Satu multichap lagi yang ga yakin bakal dikelarin seperti yang lainnya(baca: cancer dan MLGTB), entah kenapa kuru kepikiran buat nih fic, so enjoy it!!

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Disclaimer Tsugumi Ohba & Takeshi Obata

Pairing MelloMatt

Rated T (naik seiring bertambahnya chapter)

Genre Romance/Family/Drama

Yaoi, Mpreg, AU, di fanfic ini mungkin banyak fluffy scene. Jadi bagi anda yang suka adegan so sweet dianjurkan membaca! XDD

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

That Was NOT My Love Story!

Chapter 1

By: kurukaemo (kurokame lagi liburan ke hawaii…*ditendang*)

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

-

-

-

"Apa?! Kenapa menyalahkan aku? Aku tidak melakukan apa-apa pada PSP-mu!"

"Sudahlah… Lebih baik kau mengaku saja, Mello! Kau 'kan yang sudah menotak-ngatik PSP-ku?!"

"B-bagaimana bisa?! Aku sama sekali tidak menyukai game bodohmu itu, Matt!"

"Ah, sudahlah! Aku akan melaporkannya pada L! Dia akan memberikan hukuman yang setimpal atas perbuatanmu! Week!"

"Woi!! Matt! Ah, dasar bodoh!!"

Pemuda berambut merah itupun berlalu meninggalkan pemuda blonde yang masih mengumpat kesal dengan nafas terengah-terengah. Betapa lelahnya meladeni seorang anak 'game freak' yang tidak rela peralatan game-nya disentuh seujung jari pun! Dan lagi tuduhan itu mengarah pada dirinya. Padahal ia sama sekali tidak pernah dan tidak sudi memainkan game laknat itu.

Dan alasan yang membuat semua ini semakin tidak masuk akal adalah…

Hanya karena save-an game Resident Evil di PSP-nya lenyap tak bersisa!

'Apa sih menariknya game itu?!', batin Mello kesal.

Dan tiba-tiba ingatannya kembali pada perkataan Matt waktu itu…

"Hei! Resident Evil itu game yang sangat seru! Di sini kita bisa menghabisi para zombie-zombie yang lapar! Dan kau jangan sembarangan, Resident Evil yang kumaksud itu Resident Evil 4! Yang paling seru di antara semua Resident Evil yang pernah kumainkan! Dan character Leon S. Kennedy di sini sangat membuatku terpukau. Aku yakin kau akan menyukainya ju--"

"Arghh!" Mello mengacak-acak rambut blonde lurusnya. Dalam hati ia mengumpat kesal, merutuki nasibnya yang harus sekamar dengan pemuda ber-goggle tersebut.

Sejak dulu—tepatnya 3 tahun yang lalu, saat mereka masih berumur 12 tahun--mereka tidak pernah akrab, mangobrol pun tidak pernah. Kecuali saat mereka sedang bertengkar yang lagi-lagi hanya dikarenakan masalah sepele. Hampir seluruh penghuni Whammy's House mengetahui dua 'bintang' yang bersinar setelah Near itu selalu saja bertingkah seperti anjing dan kucing. Mereka selalu saja membesar-besarkan masalah. Memang, Mello dan Matt sama-sama memiliki ego yang kuat. Tetapi diantara sekian banyak ego yang pernah muncul, Matt lah yang selalu mengalah.

Karena Matt tahu, Mello memiliki masa lalu yang kelam. Keluarganya merupakan keluarga pembunuh bayaran yang sudah terkenal hampir ke seluruh penjuru Eropa, dan kini seluruh anggota keluarganya musnah dikarenakan mencoba melawan saat penggrebekan di 'markas' sekaligus 'rumah' bagi keluarga Keehl. Polisi yang tidak ada jalan lain langsung menembak mati Kepala Keluarga Keehl tersebut, yang tak lain adalah ayah Mello sendiri. Dan sisa-sisa lainnya, entah itu paman, ibu, dan kakek Mello, mereka semua sudah dihukum mati 1 tahun lalu karena sudah terlalu banyak menimbulkan kasus pembunuhan para petinggi negara.

