AUTHOR: Itami Shinjiru

DISCLAIMER: FAIRY TAIL by Hiro Mashima. Sedikit bumbu dari Rick Riordan, Herodotus, Plato, dan filsuf-filsuf Yunani lainnya

WARNING: Alternate Reality. Maybe contains some OOC, Typographical Error, and many more

GENRE: Fantasy, Adventure, Supranatural

.

.

.

A thousands years ago, The Greek Gods life beyond our imaginations, conquering the earthland and its culture. Now, we inherit some powers of them ...

(Ribuan tahun silam, Dewa-Dewi Yunani hidup di luar imajinasi kita, menguasai dunia dan kebudayaannya. Sekarang, kita mewarisi sebagian kekuatan mereka ...)

.

.


FAIRYTAIL : THE HEART OF OLYMPIANS

Chapter One

The Boy who Eats Flame


NATSU BENCI KERETA.

Dia sudah berputar-putar kurang lebih tiga jam, menempuh lebih dari 200 kilometer, dan membayar tiket dua kali lipat gara-gara satu hal: otak dan tubuhnya tidak toleran pada benda buatan manusia beradab yang disebut kereta api. Oke, yang barusan itu bahkan kurang tepat. Sebenarnya, Natsu 'alergi' terhadap semua jenis transportasi, entah darat, entah laut. Jalan kaki selalu jadi pilihan terbaiknya—atau terbang bersama meong kesayangannya, Happy. Oya, itu bukan ungkapan. Happy itu nama kucing sungguhan. Malah, dia melebihi definisi kucing umum.

PLAK!

Happy menggebuk kepala Natsu selagi empunya tepar nyaris tak sadarkan diri di lantai stasiun. Dengan rambut pink awut-awutan, syal melilit leher, pakaian berpeluh, dan seperangkat ransel berbawaan kamp, mereka mirip gelandangan yang terlunta-lunta demi mencari penyambung hidup baru. Itu setengah benar, soalnya mereka memang sedang mencari hidup baru. Bagian yang salah, mereka bukan gelandangan. Mereka bahkan bukan murni manusia.

"Ah," Natsu menggeram, mengelap ilernya. "Kereta terkutuk. Aku tidak akan pernah naik kereta lagi!"

"Itu yang selalu kau katakan, Natsu!" balas Happy nyaring. "Dan ujung-ujungnya kau selalu naik mesin bergerbong itu dengan dalih jaraknya terlalu jauh! Kau bisa mengandalkanku, kan? Aku bisa terbang!"

"Manusia macam apa yang tega menyiksa kucing ajaib dengan memaksanya terbang terus-terusan?" balas Natsu. "Sudahlah, lupakan. Mabuk tadi membuat perutku kosong. Kita harus segera mencari tempat makan," ia merogoh dompetnya. "Sisa uangku tinggal 1.200 jewel dan 80 drachma. Kita harus segera cari pekerjaan, Happy! Kota ini lumayan menjanjikan," Natsu memandang berkeliling. "Eh, kita di mana sih?"

"Magnolia," jawab Happy tanpa minat. "Lebih enak di Hargeon, Natsu. Lebih banyak ikan segar di sana."

"Nggak ada Igneel di sana," gumam Natsu. "Mungkin kalau kita cari di kota sebesar ini, ada orang yang tahu menahu tentang naga. Ah, itu dia!" Natsu berlari ke kedai terdekat dan memesan beberapa menu (perlu kuingatkan di sini, beberapa menurut Natsu berbeda dengan beberapa menurutmu).

"HOI BUNG!" Natsu menggebrak meja kasir setelah menandaskan beberapa piring. "Kau punya info tentang naga? Apa saja? Kau lihat naga api yang terbang di langit? Warnanya merah, tubuhnya kekar, namanya Ingeel! Beritahu aku kalau kau tahu sesuatu!"

"Natsu," cetus Happy. "Jangan menanyakan pertanyaan sebanyak itu dalam sekali waktu."

"Aku tidak mengerti apa yang kau maksud," gumam si penjaga kasir. "T-tapi kami tidak punya naga. Kami tidak pernah melihat naga tipe api seperti itu. Kalau raksasa ... ya, ada beberapa. Jene! Tolong kemarikan semua poster permintaan itu!"

