Warning: There will be three focus in this story. Naruto, Kurama, and Minato. And so yeah, as you can see, this story will focus on Family Stuff. But, be warned, I will include KakaNaru in this story, though it may come later. Later than usual. But it will be there. So please heed this.
Other warning included: Rushed plot, out of character, GARY STU, and other standar warning. Don't like this, don't read this. I don't have the patience to deal with the people who will complain about the elements in this story. Write your own goddamn story if you don't like this one. Thanks.
Also I would like to apologize if my wording is a little bit complicated, as I used to read in english and so some of the expression used in this story is based on an english translated one since I am not that familiar with Bahasa Indonesia's formal vocab. In short, I don't have Beta so if there's anything weird, just take it in stride okay.
I WILL NOT ABADONED THIS STORY. Update may be late, but I will finish this story however long it takes. So don't worry about this one.
Without any further delay, enjoy this one.
Dia akan mati.
Hal ini terlintas di kepala Naruto, sesaat setelah benda kayu yang keluar dari tangan Kaguya menembus jantungnya.
Dia akan mati.
Tidak ada rasa takut di kepalanya. Menjadi seorang ninja berarti selalu siap dengan segala konsekuensinya. Termasuk kematian.
Dia akan mati.
Naruto bisa merasakan bagaimana ekor Kurama memeluknya lebih erat. Kali terakhir mereka bersama sebelum Naruto meninggalkannya. Kurama akan bereinkarnasi lagi, Naruto akan berakhir di akhirat.
Dia akan mati.
Tapi senyum Naruto mekar di bibirnya. Kaguya mungkin memenangkan pertarungan ini, tapi tangan Naruto dan Sasuke berhasil menyentuh tubuhnya. Mereka berhasil menyegel Dewi ini untuk yang kedua kalinya. Dan kali ini Naruto tahu bahwa Sang Dewi akan tetap berada di dalam segelnya karena Zetsu hitam juga telah disegel dalam segel yang berbeda.
Mereka memenangkan perang ini. Lagi.
Naruto tersenyum, kemudian tenggelam di dalam kegelapan.
Naruto mati.
Rinse and Repeat
A Naruto Fan Fiction
Naruto © Masashi Kishimoto
I did not own Naruto, nor it's world. If I do, Naruto would kiss Kakashi the second he got the chance to. I make this for fun, so I hope you guys will have fun reading this too. Lastly, I did not get anything from this Fan Fiction, so please bear with me when I am being overly difficult with update time. Thank you.
Chapter 1. Is this heaven? (Naruto)
Kepalanya terasa berat namun tubuhnya terasa seperti dia melayang di angkasa. Ada rasa sakit di dalam, dalam, dalam dan tidak bisa dia sentuh. Seperti sinar matahari yang bisa di rasakan namun tak pernah bisa dia tangkap.
Jauh di dalam.
Rasa sakit itu sangat mengganggu. Rasanya seperti duri dalam daging, begitu mengganggu dan harus segera dikeluarkan. Tapi dia jauh di angkasa, dan rasa sakit itu jauh di dalam. Bagaimana dia bisa menggapai rasa sakit itu dan menghilangkannya?
Tapi dia ingat—bayangan? Memori? Insting?—bahwa dia tidak pernah menyerah. Tidak sekali pun kata menyerah menjadi pilihan untuknya. Bahkan ketika tidak lagi ada di pilihan. Menyerah adalah hal yang asing untuk dirinya.
Dan dia ingat, tidak sekali pun dia merasakan sakit yang mengganggu seperti ini. Tidak sekali pun dia merasa sakit yang berkelanjutan karena dia punya—teman? Partner? Saudara?—dia tidak ingat... kenapa mengingat jadi begitu sulit untuknya.
Apa yang terjadi?
Dia mencoba menggapai, benar-benar berusaha, agar rasa sakit itu bisa dihilangkan. Dari belakangnya tiba-tiba muncul kegelapan, menyelimutinya, memutus usahanya untuk terus menggapai. Dan perlahan, rasa sakit itu mendekatinya, keluar dari dalam menuju permukaan dan meninggalkannya.
