Title : Eien No Ai
Disclaimer : Kamichama Karin © Koge Donbo
Eien No Ai © MimikoManaka
Genre : Romance, Slice Of Life
Chapter : 1. My Meeting With Him
Pairing : Karin x Kazune? Masih rahasia, karena ada orang ketiga-nyan XD
Rated : T
Warning : Typo(s), gaje, alur kenceng, OOC, AR, umur 13 tahun semua. Karin POV!
AuthorNote : Haiii semuaaa! Ada yang kangen Miko? *plakNgarep*. Udah berbulan-bulan Miko ga buat fic lagi, ekhm.. maklum, Miko masih newbie. Makasih udah nge-open fic ketiga Miko di fandom ini! Walaupun baru open sih, tapi Miko harap kalian membacanya dan pastinya tinggalkan jejak repiew ~(^_^~). Ini adalah fic bergenre romance, ada beberapa author yang menyarankan Miko buat fic romance dan MultiChapter, Miko ga tau bisa ato enggak, tapi ini ni Miko coba buat fic-nya. Yoroshiku para author yang udah senior! Bimbing Miko yah? #Ah! Miko banyak bacot! Sono selesain yang chapter 2 nya!*dibegal*
Summary : Pertemuan yang lalu, adalah pertemuan pertama aku dan seorang pemuda asing bagiku. Membuat pertemanan yang erat diantara kami yang menimbulkan benih-benih cinta(?) Aku ingin cinta itu abadi. Akankah terjadi? Ada apa? Penasaran? Simak yuk :3 #badSummary#3ndFanfic#RnRPlease!
.
.
.
Enjoy Reading
.
.
.
Matahari yang terik di musim panas mengiringi langkah kaki ku di tepi jalan yang tak dipenuhi keramaian, angin itu dengan riangnya menghembus sela-sela rambutku. Aku berlari sambil memegang sebuah balon kuning di tangan kanan. Dengan gembira, aku berteriak
"Huwaaaaaaaaaaaaa!" sambil membuka lebar mulutku dan membuat sipit kedua belah mataku. Tiba-tiba.. Brukkkk... Secara tak sadar, aku menabrak seorang anak laki-laki yang wajahnya sangat asing bagiku.
Brukkkk
'DOOOORR' Letusan balon kuning-ku membuat pemuda itu terkejut. Ia spontan menutup kedua matanya dan menyumbat kedua telinganya, mungkin dengan maksud tak mendengar letusan balon ku itu.
"Eh, maaf.. aku tak sengaja menabrak, maaf telah membuat mu terkejut dengan letusan balonku ini." Kata ku tergesa-gesa sambil berpaling melihat pecahan balonku yang terbang entah kemana. Laki-laki tersebut masih menyumbat kedua telinganya dan membuka sebelah matanya sambil melihat ku dengan tatapan aneh. Akhirnya, matanya telah sempurna terbuka sambil melihatku.
"Owuaaa... e eh... iya tidak apa-apa, seharusnya aku yang minta maaf karena telah membuat balonmu meletus." jawab pemuda itu dengan berharap mungkin aku memaafkan.
"Bukan, ini salahku, aku berlari sambil menutup mata." jawab ku sambil menundukkan kepala.
"Maafkan aku." lantas ku lagi sembari menghadapkan telapak tangan ke hadapan pemuda tersebut, dengan maksud dia memaafkanku dengan berjabat tangan.
"Eh.. iya.. lagian aku tidak apa-apa." jawab laki-laki itu memberi maaf kepada ku dan membalas jabatan tangan ku.
Tangan kami baru pertama kali bersentuhan, tangan pemuda itu seperti sedikit bergetar, entahlah aku tidak tau teorinya. Sedangkan aku masih saja menundukkan kepala sebagai tanda penyesalan. Lalu aku melepas jabatan tangan itu secara perlahan. Kami pun berkenalan.
"Anoo.. nama mu siapa?" tanya pemuda itu.
"Hanazono Karin, panggil saja aku Karin. Kalau kamu?" aku menjawab dan bertanya kembali sambil mengangkat kepala menghadap laki-laki tersebut.
"Aku Kujyou Kazune, biasa di panggil Kazune, senang bisa bertemu dengan mu," jawab Kazune tersenyum kepada ku.
"Kenapa kita bisa bertemu disini? Memangnya rumahmu dimana?" tanya ku lagi.
"Oh iya.. aku belum bilang kalau aku orang pindahan, aku pindah ke sini karena pekerjaan ayahku. Aku datang dari Osaka ke Tokyo ini." jawab Kazune menjelaskan dengan seksama.