Mello yang saat itu masih di bawah umur ditemukan oleh Watari dalam keadaan pingsan di gang sempit di pinggir kota London. Tubuhnya kurus, wajahnya pucat, dan rambutnya yang lembut pun terlihat acak-acakan. Tanpa pikir panjang Watari membawa Mello ke Whammy's House dan merawat Mello sampai sebesar ini. Pihak kepolisian pun tidak masalah mengenai hal ini. Karena Mello saat itu masih di bawah umur dan tidak mungkin melakukan tindakan kriminal seperti anggota keluarganya yang lain.

Dan disinilah Mello sekarang… tempat dimana anak-anak jenius dari seluruh dunia dibina dan dididik dengan fasilitas terbaik. Tanpa harus mempelajari apa itu yang namanya 'tatakrama', karena menurut L--'tatakrama' hanya merupakan basa-basi tidak penting.

Whammy's House hanya berisi anak-anak yang yatim piatu yang setiap anaknya mempunyai keahlian tersendiri yang sangat luar biasa. Mereka mempunyai keistimewaan sendiri-sendiri, terutama pada bidang akademis.

Kembali pada Mello yang masih mengumpat kesal dan mulai merapikan rambut blonde-nya kembali. Jadi dia tadi mengacak-acak rambutnya untuk apa? Sedikit improvisasi? Benar-benar kesal? Atau—ahh, sudahlah.

Mello sedikit menarik nafas kemudian berteriak kencang,

"MATT!! KUPASTIKAN KALAU UMURMU TIDAK AKAN LAMA LAGI!!"

Matt yang tadi masih terlihat berlari menyusuri koridor di depannya menghilang di tikungan menuju ruangan pribadi L. Begitu juga dengan Mello, ia pun berbalik dan berjalan sambil menghentak-hentakan kakinya frustasi. Tetapi siapa sangka, ternyata kaki yang tampak emosi itu melangkah ke arah sebuah pintu besar tua yang terbuat dari kayu. Dengan susah payah ditariknya pintu besar itu…

Dan siapa sangka lagi, kaki itu telah melangkah mendekati taman belakang Whammy's House yang beralaskan permadani hijau nan luas. Dari kejauhan awan putih tampak membatasi rumput itu dengan langit biru. Membuat langit seperti hanya beberapa senti saja di atas kepala. Kebun mawar merah pun semakin menambah kesan cantik pada 'Hope Park', begitulah Mr. Whammy memberi nama pada tempat ini. Kata 'Hope' menurut L adalah kata yang paling indah, harapan itu tidak terbatas. Segala hal yang kita inginkan adalah sebuah harapan, dan itu semua konon bisa terkabul di 'Hope Park' ini. Apapun harapan itu, seiseng apapun orang yang berharap, semua itu tidak bisa lepas dari sang 'Hope Park'. Walaupun hanya sebuah bisikan, gumaman, bahkan teriakan, tidak luput dari 'telinga' taman ini.

Mello pun duduk di bawah pohon cherry yang besar di bagian timur taman ini. Kakinya ia julurkan ke depan, ia sedikit meregangkan otot-otot tubuhnya kemudian bersandar di batang pohon yang ada di belakanganya.

Tiba-tiba saja ia teringat kepada pertengkarannya dengan Matt barusan, pertengkaran yang menurutnya tidak masuk akal. Tapi mau bagimana lagi, Matt yang 1000% berubah tempramental apabila sudah menyangkut masalah game saja bisa mengalahkan dirinya yang bahkan ia akui sangat egois. Siapa suruh meninggalkan PSP kesayangannya di meja belajar, padahal biasanya ia selalu membawa benda elektronik yang berisik itu kemana-mana.

"Menyebalkan…,", gumamnya tidak jelas sambil memanyunkan bibirnya. Karena bosan, ia pun mengambil sesuatu dari kantong jaket hijaunya, dibukanya bungkusan benda berbentuk persegi panjang tersebut, kemudian digigitnya coklat kesayangannya itu dengan malas-malasan. Entah kenapa Mello yang biasanya sangat 'freak' dengan coklat itu tidak seperti biasa. Menggigit coklat pun sangat tidak bernafsu.