Pergi. Pergi. Dan damai menyelimutinya.
Dia tenggelam dalam kegelapan.
XxX
Kepalanya masih terasa berat. Matanya masih terasa berat. Tubuhnya lemas, tapi rasa sakit itu sudah menghilang. Tidak ada lagi duri dalam daging.
Dia mengatur napasnya. Satu dua. Satu dua. Satu dua. Dada mengembang dan mengempis.
Hidup. Dia hidup.
Apa yang terjadi? Tubuhnya sulit untuk digerakan, lemah, renta. Siapa dia? Apakah dia orang tua yang sedikit lagi dijemput dewa kematian?
Ada seseorang di dekatnya. Seperti lentera, berdetak dan begitu terang.
Apakah orang itu kemari untuk menjemputnya?
Dekat. Dekat. Dan terdiam.
Orang tersebut berdiri di sana, menjadi pelita di dalam kegelapan yang mengelilinginya. Dia terus berdiri di sana, tapi sinarnya perlahan meredup. Dan dia menghilang.
Kegelapan kembali menyelimutinya.
XxX
Dia membuka matanya, menyambut langit-langit putih yang balik menatapnya. Tapi semuanya begitu terang, dan dia kembali menutup matanya. Sesaat berlalu, dia kembali membuka matanya. Kali ini, cahaya di sekitarnya tidak seterang tadi. Dia mencoba fokus, insting berkata untuk memeriksa kondisi tubuhnya.
Kaki, paha, badan, tangan, kepala. Semuanya baik-baik saja. Namun tubuhnya begitu lemas, dan menggerakkannya butuh tenaga yang tidak sedikit. Dia menutup matanya. Fokusnya beralih ke lingkungan sekitarnya, mencoba mengukur tingkat bahaya yang mungkin menyambutnya.
Telinganya mendengar bunyi Beep Beep Beep. Hidungnya menangkap bau antiseptik. Dia tahu tempat ini. Rasanya seperti dia bisa menghitung dengan jari kunjungannya ke rumah sakit, baik untuk menjenguk maupun di rawat. Dia tidak pernah jatuh sakit, dan dia tidak pernah terluka untuk waktu yang lama.
Dia ingat? (ataukah cuma delusi) bahwa dia pernah ditusuk di perut dan hanya membutuhkan waktu satu hari untuk sembuh kembali. Dia juga ingat bahwa dia pernah ditusuk dan dia tidak perlu pergi ke rumah sakit sama sekali. Sesuatu yang buruk telah terjadi padanya sampai dia perlu di rawat di rumah sakit.
Tapi apa yang terjadi?
Dia mencoba untuk mengingat kembali, tapi tubuhnya begitu lemah. Pikirannya lelah mencoba memproses semua ini. Dan dia memutuskan untuk kembali tidur.
XxX
Dia membuka matanya dan semua ingatan kembali ke kepalanya. Perang, Kaguya, mencoba untuk menyegel dia sekali lagi dan berhasil melakukannya, jantungnya yang tertusuk—mati. Dia ingat bahwa dia mati. Tapi, tapi dia—Naruto berada di rumah sakit sekarang. Dan dia bisa merasakan denyut jantungnya.
Dia hidup. Tapi... bagaimana?
Jantungnya. Dia yakin bahkan dirinya tidak bisa hidup setelah tertusuk di jantung seperti itu. Harusnya kematian yang menyambutnya, bukan rumah sakit.
Bagaimana? Naruto mengernyit, kemudian menggerakkan kepalanya untuk melihat sekelilingnya. Matanya bertemu dengan seseorang yang sudah sedari tadi berada di samping tempat tidurnya. Seorang pria, mata biru, rambut pirang dengan poni panjang yang membingkai wajahnya. Yondaime Hokage. Ayahnya.
Naruto membelalak. "Tou-chan?"
Respon Ayahnya sama sepertinya. Mata membelalak, dahi mengernyit. Kemudian ekspresi wajahnya terdiam, menjadi dingin. Naruto tidak pernah menerima ekspresi itu dari Ayahnya meski dia hanya pernah bertemu dengannya selama dua kali. Situasi ini benar-benar tidak nyaman.
