BOND
(this bond will tied us for all eternity)
Kuroshitsuji © Toboso Yana_Square Enix™
Chapter One:
It's like 'Dèja Vu'
Di sinilah aku, terdampar ditempat yang asing dan tidak kukenali... Dikelilingi oleh orang-orang yang menyebut mereka sebagai 'Para Ketua Perserikatan'.
Terkadang saat aku menjalani kegiatanku, tiba-tiba semuanya menghilang...
Dan aku kembali lagi pada kehidupanku yang normal. Saat kukatakan hal ini pada sahabatku, mereka hanya mengatakan kalau aku mendapatkan Dèja Vu...
Mungkin benar, tapi semua yang aku jalani seperti benar-benar terjadi, dan luka memar yang kudapatkan dari 'sana' masih membekas di tubuhku...
Mana mungkin ini Dèja Vu?!
Pasti ada sesuatu yang tidak realistis yang menghubungkan diriku dan 'dunia' itu... Dan aku yakin akan hal itu!?
Dan hal itu kembali terjadi pada diriku, seperti hari ini...
Saat istirahat makan siang...
NORMAL POV
Seorang remaja lelaki bertubuh mungil, bermata besar dan berwarna biru gelap, yang dipayungi oleh bulu matanya yang tebal dan lentik, berambut kelabu dan memiliki bibir yang tipis berwarna kemerahan itu sedang berjalan dengan langkah ringan ke arah kantin sekolah yang terletak dibelakang sekolah. Pemuda ini bernama Ciel Phantomhive, seorang remaja berusia 16 tahun yang bisa dibilang sangat imut dan manis dikalangan para remaja lelaki seusianya.
"Ciel Phantomhive! Oi, Ciel!?" seseorang berteriak memanggil namanya dipojokan kantin. Ciel menoleh dan mendapati seorang pemuda yang dua tahun lebih tua darinya sedang melambai kepadanya. Pemuda itu memiliki rambut berwarna coklat tua yang dipotong shaggy berantakan, kulitnya pucat, bermata kelabu, dan bertubuh kurus. "Oh, senior Robert, ada apa?" tanya Ciel yang kini sudah berdiri dihadapan pemuda yang bernama lengkap Robert Villain itu. Sementara yang ditanya hanya menunjukkan cengiran khasnya kearah remaja 'cantik' dihadapannya ini.
Robert menepuk bangku kosong yang ada disebelahnya, mengisyaratkan Ciel untuk duduk di sampingnya. Sejurus kemudian, Ciel sudah mendudukan pantatnya dikursi karyu nan keras itu. "Ada apa senior?" tanya Ciel sekali lagi. Robert menoleh dan menyodorkan beberapa buah DVD dihadapan Ciel. Alis Ciel berkerut samar.
'Apa maksudnya? DVD—' pikir Ciel dalam hati. Namun tangan mungilnya meraih beberapa DVD dari tangan Robert yang sedari tadi menggantung di udara.
"Ini...apa...?" tanya Ciel yang sudah mulai dikuasai oleh rasa penasarannya. Robert terkekeh pelan, kemudian ia menjawab "Menepati janjiku yang waktu itu, Ciel."
"Huh? Janji? Janji apa?" Ciel semakin bingung berkat jawaban yang tidak memuaskan yang keluar dari bibir pucat seniornya itu. Ia lantas melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap pemuda di hadapannya ini lekat-lekat, seolah mencari jawaban di antara kedua pasang mata yang beriris abu-abu itu. Tapi, nihil. Dia tidak menemukan jawaban apapun.
"Haha...baik aku akan memberitahumu tentang janjiku padamu..." lanjutnya kemudian diiringi dengan derai tawanya yang renyah. "Bagus, cepat ceritakan agar aku tidak mati penasaran senior Robert," tukas Ciel.
