Glass Doll

©Skylar.K

Kristao

Fantasy. Drama. Romance

.

.

.

Jam kuno berukuran sedang yang berdiri di sudut Ruang Tengah baru saja berderik monoton ketika detik jarum jam yang berwarna keemasan terus bergerak dan bersuara layaknya ular derik. Pukul 11.50 pm, hampir tengah malam. Di antara hembusan angin musim gugur yang melolong diluar sana, suasana di kediman mewah ini terasa begitu mencekam dan kaku. Bukanlah hal yang aneh, karena pemiliknya sendiri tak berkeinginan untuk membuat suasana rumahnya lebih santai.

Karena lihat saja pada keseluruhan interior dan properti disana, tak ubahnya seperti rumah bangsawan Eropa yang memiliki citarasa tinggi dengan segala sesuatu hal yang bernilai seni tinggi. Mulai dari karya Van Gogh yang tergantung indah, beberapa porselen dari China yang tak terkira harganya, seperangkat meja kursi berbahan kayu nomor satu, bentangan permadani sehalus sutra dan sampai kulit Harimau asli, chandelier yang di datangkan langsung dari dataran Eropa, dan masih banyak lagi. Bahkan setiap ruangan di rumah mewah itu memiliki tema tersendiri.

Jelas sekali jika sang pemilik berasal dari seseorang dengan kedudukan sosial yang sangat tinggi. Tidak ada kata lain yang cocok untuk mendeskripsikan rumah berlantai 4 tersebut selain kata 'megah'. Benar-benar megah, bahkan saat proses pembangunannya saja melibatkan beberapa desaigner sekaligus. Dan hunian megah nan mewah seperti ini pastinya membuat siapa saja akan menerka-nerka jika pemiliknya adalah seseorang yang sempurna. Dari segi visual tentunya.

Dan pemilik rumah bak Istana ini memanglah seperti itu. Seperti yang di bayangkan oleh sebagian besar orang yang melihat rumah tersebut. Meyakini jika pemilik rumah menakjubkan itu adalah seseorang yang menyerupai Pangeran.

Tidaklah berlebihan jika mereka membayangkan hal tersebut. Karena memang meski orang-orang yang berada di lingkungan tersebut sudah beberapa kali melihat pemilik rumah itu. Dan memang sosoknya seperti Pangeran, dan nilai plusnya adalah pria itu selalu tersenyum ramah jika ada yang menyapanya ketika hendak masuk ke dalam halaman rumah. Pria itu selalu datang dengan mengenakkan stelan khas pria kantoran, pakaiannya tentu terlihat mahal dan berkelas, di tambah sangat pas di tubuh tinggi tegapnya yang membuat para wanita akan berteriak histeris.

Semua yang ada pada sosok pria itu sangat sempurna. Mereka mengakuinya.

Biasanya rumah selayaknya Istana seperti itu selalu memiliki ruangan lain yang di rahasiakan atau yang sifatnya sangat amat pribadi, dan rumah itu tentu saja memilikinya. Di desaign khusus oleh si pemilik, meski letaknya yang tersembunyi, namun ruangan tersebut hanya dapat di masuki dengan akses khusus. Yang perlu di ketahui adalah jika pria pemilik rumah itu hampir 90% menghabiskan waktunya di ruangan tersebut. Entah itu untuk bekerja, ataupun bersantai untuk menikmati segelas kopi yang di seduh langsung melalui coffee maker.

Mengingat hari telah sangat larut, bisa di tebak jika pria itu kini berada di dalam ruangan tersebut. Karena ia tidak akan pernah sedetik pun ingin melewatkan waktunya diluar ruangan itu. Dan sebenarnya cukup aneh, dari sekian banyak ruangan di rumah bak Istana itu, ia hanya menginginkan ruangan tersebut sebagai destinasi terakhirnya setelah jam kerja usai. Dan rute untuk sampai ke ruangan tersebut tidaklah sulit untuk di temukan.

