Naruto bergerak mundur saat kakak kelasnya yang cantik ini memojokkannya ke jendela. Dia tersenyum kikuk, sementara matanya melirik kearah satu-satunya orang lain selain mereka berdua, yaitu gadis berkacamata yang sedang sibuk dengan absensi kelas—dan berpura-pura mengabaikan keberadaan dirinya dan senpai seksinya ini dikelas.
"Umm, Karin-senpai, sebaiknya jangan disini... Ada yang melihat." Kata Naruto dengan senyum tampannya yang cerah.
Karin yang bergelayut manja pada Naruto pun sesaat merona melihat senyum tampan dari kouhai-nya yang imut ini. Tapi kemudian dia berdehem, menoleh kearah gadis berkacamata yang sibuk menulis itu lalu melempar wajah tak suka.
"Haruskah aku mengusirnya?" Tanya Karin ketus.
Naruto sedikit terkejut. Bukan begitu maksudnya. Dia ini akrab dengan siapapun, dia berteman dengan siapapun, bahkan orang-orang mengenalnya sebagai playboy dari kelas 2 yang punya senyum manis, dan semua orang terlihat baik-baik saja dengan itu. Naruto tidak tahu siapa yang memulainya, yang pasti, dia tidak menolak jika ada gadis yang mau sebentar bermain dengannya, seperti kakak kelasnya yang satu ini.
Tapi orang itu... Gadis berkacamata yang satu kelas dengannya itu adalah pengecualian. Hyuuga Hinata namanya. Dari semua orang yang mendekat sendiri kepadanya, gadis itu justru tidak pernah sama sekali berbicara padanya. Bertatapan pun tidak. Seperti sekarang, disaat kelas kosong dan hanya ada dirinya, Naruto dan Senpai yang bergelayut mesra padanya ini, gadis itu memilih bungkam. Sama sekali tidak terlihat terganggu dan terlihat tidak mau terlibat dengan Naruto. Menganggapnya seolah tidak ada. Dan Naruto sadar, itu bukan hanya sekali.
Dan entah kenapa Naruto jadi sedikit merasa aneh. Disaat dia terbiasa bermesraan dengan para gadis dimanapun, rasanya sangat tidak nyaman ketika dia bermesraan sementara ada seseorang yang menganggapnya seolah tidak ada.
Tanpa sadar Naruto melamunkan Hinata terlalu lama, sampai-sampai Karin ngambek saat menyadarinya, dan langsung memeluk perutnya erat sekali. Naruto nyaris terbatuk karena sesak. Melihat senpainya merajuk, Naruto tersenyum merasa bersalah. Lalu dia melihat senpainya tersenyum nakal, bergerak menaruh jarinya dibibir seolah mengatakan pada Naruto untuk tidak memperdulikan Hinata.
Naruto tertawa kecil. Benar juga. Dia terlalu mengkhawatirkan hal yang tidak penting.
Lalu detik berikutnya, Naruto tidak lagi ragu menarik wanita berambut merah itu dan menciumnya dengan panas. Tanpa tahu jika amethyst dibalik kacamata itu menatapnya lama, lalu mendesah tak habis pikir untuk dirinya.
.
.
.
Kontras
Naruto © Masashi Kishimoto
[ Dksfgxo © 2016 ]
AU, Typo(s), ide super pasaran, Diksi amburadul! NoEdit.
Romance/Drama
Rated T+
NARUTO x HINATA
.
.
.
"Naruto-senpaiii~ nanti aku pulang denganmu ya!"
Naruto yang sedang mengobrol dengan teman-temannya menoleh saat seorang adik kelas datang dan tiba-tiba saja langsung menyerobot lengannya manja.
Naruto tertawa tanpa dosa, saat beberapa temannya menatap iri kearahnya karena kohai yang menghampirinya kali ini termasuk kohai paling cantik diangkatannya. "Tentu saja... hehehe."
Kiba dan Lee menggeram penuh kedengkian, sementara Sasuke dan Shikamaru hanya menatap malas kearah Naruto.