Robert mengulas senyum simpulnya. "Okay Ciel, apa kau tidak ingat tentang grup band yang waktu itu kuceritakan padamu?" tanyanya. Ciel menggeleng pelan. Dalam hati dia mengutuki dirinya yang diberi daya ingat yang bisa dibilang cukup lemah walau sebenarnya dia itu tipe orang yang akan MEMBUANG INGATAN YANG TIDAK PERLU DAN TIDAK BERGUNA DARI MEMORI OTAKNYA –hal itu masih menjadi kebiasaannya sampai detik ini—
"Hfffttt... grup band dengan nama Sinful Butterfly (1)...Ciel," Robert berkata dengan sabar sambil geleng-geleng kepala yang menyebabkan rambut coklat tanahnya itu ikut bergoyang-goyang.
"Ah! Grup band itu!" Ciel menepuk dahinya pelan. Robert mengangguk. "Nah DVD yang kuberikan itu adalah DVD yang mengoleksi 2 album dari Sinful Butterfly, kegiatan mereka sehari-hari, dan persiapan mereka sebelum melakukan konser. Ini semua kuberikan padamu, karena beberapa hari yang lalu kau meminta padaku dengan raut muka yang memelas," jelas Robert panjang lebar.
Ciel membuang muka. Masih merasa sakit hati karena Robert mengejeknya dengan kata MEMELAS~!
"Oke, terimakasih banyak senior Robert dan cepat-cepatlah dapat pacar~," Ciel berdiri kemudian melenggang pergi sambil bersenandung meninggalkan Robert yang sudah diliputi aura hitam.
CIEL'S POV
Aku membolak-balik DVD yang tadi diberikan senior Robert padaku. Cover DVD-nya sangat bagus setidaknya begitulah menurutku.
Aku tercenung begitu melihat salah satu judul lagu dari grup band ini. Dendalion— (2) seperti sebuah nama yang tak asing bagiku. Tapi, aku tetap tidak tahu apa artinya.
Dendalion—
Sebuah janji yang membawamu pada kematian
Mengikatmu hingga kau tak bisa bergerak...
Dendalion—
Janji adalah mantra yang tak dapat kau tarik kembali
Sekuat apapun kau mencobanya
Semuanya hanya sia-sia
Dendalion—
Darah merah yang menetes di kelopak bunga edelweis...
Telah menodai warna putih bunga itu
Dendalion—
Ikrar abadi yang terbalut rasa penyesalan
Yang akan terus menghantuimu...
Dendalion—
Sebuah kata kutukan yang mengerikan...
"Hei bocah! Sedang apa kau disitu?!" seseorang dengan mata sangat kecil dan sipit berteriak ke arahku dengan geram. Aku tersentak, lantas menoleh ke kanan dan kiri. Terkejut mendapati aku tengah terduduk di sebuah koridor yang cukup besar dan luas. Tak lupa mengenakan pakaian berwarna putih gading dan celana dengan warna coklat tanah. Dan yang pasti ini bukan pakaianku.
"Hei!" orang itu lantas berjalan kearahku dengan langkah lebar-lebar. Aku tertegun.
"Kau berbicara padaku?" tanyaku, sesaat kemudian aku mengutuki diriku sendiri yang sudah bertanya seperti orang bodoh padanya.
Orang itu mengernyit bingung, kemudian memukul kepalaku dengan gagang sapu—yang entah darimana datangnya—itu keras. Aku mengaduh dan memegangi kepalaku yang mulai berdenyut-denyut. Sial. Cari gara-gara orang ini.
"Tentu saja aku berbicara padamu, bocah bodoh! Sekarang cepat ganti pakaianmu dengan yang lebih pantas dan datanglah ke Aula Pertemuan! Kau sudah ditunggu oleh para Ketua Perserikatan," ucapnya. Aku mengangguk pelan kemudian membatu ditempat.
'Ketua Perserikatan? Jangan-jangan aku ada lagi di 'dunia' aneh ini? God—' pikirku.