Setiap hari, pria tampan itu hanya perlu melewati lorong yang dindingnya bergelantungan karya Van Gogh dan beberapa karya dari pelukis Dunia lainnya, lorong yang terhampar sebuah karpet berearna hitam sebagai alasnya, kemudian berbelok ke kanan, melewati Ruang Tamu menuju ke lift yang terletak di salah satu sudut, dan menekan tombol angka 3. Hanya beberapa detik kotak metal itu akan membawa siapapun yang berada di dalamnya, dengan suara dentingan maka itu tandanya telah sampai di lantai yang di tuju.

Lift tersebut akan membawanya langsung memasuki kamarnya yang luas di lantai tersebut. Pria itu akan lebih dulu meletakkan jas serta tas kerjanya, dan tanpa ingin berlama-lama di dalam sangkar emasnya, ia akan melangkahkan kakinya lebar-lebar menuju lemari pakaian besar yang tertanam di dalam dinding. Di dalam lemari berbahan kayu nomor satu itu berfungsi selayaknya lemari, namun yang membedakannya adalah sebuah sliding door berwarna buram yang menghubungkan kamar dengan area lain di rumahnya

Menelisik ke bagian dalam lemari, terdapat sebuah tangga yang menuju keatas. Di temani cahaya temaram dari lampu-lampu elektrik yang menggantung di bagian atas dinding, cukup memberi penerangan bagi siapa saka yang melaluinya. Tangga itu berujung pada sebuah pintu besi dengan alat identifikasi berupa tombol-tombol angka, pendeteksi retina dan sensor yang akan memindai tubuh siapapun yang akan masuk. Dan jika data pemindaian itu tak sesuai dengan data pemilik, maka alarm akan berbunyi.

Dengan suara pintu yang bergeser otomatis ketika data tersebut di terima oleh alat pendeteksi menandakan jika ruangan di baliknya siap untuk di nikmati.

Semua akan berpikiran jika ruangan itu penuh dengam barang berharga, seperti brankas, perhiasan, dokumen-dokumen penting, atau bahkan benda buruan Polisi yang tak semestinya di simpan. Tapi semua itu salah, ruangan itu hanya sebuah perpustakaan yang cukup besar dengan rak-rak lemari tinggi yang terisi banyak buku, dan di bagian tengahnya terdapat satu set sofa empuk yang berukuran lebih besar berwarna merah darah, beralaskan permadani lembut hasil hand made yang langsung di datangkan dari Turki. Kemudian meja kaca yang elegan, berikut dengan lemari penyimpan wine, lalu beberapa guci yang berada di beberapa sudut perpustakaan itu, dan yang sedikit tidak nyambung adalah keberadaan beberapa kanvas yang tertutup kain putih dan ditata berjajar di sisi ruangan yang lain.

Jika di lihat-lihat lebih lagi, tidak ada barang berharga di perpustakaan itu, hanya benda membosankan bernama buku yang mungkin jumlahnya mencapai angka 300 lebih. Lalu kenapa ruangan membaca ini memiliki pengamanan yang luar biasa? Apakah hal itu hanya obsesi si pemilik?

Ah tidak. Bukan seperti itu.

Pasang mata baik-baik, tepat di hadapan set sofa disana, di dekat dinding, di depan sebuah lukisan seseorang berpakaian serba putih dengan kelopak mata terpejam, bibir kissable yang kemerahan membentuk seulas senyum tipis, mencium setangkai carnelian merah, dan terdapat mahkota bunga yang tersemat diatas surai hitamnya yang pekat. Lukisan itu terasa begitu hidup dan menjadi poin penting bagi ruangan ini. Karena jika tidak, lukisan sebesar itu tidak akan di letakkan tepat di bagian tengah ruangan dan menghadap ke set sofa.

Tepat di depan lukisan, terlihat 2 lemari wine yang terbuat dari material kayu yang berpelitur dan di cat mengkilat, dan di antara kedua lemari wine itulah terdapat sebuah boneka porselen seukuran manusia normal, yang wajahnya sangat mirip dengan lukisan di belakangnya.