"Oo, begitu. Pantas aku baru sekali melihatmu disini. Lalu, bagaimana dengan sekolah mu? Apakah kamu masih 13 tahun? Kelas 1 SMP? Sama denganku?" begitu banyak pertanyaan ku. Aku termasuk orang yang ber-tipe kepo. Selalu saja ingin tahu walaupun itu bukan urusan ku.
"Lebih baik kita ke sana dulu (Kazune menunjuk sebuah bangku di taman kota) biar lebih enak ngomongnya." balas Kazune sambil mengajak ku pergi ke bangku taman. Aku mengangguk pertanda setuju dengan pintanya. Lalu kami berdua berjalan ke bangku taman.
Kami menduduki bangku taman. Kazune duduk disampingku di satu bangku panjang yang hanya bisa diduduki oleh dua orang dewasa, begitu juga aku duduk di sampingnya. Ya mungkin hanya kami berdua saja.
"Lalu, jawaban dari pertanyaan ku tadi apa?" tanya ku menunggu jawaban. Sambil menekuk punggungku dengan memegang kedua lutut dan berpaling padanya.
"Iya jadi begini, aku masih kelas satu SMP sama dengan kamu, dan umurku juga masih 13 tahun, kita sama ya?" jawab Kazune meyakinkan.
"Mm.. kita sama, jadi sekolah mu bagaimana?" tanya ku semakin penasaran lagi.
"Kata ibuku aku akan disekolah kan di sekolah Yatakama, tapi aku gak tau itu dimana." balas Kazune sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Apa? Yatakama? Itu kan nama sekolahku." Aku terkejut sekaligus gembira mendengar jawaban Kazune. Berarti kami akan satu sekolahan.
"Hontou? Berarti setelah musim panas berakhir kita satu sekolahan?" Tanya Kazune menunjukkan wajah bahagia.
"Hmm.. (mengangguk)." kata ku tersenyum sambil mengalihkan pandangan kepada seekor kucing yang sedang menjilati badannya di depan taman kota.
"Rumahmu dimana?" tanya ku kembali semakin kepo.
"O iya, rumahku di sebuah apartemen ayahku. Itu disana (Kazune menunjuk sebuah gedung). Kalau kamu Karin ?" jawab Kazune dan kembali bertanya sambil berpaling padaku.
"Hoaaa... ini kebetulan yang sangat luar biasa. Rumahku di seberang jalan apartemen mu. Itu rumahku yang berwarna kuning tua (aku menunjuk sebuah rumah berwarna kuning). Aku senang sekali." jawab ku dengan tertawa. Sungguh, perasaan ku ini benar-benar aneh. Aku bahagia bisa satu sekolahan dengannya , dan yang sangat kusenangi, rumah kami berhadapan.
"Benarkah? Aku juga senang. Bagaimana kalau setiap hari kita pergi sekolah bersama?" tanya Kazune penuh harap.
"Boleh.." jawab ku tersenyum dan menyipitkan mataku.
"Sejak kapan kau pindah ke apartemen itu?" Kenapa aku baru melihatmu sekarang?" lanjutku heran.
"Dua hari yang lalu, semenjak saat itu aku memang tidak mau keluar rumah karena belum mengenal kota ini. Jadi sekarang aku mau menikmati keindahannya." jelas Kazune dengan seksama.
"Oo.. jadi begitu." jawabku.
"Iya, aku sangat sedih karena meninggalkan sahabat-sahabatku di Osaka. Kami hanya bisa berkomunikasi melalui SMS." Ucap Kazune dengan sedikit nada kecewa.
"Yah... mungkin kita sama." ujarku tanpa berpikir apa yang ku katakan.
"Maksudmu?" tanya Kazune heran.
"Oh.. tidak-tidak... lupakan saja." jawabku ngeles.
"Hmm.. okelah.. Pulang bareng yuk? Rumah kita kan searah." ajak Kazune, sepertinya dia bersemangat mengajakku pulang.
"Ayo.. " jawab ku sangat riang.
.
.
Skip Time
.
.
Pertemuan aku dan Kazune yang sangat-sangat tidak sengaja membuat kami menjalin pertemanan yang sangat akrab. Eh, bukan teman, mungkin bisa disebut dengan nama sahabat. Sebelum sekolah dimulai, Kazune sering ku ajak bermain di rumah karena kebetulan rumah kami tak berjarak jauh, dan aku telah mengenalkan teman baruku itu pada ibu. Ibu tidak keberatan jika aku sering-sering mengajak Kazune main ke rumah. Kami pun sudah berbagi nomor ponsel untuk bisa saling menghubungi.