"Cepat pergi atau aku akan memukulmu lagi!" dia kembali berteriak. Buru-buru aku pergi menjauh darinya. Otakku berputar sangat cepat. Tiba-tiba badanku menabrak seseorang. Aku menengadah dan mendapati seorang wanita dengan paras cantik dan indah menatapku lembut. Kulitnya putih pucat laiknya batu pualam. Rambutnya yang berwarna keperakan itu tergerai bebas menjalari punggung sampai pinggulnya. Matanya beriris keperakan dengan bulu mata berwarna perak yang membingkai kedua bola matanya yang indah itu. Bibirnya tipis dengan polesan lipstick berwarna peach yang membuatnya bak putri dari negeri dongeng.
"Anda baik-baik saja?" tanyanya dengan suara yang merdu seperti alunan musik Harpa. Aku tergeragap kemudian mengangguk pelan.
"Sepertinya Anda orang baru di sini, kalau begitu mari saya antar," tawarnya—ramah. Aku mengikuti tiap langkah kakinya yang begitu lembut.
"Kalau boleh saya tahu, siapa nama Anda?" tanyanya lembut.
"Aku Ciel Phantomhive. Panggil saja aku Ciel," jawabku disertai senyumku yang lembut.
"Senang bertemu dengan Anda, Ciel. Saya Ivvy Hacvlav, silahkan panggil saya Ivvy," balasnya tanpa menoleh kebelakang. "Ng... kalau boleh tahu, sekarang aku berada dimana? Aku sudah berulang kali berada di dunia ini, tapi tak pernah selama ini..." tanyaku.
"Ini adalah Scirronyverinne, Ciel. Kau berada di dunia yang menjadi pembatas antara dunia manusia dan Iblis," jelasnya. Scirron apa? Kenapa namanya sangat sulit untuk diingat?
Tapi tunggu dulu! Iblis—? Dunia pembatas? Apa-apaan ini!? Apa ini semacam lelucon saat April Mop? Kalau iya ini benar-benar tidak lucu lagi!
Ivvy menangkap ekspresi wajahku yang bingung. Jemari tangannya yang ramping itu kini mengusap tiap helai rambut kelabuku lembut. Mataku membulat sempurna, pipiku sedikit banyak sudah memerah karena ulahnya itu.
"Ah! Saya hampir lupa Ciel, kau bilang kau sudah berulang kali ada disini bukan?" katanya. Dengan malas aku mengangguk.
"Kau tahu alasan kenapa kau berulang kali berada di tempat ini, Ciel?" tanyanya dengan nada yang misterius. Aku meneguk ludah dan berkata ya.
"Nanti kau akan mengetahuinya Ciel," tambahnya lagi. Tiba-tiba langkahnya berhenti di sebuah pintu Mahogani berwarna emas berdaun dua yang tingginya kurang lebih 3 meter. Dengan perlahan ia mendorong pintu itu, seberkas cahaya menyilaukan menyeruak dari dalam ruangan yang ada dibalik pintu itu.
"Silahkan masuk Ciel," ucapnya. Aku menuruti perkataannya kemudian melangkah masuk ke dalam ruangan itu.
END of CIEL'S POV
Ciel sudah keluar dari ruangan itu dengan penampilan yang berbeda. Kini ia mengenakan sebuah tuxedo berwarna putih yang terbalut jubah emas yang penjangnya menyapu lantai keramik yang kini tengah ia pijak. Jemarinya yang mungil dibungkus dengan sarung tangan berbahan sutra yang warnanya senada dengan warna tuxedo-nya.
"Apa penampilanku ini terlihat aneh, Ivvy?" Ciel bertanya pada Ivvy yang berdiri hanya beberapa meter dihadapannya. Ivvy menggeleng pelan.
"Tidak, baju itu sangat cocok dengan Anda," ucapnya sembari tersenyum ramah.