Naruto menutup matanya. Instingnya berteriak salahsalahsalah saat dia mencoba memproses apa yang sedang dia alami sekarang. Karena Ayahnya sudah meninggal. Dan Naruto masih hidup. Naruto masih bernapas, dan masih berada di rumah sakit. Dia masih hidup.
Atau apakah dia sudah mati? Karena yang berada di samping tempat tidurnya adalah Ayahnya. Dari penampilan dan chakranya, Naruto yakin seratus persen dia bukan seseorang yang sedang menyamar. Dan dia tidak mungkin berada dalam genjutsu karena Kurama—Kurama!
Naruto tenggelam dalam alam bawah sadarnya, menuju ke tempat yang sangat familiar untuknya. Ruangan yang seperti selokan bawah tanah menyambutnya. Dia mengernyit. Terakhir kali dia melihat tempat ini saat dia berusia dua belas tahun.
Ada yang salah dengan kondisi ini. Naruto sedikit khawatir untuk memeriksanya. Tapi dia harus tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia melangkah maju, yakin langkahnya akan mengantarnya sampai tujuan.
Apa yang dia temukan tidak memberinya jawaban, tetapi semakin banyak pertanyaan. Karena di depannya, gerbang yang sudah dia buka sejak dia berusia enam belas tahun, menyambutnya dengan tertutup rapat. Dan di dalam gerbang tersebut, dia bisa merasakan keberadaan temannya. Tertidur.
"Kurama? Oi Kurama!?" dia mendekati gerbang tersebut dan memukul besinya. Lalu dia berhenti. Suaranya... suaranya terdengar berbeda. Suaranya lebih cempreng, lebih tenor seperti anak-anak. Dan tangannya, tangannya merupakan tangan anak-anaknya. Dia melihat ke bawah, dan bayangannya pada air yang tergenang menyambutnya.
Anak kecil. Dia adalah anak kecil. Panik dan takut bercampur dalam dirinya. Dia tidak berada dalam genjutsu. Dia tahu dia tidak berada dalam genjutsu karena tidak ada yang bisa mereplika pengalamannya selama dia berada di alam bawah sadar. Dia dan Kurama juga sudah bertambah kuat untuk menghalau genjutsu yang dilempar padanya.
Dan hanya Sasuke dan matanya yang mampu menipu persepsinya. Itu pun hanya untuk beberapa detik.
Dia yakin dia tidak berada dalam sebuah genjutsu. Jadi... apa yang terjadi pada dirinya?
Di depannya, Kurama membuka matanya. Rubah tersebut melihat sekelilingnya, tampak sama bingungnya dengan dirinya.
"Naruto," kata Kurama. "Apa yang terjadi!? Kenapa gerbang sialan ini ada lagi di depanku? Apa kau menyegelku lagi!?"
Untuk sesaat, panik dan takut yang dirasakan Naruto menghilang. Gantinya, rasa tidak terima atas tuduhan Kurama menyeruak ke permukaan. "Kenapa kau menuduhku seperti itu!? Kau tahu bahwa aku tidak akan melakukan hal ini sama sekali. Ugh!" Naruto mengusap wajahnya. Rasa takut dan panik tadi kembali, dan bercampur dengan marah, frustasi dan kebingungan. "Apa sebenarnya yang sedang terjadi."
Kurama terdiam, matanya terfokus pada Naruto. "Kau jadi anak kecil."
Duh. Terima kasih untuk observasinya, Kurama. Naruto memutar matanya. "Aku tahu. Itu yang ingin kutanyakan padamu. Aku ingat kita bertarung melawan Kaguya, aku sekarat tapi kita berhasil menyegelnya lagi. Aku ingat semuanya dan aku yakin aku tidak akan selamat dari serangannya. Tapi aku baru saja melihat Ayahku di samping tempat tidurku, dan tubuhku adalah tubuh anak kecil sekarang, dan kau berada dalam segel lagi dan aku tidak paham lagi apa yang sedang terjadi sekarang."