Kazune anak tunggal, dia anak orang kaya. Ayahnya bekerja di sebuah perusahaan terkenal di Osaka dan dipindahkan ke Tokyo untuk WorkChange, katanya sekitar 7 tahun. Ibunya bekerja menjadi direktur sebuah Bank Osaka, kebetulan juga di Tokyo ada percabangan bank tersebut, jadi ibunya tidak repot untuk pindah berkerja, hanya saja beda tempat. Ternyata, ibu Kazune sudah mendaftarkan Kazune menjadi siswa baru di sekolahku dua hari yang lalu. Karena orang tuanya sibuk bekerja, Kazune sering tinggal dengan neneknya di rumah, dan saat dia bosan-lah aku mengajaknya untuk bermain bersama di rumahku. Kami sebenarnya hanya sesekali memasuki rumah. Kami hanya biasa bermain di sebuah pondok kecil di depan rumahku yang memang disediakan untuk bermain, dikarenakan aku juga anak tunggal, dan hanya bisa bermain dengan boneka, balon, dan tak banyak temanku yang ingin main ke rumah. Rumahku terkesan cukup jauh dari sekolah. Ya, sama halnya dengan Kazune sekarang. Supaya tidak telat, kami berangkat lebih awal walaupun kami hanya jalan kaki. "Biar sehat" begitulah kata Kazune kepadaku.
.
.
.
Summer Holiday telah berakhir. Sekolah Yatakama ku kembali sekolah seperti biasa. Pagi ini, Kazune menjemputku ke rumah dengan maksud pergi sekolah bersama. Kami berjalan ke sekolah bersama sambil bercerita-cerita mengenai kegiatan di rumah. Dan akhirnya sampai di sekolah dengan wajah berseri-seri.
Bel masuk pun telah berbunyi. Saat nya menentukan kelas baru pada semester dua. Aku sangat berharap bisa satu kelas dengan Kazune. Aku menatap wajah Kazune dengan penuh harap. Kazune membalas pandangan ku dengan pipi memerah. Aku sedikit terkikik, kenapa wajahnya memerah.
"Kazune-kun, bagaimana kalau kita tidak satu kelas? Pasti aku akan merasa sedih." kata ku dengan wajah menghadap ke bawah sambil menendang kecil kerikil-kerikil yang ada di halaman sekolahku.
"Hm.. kita berdoa saja, agar mendapat kelas yang sama." jawab Kazune menyabarkan ku.
"Hm okay." balas ku sedikit lesu.
Kepala sekolah SMP Yatakama menentukan kelas dengan memasang nama siswa di Majalah Dinding sekolah. Aku dan Kazune melihat kerumunan siswa melihat kelasnya masing-masing. Aku menunggu dengan sabar. Setelah beberapa siswa sudah pergi satu-persatu, aku dan Kazune pergi melihatnya bersama dan ternyata, aku dan Kazune satu kelas yaitu kelas 1-1 dengan wali kelas Himeka sensei. Ini keajaiban yang luar biasa untuk kami berdua. "Yeayy" begitulah kataku sambil meloncat kegirangan, sungguh aku amat tak menyangka, karena sebelumnya aku berprasangka bahwa mustahil akan satu kelas dengan Kazune karena dia siswa baru. Aku amat senang. Sehingga secara spontan aku pun meloncat kembali, bedanya, sekarang aku meloncat ke pundak Kazune. Kazune terkejut, kemudian pipinya yang segar menjadi merah lagi untuk kesekian kalinya.
"Anoo.. maaf Kazune-kun.. aku sangat bahagia. Sehingga aku secara tak sengaja memelukmu." kata ku dengan mata mungkin sedang berbinar-binar.
"Itu tidak apa-apa, bagus kalau kau senang." jawab Kazune dengan tersenyum manis. Kazune tersenyum dan memandang lama ke arah daftar nama kelas kami. Aku yang melihatnya dari belakang juga tersenyum bahagia. Ya, kami begitu dekat seperti seorang adik dan kakak. Tapi, disini akulah yang menjadi adik.