"Terimakasih atas pujiannya, Ivvy," balas Ciel. Ivvy kemudian berbalik dan berjalan dengan agak cepat. Ciel berlari-lari kecil untuk menyejajarkan langkah kakinya dengan Ivvy.
"Kita mau kemana?" tanya Ciel. "Ke Aula Pertemuan, Ciel," jawabnya tanpa mengalihkan pandangan. Entah sudah berapa lama Ivvy dan Ciel berjalan di koridor megah yang bahkan tidak menunjukan ujungnya ini. Sesekali Ciel menyeka keringatnya yang menuruni dahinya dengan perlahan.
"Apakah letak Aula Pertemuan itu jauh, Ivvy?" tanya Ciel yang masih menyeka keringatnya. Ivvy menoleh dan terkejut mendapati Ciel yang sudah terengah-engah dan kini tengah menyandarkan tubuhnya pada tembok yang berwarna merah bata itu.
"Anda tidak kuat berjalan jauh ya? Padahal kita baru 5 menit berjalan," Ivvy berkata sambil mengusap punggung Ciel lembut. "Hah? 5...menit...? Bagiku, kita sudah berjalan lebih dari 2 jam," keluh Ciel yang ditanggapi Ivvy dengan senyumnya yang lembut.
"Kita tinggal berbelok ke kanan Ciel," ucap Ivvy berusaha menenangkan Ciel.
"Hah...ba-baiklah..." Ciel menjawab kemudian berdiri dan berjalan mengikuti Ivvy yang sudah berjalan mendahuluinya. Didepan terlihat sebuah belokan, kemudian Ivvy berbelok Ciel tetap mengikutinya dari belakang. Dan sampailah mereka di sebuah pintu besar berdaun tiga yang tingginya hampir 5 meter dan berwarna hitam pekat. Disebelah kiri pintu itu terdapat emblem dengan tulisan aneh dan ukiran-ukiran rumit dipinggirnya.
Ciel mengernyitkan dahinya. Tulisan itu tidak dapat ia terka artinya, sepertinya bukan bahasa manusia. Karena ia tak pernah menemukan tulisan seperti ini di belahan bumi manapun.
"Tulisan ini ditulis dengan huruf Bbeningcvers dan bahasa Quantestao, Ciel, dan arti dari tulisan itu adalah Aula Pertemuan para Ketua Perserikatan," jelas Ivvy yang menangkap raut bingung dari wajah manis Ciel.
Ciel menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ada sesuatu yang menggelitik hatinya, mengenai para Ketua Perserikatan itu, namun ia tidak berani mengatakannya. Ia terlalu malu dan takut.
"Masuklah Ciel," bujuk Ivvy. Ciel mengangguk kemudian mendorong pintu besar itu perlahan, menimbulkan derit kecil dari engsel pintu yang jarang dilumasi minyak. Di dalam ruangan yang bercat putih itu tampak 7 orang yang memakai jubah kebesaran masing-masing yang duduk mengelilingi sebuah meja dari batu Ruby dan Zamrud, pandangan mereka kini tertuju pada Ciel yang tengah berdiri di ambang pintu.
Salah satu dari mereka mengatakan sesuatu dengan bahasa yang tidak Ciel mengerti. Mereka berkata sambil menunjuk Ciel. Dan Ciel risih dengan hal itu.
"Quet eva vien des mennerounghre A tte mon va..." salah satu dari mereka yang memakai kacamata dengan bingkainya yang berwarna perak berkata dengan raut muka yang terkesan sebal.
"Ves del a vanmprro neits que minglha!" kali ini seorang pria berbadan tegap dan berambut merah bata berdiri dan menggebrak meja. Ciel melangkah mundur.
"Doninghre a mennerounghre A mon laints," pria yang bermata hijau lumut itu menyuruh semuanya untuk tidak berdebat. Yang lain diam dan duduk dengan tenang. Hati Ciel gusar. Ia mundur selangkah demi selangkah.
