"Pertempuran abadi telah ditetapkan.

Semua akan sama seperti dahulu.

Mempertaruhkan ego dan rasio.

Antara dua ras berbeda pribadi…"


DEIMON, 13TH OF EAST DISTRICT, PANGEA. 11/11/11, 11.30 P.M::

"Hosh… Hosh… Hosh…"

Seseorang sedang berlari menyusuri jalanan distrik ke-13 timur Pangea. Benua satu-satunya di planet berkehidupan, Bumi. Benua yang telah disatukan oleh para ahli dan diprediksi tak akan terpisah lagi. Oleh yang namanya teknologi. Prediksi. Prediksi. Dan prediksi. Ahli di dunia ini benar-benar tak pernah belajar -apa itu arti prediksi yang sebenarnya.

"Ga-gawat! Aku terpojok!"

Dia –makhluk yang sedari tadi berlari—kini terpojok. Di salah satu jalan buntu. Menempelkan erat punggungnya pada tembok kota. Tembok penuh coretan. Coretan yang terpampang di malam hari. Hanya malam hari. Kau tahu kenapa? Saksikanlah sendiri…

"Hei, bocah! Kau sudah tak bisa lari lagi! HAHAHA!" suara the stranger yang sedari tadi mengejar bocah –mungkin pemuda—berusia sekitar 19 tahun ini. Memojokkan pemuda tadi di sudut remang kota. Membawa colt 16 yang sedari tadi ia todongkan.

"Maaf," ucap pemuda yang tadi terpojok. Menunduk. Entah melakukan apa, masih tak jelas. Gelap malam menghalangi pandangan orang asing yang mengejarnya.

"Tak usah minta maaf. Karena, kau akan kubunuh. Lalu hartamu semua akan jadi milikku! HAHAHA!" tawa orang asing itu. Menggema di balik malam. Malam yang menurutnya adalah saat keberuntungannya. Hanya menurutnya…

"Itu menurutmu. Heh… Heh… HEHEHEHE!" gema sang pemuda. Warna hazel mendominasi pojok tembok. Bulan purnama terbuka lebar di hadapannya. Menyinarinya. Menampilkan bayangan sayap. Sayap berbentuk kelelawar. Hanya bayangan, pikir sang orang asing yang mulai bergidik ngeri. Bisa dibilang, pemuda ini membalikkan kedaan dengan mudah.

"Sayangnya, peranku bukan werewolf. Jadi aku takkan melukaimu dengan bulu bertebaran. Yah, aku memang bukan werewolf. Tapi, aku juga bukan manusia, loh," ucap pemuda yang masih menunduk ini. Yang perlahan mendongak. Menampilkan seringai kecil. Sungguh di luar karakter aslinya di dunia matahari –dunia di mana siang berkuasa.

Sang orang asing mulai mundur. Perlahan ia mengendurkan genggaman erat pada senjatanya. Bukan kemauannya. Hanya, tubuhnya memerintahkan apa yang bentrok dengan otaknya. Sementara sang pemuda makin menunjukkan tubuhnya. Tak terlalu kekar, namun cukup untuk menarik perhatian gadis-gadis. Hazel. Sekali lagi, warna itu mendominasi siluetnya. Rambut dan mata yang kukuh disinari purnama pertama bulan ini. Purnama yang dianggap kejayaan werewolf—musuhnya. Ups, apa baru saja ada yang bilang, musuhnya?

"Ma-maafkan aku…" lirik orang asing tersebut. Mengucapkan lagi apa yang tadi disebut sang pemuda. Menunduk dalam diam. Posisi mereka bertukar sekarang. Menjelang 15 menit menuju denting jam pergantian hari.

"Tadi aku sudah mengatakannya. Sudah kuduga kau akan berkata balik. Mungkin aku akan memaafkanmu—" ucap pemuda itu tertahan. Ia menahannya lebih tepatnya. Bayangan sayap yang terpantul di tembok belakangnya semakin membuat the stranger mengerang dalam hati. Tak sanggup bersuara lagi, sebab sayap pemuda di hadapannya semakin melebar.

