Standard Disclaimer Applied
Warning!
AU, OOC, Typo, Absurd, Hurt/comfort yang gagal
.
.
.
.
.
.
Childish
By Chocoaddicted
.
.
.
.
.
.
Enjoy!
.
.
.
.
.
.
Namaku Haruno Sakura. Aku adalah gadis biasa saja. Tidak ada kelebihan khusus yang aku miliki kecuali warna rambutku yang tak lazim. Well, semua orang bisa memiliki warna rambut yang sama denganku tentunya dengan mewarnai rambut mereka, tapi aku bersumpah ini warna asli rambutku sejak lahir.
Aku bekerja di sebuah bank asing. Usiaku dua puluh tiga tahun, baru saja lulus kuliah tahun kemarin. Pekerjaanku di kantor juga begitu-begitu saja dan aku sering melakukan kesalahan. Tapi, wajarlah kata seniorku karena aku ini masih anak baru.
Oke, aku tidak mau membicarakan soal pekerjaanku di sini melainkan tentang kisah cintaku. Ya... manusia hidup tidak akan lepas dari yang namanya cinta. Kalau kata Patkai "Cinta Penderitaannya Tiada Akhir". Aku setuju dengan filosofi hidup si siluman babi itu karena kehidupan percintaanku tidak semulus wajah Lee Taemin.
Walaupun aku berkata bahwa kisah cintaku penuh penderitaan, tapi jangan pikir aku ini jones alias jomblo ngenes. Aku sudah memiliki seorang pacar, namanya Uchiha Sasuke. Ia adalah laki-laki yang paling berharga untukku, namun ia juga yang sering menorehkan luka di hatiku.
Uchiha Sasuke. Dari namanya saja kalian pasti tahu bahwa doi berasal dari keturunan yang tidak dapat diremehkan. Kadang aku berpikir bagaimana bisa ia menjadikanku pacarnya secara hidup kami bagaikan langit dan bumi. Namun, lagi-lagi ada pepatah "Cinta Tak Memandang Perbedaan". Aku percaya hal itu, makanya hubungan kami sudah berjalan dua tahun enam bulan jika enam bulan putusnya tidak dihitung.
Pacarku itu setahun lebih muda dariku, jadi ia lebih labil dan meledak-ledak. Pikirannya pendek dan selalu terbawa emosi. Sedikit-sedikit putus, sedikit-sedikit mengancam akan meninggalkanku. Aku jengah dengan itu semua, tapi ungkapan "Cinta Itu Buta" sepertinya mengakar kuat dalam diriku sehingga aku masih bertahan berada di sisinya.
Pernah suatu hari ketika kami baru memulai hubungan, aku mendapati Sasuke sedang mencari informasi tentang mantan pacarnya. Sungguh, aku sangat kecewa. Aku tahu saat itu bahwa Sasuke pacaran denganku karena ia merasa kesepian. Namun, melihat aku yang mengetahui bahwa ia masih mencari informasi soal mantannya maka Sasuke meminta maaf padaku dan berjanji tidak akan melakukannya lagi. Baik, aku berusaha memercayainya.
Setelah itu hubungan kami kembali membaik. Aku sebenarnya bukan tipe gadis yang bisa bersabar melihat pacarku mencari tahu soal mantan kekasihnya, tapi belajar dari kesalahanku dengan mantan terdahulu maka aku mencoba untuk bersabar daripada aku terpancing emosi dan akhirnya bertengkar.
Aku dan Sasuke kembali mesra. Ke mana-mana selalu berdua. Dunia terasa milik berdua, yang lain ngontrak. Namun, itu tidak bertahan lama. Sewaktu ketika aku melihat Sasuke dan saudaranya sedang chatting. Di sana aku melihat saudara Sasuke menghina wajahku walau hanya bermaksud bercanda. Aku sedih dan kecewa karena Sasuke juga menanggapi hal tersebut dengan menertawakanku.
Sekali lagi kutekankan, aku bukan tipe gadis yang mudah mengumbar kata putus. Itu adalah kata keramat yang paling pantang kuucapkan jika masalah yang kuhadapi bukanlah masalah yang membuat hatiku begitu sakit. Tapi, saat itu aku meminta putus. Hasilnya? Lelaki itu kalang kabut dan meminta saudaranya untuk meminta maaf padaku. Saudara Sasuke yang kuketahui bernama Obito menelepon dan membujuk aku agar kembali pada Sasuke. Lagi-lagi aku luluh dan menerima Sasuke kembali.
