoung serius menanyainya, "Cepat keluar dari sana. Sebentar lagi aku akan membubarkan klub itu."
"Kenapa memangnya?! Masuk atau tidak itu semua tidak ada hubungannya denganmu!" Jihoon menyahut sengit, "Lagipula mereka semua baik padaku, tidak sepertimu!"
Soonyoung bukan orang yang suka ditentang dan ia tidak pernah ditentang, ketika Jihoon menyemburnya dengan kemarahan, Soonyoung malah ingin tertawa. Galaknya Jihoon malah membuatnya semakin suka.
"Believers itu sampah, mereka mencuri listrik sekolah tapi sangat rapi menyembunyikan kejahatannya. Kau mau masuk dalam kumpulan pencuri seperti itu? Tidak, tidak." Soonyoung mulai menariknya paksa dan Jihoon sampai gemetaran menahan supaya tubuhnya tidak ikut terseret.
"Lebih baik kau ikut bersamaku, Jihoon. Kita ak—"
Belum sempat Soonyoung menyelesaikan kalimat, tubuhnya ditendang sesuatu. Tangan Jihoon lepas dari pegangannya dan Jihoon lagi-lagi melihat cowok ganteng untuk yang ketiga kalinya selama bersekolah (Soonyoung tidak masuk hitungan).
"Maaf ya, tidak sengaja." Cowok itu bicara santai pada Soonyoung, tapi kemudian menyengir, "Bukan aku yang tendang lho."
Soonyoung naik darah, "Sialan kau Mingyu, kalau bukan kau siapa lagi?! Dasar makhluk halus!"
Cowok tinggi yang namanya Mingyu maju mendekati Soonyoung yang baru berdiri. Ketika Mingyu melewati tempat Jihoon berdiri, Jihoon merasa tengkuknya merinding hebat sampai seluruh tubuhnya dingin.
Mingyu menarik kerah kemeja Soonyoung, "Kulihat kesialan sedang mengikutimu, lho."
Soonyoung meneguk ludah, tapi ia masih mengeluarkan seringai meremehkan, "Kau pikir aku takut?"
Mingyu tersenyum lebar, "Kau berlima, aku ada seratus delapan, mau melawan?"
Soonyoung merinding, pelipisnya berkeringat. "Cih, kau menang kali ini, aku akan menempelkan jimat penangkal setan di jidatmu lain kali." Soonyoung menampik kasar tangan Mingyu di tangannya. "Ayo, pulang Jun."
Sebelum benar-benar pergi, Soonyoung mendekati Jihoon.
"Tunggu saja, aku akan mengikat dan merampas kebebasanmu disini. Kau tidak akan bisa lari kemanapun."
Jihoon melotot, menatap Soonyoung sengit, "Ap—"
"Ingat itu." Soonyoung berlalu, Heechul Super Junior—yang ternyata bernama Jun itu mengikuti di belakang bersama antek-anteknya. Jun masih sempat-sempatnya tersenyum manis, tebar pesona.
Bibir Jihoon membuka bibirnya, "A—apa-apaan? Selalu saja seenaknya." Jihoon menjambak rambutnya sendiri, "Ya Tuhan, aku benar-benar akan mati!"
"Bicara apa sih?"
Jihoon lupa sejenak dengan keberadaan Mingyu, ia menoleh pada Mingyu yang masih berdiri di sana. Mungkin perasaan Jihoon, tapi lagi-lagi ia merasakan aura dingin yang membuat merinding.
"Terima kasih sudah menolongku." Jihoon membungkuk, sesaat bayangan Wonwoo yang beberapa saat lalu menolong kemudian malah hanya ingin menawarkan barang padanyaa kembali, "Tapi, kenapa menolongku?"
Mingyu agak menunduk untuk melihat Jihoon karena perbedaan tinggi mereka, "Kenapa? Sesukaku kan?"
Jihoon masih menatap Mingyu tanpa berkedip.
"Oh iya, namaku Kim Mingyu, aku kelas dua. Aku juga anggota Believers."
Jihoon membulatkan mata, agak kaget, "Oh. Jadi—"
Mingyu menunggu kalimat Jihoon.