Perlahan-lahan kantuk mulai menguasainya, hembusan angin sore yang menyapu wajah putihnya membuat Mello memutuskan untuk memejamkan mata sejenak. Kesan damai yang sama sekali tidak bisa ia tolak. Apalagi di sini tidak terlihat satu pun anak Whammy yang sedang bermain, semakin menyamarkan kekesalan hatinya karena tidak ada nada yang mengganggunya. Yah, setidaknya tidak berisik lah.

'Kapan lagi bisa seperti ini…,', pikirnya. Coklat yang belum sesetengahnya termakan pun jatuh ke rumput. Meninggalkan jasad seorang Mello dalam keadaan yang mampu membuat semua orang yang melihat menjadi terbengong-bengong.

'Seorang Mello yang biasanya garang dan sangar, tertidur dengan posisi imut di bawah pohon cherry?! Berita besar!'

Setidaknya itulah yang dipikirkan orang-orang bila melihat pemandangan ini.

***

Tok-tok-tok…

"Masuk…," jawab suara baritone dari balik pintu berukir itu. Yang dipersilahkan pun segera masuk dan menutup pintu kayu itu dengan sedikit kesan 'membanting'. Membuat pemuda yang duduk di sofa dengan posisi jongkok itu sedikit terlonjak dan menatap wajah di depannya, terbias perasaan kesal di wajah pucatnya. Jari-jemari lentiknya yang tadi dengan hati-hati menyusun balok-balok gula, pada akhirnya runtuh ketika Matt membanting pintu itu tanpa perasaan.

"Matt-kun, bisakah kau sopan sedikit?" L memandang wajah pemuda 15 tahun di depannya dengan mata pandanya. Membuat Matt serasa menjadi kriminal kelas kakap yang diinterogasi habis-habisan. Tetapi apa daya, sikap Matt yang memang kekanak-kanakan melindunginya dari hawa-hawa negatif yang terpancar di sekitar L. Walau bagaimanapun L tidak rela balok-balok gula yang sudah ia susun dengan susah payah itu runtuh begitu saja.

Matt hanya menggembungkan pipinya dan duduk di sofa yang letaknya berhadapan dengan L. sementara L menatap wajah Matt tanpa jeda, matanya yang 'indah' semakin membuat Matt keringat dingin. Ia berpikir, 'Apa aku melakukan kesalahan?'.

"Ada masalah apa, Matt-kun?" L membuka pembicaraan sambil terus menatap pemuda di depannya. Tetapi bisa dipastikan bahwa sebelah tangannya kini sedang memasukkan 9 balok gula ke dalam cangkir kopi, kemudian mengaduknya dengan sendok perak kecil.

"Mello!"

"Kenapa dengan Mello?"

"Ia merusak PSP-ku!"

"Rusak bagaimana?"

"Semua save-an-ku hilang, lenyap tak bersisa! Pokoknya aku mau dia bertanggung jawab!"

"Bertanggung jawab bagaimana? Memangnya dia melakukan hal yang tidak-tidak padamu?"

"I-Itu… Ti-tidak! Pokoknya aku mau kau menghukum dia, L!" jawab Matt dengan muka yang memerah. L tersenyum dan meminum kopinya sedikit.

"Hmm… 99,9% bukan Mello pelakunya. Oh, mungkin 100%,", L menyesap kopinya sekali lagi.

"Ba-bagaimana kau tahu?"

"Karena memang bukan dia," jawab L sambil mengunyah chocolate muffin yang barusan diambilnya.

"A--"

"Karena aku yang melakukannya." L langsung memotong pembicaraan Matt, kemudian melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda, mengunyah jelly donnut utuh-utuh.

Mata Matt membulat, ia tidak menyangka pemuda 22 tahun di depannya ini, seorang detektif nomor 1 di dunia, orang yang sedari dulu dikaguminya, ternyata merupakan tersangaka utama kasus PSP Maut ini. Oh, sedikit hiperbola. Tapi memang itulah yang ada di pikiran Matt saat ini.