Dari semua yang kuceritakan ada satu hal yang membuat kami berpisah cukup lama, yaitu ketika Sasuke memutuskanku karena mengatakan bahwa selama ini ia tidak mencintaiku. Layaknya anak remaja yang labil, ia mencari tahu apa itu cinta. Dan setelah ia tidak menemukan arti cinta dalam hubungan kami, maka ia memutuskanku begitu saja.
Ia mengatakan jika ia menyayangiku, ia tidak ingin pergi dariku, ia akan selalu menjagaku dan ada di setiap aku butuhkan. Tapi, kenyataanya ia memutuskanku. Ia malah dengan terang-terangan di media sosial mengatakan jika tertarik dengan wanita lain. What the hell!
Aku sungguh kecewa dengan segala sikap Sasuke. Aku berusaha untuk melupakannya. Sahabatku, Ino bahkan bersusah payah mencarikan pengganti Sasuke untukku. Hingga akhirnya Sabaku Gaara muncul di kehidupan merana seorang Haruno Sakura.
Gaara adalah lelaki karismatik berhati lembut yang pernah kukenal. Ia berasal dari keluarga kaya raya seperti Sasuke, namun ia tidak pernah menunjukkan kekayaannya. Ia sangat sederhana dan rendah hati.
Aku yang saat itu lelah dengan sikap Sasuke dan kecewa bahwa Sasuke tertarik dengan gadis lain memutuskan untuk memulai hubungan baru dengan orang lain. Walaupun sebenarnya aku masih ingin sendiri karena sakit hati yang kurasakan belum kunjung sembuh.
Semakin hari aku dan Gaara semakin dekat. Kami sering jalan bareng meski masih ada Ino dan Sai di antara kami. Tapi, entah kenapa aku tetap tidak merasakan apapun pada Gaara. Aku tetap memikirkan Sasuke. Betapa bodohnya aku ini. Sudah dicampakkan, tapi masih berharap lelaki itu kembali. Di mana harga dirimu Haruno Sakura?!
"Let it flow saja sih, Saki. Aku tahu betapa cintanya kau dengan Sasuke. Tapi, Gaara tidak buruk juga," kata Ino waktu aku berkunjung ke rumahnya dan curhat soal kegalauan hati ini.
"Aku tahu. Gaara justru sangat baik padaku. Tapi, hati tidak bisa berbohong," aku bermuram durja di jendela kamar Ino. Angin menerbangkan surai merah mudaku menambah kesan melankolis.
"Benar juga sih," Ino menyisir rambutnya dan menguncir rambut pirang itu, "tapi, mau sampai kapan kau galau begini? Sasuke saja sudah mencari gadis lain," perkataan Ino menghujam jantungku.
"Kau benar," aku menunduk lesu, "aku akan mencobanya," lanjutku agak ragu.
Tiba-tiba Ino merangkulku dengan wajah senang, "Aku hanya ingin melihat sahabatku tertawa riang seperti dulu lagi,"
"Thanks,"
Sekali lagi, aku sepertinya kurang beruntung di urusan percintaan. Gaara memang mengatakan pada Ino dan Sai bahwa ia menyayangiku. Namun, sialnya lelaki itu tidak berani mengungkapkan langsung padaku padahal aku sudah memberikan lampu hijau padanya. Dan akhirnya aku hanya di PHP-in sama doi.
Sasuke kemudian kembali hadir di kehidupanku lagi saat ia tahu aku sedang dekat dengan lelaki lain, pria itu tampak tak suka. Ia kembali mendekatiku dengan intens. Mengajakku jalan dan menemaniku ke mana saja. Bahkan ia membalas dengan cepat setiap chatting yang aku kirim. Aku senang, tentu saja.
Nanti sore aku ke rumahmu.
Sasuke mengirimkan pesan di whatsapp yang langsung membuatku duduk seketika dari posisi berbaring. Segera saja aku balas.
Tumben?
Karena jujur saja setelah putus Sasuke paling pantang ke rumahku. Ia takut dengan ayah dan ibu. Ia tahu jika aku sudah menceritakan hubungan kami yang kandas di tengah jalan dan penyebab mengapa Sasuke memutuskanku. Sasuke sudah dianggap anak oleh kedua orang tuaku. Ia diperlakukan sangat baik sampai-sampai aku merasa bahwa yang menjadi anak orang tuaku adalah Sasuke, bukan aku. Oleh karena itu, ketika tahu aku diputuskan oleh Sasuke dengan alasan konyol membuat orang tuaku begitu kecewa dengan Sasuke.
Memangnya tidak boleh?
Balasannya membuatku tersenyum simpul. Aku tanpa berpikir segera membalas.
Tentu saja boleh. Aku menunggumu.
.
.
.
.
.
.