"Tidak bisa! Tidak bisa!" Tiba-tiba saja cengkraman kuat datang dari arah tangan Naruto yang lain. Si pirang punya firasat buruk, dan saat dia menoleh, benar saja, Haruno Sakura-lah yang menariknya menjauh dari kouhai cantiknya tersebut.
Shion—kouhai imut itu menatap kesal pada Sakura, "Apalagi Sakura-senpai? Kau sudah punya Sasuke-senpai, kau mau merebut Naruto-senpai juga dari kami?" Koar Shion dengan emosi.
Naruto tersenyum kikuk mendengar kata kami. Oh ya Tuhan, dia sudah seperti barang milik bersama saja.
Ohya, sekedar informasi, sebenarnya Sasuke itu jauh lebih populer dari Naruto. Tapi karena dia terlihat sangat anti sosial (yang sering Naruto sebut munafik), gadis-gadis tidak ada yang berani mendekat padanya. Apalagi, sekarang dia resmi berpacaran dengan Haruno Sakura, gadis yang berani menggonggong pada siapa saja yang nekat mendekati Sasuke.
Jadi begitulah Naruto bisa menjadi sasaran empuk. Selain karena Naruto itu tipe yang menyenangkan dan ramah pada semua orang. Dan lagi, dia bintangnya klub sepak bola sekolah. Tentu saja banyak yang mengincarnya. Meski begitu, Naruto belum mau punya pacar, dia masih senang bermain-main seperti sekarang.
Mendengar itu Sakura langsung memekik jijik, "Tentu saja tidak, bodoh! Mana aku mau dengan si idiot ini!"
Kemudian Naruto ditarik lagi kearah Shion. Kiba dan Lee semakin merasa dengki saat melihat Naruto tanpa sengaja bersentuhan dengan oppai lumayan milik Shion.
"Kalau begitu, biarkan kami pergi!"
"Tidak bisa! Aku butuh bantuannya sekarang!"
"Naruto-senpai jangan mau! Dia jahat padamu!"
"Hei, enak saja kau!"
"Kau yang nenek sihir!"
Naruto semakin pusing mendengarnya. Dia menatap sekeliling kelasnya yang tetap beraktivitas seperti biasanya, menganggap keributan semacam ini ada hal yang super wajar mengingat beberapa anak populer tinggal sekelas bersama mereka. Naruto melirik teman-temannya sebal, tidak ada satupun tanda-tanda bahwa mereka berniat membantu. Sial.
"Oke! Hentikan!" Naruto meninggikan dua oktaf dari suaranya hingga kedua gadis itu berhenti bertengkar. "Kita bicarakan baik-baik. Jadi, Sakura-chan, apa yang kau mau?"
Sakura menyeringai puas saat Naruto bertanya padanya lebih dulu, "Aku ingin hari ini bertukar piket denganmu. Aku akan pergi dengan Sasuke. Jadi nanti aku akan menggantikan piketmu dengan Sasuke."
Naruto mengernyit bingung. Tapi kemudian dia sadar Sakura ingin mengambil keuntungan ganda dari pertukaran ini; dia bisa pergi dengan Sasuke dan dilain waktu dia bisa piket dengan Sasuke. Cih, licik sekali.
"Lalu, apa untungnya buatku?" Tanya Naruto menantang. Dirasakannya tangannya ditarik-tarik oleh Shion yang menatapnya seolah mengingatkan untuk tidak terjebak.
"Kau mau oleh-oleh apapun, akan aku belikan."
Seketika itu Naruto ingat, Sasuke bilang dia berencana pergi ke Hokaido untuk liburan akhir pekan. Dan itu pasti hari ini dan besok.
Naruto seketika berbinar mengingat barang yang dia idamkan sejak tahun lalu saat berlibur ke Hokaido. Dengan cepat dia segera menoleh pada Sasuke yang juga sedang menatapnya dengan tatapan sudah-kuduga.
Naruto tersenyum lebar, lalu meraih tangan Sakura dan menyalaminya dengan semangat.
"Deal!"