Natsu menelaah kertas-kertas permintaan tersebut. "Hadiah 150 drachma untuk menghabisi raksasa Hyperborean yang menyasar ke perkampungan penduduk?" gumamnya. "Hehe, kedengarannya pekerjaan sampingan yang pas untuk pencari uang sepertiku. Ayo, Happy! Kita ke utara! Ada beberapa raksasa gede yang mesti kita habisi!"

"Aye Sir!"

Happy membawa Natsu di bawahnya, sedangkan sepasang sayapnya tumbuh di punggung. Mereka terbang mengitari Magnolia utara, kemudian lurus ke daerah dataran tinggi, beberapa kilometer dari batas terluar kota, dan akhirnya mereka mendeteksi suasana ricuh di bawah sana. Asap tampak di mana-mana. Beberapa sosok raksasa berkulit biru dengan rambut seputih uban berlarian ke sana-kemari, mengacung-acungkan obor. Kebanyakan penduduk hanya berlarian ketakutan.

Happy menjatuhkan Natsu. Tanpa rencana, pemuda berambut mencolok itu memukul bahu raksasa terdekat yang bisa ditemuinya. Dari tanah, mereka besar—tingginya dua meter untuk yang paling pendek, dan empat meter untuk yang paling tinggi. Hyperborean itu mengaum marah dan mengayunkan batu. Natsu menghindar, dan tinjunya mulai berasap, memantikkan cahaya merah kekuningan, lantas berpijar ... menjadi api.

Hephaestus: Grothia Fotia

"Hephaestus: Fire Fist!"

BLAM!

"OUUGGHRRR!" Raksasa Hyperborean itu mengaum, mencakar-cakar tanah, kemudian meninju tempat Natsu berdiri dua detik yang lalu. Natsu mengambil ancang-ancang dan meninju kepala si raksasa hingga rambut putihnya terbakar. Si raksasa terhuyung ke belakang, dan Happy menarik sulur tanaman, menyandungnya hingga terjatuh. Natsu melompat ke dada raksasa dan melayangkan tinju api lainnya. Si Hyperborean remuk menjadi debu biru dan kepingan salju.

"Huahahaha!" Natsu menyeringai. "Dua puluh tiga raksasa lagi!"

.

.

.

.

.


Sementara itu, hanya beberapa menit sebelumnya, tak jauh dari sana, sebuah kendaraan sihir menggerung deras, melaju cepat ke desa yang jadi sasaran amukan Hyperborean. Pengemudinya, tak lain dan tak bukan adalah seorang gadis berambut merah, dengan mata cokelat galak-gahar-sangar-tapi-menawan dan armor besi, bersama gadis lain berambut pirang sepunggung.

"Aku tahu ini akan jadi pengalaman yang bagus untukku di misi pertama, Erza-san," gumam si gadis berambut pirang. "T-tapi apa kau harus menyetir secepat 50 kilometer perjam nonstop?!"

"Lebih cepat sampai akan lebih baik!" kilah gadis berambut merah itu tanpa menoleh. "Lagipula, penduduk desa bisa saja memberikan uang tip lebih, kan?"

"Sebenarnya apa sih tujuan dari misi ini?!"

"Diam dan perhatikan!" Erza menghentikan laju kendaraan sihirnya, memarkirnya di rerimbunan hutan dan sesemakan tinggi. "Kita jalan kaki dari sini. Nggak jauh, paling seratusan meter. Kita akan serang raksasa-raksasa musim dingin itu dari atas. Kau punya kunci Zodiak, kan? Apa saja yang kau punya, Lucy?"

"Um," gadis bernama Lucy itu merogoh tempat kunci emasnya. "Cancer, Aquarius, dan Taurus. Kayaknya aku bisa menggunakan Taurus dalam kondisi lanskap datar berbatu seperti ini. Dia bisa menyeruduk raksasa-raksasa itu."

"Sempurna!" Erza mengeluarkan pedangnya. "Kemudian, giliranku untuk bersinar! Hei, bagaimana kalau kau izinkan Taurus untuk kukendarai? Maksudku, apa nggak keren kalau aku membantai raksasa sambil melakukan rodeo?"

"Masalahnya, Erza-san," dengus Lucy, "Taurus bukan sembarang banteng lho. Dan ... ehm. Sepertinya sudah ada yang mendahului kita," dia menuding perkampungan di bawah. Mereka melihat seorang pemuda berambut pink dengan syal putih bermotif kotak-kotak yang berkibar seirama angin—atau hembusan angin yang diakibatkan serangan-serangan pemuda itu. Parahnya, dia sedang menghajar raksasa Hyperborean itu satu-satu, menggosongkan mereka, membakar mereka sampai jadi abu dan terburai layaknya monster lumrah yang kalah.

