Title : Dragon Nest : Born of Knight Mage
Author : Toushirou Khudhory
Genre : Adventure, Friendship, Action,
Rating : T, PG-13, OC
Disclaimer : Dragon Nest milik Eyedentity, Shanda Games, Gemscool
WARNING!
Cerita ini merupakan fanfic bertema game Dragon Nest dengan sedikit bumbu variasi skill dari game Elsword. Jadi kumohon jangan heran bila ada beberapa skill yang tak terdapat pada game Dragon Nest. Saya sangat mengharapkan kritik dan saran anda yang membangun agar saya bisa mengembangkan cerita ini lebih baik kedepannya. Dan bila ada kesalahan penulisan kata harap dimaklumi, terima kasih.
Chapter 1 : The Knight Mage
"Ahh... tak ada yang lebih baik ketimbang tidur bersandar di bawah pohon kelapa sambil berendam di hangatnya oase." ucap seseorang yang duduk bersandar dibawah pohon kelapa. Setengah bagian tubuhnya kini telah berada di dalam genangan air oase yang mendinginkan tubuhnya dari teriknya matahari diatas gurun tersebut.
DRAP... DRAP... DRAP...
Suara derap langkah kaki beberapa orang terdengar menggaung disekitar tempat itu. Sepasukan adventurer telah berkumpul di sekitar Tel Numara Desert untuk melaksanakan sebuah misi khusus. Di tengah-tengah pasukan adventurer tersebut, seorang pria berambut merah panjang dengan baju zirah yang melekat di tubuhnya berdiri diatas sebuah gunung pasir dan menatap hamparan gurun pasir yang membentang dihadapannya.
"Ini dia tempatnya... Tak kusangka kau bersembunyi disini."
Pria tersebut menghela nafasnya. Menyaksikan pemandangan gurun yang amat tandus ini, tak ada sedikitpun tanda-tanda kehidupan disini kecuali beberapa kaktus kecil yang tumbuh liar disekitar tempatnya berdiri.
Dari arah belakang, seorang pria paruh baya datang menghampirinya lalu berlutut disampingnya,
"Pasukan telah siap Yang Mulia, siap menerima perintah selanjutnya dari anda."
"Kerja bagus, ayo kita berangkat."
"Baik Yang Mulia."
Rombongan adventurer tersebut kemudian melanjutkan perjalanannya menyusuri gurun pasir tersebut. Namun karena teriknya panas matahari yang amat menyengat, sang raja memerintahkan pasukannya untuk beristirahat di sebuah oase tak jauh dari hadapannya.
Saat mereka nyaris mencapai oase untuk beristirahat, mereka semua dikejutkan dengan sesosok pria berambut spiky berwarna putih yang tertidur di bawah pohon kelapa. Seorang pria yang terlihat masih sangat muda tertidur lelap dengan setengah bagian tubuhnya telah terendam di dalam oase. Disebelah pria tersebut terdapat sebilah pedang kecil yang panjangnya hanya selutut orang dewasa yang tersandar di bahu pria tersebut. Di sela-sela jari tangan kiri pria tersebut juga terdapat sebuah buku kecil.
Khawatir dengan kondisi pria tersebut, sang raja menghampirinya lalu mencoba mengusiknya dari alam mimpinya. Sayang, sepertinya mimpi indah pria tersebut terlalu sulit untuk diusik.
Setelah beberapa menit mereka berusaha membangunkannya, akhirnya pria tersebut terbangun dari tidurnya. Pria tersebut merentangkan kedua tangannya yang sedikit kaku lalu membuka kedua kelopak matanya yang terasa begitu berat.
"Hei anak muda, sedang apa kau disini?" tanya sang raja.
"Apa kau tak lihat?" tanya pemuda itu, "Aku hanya sedang tidur siang, dan kalian benar-benar mengganggu tidur siangku." ia melanjutkan ucapannya dengan nada ketus sambil sesekali mengusap matanya yang masih sayup layu.