Dan dengan itu, kekalahan untuk Shion dan kemenangan sempurna untuk Haruno Sakura.
.
.
.
Naruto baru sadar. Setelah dihitung-hitung, jika Naruto bertukar piket absensi dengan Sakura, itu berarti dia piket bersama...
Hyuuga Hinata.
Oh tidak. Selama pelajaran terakhir ini, Naruto terus saja memikirkan apa yang harus dia lakukan nanti. Demi apa, kenapa dia harus terjebak dalam keberuntungannya bersama orang yang paling tidak akrab dengannya di kelas?
Ya Tuhan.
Tapi Naruto segera membuang pikiran negatifnya dan dengan optimis dia akan membuat Hinata jadi temannya juga. Dia pasti bisa membuat Hinata terbiasa padanya juga, toh, bukankah Uzumaki Naruto ini orang yang paling supel? Ya, pasti bisa! Demi barang idamannya dari Hokaido, ingatlah itu Naruto!
Setelah bel pulang berbunyi, Naruto diam-diam memperhatikan Sakura yang berbicara dengan Hinata. Gadis berambut panjang itu tampak mengangguk mengerti, Naruto dapat mendengar Sakura yang kegirangan dan berterimakasih. Lalu, untuk sesaat pandangan Hinata tertuju kearahnya. Naruto buru-buru membuang muka. Entah kenapa dia merasa akan jadi aneh jika ketahuan sedang memperhatikan.
Tak lama kelaspun berubah kosong. Kemudian Naruto merasakan tepukan bertenaga di bahunya. Naruto tahu itu adalah Sakura, dan gadis itu bilang, "Hinata bilang tidak apa-apa. Aku pergi, terimakasih untuk bantuanmu!"
Dalam hitungan detik, kelas benar-benar kosong menyisakan Naruto dan Hinata saja.
Naruto segera membereskan bukunya. Menghela napas, lalu dia menghampiri Hinata dibangkunya yang sudah siap mengisi absen kelas.
Naruto benar-benar kikuk saat Hinata sama sekali tidak menoleh padanya yang datang. Untuk beberapa lama Naruto hanya berdiri, bingung harus bagaimana. Tapi tampaknya gadis itu sama sekali tidak peka dan terus saja sibuk dengan pekerjaannya, seolah mengabaikan keberadaan Naruto dan itu membuat Naruto kesal.
Dengan kasar Naruto menarik bangku didepan Hinata dan kemudian duduk dengan wajah sebal. Gadis itu masih saja merunduk, tetap tak bergeming meski Naruto barusan membuat suara ribut.
Naruto semakin kesal, dia ingin memelototi Hinata setidaknya satu kali agar gadis itu tahu Naruto sebal dengan kelakuannya. Tapi rambut Hinata yang panjang benar-benar sukses menyembunyikan wajah gadis itu, dan berbalik membuat Naruto penasaran, apa gadis itu bisa menulis dengan rambut yang menutupi cahaya ke bukunya.
"Hey, Hyuuga." Akhirnya Naruto yang bicara duluan. Masa bodoh jika dia dipandang aneh. Dia jauh lebih tidak tahan diabaikan seperti ini.
Akhirnya Hinata mendongkak, memperlihatkan wajahnya dan menatap Naruto dengan alis yang tinggi. Seolah gadis itu memang penasaran kenapa Naruto memanggilnya.
Naruto jadi kikuk sendiri. Dia pikir Hinata akan memberinya wajah dingin atau marah, nyatanya dia malah menatapnya polos dengan kacamata besar itu. Benar-benar diluar dugaan. Membuat Naruto merasa malu sendiri.
"Ada apa?"
Baru kali ini Naruto mendengar suara Hinata dari dekat. Suara kecil dan lembut. Benar-benar akan mudah diingat.
Naruto menggaruk kepalanya gugup. Apa ya? Dia sendiri tidak tahu mau bilang apa. Awalnya, jujur saja, Naruto niatnya mau marah-marah karena Hinata seperti selalu mengabaikannya. Tapi melihat cara bicara Hinata barusan, sepertinya gadis itu tidak menganggapnya musuh sama sekali.