"Mungkin aku akan memaafkanmu… Kalau darahmu manis—"

ZLEB!

"Tapi sayang. Darahmu tak berharga bagiku," ucap pemuda itu akhirnya. Pemuda yang kini telah berada di depan orang asing tadi. Yang kini membelalakkan matanya. Sorot pasrah mendominasi pupilnya. Sebelum akhirnya terjatuh bersama senjatanya. Benar-benar keadaan telah berbalik.

"Ah, aku lupa memberitahumu," ucap pemuda itu lagi. Sayap di bayangan tembok menyusut. Kembali ke asalanya. Namun, muncul yang lain. Sayap yang sebenarnya di punggung sang pemuda. Melebar perlahan.

"Kalau namaku… Eyeshield 21. Kecepatan 40 yard dalam 4,2 detik seharusnya membuatku bisa melarikan diri darimu. Tapi, sesekali mempermainkan orang memang asyik. Seperti kata komandanku. Aku memang bukan werewolf," ucap pemuda itu lagi. Di tangan kanannya telah tergenggam eyeshield hijau. Sayapnya telah terbuka sempurna dari balik jaket merahnya. Mungkin bukan warna asli...

Ia terus berbicara. Menghabiskan waktu. Menunggu denting bergema di seluruh dunia. Jaketnya semakin berwarna merah. Dengan sendirinya. Mungkin mendandakan jumlah orang yang ia telah bunuh. Ups, salah ucapkkah? Hingga akhirnya ia membuka mulut setelah hening menyusupi distrik 13 Timur, Deimon.

"Tapi… Aku vampire,"

DONG! TENG TENG TENG! KWAK KWAK KWAK!

12/11/11, 00.00

Bertepatan dengan berdentingnya jam, pemuda ini terbang. Dengan sayapnya yang diikuti ratusan. Mungkin ribuan makhluk bernama kelelawar. Terbang dan menghilang di kegelapan malam. Menyisakan the stranger terkapar sendiri di tembok. Melekat dengan kuku tajam di kaki dan tangannya. Tersalib terbalik. Lambang penghinaan dari vampire. Meninggalkan bekas tulisan berinisial 'K. S'. Dari vampire yang menjadi eksekutornya malam ini.

Kobayakawa Sena.


As Vampire, As Werewolf

Chap 1: Those Vampires, Back

Disclaimer: Eyeshield 21 from Riichiro Inagaki & Yuusuke Murata

Warning: AU, OC, typo (buat jaga-jaga), OOC. Gaya bahasa makin rumit nan gaje. Saya siap menerima lemparan tomat bersih dari kebun *halah*. Tapi, kalo emang ga maw liat lebih lanjut, back aja. Don't Like Don't Read!

As Vampire, As Werewolf: 2010: M. Gabriella


~00V4W00~

"Ialah jalan keluar kita."

"Mereka sudah bersiap…"

~00V4W00~


DEIMON UNIVERSITY'S YARD, 12/11/11, 07.30 a.m::

"Mamori-senpai~!" teriak seorang mahasiswi distrik 13 Deimon dengan rambut biru pendek sebahu dengan poni mirip berwarna dark blue. Berlari-lari sambil membawa kartu. Kartu?

"Ya, Suzuna-chan? Ada apa?" tanya gadis itu lembut pada anak yang mengejarnya. Gadis berambut auburn kemerahan dengan mata sapphire beningnya. Aura keibuan seorang Anezaki Mamori pada nona kecil, Taki Suzuna. Berdiri diam, menghentikan jalannya agar sang kouhai dapat mengejarnya.

"Ini! Ada kartu cinta lagi dari kakak! Buang saja, Mamo-nee!" ucap Suzuna yang sedari tadi maih mengatur napasnya sembari memberikan kartu yang ia bawa-bawa lari.