Kurama melihat sekelilingnya lagi. Matanya juga terlihat panik. "Naruto. Keluar dari sini. Aku punya firasat yang buruk soal ini. Jangan apa-apakan segelnya sekarang. Aku tidak punya jawaban untukmu, tapi aku merasa ada yang aneh dengan diriku."
"Apa—" tapi ucapan Naruto terpotong karena Kurama memutus koneksi mereka secara sepihak dan Naruto kembali membuka matanya.
Ayahnya masih di sana. Menatapnya dengan ekspresi yang dingin dan fokus. Naruto merasa sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Dia menenangkan dirinya, mencoba untuk menghadapi situasi ini dengan kepala dingin.
Tidak ada yang masuk akan dengan kejadian ini. Dia harus mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi sekarang.
XxX
Naruto masih berharap kalau semua ini hanyalah mimpi. Tubuhnya masih merupakan tubuh anak kecil (dan Naruto yakin usia tubuh ini kurang dari lima tahun) dan tidak berubah kembali menjadi tubuh seseorang yang berusia dua puluh lima tahun.
Ayahnya masih berada di sampingnya, tapi ekspresi dingin dan waspada yang dia gunakan sebelumnya telah hilang digantikan dengan wajah meringis dan kebingungan.
"Jadi menurutmu," kata Ayahnya. Naruto mencoba untuk tidak menunjukkan opininya tentang betapa absurdnya situasi ini kepada Ayahnya. Ayahnya, yang menggunakan persona Hokagenya pada anak kecil yang bahkan belum berusia lima tahun. "Aku adalah Ayahmu." Naruto mengangguk. Ayahnya tertawa, suaranya bukan melodi yang enak didengar. "Nak. Istri dan anakku meninggal tiga tahun yang lalu saat Kyuubi lepas kendali dan memporak-porandakan Konoha. Aku tidak punya anak."
Hah!? Itu menjelaskan kenapa Ayahnya tampak menderita ketika Naruto menjelaskan bahwa dia adalah anaknya. Tapi, Naruto... Mati? Bahkan sebelum dia berusia dua puluh lima tahun. Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Semakin banyak misteri yang harus dijawab. Naruto bisa merasakan denyut menyakitkan timbul di kepalanya.
Ugh.
"Siapa namamu, Nak?" tanya Ayahnya.
Naruto terdiam. Dia mencoba untuk mengubur dirinya di bawah selimut dan terlihat tidak mengancam (meski dia yakin, dengan tubuh sekecil ini, dia tidak bisa mengancam siapa pun). "Uzumaki Naruto." Ayahnya tampak seperti dia sedang mengalami konstipasi yang hebat. Naruto mendesah. "Tou—" Naruto memotong ucapannya seketika. Jika dia terus memanggil Ayahnya dengan sebutan itu, bisa-bisa Ayahnya epilepsi seketika di tempat. Atau lebih buruk lagi, Naruto dikirim ke Departemen Torture and Interogation dan dia tidak ingin berhadapan dengan Ayahnya Ino sekarang. "Yondaime-sama." Ayahnya menatapnya sekarang, kembali serius dan terfokus. "Namaku Uzumaki Naruto," Naruto menggigit bibirnya, mempertimbangkan ucapannya setelah ini. "Dan yang kutahu, kau sudah meninggal karena menyegel Kyuubi ke dalamku."
Mata Ayahnya menyipit mendengar ucapan Naruto. "Tunjukkan padaku segelnya."
Naruto mengangguk. "Segelnya ada di perutku," katanya, menurunkan selimutnya dan mengangkat baju rumah sakit yang dikenakannya. "Kau bisa melihatnya kalau kau memberikan sedikit chakra."
Ayahnya tidak menunggu, langsung menyentuh perutnya dengan chakra biru. Seketika, tulisan dari segel Naruto muncul di perutnya, dan Ayahnya dengan mata terbelalak, mempelajari detail segel tersebut dengan segera. Semenit kemudian, Ayahnya menggeleng tidak percaya. Dia kembali terduduk di samping tempat tidur Naruto, wajah tertutupi oleh tangannya.