"Anak muda, kusarankan kau meninggalkan tempat ini. Tempat ini sangat berbahaya, nyawamu bisa saja terancam bila kau terus berada disini."
"Maaf tuan berambut merah, aku hargai saranmu itu, tapi aku masih ingin melanjutkan tidurku disini. Bila tuan ada keperluan disini, harap selesaikan secepatnya dan jangan mengganggu tidur siangku lagi."
Mendengar jawaban dari pria berambut putih tersebut, sang raja memerintahkan pasukannya untuk kembali melanjutkan perjalanan mereka menelusuri gurun ini.
"Rombongan baju zirah yang merepotkan, mengganggu tidur siangku saja." ucap pria tersebut sambil kembali bersandar di dahan pohon kelapa dan perlahan mulai memejamkan matanya kembali.
Sialnya, baru beberapa menit ia bisa merasakan nikmatnya alam mimpi. Sebuah suara teriakan kembali mengusik tidur siangnya. Bukan sebuah teriakan yang terdengar, tapi beberapa teriakan yang menggaung bersamaan sehingga terdengar samar-samar satu sama lain.
Dengan berat hati ia mulai berdiri dari tempatnya tertidur - mencoba sedikit mengeringkan celananya yang basah. Sesekali ia membasuh wajahnya yang masih kaku dengan air - setidaknya itu bisa membuatnya sedikit terjaga. Ia kemudian menaruh buku kecil miliknya di saku bajunya dan mengambil pedang kecil yang tertancap di dekatnya.
"Tch... Sepertinya aku harus cepat."
"Sial, tak kusangka kau sekuat ini Aisha." sang raja mengumpat pelan.
Sang raja kini telah tertunduk lesu dengan sebilah pedang besar yang menopang tubuhnya. Tetes darah berkucuran dari celah-celah luka di sekujur tubuhnya. Di hadapannya berdiri seorang gadis manis berambut ikal panjang berwarna kekuningan, wanita itu menggenggam sebilah pedang yang ia hunuskan kearah wajah sang raja.
"Kenapa?"
"Kenapa kau ingin membunuhku?"
"Kenapa kau ingin membunuhku Cassius?"
"Bukankah kita saling mencintai?"
"Apakah ini arti cinta darimu?"
"Jawab Cassius-ku, JAWAB!"
"Kenapa?"
"Kenapa?"
"KENAPA?"
Untaian pertanyaan tersebut menyelimuti pikiran sang raja. Diam terdiam seolah-olah telah kehabisan kata untuk menjawab pertanyaan darinya. Sesekali ia menoleh kearah belakang dimana semua pasukannya telah tergeletak di tanah bermandikan darah dengan berbagai kondisi yang amat mengerikan. Rata-rata dari mereka mengalami luka tebasan yang cukup dalam di bagian dada.
"Kenapa kau diam?"
"CEPAT JAWAB!" teriak gadis tersebut dengan penekanan di tiap kata.
Lagi-lagi tak ada sepatah katapun yang terdengar dari bibir sang raja.
"Aku kecewa padamu!"
Gadis itu mengangkat tangan kanannya yang menggenggam pedang keatas lalu mengayunkannya kearah sang raja. Sang raja yang sudah tak berdaya menoleh kearah pasukannya yang berada dibelakangnya untuk terakhir kalinya,
"Maafkan aku... kawan..."
Tiba-tiba ayunan pedang gadis itu mendadak terhenti saat pedangnya nyaris menebas sang raja. Tangan kanannya tak bisa bergerak lebih leluasa karena digenggam oleh seseorang. Sontak saja gadis itu terkejut dan menoleh kearah belakang,
"Siapa kau?" tanya gadis bernama Aisha itu, "Jangan ikut campur urusanku!" teriaknya.
"Hey gadis, tak sopan jika kau menghunuskan pedang pada orang yang sudah tak berdaya." ucap seseorang yang berada dibelakang gadis itu.
