Selamat membaca!
Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto
Rate: T–M
Genre: Angst, Fantasy, Hurt/Comfort, Romance, Tragedy.
Warning: Fem!Naru, gender switch, OOC, typo(s), etc.
Princess Painter
Prolog
By: AirinaNatsu-chan
"Kushina, cepat bawa Naruko pergi bersamamu!" teriak Minato keras. Dia berdesis saat pedang lawannya berhasil menggores kulit tangannya. Menghasilkan luka yang panjang dan darah mengucur dari sana.
Kushina bergerak gelisah di tempatnya. Di satu sisi ia ingin membantu Minato melawan para pembunuh bayaran yang tiba-tiba menyerang mereka. Namun disisi lain, ia memikirkan putrinya yang baru berusia 6 tahun yang kini menangis lirih dalam dekapannya. Mengikuti perkataan suaminya dan hatinya, Kushina berlari menuju pintu rahasia yang dibuat Minato untuk jaga-jaga. Ternyata pintu itu kini berfungsi. Tapi langkahnya terhenti saat dua orang dari kelompok pembunuh itu menghadangnya dengan pedang yang berkilat tajam di tangan mereka.
"Apa mau kalian?!" desis Kushina, menatap tajam satu persatu para pria yang menatapnya lapar.
"Kau cantik juga. Bagus sekali untuk dijadikan gundik-ku." ucap salah satu dari mereka dengan nada mengerikan.
"Kau tidak akan bisa memilikinya," timpal orang yang di sebelahnya, datar. Dia mengangkat pedang yang dipegangnya dan mengarahkannya pada Kushina. "Karena dia harus mati!" lanjutnya berdesis.
"Argh!" pekik Kushina tertahan. Darah dari pinggangnya merembes pakaian lusuhnya.
Minato yang mendengar pekikan Kushina menjadi kalut. "Kushina!" teriaknya keras
Situasi itu dimanfaatkan dengan baik oleh lawan Minato yang tak lain adalah pemimpin dari kelompok pembunuh itu. Dalam sekali ayunan, orang itu menghunuskan pedangnya tepat ke jantung Minato.
Minato terbatuk pelan. Darah segar keluar dari mulutnya. Napasnya terasa berat. Erangan kesakitan terlontar dari mulutnya yang membuat pembunuhnya itu semakin menekankan pedangnya. Tanpa perasaan, pemimpin itu menarik pedang yang tertancap di dada Minato. "Selamat tinggal." ucap pembunuh itu sambil mengayunkan pedangnya ke leher Minato.
"Minato!" jerit Kushina histeris ketika matanya melihat kepala suaminya menggelinding ke kakinya sementara tubuhnya terbujur kaku dekat dengan si pembunuh. Kushina memandang para pembunuh itu tajam. "Kalian benar-benar brengsek!" umpatnya keras.
Gadis kecil yang sedari tadi didekap ibunya mendongak, memperhatikan ekpresi ibunya yang tengah marah. Dia tersentak saat merasakan cairan dingin merembes pakaiannya. "Darah?" gumamnya pelan. "Ibu?" panggilnya yang membuat perhatian Kushina teralih.
Kushina menatap putrinya sejenak. Pandangannya memburam akibat air mata yang mengumpul di pelupuk matanya. Dengan pelan ia menurunkan putrinya dari gendongannya. "Sayang, bersembunyilah di belakang Ibu." ujarnya sembari menarik putrinya ke belakang tubuhnya.
"Ibu?" lirih gadis kecil itu tak mengerti. Dirinya merunduk, menatap lantai kediaman sederhananya. Seketika kedua matanya membola melihat pemandangan mengerikan di depan matanya. "Ayah!" jeritnya. Tak jauh darinya kepala ayah tercintanya tergeletak dengan darah yang menggenang di sekelilingnya. Dia mendongak dan sadar kalau saat ini keadaannya dan ibunya sedang tidak aman. "Mereka siapa, Bu?" cicitnya pelan.
Tawa menggelegar keluar dari mulut pemimpin para pembunuh itu. Dia berjalan mendekat ke arah Kushina dan Naruko yang bergerak mundur menghindarinya. "Kau sangat cantik," pujinya serak. "Tapi kau juga harus mati seperti suamimu!" tekannya sembari menusuk dada Kushina.
