Heyy, I'm comeback XD

Sebenernya niatnya sih mau buat tanggal 28 desember, memperingati 2 tahun meninggalnya Jimmy Sullivan :(

Tapi yaudahlah.

Tetep ini buat menghormati Jimmy kok :)

ENJOY!:D


LOST IT ALL


Disclaimer :

Character Avenged Sevenfold bukan punya saya, selebihnya, punya saya.

Rated :

T

Genre :

Family- Angst


PROLOGUE

Brieylin menghela nafas, menyadari bahwa seseorang telah memanggilnya dari bawah, tapi ia tidak bergerak, hell, ia bahkan tidak membuka matanya, masih berbaring di ranjangnya berpura-pura terlelap. Ia masih terlalu mengantuk untuk sarapan, untungnya hari ini bukanlah jadwalnya membuat sarapan, sehingga ia masih punya alasan untuk berbaring.

Brieylin Dorka, seorang anak perempuan berumur 15 tahun yang tinggal di panti asuhan bersama 30 anak lainnya, dan seorang anak perempuan yang sudah tidak memiliki Ibu. Ibunya meninggal 12 tahun lalu.. ketika ia masih berumur 3 tahun. Dan apa yang bisa ia ingat? Ibunya mengatakan kepada pemilik panti asuhan untuk mengambilnya, karena ayahnya tidak diketahui.

Tapi bukan itu yang ia ingat ketika Ibunya mengatakan padanya sebelum detik-detik terakhir, Ibunya mengatakan bahwa ia mempunyai ayah yang sekarang adalah drummer dari salah satu dari band yang sedang naik daun. Lalu Ibunya mengatakan satu hal lagi, yang langsung menghantam jantungnya saat itu.. bahwa ayahnya tidak mengakuinya. Itulah mengapa ia harus tinggal di panti.. ayahnya tidak mengakuinya.

Jadi ia tahu, bahwa ia bukanlah anak yang diinginkan, bukan anak yang diharapakan. Apalagi yang bisa ia katakan? Ayahnya tidak mengakuinya... dan itu masih membayangi mimpinya hingga saat ini. Tapi pertanyaan yang paling ingin ia ketahui jawabannya adalah.. apakah Ibunya dan ayahnya sudah menikah ketika ia lahir? Lalu mengapa ayahnya tidak mau mengakuinya kalau begitu? Apakah karena ia seorang artis terkenal dan Brieylin hanyalah anak yang tidak diharapkan?

Lalu satu teriakkan namanya terdengar lagi dari bawah, dan Brieylin merasa ada langkah kaki yang mendekat. Baiklah ini sedikit buruk, ia tahu ia akan di..

"Dorka,"

Suara dingin itu menyeruak di seluruh kamar bersama suara terjeblaknya pintu kamarnya, mendengar suara Ben yang sedikit membuatnya merinding, akhirnya ia membuka mata, dan mengerang pelan dibalik selimutnya.

"Yes,"

Ben Arrofold, anak tertua di panti ini, lebih tua 4 tahun dari dirinya. Dan sebenarnya Brieylin selalu berpikir mengapa Ben tidak segera pergi dari panti asuhan. Karena, menurut pengalaman, hampir semua anak yang berumur 18 tahun di panti ini sudah pergi, mencari kehidupan sendiri, kata Ms. Perryne memang seharusnya begitu..

"Kau dipanggil. 30 menit,"

Brieylin mengerang lagi.

Dia suka semua orang di panti ini, mereka semua menghargainya. Tapi Ben tidak. Mungkin ia merasa paling tua sehingga ia bisa bertindak sewenang-wenang? Entahlah, yang pasti Bri sedikit membenci Ben walau ia sudah mengenal Ben sejak pertama kali ia di sini.