Sang raja yang terkejut bahwa dirinya masih hidup menoleh kearah depan, tapi alangkah terkejutnya ia saat dia melihat pemuda yang ia temui di oase itulah yang menyelamatkan nyawanya. Pemuda tersebut mencengkeram tangan kanan gadis tersebut lalu melemparnya menjauh darinya.
"Kau... Pemuda yang di oase itu..." ucap sang raja.
"Lebih baik kau simpan tenagamu untuk melarikan diri dari tempat ini." jawab pemuda tersebut. Ia kemudian menancapkan pedang di tangan kanannya ke tanah lalu merapal sebuah mantra, "teleport!"
Sebuah portal dimensi terbuka di hadapannya. Seketika semua adventurer yang berada disana terkejut dengan apa yang mereka lihat.
Bagaimana mungkin seorang swordmaster seperti dia bisa membuka portal teleportasi?
Sesuatu yang mungkin tak semua sorcerers dapat melakukannya.
Ini pasti tak nyata, ini pasti hanyalah sebuah ilusi belaka.
BRAAAAKKK...
Terdengar suara gemuruh dari kejauhan, tampak seekor naga besar berwarna kekuningan telah muncul di kejauhan.
"Kau... Akan kubunuh kau..."
Naga tersebut menyemburkan pasir dari dalam mulutnya, mengakibatkan badai pasir yang amat kuat di sekitarnya dan menutupi jarak pandang mereka. Melihat badai pasi yang mengarah padanya, pemuda tersebut langsung membalikkan badannya dari arah munculnya badai pasir. Dalam jarak pandang yang amat terbatas karena badai pasir tersebut, ia langsung berlari menggenggam setiap adventurer yang ada disana lalu melemparnya kedalam portal dimensi buatannya termasuk sang raja.
"Kalian semua, cepatlah berlari keluar menuju titik cahaya diujung portal dimensi ini!" teriak pemuda tersebut.
"Ayo anak muda, kau juga harus cepat masuk." ucap sang raja yang menoleh kearah pemuda yang masih berada diluar portal dimensi.
"Sebentar, ada hal yang harus kuurus." jawab pemuda tersebut. Ia mencabut pedangnya yang tertancap di tanah dan langsung mengayunkannya kearah belakang sambil sedikit memutar badannya.
TRAAAANNGG...
Sejenak sang raja bingung melihat reaksi pemuda barusan.
Mengapa ia mengayunkan pedangnya seperti itu?
Siapa yang hendak ia tebas?
Apa yang terdapat dibalik dedebuan yang menutupi penglihatannya?
Perlahan badai pasir yang menutupi jarak pandangnya mulai memudar. Ia akhirnya melihat apa yang sebenarnya terjadi. Tampak cakar kanan naga yang tertahan bilah pedang pemuda tersebut. Pemuda tersebut tersenyum tipis, dalam sekejap ia menciptakan sebuah bola api di tangan kirinya lalu melemparkannya kearah telapak tangan kanan naga tersebut.
BUUUUMMM...
Ledakan yang dihasilkan oleh Fireball tersebut menggetarkan daerah disekitarnya dan juga mementalkan cakar kanan naga tersebut menjauh darinya. Sayangnya, gelombang kejut yang dihasilkan ledakan tersebut juga membuat tubuh pemuda tersebut terpental kedalam portal dimensi. Ledakan tersebut juga merusak keseimbangan portal dimensi tersebut dan membuatnya tertutup.
"SIALAAANN... Dimana pemuda sialan itu?" teriak naga tersebut.
Riverworth Wharf.
Sebuah daerah rawa yang tak terawat yang berada disekitar Lotus Marsh. Wilayah yang menjadi situs alami tempat tinggal ras Native beserta peninggalannya. Sebuah daerah yang tampak masih alami tak tersentuh arus modernisasi, suara-suara misterius disekitar tempat tersebut membuat tempat ini menjadi cukup mencekam bagi sebagian besar orang awam.