"Apa kau lapar?" Hinata bertanya lagi. Sungguh membuat Naruto terkejut. Apalagi tanpa menunggu jawaban darinya, Hinata mengambil kotak bekal dari tasnya, menaruhnya di meja dan membukanya, memperlihatkan sandwitch cokelat dengan buah kepada Naruto. Dan tanpa ragu, Hinata menyodorkannya kehadapan Naruto.
"Tidak apa-apa aku memakannya?" Tanya Naruto meyakinkannya sekali lagi. Dia masih tidak menyangka kalau Hinata bersikap sebaik ini padanya.
Hinata kembali fokus menulis saat menjawab, "Kau boleh habiskan setengahnya saja. Aku juga lapar."
Dan jawaban itu sukses mengundang tawa kecil dari Naruto.
Hinata kembali menatapnya dengan bingung. "Kenapa?"
Naruto tersenyum lebar sekali. Entah bagaimana, lega rasanya mengetahui jika Hinata tidak membencinya. "Kau lucu." Ujar Naruto ringan.
Hinata terdiam, tapi pipinya merona merah. Dia hanya mengangguk kecil menanggapinya.
Naruto kemudian mulai memakan bekal Hinata, dia tampak terkagum saat mengunyah sandwitch cokelat itu dimulutnya. "Enak sekali..."
Hinata hanya mengangguk lagi, lalu membalasnya dengan hal yang lagi-lagi tidak pernah Naruto duga, "Tapi bento buatanku jauh lebih enak."
Naruto lagi-lagi tertawa kecil mendengar respon Hinata. Dia benar-benar tidak menyangka gadis pendiam dari kelasnya ini bisa bertingkah lucu karena kepolosannya.
"Uzumaki-san, kau tertawa terus." Hinata berkomentar lagi sambil tetap tekun menulis.
"Sudah kubilang, itu karena kau lucu."
"Um, terimakasih."
"Hahaha. Aku pikir kau membenciku."
Akhirnya, Naruto mengungkapkan prasangkanya pada Hinata selama ini. Naruto melihat Hinata yang berhenti menulis, lalu mengangkat wajahnya lagi menatap Naruto.
"Maafkan aku..." kata Hinata membuat Naruto bingung, "Aku sering membuat orang lain salah paham seperti ini. Itu karena aku tidak pandai berteman."
Wajah Hinata tampak meredup saat mengatakannya.
Naruto menopang dagunya sambil menatap wajah Hinata. Dia tersenyum kecil.
"Boleh aku jujur?" Tanyanya pada Hinata.
Hinata kebingungan, tapi kemudian dia mengangguk pelan.
"Aku pikir kau itu suram. Itu karena kau selalu sendirian dan tidak suka tersenyum. Kau juga jarang bicara, seolah-olah kau tidak mau ada orang yang mendekatimu."
Hinata tertegun mendengar pandangan Naruto terhadapnya. Lalu Naruto melanjutkan, "Aku bahkan mengira kau membenciku. Karena saat kau piket dulu, saat aku sedang dengan Karin-senpai, kau menganggap seolah-olah aku ini tidak ada. Itu menyebalkan sekali loh."
Hinata mengibas-ngibaskan tangannya menyangkal, "Bukan seperti itu!" Kata Hinata setengah menjerit, "Aku... Aku hanya tidak tahu bagaimana cara menanggapinya. Hal seperti itu... Aku hanya tidak mau tahu dan tidak mau terlibat." Lanjutnya lagi.
Naruto akhirnya mengerti apa yang Hinata maksud dengan hal seperti itu. Ah, sekarang dia mengerti bagaimana perasaan Hinata saat itu. Dia gadis yang polos. Tentu saja dia kebingungan harus mengambil sikap seperti apa ketika melihat orang yang sedang bercumbu.
Entah bagaimana, kenyataan ini membuat Naruto lagi-lagi merasa malu. Dia jadi terdengar seperti penjahatnya disini.
