Halo halo! Lama banget saya gak apdet yah. Banyak banget tugas nihhh;w;. Okelah, lanjut sajah!


Miidori Proudly Presents:

"Social Media Addict."

Disclaimer: Vocaloid belongs to Yamaha Corp. Facebook belongs to Mark Zuckerberg.

Warning: AU, typo(s), misstypo(s), OOC, failfailfail to the max, dll.

Summary: Aturan pertama dalam PDKT, jangan pernah gunakan sosial media. Belum sampai tiga detik, Rin langsung mengacaukan itu semua. Oh, terima kasih banyak 'teman-teman'.

Dont Like? Injek tombol 'back' atau 'x'.


Seharusnya ini jadi hari minggu yang baik bukan?

Nonton Pokemon hari minggu (oh, itu adalah surga dunia), makan sereal tambah susu vanila yang manis, tidak ada tugas rumah, WiFi bekerja dengan sangat baik.

Rin sampai harus tersenyum 24 jam memikirkan itu semua.

Tapi ada saatnya sosial media berbicara, "Haha, tunggu sebentar. Oh yeah, ada update terbaru tentang gebetanmu."

Dan suara telepon di ruang tengah memikik nyaring, "HOI! ADA TELEPON, BODOH! ANGKAT! ANGKAT! INI DARI RATU MIKU HATSUNE!"

Betapa Rin ingin berubah menjadi Hulk untuk sejenak saat mendengar (atau membaca?) nama Hatsune Miku di telepon rumahnya.

Rin menaruh laptop di pangkuannya ke sofa beludru merah. Lalu mengangkat tubuhnya sendiri dan berjalan ke arah telepon yang masih berdering. Tangannya mengambil telepon hitam itu, dan mendekatkannya ke telinga.

"Ha—"

"Woi Rin! Lemot banget lu jawab telepon aje!"

"Apa Miku? Apa?"

"Oke, oke. Gue akan ngasih tau ini dengan cepat dan jelas," manusia toska seberang sana sedang menghela napasnya perlahan, "RingmulaiPDKTsamaLendanditanggepinbaiksamaLen."

"Ha—?"

"—jadiloharusgeraksekarangjuga." Miku menarik napas lagi, "Ngerti?"

"Nggak."

Suzune Ring

Len besok jangan lupa bawa catetan mtk gue ya Kagamine Len

Like. Comment. Share

Kagamine Len sip

Gumi berjalan dengan buku biologi di pelukannya depan dada. Blazer sekolah tidak terkancing. Bahu yang lemas menahan blazer tidak cukup baik—sampai ada beberapa centi dari bagian blazer yang merosot. Kantung mata di bawah matanya jelas langsung menuju ke seorang tersangka—

"Miku."

Rin memutar matanya. Ini bukan yang pertama bagi dia, Gumi, dan—oh, tentu saja harus disebutkan—Miku. Mereka bertiga sahabat dari kecil. Belepotan bareng, nangis bareng, nangisin anak orang bareng, berantem bareng, kena hukuman bareng—pokoknya semuanya bareng! Apa sih yang nggak? Nggak ada. Dari tiga orang gadis berambut pendek hanya Miku yang berambut panjang, dan yang paling berisik. Maksudnya berisik di sini adalah, bukannya teriak-teriak—oh wait, itu masuk—tapi yang paling utama adalah hal terkecil aja sampe harus di permasalahkan.

Mau contoh?

Mau banget apa mau aja?

Oke, oke. Santai.

Contohnya adalah beberapa minggu yang lalu. Ada satu coretan di buku fisikanya. Warnanya merah, ditarik dari sumbu x ke sumbu y dengan titik kordinat (8,7). Miku langsung histeris di kelas. Hampir mau berdramatis ria supaya semua orang minjemin tipe-ex (berhubung dia gak punya). Dan saat salah satu siswa yang udah gak tahan sama ocehan Miku ngasih benda pembersih itu, Miku diem. Ngebuat Rin dan Gumi ngomong, "Gue gak kenal sama tu orang."

Dan seperti di hari minggu dambaan para siswa-siswi yang udah gila karena tugas, Miku menggila.

"Miku nelpon gue jam 10 pas hari minggu cuman gara-gara Facebook."

Gumi mengeluarkan karbondioksida dari mulutnya, "Lo mending jam 10," Gumi menguap, menutup mulutnya yang terbuka dengan tangan, lalu kembali lemas, "Gue jam 5 pagi."