"Kudengar ada dua lusin raksasa Hyperborean di desa ini," gumam Lucy. "Sekarang jumlah mereka ... satu, dua, tiga, lima, delapan, lima belas! Dan lelaki itu sedang menghabisi satu—sekarang empat belas! Hei, apa itu yang terbang di dekatnya? Apa itu Merpati Stymphalian?"

BLAM—BLAM—BLAM! Ledakan api beruntun terdengar di desa, menggosongkan tiga raksasa sekaligus—sekaligus empat rumah beratap rumbia terdekat. Pemuda itu membantai mereka seperti kesetanan. Erza mengambil teropong, lantas mengangkat satu alis. "Cih. Tipe Hephaestus."

Lucy mengernyit. "Tipe Hephaestus? Tunggu—maksudmu dia ..."

Erza mengangguk sambil tersenyum kecil. "Pemuda itu, siapapun dia, dia memiliki Ethernano tipe dewa. Dan yang dimilikinya itu tipe Hephaestus."

"Salah satu dari dua belas dewa-dewi Olympia utama?"

Erza menyeringai. "Biar kujelaskan lagi. Sepersepuluh dari seluruh manusia di Earthland memiliki Ethernano, energi magis berupa perpaduan antara energi spiritual dan energi fisik serta energi psikis. Manusia dengan Ethernano ini disebut mage. Ethernano ini merupakan pecahan kekuatan dari legenda kuno ribuan tahun yang lalu ... ketika dewa-dewi masih menguasai bumi. Tapi, Ethernano tidak selalu berisi kekuatan dewa—kasarnya terdapat empat kategori kekuatan Ethernano: tipe dewa, tipe titan, tipe raksasa, dan tipe monster. Memang ada rumor tentang tipe kelima, tapi sejauh yang diketahui dengan baik ya, baru empat. Selain itu, ada juga mage yang tidak menguasai Ethernano dari dewa atau titan manapun—atau menguasai minor dari mereka, tapi berkemampuan untuk mengontrol dunia roh dengan memanggil mereka melalui kunci tertentu, sepertimu, Lucy.

"Umumnya, mage terlahir dengan satu jenis Ethernano acak dari keempat tipe. Seorang mage hanya menguasai kemampuan dari satu dewa, atau satu titan, atau satu monster. Namun, dalam perjalanan hidupnya atau karena keturunan, seorang mage bisa memiliki lebih dari satu jenis Ethernano. Dari ribuan jenis Ethernano yang ada, ada dua belas yang dianggap paling berderajat tinggi: dua belas Ethernano dewa-dewi utama Olympus: Zeus, Poseidon, Hera, Athena, Artemis, Apollo, Ares, Hephaestus, Hermes, Aphrodite, Demeter, dan Dionysus, serta tiga dewa-dewi major lain: Hades, Hestia, dan Persephone. Dewa-dewi major ini memiliki dua tipe Ethernano, yaitu tipe Yunani dan tipe Romawi—kadang kekuatannya saja berbeda. Misalnya, kekuatan Pluto—versi Romawi—lebih mendekati batu mulia, sedangkan kekuatan Hades—versi Yunani—lebih mendekati kegelapan yang lain. Orang di bawah sana kemungkinan besar memiliki Ethernano tipe Hephaestus, Dewa Penempaan dan Penguasa Api, kalau dilihat dari caranya bertarung. Dan aku," Erza mematut-matut pedangnya, "memiliki Ethernano dari dua Olympia, yaitu Ares dan Athena."

BLARR! Raksasa Hyperborean terakhir terpental hingga hampir menghancurkan kendaraan sihir mereka di tempat jatuhnya. Suara tawa menggema sepanjang lembah. Siapa lagi kalau bukan si rambut pink berandalan itu.

"Anu ... Erza-san."

"Ayo, kita temui dia," Erza menyarungkan pedangnya dan berjalan cepat ke perkampungan yang sudah separuh lebur tersebut. Kendati dia tidak mendapatkan uang hadiah, tapi setidaknya dia menemukan calon penghuni baru guild mage yang ditempatinya. Yah. Kalian akan mengetahui itu sebentar lagi.