Sekolah sudah dimulai beberapa minggu setelah itu. Aku dan Kazune selalu pergi dan pulang sekolah bersama semenjak pertemuan itu. Banyak teman-temanku yang sering bertanya tentang Kazune. Aku dan Kazune selalu duduk berdampingan, walaupun tidak berdua, setidaknya kami sering mengobrol karena bangku di kelas ku terpisah antara satu dengan yang lainnya. Bisa disimpulkan, satu orang untuk satu meja dan kursi. Kami pernah disangka pasangan yang sedang berpacaran karena kami begitu dekat. Tapi aku tidak pernah peduli dengan ocehan itu, aku tak pernah berpikir kalau Kazune adalah pacarku. Aku jarang peduli dengan kata 'pacar', paling hanya perasaan kagum. Dan aku tak tahu apa yang ada dipikiran Kazune, aku bukan seorang pembaca pikiran.
Aku dan Kazune sering makan bersama di meja ku di jam makan siang. Itulah mungkin alasan orang menganggap kami sebuah pasangan. Kalau Kazune sih sepertinya tidak mengelak dan menerima ocehan teman-temanku, sepertinya dia hanya tersipu malu dan mengabaikan perkataan teman-temanku itu. Banyak gadis-gadis kelasku yang menyukai Kazune, sehingga ada beberapa gadis yang mungkin mereka adalah sebuah 'geng', setiap melihatku dengan Kazune tatapannya begitu tajam dan tak senang kepadaku. Aku hanya bisa diam dan tak pernah memberi tahu itu kepada Kazune. Mendengar kata-kata 'BANYAK YANG MENYUKAI KAZUNE' , walaupun itu biasa, tapi terkadang menusuk di hatiku. Aku tak tahu bagaimana perasaanku ini. Selalu saja aku sidikit merasakan sesuatu yang aneh dan sakit dihatiku saat melihat Kazune berbicara dengan gadis lain, walaupun hanya mengatakan 'meminjam pena ', mungkin kah itu sebuah rasa cemburu? Ah pikiranku mulai ling-lung. Wajar sih, banyak yang menyukai Kazune, dia tampan, baik, pintar, dan gayanya yang cool (?) membuat para gadis menyukainya.
Sepulang sekolah.
Ransel kuningku, ku hempaskan ke atas badcover ku yang juga berwarna kuning, namun bermotif jeruk. Aku menelentangkan tubuhku di atas kasur dengan maksud menghilangkan rasa penat yang melanda ku sambil menerawang lampu-lampu hias kamarku di atas atap sambil memikirkan hal-hal di sekolah. Kazune, iya, barusan aku memikirkan Kazune. Ya Tuhan, pikiranku sungguh kacau, apakah aku sedang jatuh cinta? Kenapa aku sekarang mulai salah tingkah jika berbicara dengannya? Padahal sebelumnya aku biasa-biasa saja. Argh.. aku menutup wajahku dengan bantal yang sejuk sambil menenangkan pikiranku.
Tok..tok..tok... Terdengar suara dari balik pintu kamar dan ternyata ibu memanggilku.
"Karin..! Kazune datang menemui mu.. cepat keluar, dia sedang menunggumu di pondok." kata ibuku dari luar kamar dan berlalu begitu saja.
Tentu perasaan ku sekarang menjadi salah tingkah lagi. Sebelum keluar, aku menyempatkan diri bercermin dan merapikan rambut-rambutku yang seperti benang kusut.
Aku melihat Kazune dari kejauhan, dia sedang tenang menunggu ku di pondok dengan mengayun-ayunkan kakinya menyentuh unjung rumput yang ada di halaman pondok rumahku. Aku keluar dari rumah dan menyapanya.
"Hai Kazune-kun!" sapaku dari pintu rumah sembari mengenakan sendal jepit dan berlari kecil ke arahnya. Dia tersenyum melihatku, dan seperti biasa kami bercerita-cerita. Akan tetapi, ada yang aneh dari hari ini, topik pembicaraan kami berbeda. Sepertinya Kazune ingin menceritakan sebuah hal yang serius.
"Cinta? Kazune berbicara dia cinta kepadaku?"
Apakah ini sebuah mimpi indah buatku?
.
.
To Be Continue
.
.
AuthorNote : Kyaaa minnaaa! Makasih udah baca sampe abiss ~(^_^)~. Gimana fic Miko yang belum selesai ini? Jelekkah? Pasaran? Atau bagus? Eaaaa! Miko sadar, saat chapter ini belum ada konflik yang dalam. Cerita yang Miko buat akan sesuai dengan judul per-Chapter nya. Miko minta di review, boleh request kejadian selanjutnya biar Miko ga berhenti di jalan, boleh ngasih saran, boleh muji, tapi jangan diFlame ya? Miko masih kecil .-. Miko cuma minta support. Mohon ya ^_^. Mudah-mudahan Miko akan Update buat chapter 2 :)