Rin kaget. Ya Tuhan. Gila lama banget! Gak ada yang tahan sama ocehan Miku. Gak ada. Mungkin ini memang kutukan paling dahsyat abad ini. Ditelpon sama Miku di hari minggu. Harus dengerin dia ngomong selama 12 jam non-stop. Mungkin gak apa-apa kalo ngomongin pelajaran atau hal pentinglainnya. Tapi percayalah wahai saudara-suadara beda ibu dan beda bapak, kutukan maha dahsyat adalah saat Ratu Ngoceh adalah social media addict. Tiap 5 menit ada apdet terbaru, maka dalam kecepatan 5 detik akan ada telpon rumah yang berdering.

"Gila lo. Sabar ya," Rin menepuk pundak Gumi prihatin.

"Banget."

"Wat tje puk banget tau gak sih lo?! Gue harus dengerin dia ngoceh sampe jam 5 sore! Duabelas jam!" Gumi menaikkan suaranya serta merta jari telunjuknya. Meracau di pagi hari membuat suara kepakan burung terdengar. Mengutuk Miku dalam bayangan angin pagi. "Untung dia temen gue! Kalo bukan udah gue jadiin kambing guling!"

Ini bukan hal aneh. Niat menjadikan Miku kambing guling bukanlah niat yang jelek. Sungguh salah satu keinginan kedua sekolah ini setelah membanggakan negeri adalah menggoreng Miku hidup-hidup. Bahkan our Kepala Sekolah Terhormat kita pun berpikiran demikian. Stiap hari dia harus ke dokter THT untuk menyumbat telinganya agar tidak berdarah.

"Iyalah. I know. Miku itu berisik banget. Cuman bayangin deh, idup tanpa Miku sama aja makan sop gak pake garem. Sepi banget. Sunyi. Senyap. Hening,"

Gumi berpikir sejenak. Iya sih. Gak ada Miku gak seru. Mereka gak bisa ngegosipin cowok-cowok tampan. Gak bisa nangisin anak orang. Gak bisa hampir ngebunuh kelinci kepala sekolah. Gak bisa ngebuat sekolah libur seminggu karena ulah mereka. Gak bisa masuk headline mading. Gak bisa ketawa.

Gumi menghela napas, "Iyalah."

Mereka berdua berjalan berdampingan. Menyusuri angin pagi yang menerbangkan anak-anak rambut. Sampai saatnya tiba. Suara melengking menghancurkan semuanya. Ini adalah kiamat mendadak bagi Rin dan Gumi. Kedatangan suara ini akan menjadi awal kehancuran bagi kita semua. Apa sebagai permulaan? Telinga berdarah? Tulang patah-patah? Kehabisan napas?

"WOIIIII! RIINN! GUMIII!"

Telinga berdarah.

Miku datang dengan kecepatan matahari. Tangannya yang bebas langsung merangkul dua orang yang tidak bergerak itu. Tidak memberi mereka celah untuk bernapas, Rin dan Gumi langsung berusaha melepaskan diri dari cengkraman Miku.

"Lepaaaasss!"

Miku tidak memberi ampun. Ia makin memajukan badannya ke depan. Sampai akhirnya mereka bertiga hilang keseimbangan mereka terjatuh.

"Brengseekkk!" Miku memekik sambil nyengir, lalu tawanya mengambang di udara.

Rin dan Gumi melihat Miku dengan tatapan sebal. Karena Miku tertawa, tidak ada alasan untuk Rin dan Gumi cemberut. Tawa mereka menjadi tontonan para burung di pagi hari.

"Sialan!" dan tawa mereka memenuhi atmosfer.

Bagi yang nggak tau Kagamine Len itu siapa, biarkan author menambah pahala diri sendiri.

Our Mr. Perfect. Tuan Sempurna kita. Ketua Tim Basket Putera, pemegang juara 1 di kelas, idola para gadis, dan—ho ho ho! Tentu saja—gebetan Rin.

Tapi saudara-saudara, Kagamine Len terlalu tinggi bagi gadis seperti Rin. Rin adalah sahabat dari Hatsune Miku—di mana Miku adalah pembuat onar kelas kakap di dunia—jadi mau gak mau, suka gak suka, Rin sudah dicap secara tidak langsung oleh Crypton Academy sebagai pembuat onar juga—plus Gumi.

Tapi adalah sebuah keuntungan kalo Rin gak punya saingan? Tapi tunggu, saingan Rin itu semua angkatan. Tapi, itu gak penting. Karena yang paling deket sama Len itu cuman Suzune Ring. Itu dia saingan asli Rin.

Mereka berdua itu kayak petinju kelas dunia lawan pengemis. Pengemis itu Rin dan petinju itu Ring. Bagi Rin, Ring itu adalah saingan terberatnya. Bagi Ring, Rin itu cuman kayak debu di sepatunya.