"Mana yang lain?" Natsu mengedarkan pandangan ke sekelilingnya untuk memastikan semua raksasa sudah lenyap jadi debu atau gumpalan uban gosong. Dia melihat dua gadis berjalan mendekatinya, turun dari lereng bukit terdekat. "Happy! Apa raksasa Hyperborean juga bisa menyamar jadi gadis?"

"Barangkali," Happy melontarkan teori asal-asalan. "Kita nggak tahu banyak, soalnya kebanyakan raksasa itu kan berada jauh di utara, di tempat dingin."

Natsu mengepalkan tinju. "Oke, kalau begitu anggap saja yang di sana itu jelmaan mereka!" Natsu memutar-mutar lengan, menghasilkan tornado api mini, lantas menyerbu mereka berdua dengan kecepatan penuh.

"Erza-san!" seru Lucy. "Pemuda itu ... tidakkah dia tampak ingin menyerang kita?"

Erza tertawa. "Bah. Dasar lelaki tak tahu diri. Dia nggak tahu apa yang dihadapinya—kalau dia memang mau bertarung atau mengira kita jelmaan raksasa, dengan senang hati kulayani! Aku nggak pernah bertarung dengan orang ber-Ethernano Hephaestus sebelumnya," dia kembali mengeluarkan pedangnya.

"Dua raksasa terakhir!" Natsu melayangkan tinju.

"E-Erza-san!"

Ares: Spathi Blok

"Ares: Sword Block!"

SPRANG!

Tinju Natsu mandek begitu menghantam sisi pedang Erza, dan apinya pudar. Erza menyabetkan pedangnya ke samping dengan hati-hati agar tidak langsung menggores pemuda itu, tapi dia gesit. Natsu berkelit, melakukan sapuan berapi hingga Erza harus melompat tinggi-tinggi untuk menghindarinya, lantas melancarkan serangan api kedua. "Kau mujur bisa bertahan dari yang tadi!" pekiknya.

Erza memblok setiap serangan yang datang dengan gampang. Mereka berada di daratan lagi, dan Erza tidak menyia-nyiakan kesempatan. Dia harus kembali secepatnya ke guild jika misi yang diidamkannya sudah terselesaikan—meskipun bukan mereka yang melakukannya—jadi dia tidak mau membuang waktu bertarung dengan pemuda yang belum dikenalnya, sekalipun Erza agak menikmatinya.

"Maaf, Bung!" desis Erza. "Aku harus mengakhiri ini!" dia merotasikan pedangnya di atas kepalanya. Angin berembus mengelilinginya. Hawa panas menggantung di udara.

Ares: Megali Synkrousi tis Manias

"Ares: Great Slash of Fury!"

Erza menyabetkan pedangnya vertikal atas-bawah ke depan, membuat serangkaian ledakan sepanjang jalur tebasannya, sekaligus gelombang angin yang kuat. Api membara, berkobar dengan cepat. Goresan raksasa tertoreh di tanah berbatu. Erza tersenyum sinis. "Aku perlu bicara denganmu, Anak Muda. Bukan bertarung. Kalau kau kira aku ini jelmaan raksasa, kau salah, sayangnya. Sekarang, lebih baik kita bicarakan ini dengan kepala dingin dan ..."

Kata-katanya terhenti. Lucy menutup mulut dengan tangan kanannya, nyaris tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Api ledakan dari Erza ... api ledakan dari jurus pedang Ares ... terserap ke mulut Natsu—dalam arti lain, api itu dimakan. Sampai habis.

Natsu mengelap mulut, menyeringai. "Setelah makan, aku jadi bersemangat!"

"Bagaimana mungkin?!" seru Erza dan Lucy bersamaan.

"Tentu saja mungkin!" Happy memekik. "Julukan Natsu adalah Salamander! Penyembur sekaligus Pemakan Api!"

Natsu menyerang lagi, dua kali lebih membabi-buta ketimbang yang tadi. Erza menggerung. "SUDAH KUBILANG KAMI BUKAN JELMAAN RAKSASA!"

Ajaibnya, Natsu berhenti. "Eh? Siapa kalian?"

BUUKK!

"JANGAN SOK POLOS, DASAR BOCAH API!" Erza meninju pemuda itu hingga merangsek tanah berkerikil. "Kau merebut pekerjaan kami, ya, aku terima. Kau memakan api buatanku, ya, silakan saja. Tapi kalau kau terus-terusan menyerang orang yang bahkan belum kau kenal, itu tindak-tanduk terburuk yang pernah kulihat pada seorang mage Olympia. Kalau kau melakukannya lagi, kujamin kau akan mendapatkan serangan berkali-kali lipat lebih dahsyat daripada yang barusan. Dan kali ini, tanpa efek ledakan."