"Hahaha… Taki Ryu lagi? Kusimpan di kotak khusus saja, ya? Sayang dibuang. Kakakmu kan sudah susah-susah membuat," ucap Mamori ramah lagi. Disertai nasihat bijaknya pada Suzuna.

"Uuh~! Ya, sudah kalau itu mau Mamo-nee. Kita masuk, yuk!" ucap gadis Taki ini riang lagi. Sambil menggandeng lengan Mamori dan mengajaknya masuk ke universitas mereka. Tapi, saat baru saja mereka mau berjalan, seseorang menerobos mereka…

BRUK!

"Aduh! Jalan lihat-lihat, dong!" maki Suzuna pada sosok tinggi tegap yang baru saja menyelak mereka—lebih ke Mamori tapi. Sosok berambut spike blonde yang menenteng senjata berjenis AK47 tetap tegap berjalan melewatinya. Tak menoleh sama sekali.

"Sudah, Suzuna-chan. Biar aku saja yang mengurusnya," ucap Mamori lembut sambil membantu Suzuna berdiri. Ia kemudian berjalan cepat menuju pemuda yang tadi menabraknya. Siap memaki mungkin.

"YEY! Ayo, beri dia pelajaran, Mamo-nee!" sorak Suzuna gembira sambil mengepalkan tangan ke atas.

"E-eh! Maaf!" selak pemuda berambut hazel dengan mata berwarna sama pada Suzuna. Menunduk dengan aura bersalah tingkat tinggi.

"Kamu siapa?" tanya Suzuna bingung. Pemuda ini tiba-tiba muncul, pikirnya.

"Ah, iya! Sampai lupa! Aku adik sepupu dari pemuda berambut spike blonde tadi!" ucap pemuda di depan Suzuna dengan aura bersalah masih menerpanya.

"Tenang saja. Ia sudah diurus Mamo-nee!" ucap Suzuna sambil menunjuk Mamori yang telah ada di samping pemuda yang menabrak mereka.

"Ah… HWAA! JANGAN! Bahaya!" sahut pemuda hazel tadi gusar. Menggaruk-garuk kepalanya tak beraturan.

"Kenapa?" ucap Suzuna bingung lagi pada pemuda asing yang panik di depannya.

"Kakak sepupuku itu sangat kejam! Bahaya kalau Mamo-nee mu itu memakinya!" ucap pemuda hazel ini semakin panik akut. Kini ia berlari secepat kilat ke arah Mamori dan pemuda spike itu, yang telah jauh.

"Tunggu! Hei, siapa namamu?" teriak Suzuna yang cepat mengejar pemuda asing itu. Larinya mungkin kalah cepat, maka ia segera membuka tasnya dan mengambil inline skate daruratnya. Namun, sebelum ia akan mengejar Mamori, ada satu hal yang membuatnya terpaku.

Ada bayangan sayap kelelawar di bayangan pemuda itu!

"Ti-tidak mungkin…" gagap Suzuna cepat. Ia segera menggosok matanya. Dan anehnya… Bayangan itu hilang!

"Ah, cuma perasaanku saja!" gumam Suzuna kemudian. Ia memacu inline skatenya cepat kemudian.

"Kobayakawa Sena!" ucap pemuda itu cepat. Masih menyisakan ketakutan hebat di mata Suzuna. Ketakutan yang ia anggap perasaannya saja. Hanya angin lalu.

Sayangnya, itu bukanlah perasaanmu, sayang…


INSIDE DEIMON UNIVERSITY::

"Hei, kau! Berhenti!" teriak Mamori menggema di kampusnya. Membuat yang berada di dalam universitas segera menoleh cepat padanya, sebelum kembali ke aktivitas rutin mereka. Teriakan Mamori cukup mempan. Pemuda spike itu berhenti sejenak dan membalikkan badanya ke arah Mamori.