Sore itu begitu cerah. Sasuke datang dengan mengendarai motor besarnya. Setelah memarkirkan motor, ia langsung kuajak masuk ke dalam rumah dan bertemu dengan ayah dan ibu. Lelaki itu terlihat sangat tegang dan duduk dengan kaku di hadapan orang tuaku. Dan untunglah ayah dan ibu bukanlah tipe orang yang akan menghakimi seseorang yang sudah membuat anaknya galau berkepanjangan, mereka selalu percaya bahwa aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri dan tidak ingin ikut campur.
"Kau tegang sekali," candaku sambil meletakkan gelas berisi jus tomat kesukaan Sasuke di atas meja tamu. Orang tuaku sudah kembali pada kesibukan mereka masing-masing.
Sasuke langsung mengambil gelas itu dan meminum jusnya dengan cepat sampai tinggal setengah.
"Aku tidak tegang," dustanya yang begitu kentara. Aku terkekeh mendengar jawaban bodohnya.
"Mereka sangat menyayangimu," aku tersenyum lembut pada Sasuke dengan mata menyiratkan kerinduan yang dalam.
"Aku tahu dan aku menyesal sudah membuat mereka kecewa," Sasuke memegang wajahku dengan sebelah tangannya. Aku memejamkan mata menikmati kehangatan dari telapak tangan Sasuke.
"Jangan buat mereka kecewa lagi kalau begitu," aku membuka mata dan menatap onyx di hadapanku dengan lekat.
Sasuke tersenyum tipis dan mengangguk. Lalu wajahnya mendekat dan aku langsung memejamkan mata menanti apa yang akan Sasuke lakukan selanjutnya.
Bibir Sasuke menyentuh lembut bibirku. Kami saling mengecup meluapkan rasa rindu yang mendalam dan tak tersampaikan. Ia semakin liar dengan menarik tengkuk leherku dan memperdalam ciuman. Aku menjauhkan kepalaku saat membutuhkan oksigen untuk dihisap.
"Lalu sekarang hubungan kita apa?" aku menatapnya penuh tanya.
"Maunya apa?" Sasuke mengusap wajahku dengan lembut.
"Kita balikan?" aku yakin saat ini tatapan mataku penuh harap. Sasuke kembali tersenyum tipis dan mengangguk.
"Hn," ia kembali mengecup bibirku.
"Lalu gadis yang kau sukai itu bagaimana?"
"Dia sudah punya pacar. Lagipula aku hanya mengaguminya saja,"
"Oh..."
"Pria yang suka padamu bagaimana?"
"Bagaimana ya?" aku mengalungkan lenganku di leher Sasuke, tersenyum menggoda lelaki itu.
"Jangan coba-coba selingkuh dariku!" Sasuke menatapku tajam.
"Kau sendiri menyukai gadis lain. Kalau aku kan disukai pria lain," aku tersenyum tipis membuatnya bungkam.
"Maafkan aku," sungguh aku melihat penyesalan di mata Sasuke.
Aku tersenyum lembut menatapnya dan menyentuh wajah Sasuke dengan kedua telapak tangan, "Aku hanya milikmu,"
"Aku tahu," ugh! Lelaki ini memang menyebalkan. Setelah menunjukkan wajah penyesalan sekarang ia memasang wajah tengil. Ia mengecup bibirku dengan gemas.
"Kau menyebalkan!" aku membalas ciuman Sasuke dengan penuh rasa sayang.
.
.
.
.
.
.
Aku meringis mengingat kenangan bersama Sasuke. Saat ini aku sedang duduk di pinggir jalan sambil membawa helm. Realita menamparku. Kurang dari setengah jam yang lalu aku dan Sasuke bertengkar di tempat parkir Konoha Town Square.
.
.
.
.
.
.
Hari ini rumahku ramai sekali karena saudara-saudara jauhku berdatangan. Aku sudah memberitahu Sasuke untuk datang ke rumah saat sore saja setelah saudara-saudaraku pulang. Aku tahu pria itu tidak begitu suka keramaian. Namun, ia datang lebih cepat di saat saudar-saudaraku masih ada di rumah. Melihat isi chattingnya yang terlihat marah, maka aku langsung bergegas menghampirinya yang ada di depan rumah.
"Lama sekali sih!" Sasuke menatapku tajam.
"Maaf. Ayo masuk dulu," tawarku mencoba tersenyum lembut padanya.
"Tidak. Kita pergi saja ke tempat lain!" ujarnya dengan ketus.
Aku yang tidak mau ia marah segera mengangguk dan mengambil helm. Setelah berpamitan dengan ibu dan ayah, aku segera menghampiri Sasuke yang sudah menungguku dengan bete di depan rumah.