"Oke, baiklah... Sekarang semuanya menjadi jelas. Aku minta maaf. Akulah yang salah paham padamu." ucap Naruto tulus, dia melempar satu senyumnya lagi pada Hinata.
Hinata mengangguk, tapi kemudian dia juga menggeleng. "Tidak, ini juga salahku karena telah membuatmu merasa tidak nyaman. Maafkan aku."
Mendengar itu, tiba-tiba saja sebuah ide usil merasuki kepala Naruto. Si pirang itu kemudian menyeringai jahil, "Kalau aku tidak mau memaafkanmu tanpa syarat bagaimana?"
Mata Hinata membulat dibalik kacamatanya, "Eh? Kenapa aku harus?"
"Tentu saja jika aku tidak memaafkanmu berarti aku akan memusuhimu. Dan jika aku memusuhimu, semua orangpun akan memusuhimu." Jelas Naruto disertai kekehan jahat.
Hinata mengerti, tapi dia takut Naruto meminta hal yang aneh-aneh. Gadis mungil itu kelihatan super bimbang dan Naruto yang menyadarinya merasa geli.
"Syaratnya mudah kok. Aku hanya minta semua isi bekalmu ini. Hanya itu."
Tapi Hinata justru menolak dengan keras, "Tidak bisa! Aku bilang setengahnya saja... Aku lapar."
Naruto lagi-lagi tertawa geli mendapat respon Hinata. Dia pikir gadis ini akan menyetujuinya dengan mudah, tapi dia malah kukuh mempertahankan bekalnya dengan alasan lapar.
Polos sekali.
"Kau mau semua orang memusuhimu?" Naruto tampaknya belum puas menggoda Hinata.
Tentu saja Hinata menggeleng, dia sudah cukup suram dengan tidak punya teman. Masa dia harus dimusuhi juga.
"Kalau begitu aku janji akan membuatkan bento untukmu besok. Kau tidak akan menyesal, aku menjamin." tawar Hinata sambil menatap Naruto penuh harap. Naruto tertawa lepas, Hinata ini benar-benar gadis yang mengejutkan.
Naruto akhirnya mengangguk, tahu betapa menyenangkannya menjahili Hinata seperti ini, diapun memikirkan ide yang lain.
"Baiklah, buatkan aku satu bento untuk permintaan maaf. Lalu jika kau mau membuatkannya satu setiap hari, maka aku menjamin kau akan dapat teman."
Saat itu, mata Hinata berbinar penuh harap.
"Benarkah?"
Dan disaat yang bersamaan juga, Naruto menyeringai.
"Tentu saja!"
.
.
.
.
Esoknya, saat jam makan siang Naruto sudah di kerubungi trio centil di kelasnya; Amaru, Shizuka dan Sara.
Hinata dibangkunya tampak cemas memegang bento yang dia janjikan untuk Naruto kemarin. Dia ingin memberikannya sekarang, sebelum Naruto salah paham dan membuat semua orang memusuhinya. Tapi Hinata tidak bisa mendekati si Uzumaki itu sekarang. Naruto terlihat sedang bersenang-senang dengan gadis-gadis itu, pasti akan tampak aneh jika dia tiba-tiba datang dan memberikannya bento.
Hinata bimbang. Tapi dia merasa tidak punya waktu lagi.
Amethystnya melirik kearah Naruto sekali lagi, dan Hinata sukses merinding saat safir biru itu juga ternyata melihat kearahnya sementara Naruto mengusak kepala *** dan membuat teman sekelasnya itu senang.
Naruto berbicara pada Sara, Amaru dan Shizuka sesaat, sebelum kemudian ketiga gadis itu menoleh kearah Hinata dengan ekspresi yang tidak bisa Hinata tebak.
Hinata jadi gugup setengah mati. Apalagi saat menyadari Naruto sedang berjalan menghampirinya bersama ketiga gadis itu ikut serta.
"Hinata!"
Kegugupan Hinata meningkat berkali lipat karena Naruto mendadak memanggil nama kecilnya dengan sok akrab. Saat dia mendongkak, pria itu tersenyum lebar sekali, membuat Hinata kewalahan harus merespon balik seperti apa.