Tau yang lebih mengenaskan? Len kenal deket sama Ring, sedangkan Len cuman sebatas tau namanya Rin.

Dan—

"Peluang lo sama Len buat jadian itu tipis kayak kertas."

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Gumi menyetujui perkataan Miku. Peluang Rin sama Len, itu tipis banget. Ini namanya cinta diam-diam. Keduanya gak pernah ngobrol. Hanya satu pihak yang sibuk meneliti pujaannya, sedangkan sang pujaan? Malah sibuk sama saingan si pihak peneliti doang. Dan peluang Rin bakal sakit hati, besar banget.

Mereka gak bakal bisa merubah imej mereka si pembuat onar. Mereka sudah terlalu melekat di budaya Crypton Academy. Adalah sebuah usaha yang besar untuk merubah imej mereka. Imej mereka bukanlah sebatas jpeg.

"Lo itu kayak—" Miku meneliti dari ujung rambut Rin, sampe ujung kaki Rin, "—gembel," makjleb.

"Brengsek lo," Rin mencibir. "Emang gue jelek banget apa? Sialan lo semua," Rin mengangkat jari tengahnya. Membagi kesan tidak suka pada Gumi yang setuju pada pendapat Miku tentang dirinya dan gembel yang tidak jauh berbeda.

"Dan Ring itu kayak—" Miku menggambarkan visualisai tentan Ring dalam otaknya, "—putri."

Oh yeah, putri tercantik dan terbaik yang pernah ada.

Suzune Ring. Ketua klub drama, pemegang juara 2 di kelas, idola para pria, dan saingan Rin.

Mereka berdua saling gak kenal. Tapi sering pas-pasan. Itu juga kalo sering bertemu pandang, Ring senyum duluan. Si Rin malah kikuk. Senyumannya anggun, sedangkan Rin paling cuman bisa nyengir. Di kelas memasak, dia juga jago banget. Ring pinter bikin pasta spaghetti, kalo Rin paling jago bikin mie kuah. Jauh banget emang perbedaanya.

Miku dengan mulut penuh coklat, menunjuk satu sudut di kafetaria, "Liat—"

"—Pangeran dan Putri."

Rin mengikuti arah telunjuk Miku, Ring dan Len. Ketawa, sambil makan roti isi—yang kayaknya buatan Ring. Lalu Rin melihat ke arah Gumi dan Miku.

Dia mau minta maaf karena udah ngasih tunjuk jari tengahnya. Mungkin pendapat Miku emang bener. Dan seharusnya sikap dia kayak Gumi yang setuju. Dia emang kayak gembel kok. Rambut acak-acakkan. Mata sayu. Tampang madesu. Apa yang lebih mirip lagi sama dia selain kelinci buluk kepala sekolah?

Ia nyengir, "Maaf."

Gak ada yang lebih enak dari ruangan kepala sekolah. Mereka udah sering kesini. Cari alesan gak penting, abis itu numpang ngadem. Kepala sekolah juga udah maklum. Mereka malah dikasih izin untuk masuk. Kadang, mereka curhat sama kepala sekolah. Bagi cowok yang terbilang cukup cakep itu, permasalahan hati remaja itu gak buat bosen. Apalagi remajanya kayak gini.

Bagi Gakupo yang gak punya anak cewek, mereka udah dianggep anak. Walaupun Gakupo sering dibully, akhirnya mereka juga bakalan curhat sambil ngadem. Gakupo juga tau siapa yang dipermasalahin. Dari dulu gak pernah berubah. Cuman masalah percintaan si Rin doang. Mungkin bagi orang-orang bosen, tapi bagi dia nggak. Cewek kumel yang sebenernya cantik suka sama Tuan Sempurna dari Negeri Kayangan, sayangnya ada saingan yang cantik. Jadi—

"Agak susah sih kalo kamu gak mau berubah."

Miku menepuk tangannya, "Nah! Itu dia! Berubah! Lo harus berubah!" ujarnya sambil menunjuk-nunjuk Rin.

"Lo pikir gue Sailor Moon?!"

Gumi yang kerjaannya cuman makanin kue Gakupo ikut menimpali, "Lo harus agresif initinya. Kalo dia tau eksistensi lo, dia bakal mempertimbangkan elo."

Miku menunjuk Gumi. "Nah! Itu! Bener! Walaupun gue gak ngerti maksudnya, pokoknya bener!"

Rin memutar matanya, dia udah biasa sama keadaan kayak gini. Di mana semuanya menyuruhnya untuk berubah. Oh please! Dia bukan Sailor Moon! Dia gak bisa berubah! Dia akan tetap jadi dirinya!