"—sunbae adalah salah satu dari orang-orang pengangguran itu?"
Mingyu agak tersinggung, "Bu-bukan begitu juga—"
Akhirnya Jihoon beriringan dengan Mingyu untuk pergi ke klub, mereka mampir untuk beli cumi bakar sebentar dan Jihoon juga membelikan parfait stroberi untuk tiga kakak kelas (Mingyu tidak masuk hitungan).
"Sojung-nuna memberitahuku kalau ada anggota baru." Mingyu memulai pembicaraan, "Tapi, aku baru tahu kalau adik kelas yang jadi anggota baru adalah tunangan kaisar pengacau."
Jihoon mengunyah sisa kue sus terakhir dengan kasar, "Jangan dibilang begitu, seperti aku mau saja bertunangan dengannya."
Mingyu tersenyum, "Eh, setelah dilihat-lihat ternyata kau manis juga ya?"
Bisa tidak sih tidak usah bilang begitu? Jihoon sudah mengepalkan tangan. Entah kenapa sekarang dia jijik dipuji begitu, padahal kalau Papa yang memuji ia sangat senang.
Jihoon masuk duluan ke dalam ruangan klub, "Selamat siang!"
Seperti biasa, tiga kakak kelas masih melakukan kerja sambilan.
"Eh, Jihoon, kok bisa bareng Mingyu?"
"Waah, kalian sudah kenalan?"
"Asyiknya jalan berdua, he he he."
Ini kakak kelas bertiga juga sama sekali tidak bisa memperbaiki suasana hatinya. Jihoon jadi setengah tidak ikhlas memberikan parfaitnya (bercanda deh, Jihoon selalu ikhlas).
Mingyu berjalan ke sudut ruangan dan mengetuk dinding, "Ooi, Won, sudah datang kan?"
Jihoon kaget lagi ketika melihat dinding digeser—rupanya ada ruang rahasia dibalik dinding—ia melihat ada PC disana, yang lebih kaget lagi adalah ketika ia melihat sosok makhluk yang ia tahu sebagai cowok tukang tawarin barang.
"KAMU?!"
Jeon Wonwoo baru saja menghampiri Mingyu ketika ia mendengar teriakan Jihoon, "Hoo, si manis, ketemu lagi."
Jihoon menoleh, nyaris ngamuk pada tiga kakak kelas, "KENAPA SELAMA INI KALIAN TIDAK CERITA KALAU ADA RUANGAN ITU?!"
Tiga kakak kelas berpandangan, "Eh, kamu kan tidak bertanya?"
Payah banget.
"Omong-omong, makasih banyak parfaitnya ya, Jihoon." Tiga kakak kelas menarik Jihoon mendekat dan Jihoon menebak mereka pasti akan mengajaknya berbincang-bincang lagi.
"Kim Mingyu dan Jeon Wonwoo itu dulunya dari klub komputer, mereka pindah ke Believers supaya bisa melakukan bisnis mereka, tapi ketika kami restruktur, mereka jadi ikutan deh."
"Mereka punya bisnis?" Jihoon penasaran.
"Ah, cuma bisnis yang berkaitan sama robot dan komputer kok. Wonwoo suka sekali membuat robot dan Mingyu menyukai mesin. Mereka lengket banget, sampai kami bingung sebenarnya hubungan mereka itu apa, coba lihat deh."
Jihoon melongok ke ruangan dibalik dinding yang terbuka, Mingyu sedang duduk sambil mengetik sesuatu di depan komputer, sementara Wonwoo dengan santai ngelendot di lehernya. Muka Jihoon merah seketika, jangan bilang mereka—
"Mereka romantis ya? He he he."
Tiga kakak kelas tertawa dengan tawa datar yang menyebalkan dan Jihoon positif menganggap tiga kakak kelasnya itu sinting.
Wonwoo yang mendengar suara tawa menoleh, "Tidak kusangka kau bisa membawa Lee Jihoon kesini."
Mingyu tersenyum, "Lee Jihoon itu putri pertama pemilik hotel raksasa di Seoul, mereka membuka berbagai cabang usaha lain nyaris di seluruh Korea. Penghasilan per-minggunya ada puluhan milyar."