"A-apa? T-tidak mungkin! Kau pasti bohong!"

"Aku bilang, aku yang melakukannya." Jawab L tenang.

Mata Matt makin melebar, ia masih sedikit tak percaya bahwa L lah yang sudah menghancurkan impiannya sebagai Game Master Resident Evil. Berlebihan lagi.

"Kau marah padaku, Matt?"

Matt masih diam, kepalanya menunduk. Ia tidak berani menatap wajah L, karena L adalah orang yang sangat ia hormati, dan ia sudah memaki-maki orang yang 'merusak' PSP-nya yang tak lain adalah L. Jujur saja, dalam hatinya ia ingin sekali menghajar seseorang itu. Tapi tidak bisa, sama sekali tidak bisa.

"Ugh!" Matt langsung berdiri dan menuju ke pintu. Ia pun membuka pintu itu cepat dan langsung keluar disusul suara bantingan pintu, untuk yang KEDUA KALINYA.

"Baik-baiklah, kalian berdua… hmphff--" L tidak melanjutkan kata-katanya, digantikan dengan suara aneh seperti orang yang menahan ketawa. Yah, dia memang menahan ketawa.

"Hahahahahahaha…." Akhirnya tawa itu pun lepas juga. L terus saja tertawa sambil menyusun kembali gula-gula baloknya.

"Kau itu—jahil sekali, L…" suara berat pemuda berambut coklat membuat L menghentikan tawanya sejenak dan menoleh ke belakang. L hanya tersenyum dan kembali menyusun balok-balok gulanya.

"Hahaha—habis aku geli memikirkan bagaimana tindak-tanduk mereka selanjutnya,"

Jawab L santai sambil menjilat sendok ice cream di tangannya.

"Tapi, apa kau benar-benar serius menghapus memory di PSP-nya Matt? Dia bisa benar-benar ngamuk, L…"

"Tentu saja tidak, aku sudah mengcopy-nya di sini," jawab L sambil menunjukkan memory card berukuran mini dengan tangan kirinya pada Light yang berdiri di belakang sofa. Tangan kanannya masih sibuk menyuap mulutnya dengan ice cream vanilla.

"Hmm… begitu. Aku tidak akan bertanya alasanmu melakukan ini semua, karena aku yakin pasti tidak masuk akal." L pun duduk di sofa, tepat disamping L yang kini sedang mengunyah coffee muffin tanpa sedikitpun wajah berdosa.

"Hei…"

"Hm?" jawab L masih sambil mengunyah muffin-nya, pandangannya sama sekali tak lepas dari permen dan makanan-makanan manis di depannya. Hal ini sedikit membuat Light kesal.

"Kalau seseorang sedang bicara seharusnya kau menatap orang itu, L-chan."

L kali ini menoleh, nampaknya ia sudah mulai terpancing dengan kata-kata Light barusan. Ditandai dengan perubahan mimik wajah L yang kali ini seperti orang menahan marah.

"Apa?" balas L dengan nada yang sedikit membentak.

"Tidak usah marah begitu, L…," Light mengacak-acak rambut L yang memang pada dasarnya berantakan itu. Matanya menatap lurus pada wajah pucat L yang semakin lama semakin menunjukkan ekspresi 'apa maumu?!' itu.

"Aku hanya ingin tahu, kapan kau selesai dengan makanan-makananmu itu L?"

"Hm? Memangnya kenapa?" kata L polos sambil menyedot bubblegum juice dari gelas di atas meja, kemudian memasukkan potongan cheese cake ke dalam mulutnya.

Light yang sedikit terganggu karena acara ber'mesra'annya terhalang oleh makanan-makanan manis itu tampak kesal. Tak lama kemudian, sebelah tangannya menahan tangan kanan L yang berlumuran dengan krim coklat, sepertinya L tadi bersiap-siap untuk menjilat jari-jarinya.

Light mendekatkan bibirnya pada jari-jari L dan menjilati coklat itu sampai bersih. L yang kaget tampaknya tidak sempat memberi respon, hanya wajahnya yang memerah mewakili keterlambatan responnya itu.