"Ibu!" pekik Naruko histeris. Darah ibunya menciprati wajahnya. Dada Naruko terasa sesak saat melihat pembunuh itu semakin menusukkan pedangnya pada dada ibunya. "Pergilah, pembunuh jahat!" teriak Naruko seraya menendang bagian bawah pembunuh itu.
"Argh!" pekik pemimpin itu tertahan.
"Na-ruko." kata Kushina tersendat.
"Dasar bocah kurang ajar!" seru orang yang tadi menggoda Kushina. Pedangnya teracung tinggi, siap menebas kepala Naruko. Tapi pergerakannya terbaca oleh Naruko yang langsung menarik kuat pemimpin para pembunuh itu.
"K-kau ... " ucap orang yang baru memenggal kepala pemimpinnya kaku.
"Kalian sudah membunuh Ayahku dan melukai Ibuku dengan pedang kalian. Akan kubuat pedang itu, menikam kalian sendiri!" desis Naruko. Gadis kecil itu berdiri tepat di depan ibunya yang sekarat. Mungkin hanya beberapa menit lagi, ibu tersayangnya itu akan menyusul sang ayah.
"Ouh, kau benar-benar menantang kami, huh?!" dengkus pembunuh lainnya kasar. "Kalau begitu terima ini!" teriaknya yang langsung menyerang Naruko tanpa persiapan.
Naruko tersenyum licik dalam hati. Ia selalu melihat ayahnya yang berlatih pedang bersama beberapa teman ayahnya. Penyerangnya ini benar-benar menganggap remeh dirinya. Dengan gerakan anggun, Naruko menghindar dan menendang bagian bawah orang itu lalu memegang tangan penyerangnya, dan mengarahkannya tepat ke leher orang itu sendiri.
Lagi-lagi darah menodai pakaiannya. Kushina yang berada diambang batasnya menatap sendu dan tidak percaya pada Naruko. Sejak kapan putrinya bisa bertarung? Kenapa putrinya harus membunuh untuk melindunginya? Ratap Kushina dalam hati. Napasnya semakin berat. "I-bu me-nya-yangi-mu, Na-ruko." Kelopak matanya perlahan menutup bersamaan dengan hembusan napas terakhirnya.
Ibu menyayangimu, Naruko.
Bisikan itu masuk ke kepala Naruko. Kilatan matanya semakin jelas. "Aku akan membalas semua perbuatan keji kalian dengan hukuman yang setimpal!" geram Naruko.
Naruko mengambil pedang pembunuh yang tadi menyerangnya. Butuh waktu yang lama mengingat Naruto yang masih terlalu kecil melawan tiga orang pembunuh ahli. Namun apada akhirnya, perkataan Naruko berubah menjadi kenyataan. Mereka terbunuh dengan pedang mereka sendiri akibat taktik cerdik Naruko.
Gadis pirang itu memandang kosong semua mayat yang bergelimpangan di lantai rumahnya. Tempat yang awalnya menjadi tempat favoritnya di seluruh dunia berubah menjadi tempat pembunuhan sadis. Naruko menatap kedua tangannya yang bergetar dan berlumuran darah.
"Aku sudah membunuh beberapa orang," bisiknya dengan tatapan kosong. Dia menatap jenazah ayah dan ibunya. Tidak ada air mata sedikitpun yang jatuh ke pipinya. Hanya saja matanya semakin berkilat tajam. Kedua tangan yang tadi bergetar kini mengepal kuat. Giginya bergemeretak tajam.
"Aku berjanji akan menemukan dalang dibalik semua ini, Ayah, Ibu." tekadnya kuat. Bola matanya berkilat tajam bersamaan dengan suara guntur yang bergemuruh. "Namaku kini adalah Naruto. Bukan lagi Namikaze Naruko." tambahnya.
Di luar, angin berdesau kencang. Terasa begitu dingin hingga menusuk tulang. Nyanyian burung hantu sebagai pengisi suara di malam yang mencekam. Sinar keperakan bulan menjadi saksi bisu atas sumpah yang baru saja diucapkan Naruko atau yang kini bernama Naruto.
TO BE CONTINUED