"Keluarganya Soonyoung licik." Wonwoo menggesekkan hidung di bahu Mingyu—bukan apa-apa, tapi hidungnya memang gatal, "Ternyata mereka menginginkan harta saja."
"Won, yang mau bukan hanya keluarganya Soonyoung." Mingyu menoleh pada Wonwoo dan tersenyum manis.
Wonwoo membalas dengan senyum lebar, "Ah, aku tahu. Tuan Putri itu sekarang sudah berada di tangan kita kan?"
"Bagaimanapun juga, orang berwatak jelek seperti Soonyoung tidak pantas mendapatkan sang Putri—"
Soonyoung menatap layar notebook milik Jun dengan datar, disana ada beberapa gambar hasil tangkapan kamera Jun, isinya adalah Jihoon dan Mingyu yang jalan berdua. Jun iseng, sengaja memutar lagu penyanyi wanita yang bersuami pria dari negeri Jiran.
Biarkanlah saja dulu, kita jalan berdua
Mereka pun pernah muda
Saatnya kau dan aku sekarang ~
"Apa ini?" Soonyoung bertanya dengan nada dingin yang sarat kekesalan, entah karena foto itu atau entah karena lagunya.
"Tadi kebetulan aku kembali untuk membeli sesuatu, kulihat Lee Jihoon dan Kim Mingyu berjalan beriringan. Mereka akrab sekali lho." Jun menjelaskan dengan mata berbinar.
Tapi Soonyoung sama sekali tidak suka. Tanpa bicara dia menghempaskan notebook milik Jun ke lantai, mendapatkan terikan pilu dari sang pemilik.
"OH NO! MY LOVE! ITU KUBELI PAKAI UANG SENDIRI!" Jun mengampiri notebooknya masih dengan air mata, memeluk erat—berusaha melindungi kalau-kalau Soonyoung masih punya hasrat untuk menginjak-injak barang kesayangannya.
"Jun, kau itu pengikutku yang paling setia kan?" Soonyoung mencolek dagu Jun yang masih memandanginya dengan pandangan ngambek.
"Kalau begitu turuti perkataanku, jangan pernah lagi mengedit foto-foto jelek seperti itu! Tunanganku tidak mungkin mau jalan bareng orang kampung begitu, dasar bodoh!"
Jun lari sebelum Soonyoung menyemprotnya dengan ilmu yang lebih sakti. Selepas Jun pergi, Soonyoung menghempaskan dirinya ke sofa dan menghela nafasnya.
Setiap hari melelahkan, tapi hari ini Soonyoung benar-benar merasa lelah.
.
See ya next chapter
I'm newbie here, senpiey. Lam knal yach. Terserah mau manggil apa asal jangan thor karena saya bukan jonthor (yha)
maaf ya, ikut ngetrash di fandom seventeen. Nekat debut karena Pretty U terlalu menguras mental, maksud saya, lihat aja kakinya jihoon, lihat aja badannya mingyu, lihat kacamatanya wonwoo, lihat aja rambut bobnya mamih jeonghan, lihat aja topi beanienya phonnon dan absnya chan yang baru nimbul, unyu-unyu menggelitik.
saya belajar pake bahasa semi aja disini karena ini romcom, tapi saya mikir, kalau di pertengahan saya banting stir jadi angst bagus ngga ya? /g
soonyoung bangsat banget ya disini? Iya, saya suka dia yang bangsat lol. Lain kali saya bakal bikin dia yang—ah sudahlah
ps: naeui piko adalah nama samaran untuk salah satu anime varokah yang populer karena dibenci fujoshi/fudanshi. direkomendasikan untuk tidak ditonton
pss: gwinshin itu hantu korea (kalau ga salah. itu semacem tante ka-u-en-te-i versi korea)
psss: cosmopoliten plesetan dari cosmopolitan, dan kalau anda mengenal artis indonesia, pasti tau siapa wanita yang menyanyikan lagu yang diputar oleh jun
(tolong abaikan omongan yang ga penting, saya cuma gugup sehabis upload ini)