"Um... ano. Itu segelmu kan?" tanya Naruto. Ayahnya tidak menjawab. Beberapa saat kemudian, Naruto akan memecah kesunyian yang melanda mereka tapi Ayahnya tiba-tiba berbicara.
"Bagaimana bisa...? Itu adalah segelku. Tidak ada yang bisa mereplikasinya karena aku tidak pernah menunjukkannya pada siapapun." Ayahnya menatapnya, dan dari tatapan itu Naruto bisa melihat betapa lelah Ayahnya. Lalu, Ayahnya kembali mengenakan persona Hokage dan menatap Naruto. Semua kelemahan yang tadi dia tunjukkan menghilang seketika. "Ceritakan semua tentang dirimu." Ayahnya kemudian melihat ke pintu masuk, dan sebuah ketukan menyambut mereka. Seorang suster membuka pintu, memberi hormat pada Ayahnya kemudian mendekatinya dan memeriksa keadaannya.
Ayahnya diam. Naruto hanya berbicara untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kecil yang dilemparkan oleh suster tersebut. Dan saat suster itu sudah selesai, dia tidak keluar tetapi berjalan ke samping, mendekati tempat tidur lain yang ada di ruangan tersebut. Saat itulah baru Naruto sadar tentang keberadaan orang lain selain dia dan Ayahnya di ruangan ini. Orang tersebut masih tidak sadarkan diri, terbaring di tempat tidur itu. Saat suster tersebut selesai memeriksanya, Naruto dapat melihat penampilan orang tersebut.
Anak kecil. Sama seperti dirinya. Rambut merah, kulit lebih putih pucat dari dirinya bentukan wajah yang begitu familiar bagi Naruto karena dia sering melihatnya di cermin, dan yang lebih mengejutkan adalah tiga garis familiar yang ada pada pipinya.
Ya Tuhan. Apa yang sebenarnya terjadi sekarang.
Orang tersebut mirip sekali dengan dirinya. Di kepalanya, Naruto bisa merasakan Kurama mulai panik. Dia baru saja akan bertanya, namun kemudian dia merasakannya. Chakra yang ada di dalam tubuh tersebut. Sebelumnya dia tidak menyadari keberadaannya karena Chakra yang tersimpan di sana sangat kecil untuk dirasakan, seperti sebuah jarum dalam jerami. Tapi setelah Naruto merasakannya, dia tahu dengan pasti apa yang terdapat di dalam sana.
Kurama. Chakra yang begitu familiar, terkadang sulit bagi Naruto untuk membedakannya dengan Chakranya sendiri, tapi Naruto yakin dengan pasti bahwa Chakra kurama ada di dalam sana. Murni dan tidak bercampur dengan Chakra apapun. Naruto menelan ludahnya.
"Kau kenal siapa dia?"
Naruto terdiam.
Ya Tuhan... semua ini membuat kepalanya sakit.
"Aku... aku tidak mengenalnya. Tapi aku—aku akan menceritakan semuanya padamu. Tapi bukan di tempat ini."
Ayahnya mengangguk.
Naruto melepaskan napas lega yang sedari tadi dia tahan.
TBC
Eyyy, Haloooo halooo. Jadi cerita ini semacam cerita fix-it time travel stuff, karena aku sedang banyak-banyaknya baca cerita time travel dan jadi tertarik untuk buat cerita ini versiku (dan karena banyak banget yang gk update-update dan discontinue pas lagi ena-enanya. cry). Wkwkkwkw.
Next update dalam waktu dekat. Mungkin dalam beberapa hari ini. Wkwkkw. Dan bakal jadi slow burn i think, entah lah. Aku udah punya outline story ini sampai endingnya, dan story ini bakal ngurusin hal-hal mayor di canon itu sendiri.
Cerita ini juga di crossposted di Ao3, jadi kalau gk mau baca di FFN boleh baca di Ao3 di bawah nama yang sama
Makasih sudah mampir. Sampai jumpa di chapter 2.