"Erza-san menakutkan," gumam Lucy.

"Apa?"

"N-nggak! Oh, hei. Omong-omong, namamu Natsu?" Lucy segera membantu pemuda berambut pink itu berdiri. Pipinya lebam, tapi secara keseluruhan dia baik-baik saja.

"Kami pengembara," Happy menjelaskan. "Anu, tadi Natsu mengambil permintaan dari desa ini dan menghabisi raksasa-raksasa itu, tetapi dia mengira kalian jelmaan dari raksasa-raksasa itu juga. Mana kutahu kemampuan dari Hyperborean?"

"Biar kutebak," selidik Erza. "Natsu ... kau ini punya Ethernano Hephaestus, ya? Itu membuatmu bisa mengendalikan api, merubahnya jadi bentuk yang kau inginkan, tapi tak kusangka kau bisa memakan api juga. Itu agak ... yah, itu contoh yang relatif ekstrem, bahkan bagi mage Olympia."

"Apa itu mage Olympia?"

"Wah, kau bahkan tidak tahu, ya," gumam Erza. "Ikutlah dengan kami. Kami tadi melihat pertarunganmu membasmi raksasa-raksasa Hyperborean itu, dan kemampuanmu bagus. Aku ingin mengenalkanmu ke sebuah serikat mage, manusia dengan Ethernano magis dalam tubuh mereka. Namaku Erza Scarlet. Aku memiliki Ethernano Ares dan Athena. Yang ini Lucy Heartfilia, dia mage kunci roh. Lucy memiliki tiga kunci emas Zodiak. Dan kau, sudah pasti punya Ethernano Hephaestus, Dewa Pandai Besi dan Api."

"Ah, ya," Natsu menggaruk kepala. "Aku diberitahu oleh Igneel aku memang mewarisi sesuatu dari Hephaestus itu. Apa kalian tahu di mana Igneel berada?"

"Siapa?"

"Igneel, Raja Naga Api!" seru Happy. "Kami berkeliling dunia untuk mencarinya, tapi sejauh ini kami nggak menemukannya."

"Berkeliling dunia," gumam Lucy. "Hei, Natsu. Kau pasti nggak punya tempat tinggal. Mage di guild bisa menyewa asrama. Dengan uang imbalan pekerjaanmu barusan pasti cukup. Kusarankan kau ikut dengan kami ke guild, berkonsultasi dengan master, kemudian mencari asrama. Hei, kau juga bisa melakukan banyak pekerjaan seperti ini ... sambil mencari Igneel. Ini mudah. Seperti mengenai dua burung dengan satu batu!"

"Bagaimana, Happy?" Natsu menatap mereka dengan pandangan menyelidik. "Haruskah kita menuruti saran dari wanita-wanita jelmaan raksasa ini?"

"AKU BUKAN JELMAAN RAKSASA! HARUS KUKATAKAN BERAPA KALI PADAMU?!" teriak Erza.

"Kami bukan jelmaan raksasa," edit Lucy. "Hei, guild itu menyenangkan, lho. Kau bisa bertemu banyak orang di sana. Selain itu, di sana selalu ada makanan—"

"Oke, aku ikut!" sambar Natsu. "Siapa tahu, dengan ini peluangku menemukan Igneel makin besar," ia menggendong ranselnya. "Aku akan minta bayaran dulu! Kalian tunggulah di sini! Omong-omong, apa guild itu ... punya nama atau semacamnya?"

Erza memaksakan diri tersenyum. "Namanya FairyTail. Guild mage terbaik se-Fiore."

.

.

.

.

.

To be continued


Author Note:

Nah, chapter 1 selesai juga. Fyuh, ini fic FairyTail pertama saya. Ada beberapa perbedaan dari canon, tapi semoga ini tetap bagus, hehe. Dalam fic, ini Fiore nggak cuma menggunakan jewel sebagai mata uang mereka, tapi juga drachma, yang berbentuk koin. Bagi readers yang suka mitologi Yunani atau pernah membaca karya-karya Rick Riordan pasti lebih gampang memahami fic ini. Bagi yang nggak, jangan khawatir, saya akan berusaha menjelaskan istilah-istilah mitologi Yunani selugas mungkin, atau kalian bisa tanya paman Google. Sampai jumpa di chapter depan!

-Itami Shinjiru-