"Tenanglah Phantomhive. Nah, bisakah kau kemari?" tanya pria itu. Ciel tergeragap, kemudian berbalik dan mengangguk pelan.
Pria itu kemudian berdiri dan menggeserkan sebuah kursi yang terbuat dari Berlian dan Sapphiere lalu menyuruh Ciel untuk duduk. "Silahkan duduk, Phantomhive," ujarnya, ramah. Sebuah senyuman tipis terbentuk di kedua sudut bibirnya, membuatnya seperti pahatan sang maestro, Michael Angelo. Rambutnya yang berwarna emas dan panjang itu membingkai wajah rupawannya.
Ciel duduk dengan gusar. Sekarang ia tengah diamati oleh tujuh pasang mata yang menatapnya seolah menginterogasi seorang narapidana di meja hijau. Keringat dingin terus bercucuran dari dahinya yang halus bagai kapas.
"Baiklah, pertama-tama kita berkenalan dulu Ciel Phantomhive. Namaku Ivan Van Troopheringh, aku adalah Ketua Tertinggi dari perserikatan yang ada di Scirronyverinne," pria bernama Ivan itu memperkenalkan dirinya pada Ciel. Ciel tersenyum canggung.
"Aku Baron Scluthesvy, panggil saja aku Baron. Aku berasal dari lembah keabadian, di sebelah tenggara kota Scirronyverinne," pria yang berkulit lebih gelap dan berambut cepak yang bernama Baron itu memperkenalkan dirinya.
"Hmm~ Kau boleh memanggilku Ilvinne, tapi nama lengkapku adalah Ilvinne de Marchropst. Aku adalah penasehat Ratu Vhinx dari Assertzlha. Salam kenal Phantomhive," kali ini pria dengan rambut berwarna biru keabu-abuan yang berbicara dengan gayanya yang ramah. Mungkin.
"Aku Rone Xenghliusz," pria berambut merah bata itu memperkenalkan dirinya tanpa mengalihkan pandangan matanya yang tajam itu dari Ciel.
"Ciel Phantomhive, perkenalkan aku Mivette Rosevert del Marionette," seorang wanita berambut coklat panjang—bahkan panjangnya menyentuh lantai yang terbuat dari kristal biru—itu sambil tersenyum manis. Saya rasa dia adalah wanita satu-satunya dalam Ketua Perserikatan itu.
"Aku Irish Coope. Panggil saja aku Irish," pria dengan rambut yang berwarna biru gelap itu memperkenalkan diri sembari menyesap rokok miliknya. Dia sangat manis dan cantik untuk lelaki sepertinya.
"Aku Albert Mookeliquexz, salam kenal Phantomhive," dan yang terakhir pria berperawakan tinggi kurus itu menjabat tangan Ciel sebentar. Ciel menunduk.
"Tanganmu terlalu lembut untuk tangan seorang anak lelaki Phantomhive," Albert tertawa renyah tanpa mengetahui wajah Ciel yang sudah merah padam karena malu. Ya, dia malu kau tahu hal itu kan?
"A-ah...ya...ku-kurasa..." Ciel menanggapi candaan Albert barusan itu dengan rona merah yang menghias pipinya yang lembut bagai sutera cina.
"Phantomhive, apa kau tahu alasan kau dipanggil ke Aula ini? Dan alasanmu terus-menerus berada di dunia ini, tapi kemudian menghilang dan seolah-olah semua yang terjadi padamu hanyalah Dèja Vu ?" Ivan bertanya dengan wajah rupawannya yang memantulkan kemilau indah batu Ruby dari meja itu. Ciel menggeleng pelan.
"Kau adalah anak istimewa, Phantomhive. Kau adalah anak yang lahir dimalam Bulan Purnama saat terjadi tragedi berdarah di Lembah Weizminhtonh 1000 tahun yang lalu," jelas Mivette dengan senyum yang anggun tetap terpasang di wajah indahnya.