Boneka itu mengenakkan t-shirt hitam dan jeans rebell senada, sementara bagian rambutnya berwarna keperakan. Dan keseluruhan dari look nya itu masih bagian dari porselen yang mengkilat ketika di tempa cahaya lampu LED yang hemat daya di ruang baca itu. Yang bukan berarti sang pemilik terlalu aneh sampai-sampai memakaikan pakaian pada bonekanya. Boneka porselen itu terlalu sempurna jika di katakakan sebagai boneka. Terlalu mirip dengan manusia, dan terlalu memanusiakan boneka.

Si pria pemilik sejak tadi berkutat dengan sebuah kemoceng berbahan bulu-bulu halus berkualitas tinggi serta kain lap berwarna putih yang sesekali di gunakannya untuk membersihkan detail lekukan boneka yang tak terjangkau oleh bulu-bulu kemoceng yang berwarna indah selayaknya burung merak.

Pria itu bersulur pirang gelap, bertubuh tinggi tegap yang di balut kemeja putih yang mencetak sempurna tubuhnya, dan celana hitam linen lembut yang membungkus kaki panjangnya. Auburn gelapnya yang tajam memperhatikan tiap lekukan boneka dengan amat serius, sesekali alis tebalnya menukik ketika melihat adanya serpihan debu yang masih saja nakal hinggap disana. Dan ia melakukannya seolah tak ada hal yang lebih menyenangkan daripada membersihkan boneka porselennya itu.

Ia akan melakukannya sendiri. Selama ini, setelah hampir satu tahun setelah mendapatkan boneka tersebut dari sebuah toko barang-barang antik yang tak sengaja di temukannya saat tiba-tiba mobil yang di kendarainya mogok di wilayah yang tak di kenalinya.

Tak perlu asisten atau petugas bersih-bersih profesional yang banyak di tawarkan saat ini. Atau yang biasa di sebut nanny.

Untuk yang satu ini, ia akan melakukannya sendiri meski tulang-tulang di tubuhnya hampir rontok karena terlalu lelah. Bahkan jika ia harus tidak tidur semalaman, ia tetap akan melakukannya. Karena hanya saat malam hari dan menjelang tengah malam ia dapat melakukan hal ini.

Pria berdagu lancip itu menilik jam tangan mahalnya, melihat detak jarum jam ramping yang masih setia berdetak. Beberapa menit lagi akan sampai tengah malam yang di nantinya.

Namanya Yi Fan, berkrbangsaan Vancouver - Kanada, dan masih berdarah China. Menguasai 4 bahasa, yaitu; Inggris, China, Korea, dan Kanton. Namun ia lebih senang di panggil Kris, karena selama ini ia lebih banyak menghabiskan waktu di Vancouver atau di Korea, dan hanya sesekali pulang ke China, itupun jika pekerjaannya tidak terlalu banyak.

Jemrinya yang kurus panjang dengan teliti membersihkan debu di tiap lekukan wajah boneka porselennya, mendekatkan matanya pada wajah tanpa cacat sang boneka berupa menawan yang di belinya dengan harga cukup masuk akal mengingat ukuran dan bahan pembuatannya. Sesekali ia meniup bagian yang masih berdebu itu dan kembali menyapukan kain lap yang di apit 2 jemari kurus tangan kanannya.

Usapan lembut bagai memperlakukan seorang gadis, gerakannya begitu terarah dan penuh perasaan. Seolah boneka porselen itu adalah pujaan hatinya, dan ia tidak ingin menyakiti sang boneka dengan mengusap terlalu kasar pada permukaannya. Dan karena tinggi sang boneka hanya berjarak 5cm lebih pendek dari dirinya, maka si tampan Kris harus sedikit menunduk ketika menabrakkan auburn nya dengan black pearl sang boneka yang indah. Berkilauan layaknya permata.