"Apa?" tanya pemuda spike itu datar. Tak suka berurusan dengan gadis asing di depannya. Yang tiba-tiba datang untuk memakinya tanpa sebab. Ups, kau salah. Kau menabraknya, kan?

"Kau ini! Sudah menabrak kami, bukannya malah minta maaf!" teriak Mamori lagi. Kencang namun tak sampai membuat satu universitas menoleh padanya.

Baru saja pemuda di depannya akan membuka mulut, siap adu debat, ia kaget melihat aura yang dikeluarkan Mamori. Yang hanya bisa ia lihat. Maaf—rasnya lihat. Putih. Tanpa noda dan celah. Warna yang membentuk seringai kecil di lekuk bibir pemuda ini.

"Kau ini berisik sekali, cewek sialan!" seru pemuda ini balik. Ia kemudian menggenggam erat tangan Mamori sampai gadis ini sempat menjerit pelan. Merah pastinya.

"Kau! Lepaskan! Sakit!" bentak Mamori pada pemuda asing yang menghancurkan hari indahnya kali ini.

"Kau ini berisik sekali," ucap pemuda di depannya datar lagi sebelum melepaskan tangan Mamori. Setelah melepaskannya, ia berbalik. Membuat Mamori bingung lagi. Apalagi mendengar kata-kata yang pemuda itu ucapkan kemudian.

"Bila kau tertarik padaku, temui aku di reruntuhan kuno Distrik Deimon. Kalau kau pintar, kau akan tahu di mana tempat yang kumaksud. Gunakan kunci yang kuberikan padamu," ucap pemuda itu lagi sebelum masuk lebih dalam ke kampusnya.

"Eh?" ucap Mamori pelan sambil membuka gengaman tangannya. Menunjukkan kunci perak kecil dengan lambang kelelawar merah mini di ujungnya. Aneh, pikir Mamori. Sebelum akhirnya ia sadar, ada hal penting yang harusnya ia tanyakan sedari tadi.

"Siapa namamu?" teriak Mamori kencang pada pemuda tadi. Berharap pemuda asing itu menjawab.

"Kau akan mengetahuinya nanti," ucap pemuda tadi misterius. Sebelum berlalu dalam kerumunan orang-orang yang lalu lalang di universitas.

BRUK!

Mamori terjatuh lagi. Tak terlalu sakit, memang. Hari ini adalah hari menabrakkah? begitu pikirnya. Ia ditabrak oleh anak yang terlihat lebih muda darinya. Seumur Suzuna mungkin.

"M-maaf! Aku tidak sengaja! Maafkan kakak sepupuku juga, ya! Maaf sekali lagi!" ucap pemuda berambut spike hazel yang kembali melanjutkan aktivitasnya, berlari mengejar kakak sepupunya dan menghilang dari pandangan Mamori karena kerumunan orang-orang.

"Mamo-nee! Kau tidak apa-apa?" tanya Suzuna panik melihat dari kejauhan Mamori ditabrak pemuda bernama Sena yang ia kenal barusan.

"Aku tidak apa-apa. Kau kenal pemuda tadi?" tanya Mamori yang bangun dibantu Suzuna kemudian.

"Ya. Namanya Kobayakawa Sena. Yang menabrak kita tadi itu kakak sepupunya," ucap Suzuna pada Mamori. Memperjelas keadaan bagi Mamori. Namun, aura jahil Suzuna sedang timbul rupanya. Terlihat dari antenna kepalanya yang bergerak-gerak tak karuan.

"Kakak sepupu Sena tampan, ya, Mamo-nee?" tanya Suzuna jahil pada Mamori. Membuat kedua pipi Mamori sedikit memerah.

"Ah, kau jahil sekali, Suzuna! Bi-biasa saja, ah!" seru Mamori cepat sambil menarik Suzuna masuk ke dalam universitas mereka. Masuk ke kelas masing-masing mungkin, dan berpisah di koridor universitas.