"Eh? A-aku? Lalu apa hubungannya aku dengan perang di Lembah itu?" Ciel bertanya dengan muka yang sedikit takut.
"Ramalan mengatakan, bahwa kelak akan ada orang yang akan memusnahkan Bangsa Iblis dari muka bumi, dan orang itu adalah orang yang lahir di malam Bulan Purnama saat tragedi berdarah Lembah Weizminhtonh itu terjadi. Dan orang yang dimaksud dalam ramalan itu adalah kau, Ciel Phantomhive," Ilvinne menjelaskan sambil tersenyum penuh arti.
"Ta-tapi aku lahir pada tanggal 14 Desember, dan soal Bulan Purnama yang kau ceritakan itu memang benar, aku lahir saat malam Bulan Purnama," Ciel protes, menandakan ketidaksukaannya pada lelucon yang sedang dibuat 7 orang itu padanya.
"Ya, dan itu bertepatan dengan tragedi berdarah Lembah Weizminhtonh Phantomhive," Rone terkekeh pelan. Ia tersenyum mencemooh.
"Dan satu lagi, darah yang mengalir dalam tubuhmu itu bukan darah biasa," dia terdiam sejenak sebelum melanjutkan. "Darah itu bisa membuat para penghuni Dunia Iblis maupun Scirronyverinne bisa hidup abadi dan memiliki kekuatan diatas para Malaikat yang ada di langit dan bumi jikalau salah satu dari dua dunia itu mendapatkanmu. Ditambah lagi, kau akan menjadi senjata pemusnah massal jika kau sampai jatuh di tangan yang salah, Phantomhive," jelas Baron sambil menatap Ciel lekat-lekat. Ciel merinding.
"Dan kalau hal itu sampai terjadi, maka dunia manusia dan Scirronyverinne akan musnah dan lenyap, tak meninggalkan bekas apapun. Maka dari itu, jika kau sudah bisa mengendalikan kekuatanmu itu dengan baik, kau dapat hidup bertahun-tahun di Scirronyverinne dan kembali lagi ke dunia manusia tanpa ada yang mengetahui bahwa kau telah pergi selama bertahun-tahun," Albert menambahkan.
"Maka dari itu Phantomhive, kami semua yang berada disini membutuhkanmu. Dan kami juga memiliki guru yang akan mengajarkanmu cara untuk mengendalikan kekuatan luar biasamu itu," Irish berkata sambil sesekali menyesap rokok milikinya.
"Jadi... itu alasannya?" tanya Ciel. Semua orang yang ada dalam ruangan itu mengangguk dengan kompak.
"Bagaimana, kau setuju?" kali ini mereka balik bertanya. Ciel memalingkan wajah, tampak berfikir.
Sebelum ia sempat menjawab pertanyaan 7 orang Ketua Perserikatan. Ia sudah kembali pada dunia-nya yang normal. Duduk di kantin sambil memegang DVD grup band Sinful Butterfly. Ia tak lagi mengenakan tuxedo dan jubah besarnya yang terlihat merepotkan itu serta sudah tidak lagi duduk di dalam Aula Pertemuan dengan ditemani 7 orang yang mengatakan kalau mereka 'Ketua Perserikatan' Scirrony—entah apa itu namanya. Ciel sudah bisa bernafas lega. Setidaknya, itulah yang ia kira.
'Semua itu, terasa seperti Dèja Vu hanya saja lebih hidup dan nyata bagiku' pikir Ciel.
"Kau kenapa Ciel?" tanya Alois, khawatir.
"Tadi, aku duduk dalam ruangan itu. 7 orang itu duduk mengelilingi meja yang terbuat dari batu Ruby dan Zamrud itu. Lantainya terbuat dari Kristal berwarna biru langit, Alois... Kau percaya dengan apa yang kukatakan barusan, kan?" Ciel mulai mengoceh yang tak jelas.