Ini yang dia sebel di keadaannya. Dia jatuh cinta, di mana dia dipaksa untuk berubah demi orang yang dia suka. Bukan gini caranya. Kalo orang itu suka sama dia, orang itu harus suka dia apa adanya. Bukan Rin yang cantik, baik, manis, atau apapun itu. Tapi yaah, kita hidup di dunia dengan segala realita yang menampar kita. Gak akan ada cerita kayak gitu. Dia harus berubah. Dia harus jadi Rin yang cantik, baik, dan manis kalo dia mau hati Len.

Rin menggeleng, "Nggak. Gue gak mau. Gue lebih nyaman kayak gini kok," dia meninggikan suaranya, "Emang gue kayak gembel, yang penting—"

"Emang ada yang penting dari lo?"

"Kurang ajar lo."

Suzune Ring

Selamet Len! Jadi juara 1 lagi! Kalah lagi deh gue :( Kagamine Len

Like. Comment. Share

Kagamine Len makasih jelekkk :p jangan sedih dong, nanti tambah jelekkk :p

"See? Pas kenaikkan kelas aja langsung kayak gini. Lo kapan nyerang balik?" Miku menunjukkan halaman Facebook di ponselnya ke Rin dan Gumi. "Paling banter juga liat-liatan, itu juga dia langsung liat ke arah lain."

"Yaah—hmm..." Rin menutup matanya, menaikkan pundaknya, "Hmm—bodo amat..."

Kelas sedang kosong. Ini sudah sore. Anak-anak sudah pulang. Hanya tinggal beberapa anak yang sedang ada kegiatan tambahan klub, atau yang gak jelas kayak mereka.

Matahari sudah ingin pulang, menciptakan gradasi indah di langit. Cahaya matahari tembus ke kaca, menyinari wajah Rin yang terbenam di antara kedua tangannya yang bersilangan.

Mungkin dia hanya kurang beruntung, atau mungkin Len memang bukan untuknya. Demi sumbu x dan sumbu y, apakah dia anak nakal sampai harus dihukum seperti ini? Jika saja ia tahu tontonan tentang cinta akan mempengaruhinya, ia akan membakar seluruh koleksi DVD bajakannya, membuangnya jauh-jauh, dan memendam harapannya tentang Len.

Dia sudah sakit berkali-kali karena berharap. Tapi hal yang paling berat adalah berhenti berharap ketika matanya memberi harapan. Karena saat itu, ia tahu dengan pasti ia akan jatuh di lubang yang sama. Dan merasa bodoh untuk ke berapa kalinya.

Duk!

Sebuah bola basket masuk ke kelas. Meluncur ke depan kelas. Rin, Gumi, Miku melihatnya. Tapi tidak peduli dan lebih memilih berkelebat dengan pikiran masing-masing. Mereka pikir, si pemilik paling bakalan ngambil.

Rin memang tidak peduli, tapi dia penasaran milik siapa bola basket ini. Apalagi ia merasa familiar dengan bola basket yang memiliki gambar orang senyum yang digambar dengan spidol. Tunggu. Ini kan...

"Hey," suara bariton memenuhi atmosfer di kelas. Rin membeku di tempat, ia melihat ke arah pintu kelas yang terbuka. Menampilkan cowok tinggi dengan rambut pirang dikuncir. Len. Len Kagamine. Len Kagamine gebetannya Rin.

Miku dan Gumi kaget. Mereka melihat ke arah Rin. Mampus lo Rin.

"Tolong dong, bola basketnya."

Rin berdiri, mendekati bola basket itu, dan mengambilnya.

"Kalo gak salah nama lo Rim, kan?"

Nama aja udah salah. Gimana dia mau kenal? Emang tipis banget peluangnya.

Rin menggeleng. "Bukan," dia melempar bola basket Len. Bola basket itu ditangkap oleh Len, "Hampir bener," dia melanjutkannya.

Len tersenyum simpul, "Makasih ya," ia berbalik arah. Di balik punggungnya ia berkata, "Rin," lalu benar-benar pergi dari tempat itu.

Rin diam di tempatnya. Ia melirik Gumi dan Miku. Mereka saling berpandangan. Dengan cepat, Rin menerjang mereka dan teriak—

"Gue sayang sama kalian!"


-TO BE CONTINUED-


haiii! gimana kabar kaliaann? maaf yaa saya gak apdet lama bangett! tugas numpuukk, ulangan dimana-manaa! ya ampuunn;w;

ini fic baru lagi. HAHAHAHAHAHA. duh, muuph qq ;w;

okelah, ini aja. akhir kata,

review! :3