Dan omong-omong soal penghuni panti, ia mempunyai satu orang yang paling dekat dengannya, Dave Hurlton. Dia satu tahun lebih tua dari Brieylin. Dan bersama dengan Dave, dan Letta, hanya mereka dari 30 anak di panti ini yang beruntung karena bisa sekolah di luar, sementara yang lain hanya mengenyam pendidikan di panti ini saja. Mereka bertiga sama-sama mendapatkan beasiswa di sekolah yang berbeda. Brieylin di sekolah sastra, sementara dua lainnya di sekolah musik.

"Ya, beri aku 15 menit untuk bangun," Brieylin berkata pelan, dan Ben langsung pergi dari kamarnya. Bri bangun dari ranjangnya dan menuju kamar mandi. Mungkin ia akan sedikit berlama-lama di bawah shower...

Ia selalu menyukai acara mandi paginya, dan merasakan air yang membasahi tubuhnya, kepalanya, membuatnya sedikit tenang, melupakan segala masalah yang ia punya. Ia selalu menyukai bagaimana air itu membuatnya merasa senang, seakan ia adalah anak normal yang mempunyai ibu.. ayah mengakui.. seakan ketika ia keluar dari kamar mandi kedua orang tuanya akan mengajaknya sarapan bersama.. bercanda.. dan yeah, normal. Senormal gadis seumurnya, yang bisa memiliki teman kencan.. yang tidak harus memiliki jadwal jaga, jadwal memuat makanan untuk 30 anak..yang bisa memiliki kebahagian layaknya gadis lainnya.

Well, ya, ia memang senang. Ia senang tinggal di sini, dan beruntung bisa merasakan sekolah yang sebenarnya. Tapi ia tidak cukup bahagia untuk melihat teman-teman sebayanya yang memiliki kebahagian yang tidak ia miliki sejak kecil. Ayah. Dan hatinya seakan remuk setiap kali teman mereka membicarakan keluaraga, rumah, liburan, pikinik, dan hal-hal lain yang ia tidak bisa merasakannya.

Ia tidak banyak tahu tentang ibunya. Mengingat umurnya yang masih sangat kecil ketika ibunya meninggal. Dan walaupun terkadang ia bisa tiba-tiba saja mengingat hal-hal kecil yang pernah ada di benaknya ketika masih berumur 3 tahun, tetap saja ia tidak ingat banyak. Ia tidak merasakan kasih sayang yang cukup selama 15 tahun ini. Dulu, ibunya sering menitipkannya kepada tetangga sebelah rumah mereka karena ibunya harus bekerja. Ibunya lebih sering pulang ketika malam hari, ketika Brieylin sudah tertidur berbagi ranjang dengan anak tetangganya, dan ibunya akan membawanya pulang, menidurkannya di ranjang bersama ibunya yang menatapnya sendu.. dan tertidur. Kapan lagi? Pagi hari ibunya harus membersihkan rumah, dan ia akan bermain sendirian, sampai ketika ibunya berangkat kerja?

Brieylin membiarkan air mengalir dar shower ke tubuhnya, merasakan kehangatan yang menyenangkan dalam air yang dingin itu. Sejenak ketika berada di bawah guyuran air membuatnya merasa hidup.. benar-benar hidup.

Ia pernah diambil beberapa kali oleh beberapa keluarga sebelum akhirnya pulang lagi ke panti ini, Entah mengapa ia tidak pernah bisa bertahan lebih dari 3 bulan. Terakhir kali ia diambil adalah oleh seorang keluarga kaya yang tidak mempunyai anak.. dan entah mengapa ia dikembalikan ke sini lagi. Apakah ada yang salah dengannya? Ya, mungkin memang ada yang salah. Ia tidak suka bergaul, ia tidak pandai bersosialisasi. Mungkin itu yang menyebabkan mereka mengembalikannya? Yeah, mungkin saja begitu.