~Sementara itu, di tempat kedua pemuda misterius tadi…~

"Hiruma-san, mereka menarik, ya?" tanya pemuda bernama Sena yang dikenal Suzuna tadi pada orang yang ia sebut Hiruma itu.

"Keh, cebol sialan! Kau merasakan juga rupanya. Dua orang dari perubah nasib ras kita. Tak lama lagi, pertempuran akan semakin dekat. Tinggal menunggu mereka datang saja. Ini baru perkiraanku, tapi salah satu dari clan werewolf sialan itu sudah berada di dekat gadis sialan tadi," ucap Hiruma serius lagi pada Sena.

"Ya. Kuharap kita tidak terlambat,"

~Kembali ke Mamori!

"Anezaki!"

"Ah, Akaba!" sahut Mamori pada pemuda bernama Akaba yang melambaikan tangan dan memanggilnya di koridor kelasnya yang belum mulai karena dosen yang terlambat.

"Ada apa tadi kau teriak-teriak?" tanya Akaba yang masih menenteng Isabel kesayangannya… Padahal itu gitar.

"Eh? Suaraku terdengar olehmu tadi?" tanya Mamori bingung. Pendengaran seorang pemusik memang hebat, pikirnya.

"Ya. Jelas pula. Ada apa, memang?" tanya Akaba lagi sambil nge-jreng ria.

"Ah, tadi ada orang asing yang menabrakku, dan memberikan ini padaku," ucap Mamori sembari menunjukkan kunci perak aneh yang ia terima pada Akaba.

"Coba kulihat sebentar," ucap Akaba dan mengambil kunci itu dari tangan Mamori. Ia kemudian menyipitkan matanya, mengamati desain kunci tersebut. Hingga akhirnya menemukan objek lambang kelelawar merah yang membuatnya membelalakkan matanya.

"Ini…" desis Akaba. Mereka telah kembali, pikirnya. Ia langsung menggenggam kunci erak itu dan mengambilnya dari Mamori. Mamori bingung dan ingin mengambil kunci itu balik. Terjadi pertarungan singkat antara dua makhluk berbeda itu. Ups, dua makhluk ya?

"Kembalikan, AKABA!" bentak Mamori sambil mencekal pergelangan tangan Akaba, yang kemudian melolong keras…

"GRAAAAH!" teriak Akaba yang langsung mengundang tatapan tak suka dari manusia-manusia yang sedang lalu lalang di universitas ini. Membuat Akaba bungkam sejenak, sebelum akhirnya ia ditabrak oleh anak berambut putih perak. Tabrakan lagi?

BRUK!

"Aduh!" seru Akaba yang terjatuh bersama Isabelnya…

"Hehe… Hai, Akaba-san!" ucap pemuda yang menabrak Akaba tadi. Rambut perak mendominasi dengan emerald cerah.

"Ah, ISABELKU!" teriak Akaba histeris sambil mengambil gitar pasangan hidupnya (O.o?) itu.

"Maaf, Akaba-san," cengir kecil pemuda berambut perak yang menabraknya. Mengundang kerutan satu alis dari Mamori. Hari ini memang hari tabrakan massal, pikir Mamori.

"Riku, kau ini, tidak bisa hati-hati sedikit? Bagaimana kalau kau luka?" seru Mamori pada Riku. Ia segera memeriksa luka Riku yang sepertinya tak ada. Aura keibuannya keluar rupanya. Meninggalkan Akaba yang pundung sejenak, karena bukan dia yang dikhawatirkan Mamori. Cukup mengundang pertanyaan. Siapa yang menabrak dan ditabrak?

"Maaf ya, Mamori-neechan! Aku mengganggu, ya? Aku ada urusan dengan Akaba-san. Jadi, aku bawa dia sebentar, ya!" ucap Riku sambil senyum ria dan menyeret Akaba yang sedang memeluk Isabel penuh kasih. (==a)

"Eh, iya," ucap Mamori yang kemudian mengambil kunci perak yang tadi Akaba jatuhkan karena ditabrak Riku. Namun sebelum benar-benar hilang diseret Riku, Akaba mengatakan sesuatu pada Mamori.