Di salah satu sudut Riverworth Wharf, tampak beberapa orang yang sedang duduk beristirahat dibawah pohon. Di antara mereka, tampak seorang guardian - setidaknya itu yang tercermin dari fisiknya yang kekar serta tameng besar yang terpasang di lengan kirinya. Guardian tersebut tampak sangat sibuk mondar-mandir mengobati teman-temannya yang terluka.
Yah, tak salah juga sih ia sesibuk itu. Karena dirinya lah yang paling sedikit terluka dalam misi tadi. Meskipun dia yang paling sedikit terluka, nyatanya tubuhnya sendiri terluka amat dalam di bagian dadanya dan punggungnya.
Saat ia sedang memberikan pertolongan pertama untuk teman-temannya, sang raja keluar dari dalam portal dimensi dengan sedikit merintih kesakitan.
"Yang Mulia, apa anda baik-baik saja." seru guardian tersebut yang berjalan menghampirinya.
Tak berselang lama kemudian, pemuda berambut putih tersebut juga keluar dari dalam portal dimensi tersebut.
"Buahuk... Uhuk... Uhuk... Sial, sepertinya aku terlalu banyak menghirup debu. Uhuk... Uhuk... Dadaku terasa sangat sesak Uhuk... Uhuk... Uhuk" ucap pemuda tersebut sambil memegang dadanya yang terasa sesak.
"Kondisiku baik-baik saja, setidaknya tidak separah pemuda itu." sang raja menunjuk kearah pemuda itu.
"Aku baik-baik, hanya terasa... Sedikit sesak nafas uhuk... uhuk..." balasnya sambil terus memegang dadanya, "sekarang kalian pergi saja dari tempat ini."
"Kalau begitu aku mau berterimakasih atas bantuanmu tadi, kalau tak ada kau mungkin aku sudah tewas sekarang, aku berhutang nyawa padamu anak muda." ucap sang raja.
"Tch... Jangan mengucapkan kata-kata yang menjijikkan seperti itu, aku menolongmu karena kebetulan akulah yang berada paling dekat dengan lokasi kejadian." ucapnya sambil sedikit memalingkan wajahnya.
"Kalau begitu, bolehkah aku menanyakan siapa namamu anak muda?" tanya sang raja padanya.
"Maaf... Aku tak bisa memberitahukan namaku saat ini." pemuda tersebut sedikit tersenyum padanya, "Lagipula... Anggap saja kejadian tadi adalah keberuntunganmu hari ini."
"Ya sudah, kalau begitu izinkan aku untuk memberi gelar 'Knight Mage' padamu."
"Knight Mage? Ksatria penyihir? Sepertinya bagus juga, tapi maaf... Yang jelas saat ini aku mau pulang ke rumah." ucap pemuda tersebut sambil sedikit tersenyum. Ia kemudian kembali menancapkan pedangnya ke tanah dan membuka portal dimensi di hadapannya, "Kalau begitu aku pergi dulu, selamat tinggal."
Pemuda tersebut memasuki portal dimensi didepannya dan pergi meninggalkan mereka semua di Riverworth Wharf. Tak lama berselang, seorang guardian berjalan menghampiri sang raja.
"Yang Mulia, pemuda yang tadi... Kata-katanya cukup tajam." ucap guardian tersebut.
"Biarkan saja, kata-kata dan sikapnya boleh saja sangat kasar, tapi aku yakin dia sebenarnya adalah orang yang baik." sang raja menatap langit cerah yang berada diatas ubun-ubunnya, "Rio..." sapa sang raja.
"Ada apa Yang Mulia?" sahut guardian yang bernama Rio tersebut.
"Menurutmu, apakah mungkin kita akan bisa bertemu dengan pemuda itu lagi?"
"Entahlah Yang Mulia, hanya waktu yang bisa menjawabnya, tapi akupun juga berharap bisa bertemu dengannya lagi suatu hari nanti."