Akhirnya setelah entah berapa menit ia berada di bawah guyuran air, ia memutuskan untuk keluar sebelum Ben muncul kembali dan membunuhnya. Dalam diam ia memakai pakainnya dengan cepat. Ia tidak pernah memakai make up, jadi, ia hanya merapikan rambutnya sedikit dan bercermin sebelum akhirnya keluar dari kamar. Menurutnya, make up itu konyol, menghabis-habiskan waktu dan tenaga. Dan ia tidak seperti kebanyakan gadis pada umumnya yang berlomba-lomba membuat wajah mereka tampak konyol dengan make up. Brieylin tak pernah habis pikir mengapa mereka mau menghabis-habiskan waktu hanya untuk berdandan? Oh, tentu saja, mereka kan normal, mereka mempunyai waktu leluasa mereka, mereka mempunyai orangtua yang bersedia memberi mereka uang untuk membeli barang-barang. Lagipula, ia sadar bahwa keperluan panti asuhan sudah sangat besar, apalagi jika ditambah dengan hal-hal konyol semacam make up itu.

Ia turun dari tangga dan sejenak lega melihat keramaian anak-anak. Entah mengapa? Terkadang ia hanya senang melihat mereka begitu, ramai, seakan mereka benar-benar satu keluarga utuh yang bahagia. Atau memang begitu? Ia tersenyum,

"Akhirnya kau bangun juga?" Ia mendengar suara Dave dari belakang dan membalikan badannya, menaikkan alisnya sedikit.

"Sial. Ada sesuatu?" Dia akhirnya berjalan dengan Dave menuju ruang makan.

"Yeah, aku sudah makan," Kata Dave. Bri menaikkan alisnya lagi. Biasanya Dave selalu menunggunya untuk makan bersama. "Sori," Dan Dave menyunggingkan cengiran khasnya.

"Oke," Dia hanya menjawab pelan, terlihat murung lalu menghenyakkan diri di kursi makan sementara Dave menarik kursi untuknya sendiri.

Dave tahu mungkin pagi ini mood Bri belum kembali. Karena ia tahu persisi Bri, bahwa gadis itu sebenarnya benar-benar gila jika sedang pada moodnya. Dan mereka bisa menghabiskan waktu seharian hanya untuk melempar lelucon dan tertawa sampai tak butuh makan lagi. Jadi mungkin Bri memang tidak sedang dalam moodnya sekarang.

Mereka suka berangkat sekolah bersama-sama, lalu pada jalan tertentu mereka akan berpisah dan terkadang ia akan melongoknya dari seberang jalan, Bri pasti akan mulai memakai headset besarnya dan ikut bernyanyi bersama lagu yang mengalun di I-Pod gadis itu. Ia tahu hampir segala hal tentang Brieylin. Ia tahu tentang ibunya yang meninggal, tentang ayahnya yang tidak mengakuinya.. Brieylin sering bercerita kepadanya, dan terkadang Bri akan menangis di pundaknya. Ya, ia tahu bagaimana rasanya hidup di panti, bagaimana rasanya terpisah dari keluarga, karena ia juga, kan? Ibu dan ayahnya meninggal dalam kecelakaan sejak ia masih kecil. Tapi setidaknya ia tahu keluarga kecilnya menyayanginya, dan mereka harmonis. Dan setidaknya ia pernah memiliki salah satu anggota keluarga di sini. Kakak lelakinya yang sekarang sudah hidup sendiri.

"Aku sebenarnya sedang berpikir ada apa aku dipanggil," Tiba-tiba saja Bri berkata sambil memakan serealnya. Dave mendongak.

"Jadi kau belum tahu?" Ia menggelengkan kepala dan Dave menatapnya.

"Yeah, kau mungkin akan sedikit terkejut? Ada yang mau mengambilmu," Dave melanjutkan, dan Bri langsung tersedak mendengarnya. Terkejut.

"Apa?"

"Yeah,"

"Hell. No,"

"Dan asal kau tahu saja, kau sering mendengarkan lagu-lagunya,"

Bri menatap Dave dengan penuh tanda tanya. Lagunya? Ia punya banyak lagu yang sering didengarnya.


Yah, jadi begitulah. Baru prolog. Menyepam ini namanya -.- haha. Jadi... Review? *cling*

-Dhiia :D