"Anezaki, jangan dekat-dekat dengan pemilik kunci itu. Akan terjadi pertempuran…" ucap Akaba pada Mamori dan kemudian menghilang bersama Riku dan Isabel miliknya.

AkaRikuIsa (pair macam apa ini? ==") place…

"Kau melihatnya Riku?" tanya Akaba pada orang yang menyeretnya kini dengan serius.

"Ya, lambang kunci itu, tak salah lagi,"

"Mereka sudah kembali…"

[SKIP TIME, FINISH DEIMON UNIVERSITY'S TIME]


ANCIENT RUINS* DEIMON, 13TH OF EAST DISTRICT, PANGEA. 12/11/11, 09.30 P.M::

"Inikah tempat yang dimaksud pemuda itu?" tanya Mamori yang sudah sampai ke tempat yang diberitahu Hiruma padanya. Ia tentu membawa kunci yang telah ia siapkan.

KWAK KWAK KWAK!

Bunyi dari kelelawar yang terbang berpindah tempat di reruntuhan itu. Memekakkan telinga Mamori sejenak, sebelum meneruskan perjalanannya ke reruntuhan, bersama obor yang ia bawa sedari tadi.

Di tengah reruntuhan, ia menemukan suatu lukisan. Lukisan dengan dua kubu. Satu dengan sayap kelelawar, satu dengan bulu-bulu lebat… Tak salah lagi, pikir Mamori yang jenius itu.

Ini lukisan pertarungan Vampire dan Werewolf…

Otak jeniusnya mengarahkan kunci perak itu pada lubang kunci asing di sebelah lukisan itu. Memasukkan lukisan tersebut dan berakhir dengan terbaliknya lukisan itu… HItam. Debu sangat sukses menutup bagian belakang lukisan tadi. Menggerakkan jiwa kebersihan Mamori keluar pada tangannya dan menyapu debu-debu itu singkat, sembari meniupnya. Tertulis sesuatu di sana…

"Ketika kau membaca ini, semua akan terjadi. Pertarungan besar dua kubu sudah tak terelakkan lagi. Manakah yang akan kau pilih? Ingat, pilihanmu menentukan bagi dua kubu. Kau tak bisa mundur lagi…"

"Kekeke… Kau telah datang, Anezaki Mamori," ucap seseorang dengan gaung di seluruh ruangan. Rambut spike blondenya yang pertama nampak begitu mencolok. Disusul wajah err—tampannya. Dengan mata hijau tosca mengikuti. Mamori serasa melihat sosok sempurna sejenak. Tiba-tiba, nama pemuda pembuat masalah bagi Mamori segera terlintas di benaknya. Entah ia dapat dari mana. Pengaruh kunci itu mungkin?

"Namamu… Hiruma Youichi, kan?"

"Kekeke! Ya-Ha!"

~suite~


A/N:BAHAHAHA! *ketawa ala Otawara* Jadi juga ni fic nista! Feelnya dapet? Ato malah ancur? Zzz… Niatnya bikin yang sekeren Twilight, jadinya malah kayak Van Helsing… Au ah! Silahkan Readers nilai sendiri! Yang lain lum kluar, sabar ea… Masa smua mau diserodok gitu aja? Kan ga lucu! *emangnya lucu apa? ==a*

.

Ah, daripada makin ngelantur gaje, anda sekalian mending review aja ea! Fic G.o.D apdetnya sminggu lagi. Udah pasti. Kalo ane ingkar, silahkan lempar surat cinta *dihajar* eh, surat protes ke PM.

Akhir kata, REVIEW!


*Dictionnaire:

1. ANCIENT RUINS:

Reruntuhan kuno