Naruto menarik kursi kosong didepan Hinata lalu duduk disana. Sementara Sara, Shizuka dan Amaru ikut mengelilingi Naruto dengan wajah penasaran.
Hinata sungguh kebingungan. Dia sangat gugup dan takut. Apalagi sekarang hampir semua orang di kelas memperhatikannya dengan penasaran.
Tentu saja mereka penasaran bagaimana ceritanya Naruto bisa seakrab itu dengan gadis semacam Hyuuga Hinata.
Pasti ada alasannya, pasti.
"Hinata... Mana bento untukku?"
Hinata semakin berkeringat dingin. Rasanya dia ingin muntah saking pusingnya dengan situasi ini. Kenapa juga sih semua orang jadi hening begini? Mereka memperhatikan Hinata secara terang-terangan pula.
"Hinata..."
Hinata tertegun saat mendengar Naruto yang memanggil namanya lembut. Dia mendongkak dan menatap mata biru itu yang mengajaknya untuk tenang... Naruto bersidekap didepannya, dengan seulas senyum lembut yang membuat Hinata sadar.
Naruto sedang memberinya kesempatan sekarang. Benar. Pria itu sudah begitu baik mau berusaha memberinya kesempatan seperti ini, jadi Hinata harus memanfaatkannya sebaik mungkin.
Perlahan Hinata mengeluarkan kotak bentonya dan menyodorkannya pada Naruto. Dia juga segera membukakan bentonya untuk Naruto hingga orang-orang mendekat penasaran ingin melihat isinya.
Naruto terperangah melihat isi kotak itu. Isinya lengkap dan ditata dengan begitu menarik hingga membuat rasa laparnya muncul berkali lipat.
Naruto segera menyumpit telur gulungnya dan melahapnya cepat, dia berbinar kagum sesaat setelah mengunyahnya, "Ini enak sekali Hinata, serius!"
Hinata terlihat lega, dia mengangguk dan berterimakasih dengan suara kecil.
Namun Hinata kembali merasa tegang saat Amaru tiba-tiba saja berkata, "Benarkah? Aku juga mau coba, Naruto-kun..."
"Tentu saja boleh. Hinata membuatkanku makan siang setelah tahu kalau aku punya maag, dia baik sekali."
Memejamkan matanya erat-erat, bahkan tanpa sadar Hinata meremas roknya karena gugup. Dia merasa takut karena semakin banyak orang yang mendekat dan berniat mencicipi bentonya.
"Benar, ini enak sekali Hinata!"
"Benar-benar enak!"
"Kamu memasaknya sendiri? Hebat!"
"Ah, lain kali kamu harus sekelompok denganku saat kelas memasak!"
Hinata benar-benar tidak menyangka, jika pujian-pujian itu dengan mudah mengalir dari mulut teman-teman sekelasnya. Dia bahkan terperangah, mulutnya membulat, matanya menatap penuh haru kearah teman-temannya yang mendadak berbicara akrab kepadanya. Hinata merasa gemetar karena senang, meski begitu dia terus mengucap terimakasih pada teman-temannya.
Hingga akhirnya Hinata sadar, ada sepasang mata biru yang tengah menatap senang kearahnya. Dia membalas tatapan Naruto dengan senyum, dan berbisik pelan menggerakan bibirnya,
"Terimakasih banyak, Naruto."
Tanpa gadis itu sadari, itu adalah senyuman pertama yang Hinata tunjukkan. Dan entah bagaimana, melihat itu membuat Naruto merasa... aneh.
.
.
.
.
.
Tbc
Jujur aja, aku betulan lagi kena wp. Aku bahkan nggak tau apa yg udah aku tulis. Entah ini nyampe maksudnya atau enggak. Bahkan aku nggak punya judul yg lebih kreatif. Ada saran?
Semoga ngerti isinya ya.
Insya Allah ini nggak akan panjang. Doakan saja aku nggak labil.
See you next project, minna3
160127
REVIEW