"Ciel, kau hanya mimpi, kau mengalami Dèja Vu yang benar-benar parah," Alois berkomentar, singkat sambil menepuk pundak Ciel.
Mimpikah itu? Atau hal yang dialami oleh Ciel hanya sebatas Dèja Vu parah seperti yang Alois katakan itu?
Entahlah— semuanya masih begitu kabur dan samar dalam bayangan Ciel. Seperti kabut tipis yang turun saat hujan sudah berhenti. Tipis...dan berkabut.
To Be Continued—
.
.
.
Sinful Butterfly sebenarnya nama salah satu bangsa Iblis tingkat atas dan yang paling kuat diantara semua tingkatan bangsa Iblis. Ada 4 tingkatan dalam bangsa Iblis, yaitu: Icus, Medzveilt, Vornequezx, dan Sinful Butterfly.
Icus : Iblis dengan tingkat yang paling rendah. Wajahnya buruk rupa, hampir menyerupai zombie dengan sebagian wajah yang rusak atau meleleh. Tingkat Intelegensi rendah dan cenderung menggunakan insting hewan buas mereka. Jumlahnya mencapai ratusan ribu dari semua kasta Iblis.
Medzveilt : tingkatan ketiga dari kasta bangsa Iblis. Wujudnya hampir menyerupai manusia, hanya pada bagian wajahnya saja, selebihnya tetap mengerikan. Mulai bisa menggunakan akal dalam bertindak. Kekuatan fisik masih rendah. Jumlahnya sekitar lima puluh ribu.
Vornequezx : tingkatan kedua, tubuhnya sudah menyerupai manusia, hanya terdapat beberapa perbedaan yang tidak begitu mencolok (?). Misal, jari tangan atau kaki yang terlihat lebih panjang dan agak berbulu. Kekuatan fisik meningkat dari 2 kasta sebelumnya. Sudah pandai menggunakan sihir hitam. Jumlah kasta ini hanya lima ratus.
Sinful butterfly : merupakan tingkatan kasta yang paling tinggi dari keempat kasta diatas. Wajah dan bentuk tubuh sangat sempurna bahkan melebihi manusia pada umumnya. Tingkat Intelegensi diatas rata-rata, bisa dibilang jenius. Sihir hitam yang mereka kuasai benar-benar berbahaya dan terlarang. Jumlah kasta ini adalah yang paling sedikit, yakni sekitar lima puluh. Ketika mereka hendak menampakkan diri, beberapa kupu-kupu hitam akan terbang ditempat tertentu, dan tak lama Iblis rupawan akan muncul.
Jika dari tingkatan Icus ingin naik kasta, mereka harus mengalahkan sesamanya dalam sebuah pertarungan sengit. Dan jika mereka berhasil, mereka akan naik satu tingkat. Semakin tinggi tingkatan kasta yang ingin dicapai, maka mereka tak hanya mengalahkan sesamanya tapi harus membunuh dan memakan sesamanya, atau yang lebih mengerikan lagi, memakan manusia.
Dendalion disini sebenarnya nama yang saya balikkan dari bunga Dandelion— semacam rumput yang bunganya berwarna kuning. Tapi, Dendalion disini memiliki arti yang sangat mengerikan. Itu merupakan sebuah kata kutukan yang biasanya mengikat manusia yang berdarah Istimewa dengan Iblis tingkat atas atau Sinful Butterfly.
Akhirnya fic ini beres juga *sujud syukur*
Saya mendapatkan inspirasi untuk membuat fic ini, pas saya lagi nongkrong di WC (lho?)
Karena fic ini adalah fic fantasy pertama saya, jadi mohon maaf jika ada bagian yang dirasa aneh atau tidak nyambung. *nunduk dalem-dalem
Kritik dan saran yang membangun saya harapkan dari minna-san sekalian~~
RnR