"Kau marah? Maaf ya. Aku juga tidak tahu kalau sampai sekarang mereka belum pulang," Sasuke tidak menyahut dan langsung menyalakan motornya.
"Maaf ya, Sasuke-kun... Jangan ngambek dong," aku berusaha membujuk Sasuke begitu sampai di Konoha Town Square.
"Hn," sahutnya tak acuh, lalu berjalan meninggalkanku di belakang.
Aku menghela napas berat dan mengekorinya. Sasuke sama sekali tidak menggandeng tanganku padahal jika kami pergi ke mana-mana ia akan selalu menggandeng tanganku. Ia benar-benar cuek padaku seolah menganggap aku tak ada di sampingnya. Ia hanya bertanya 'mau ke mana?' yang aku jawab dengan gendikan bahu. Dan kami berakhir di meja foodcourt.
Aku paling tidak suka jika diabaikan. Aku sudah berusaha minta maaf dengannya, tapi ia mengabaikanku. Ia sibuk dengan ponselnya sedangkan aku diam bagaikan orang tolol. Orang di sekitar kami memerhatikan kami dan berbisik-bisik. Aku mulai risih dengan keadaan. Aku sudah tidak tahan lagi! Jika ia mengajakku jalan, kenapa ia mendiamkanku seperti ini? Tahu begini lebih baik aku di rumah saja.
"Antar aku pulang!" aku berseru kesal pada Sasuke dan pria itu menoleh dengan malas lalu mengangguk dan berdiri dari duduknya.
Aku hanya ingin tahu apa ia masih menganggapku ada jadi aku menunggu ia jalan lebih dulu. Tapi, lagi-lagi ia tidak memedulikanku! Ia jalan dengan santai di depanku dan tidak menoleh sama sekali. Hatiku semakin kalut dengan kekesalan.
Haruno Sakura adalah gadis cerewet, tapi untuk hari ini aku diam tak mengeluarkan banyak kata. Hatiku begitu sakit melihat sikap Sasuke. Hingga akhirnya begitu keluar dari lift, aku berjalan cepat ke parkiran tidak peduli Sasuke berada di mana. Ia pun tidak memedulikanku atau mencariku karena kami berpapasan di tempat parkir dengan arah kemunculan yang berbeda.
Aku kalut. Aku langsung mengambil helmku dan pergi secepatnya. Sasuke mencengkram tanganku dengan erat.
"Aku mau pulang!" seruku dengan air mata menggenang.
"Aku antar!" Sasuke juga berseru dengan tak kalah lantang.
"Aku bisa pulang sendiri! Kau keterlaluan! Aku sudah minta maaf, tapi sikapmu seperti itu. Kau sibuk dengan ponselmu dan mengabaikanku!" aku menyentakkan tangan Sasuke dengan kasar dan berjalan dengan cepat.
"Kau mau pulang atau tidak?"
Aku tidak memedulikan ucapan Sasuke. Masa bodoh dengan orang-orang yang melihat kami bertengkar. Saat ini pikiranku kalut dan ingin pergi dari pria itu. Aku berharap ia mengejarku, namun sayang sampai di depan mall pun Sasuke tidak mengejarku. Aku menangis seorang diri. Menangisi kebodohanku dan sikapku.
Aku teringat kalau tiket parkir Sasuke ada padaku. Ia tidak bisa keluar dari tempat parkir kalau tiket ini masih ada padaku. Aku lantas kembali lagi ke tempat parkir untuk memberikan tiket ini tanpa peduli harga diriku mungkin jatuh di hadapan Sasuke setelah mengamuk tadi.
Tapi, aku harus menelan kekecewaan karena motor Sasuke sudah tidak ada di tempatnya. Pria itu telah meninggalkanku sendiri. Ia bahkan hanya membaca chat dariku tanpa membalasnya. Ia tidak mengangkat telponku juga. Dan aku berakhir dengan mengenaskan duduk seorang diri di trotoar jalan memandang langit sore yang cerah. Aku iri dengan langit itu. Aku berharap hari ini menyenangkan, namun justru kekecewaan yang aku dapatkan.
.
.
.
.
.
.
Aku mendesah berat dan mengangkat wajah agar air mata tidak menetes di pipi. Segera saja aku berdiri dan menyetop taksi yang lewat. Aku tidak mungkin berdiam diri seperti orang tolol di trotoar jalan. Realitas kembali menyadarkanku bahwa Sasuke tidak memedulikanku saat ini.
.
.
.
.
.
.
The end/ to be continue?
.
.
.
.
.
.
Review please?
Thank you
: )