"Kau tahu kan—aku paling tidak suka diacuhkan seperti tadi…" kata L sambil mencium pipi pemuda itu lembut, kemudian beralih ke leher dan tengkuknya. L tetap menunjukkan ekspresi datarnya, ia tidak mau kelihatan lemah di hadapannya kekasihnya tersebut. Hanya karena ia di posisi 'uke', belum tentu ia harus bermanja-manja di pelukan Light sekarang.

"Huh, aku sedang tidak mood untuk melakukannya lagi. Cukup semalam saja aku harus menuruti segala keinginanmu." L pun melanjutkan 'acara'nya tanpa mempedulikan Light yang mematung. Kecewa karena kali ini L 'menolaknya' mentah-mentah.

***

"Dasar bodoh! L bodoh!!"

Matt berjalan sambil menghentak-hentakkan kakinya. Mirip sekali dengan Mello sewaktu dituduh olehnya tadi. Kali ini ia merasa sangat bersalah, ia sudah marah-marah pada Mello dengan alasan yang bahkan tidak Mello lakukan.

Kaki jenjang Matt melangkah dengan sedikit terburu-buru menuju kamar asramanya dan Mello, entah sudah berapa orang yang ia tabrak di lorong yang memang tidak sebesar lorong-lorong lainnya itu. Sesaat kemudian ia sampai di depan pintu bercat putih bersih. Ia memandang pembatas ruangan itu dengan sedikit ragu, takut-takut Mello akan ngamuk padanya nanti. Karena ia tahu, Mello itu sangat keras kepala plus egois. Jikapun keduanya menyatu, tentu akan menjadi mimpi buruk yang tidak akan pernah ia lupakan.

Matt mencoba mengesampingkan pikiran itu. Kini tangan pucatnya menyentuh gagang double pintu itu masing-masing dengan kedua tangannya. Dengan dorongan perlahan, ditengoknya ruangan bercat soft orange itu dengan mimik wajah waspada. Kosong. Tidak ada siapapun di dalam. Matt menghembuskan nafas lega, mungkin baginya hal ini adalah keburuntungan.

Ia masuk ke kamar itu dengan langkah gontai. Diseretnya badannya ke kasur miliknya, kasur dengan bed cover bermotif polkadot hitam-putih. Kasur itu agak berderit menerima beban tubuh pemuda yang kini berbaring pasrah di atasnya. Matt melepas goggle-nya dan menaruhnya di meja yang menjadi pembatas antara tempat tidurnya dan Mello. Sejenak ia memandang tempat tidur Mello dan perasaan menyesal pun kembali menghantui pikirannya. Bed cover berwarna kuning polos itu mengingatkannya pada rambut blonde Mello.

Matt mengusap wajahnya, kemudian menghela nafas perlahan.

'Maafkan aku, Mello…'

Tiba-tiba rasa kantuk pun menyerang dirinya, mata emerald itu perlahan tepejam. Membiarkan sang pemilik melepaskan segala emosi yang sedari tadi menggerogotinya…

***

Pintu bercat putih bersih itupun kembali terbuka, dan masuklah seorang pemuda yang menenteng jaket hijau dengan tangan kirinya.

Pemuda itu menatap seonggok manusia yang sedang berbaring di kasur. Manusia yang tadi sempat dibencinya, walaupun hanya beberapa menit.

"Matt…"

…………….

-

-

-

To Be Continued…

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Yah… fluffy-nya belom keluar nih… tar deh di chap 2… XD

Thanks banget bagi yang udah mau baca dan review.

Dan untuk fic 'MM and LL goes to Bandung', mungkin kuru akan hiatus dulu, mencari ide lewat tipi.

Kali ini rating-nya kuru kasih T dulu, tapi kuru yakin akan ada campur tangan si kurokame nanti… XDD

Jadi bersiap-siaplah kalau ada lemon yang tidak bisa diperkirakan munculnya... hohoho *evil grin*

-

-

-

REVIEW? XDD