Ia gunakan jemari panjang kurusnya untuk mengusap wajah mulus porselen sang boneka. Terasa dingin di ujung jemarinya, dari kelopak mata, turun ke kantung mata yang terdapat bayang-bayang samar, beranjak turun ke pipi tirusnya yang tergaris indah dengan garis rahang yang kuat, di padu hidung menjulang, serta belah bibir kemerahan yang berbentuk unik. Tampak tegas namun tetap feminin. Entah bagaimana sang pembuat menciptakan boneka porselen ini, karena karyanya lebih dari kata sempurna.

Ding!

Tepat pukul 12 tengah malam.

Suara dentang jam antik berbentuk kotak seperti rumah burung yang berada di sisi perpustakaan yang lain, menarik sudut bibir plum Kris menjadi sebuah seringai kecil. Kelereng auburn nya bergulir teratur menekuni wajah boneka di hadapannya, meskipun harus sedikit menunduk karena perbedaan tinggi, ia sama sekali tidak mempermasalahkan. Padahal ia sudah berdiri disana sekitar 30 menit.

Black pearl porselen yang dingin itu bersembunyi di balik kelopaknya yang berbulu mata lentik. Mengerjap lucu, dan tepat memandang ke dalam auburn Kris yang sudah lebih dulu menghujam masuk ke dalam kelereng hitamnya.

Memiringkan kepalanya sedikit, masih mengerjap lucu, ia menggulirkan manik hitamnya ke sudut mata, melirik jari panjang Kris yang berada di pipinya. Mengusap lembut, dan kemudian senyum menawan itu tercetak di bibir plum Kris.

"Apa ada sesuatu yang membahagiakan Master?" suaranya sungguh indah. Ringan dan lembut, meski terdengar getaran khas pria, tapi suara itu sangat sempurna dengan wajah tampannya yang feminin.

Krisーyang di sebutnya Masterーmenghilangkan seringai kecil di sudut bibirnya dan mengangguk. Ia menarik kembali tangannya yang berada di pipi sang boneka dan memasukannya dengan cool di saku celana. Dan Kris suka saat manik hitam itu tertuju intens pada dirinya. Suka hanya dirinya yang harus di tatapam oleh manik kembar yang indah itu.

Boneka porselen itu mengerjap, tersenyum, bahkan bernafas. Tubuh kaku dan dinginnya berubah menjadi hangat dan lembut.

Ia hidup.

Tepat pada jam 12 tengah malam.

Kris tahu sejak minggu pertama ia membeli boneka tersebut.

Well, bukan boneka sebenarnya. Pemuda dengan sulur lembut berwarna keperakan itu memang seorang manusia adanya. Sebuah kutukan lah yang membuatnya rela menjalani sebagian besar hidup dan waktunya menjadi Boneka. Dan jika tengah malam tiba, ia akan kembali menjadi manusia hingga matahari terbit.

Persis seperti dongeng, atau mungkin cerita fiksi fantasy murahan. Tapi itulah yang terjadi.

Boneka porselen yang mencuri perhatian dan hati Kris itu bernama, tentu saja. Dan ia senang setelah sekian lama 'hidup' dengan kutukan, ada yang memanggilnya kembali dengan namaー

"Tao" suara baritone Kris memecah keheningan. Membuat si boneka yang manis dan sedang merenggangkan otot-otot tubuhnya yang kaku itu berhenti mengulet, dan kembali menatap tepat pada auburn si pria.

"Uhm?" matanya berkilauan lugu, serta bibir kissable yang meliuk lucu. Mengundang siapa saja untuk mencicipi kelopak peach segar itu.

Dan Kris melakukannya. Mengecup kelopak segar nan kenyal itu dengan sepenuh hati.

Cup

Taoーsi boneka porselen layaknya barbieーmengerjapkan kelopak indahnya lucu, menatap bingung ke dalam auburn Kris yang berkilat-kilat. Pria tampan bersulur pirang gelap itu tersenyum miring, meraih tangan Tao yang terkulai dan menempelkannya di salah satu pipinya.

"Dari 24 jam sehari, aku hanya bisa benar-benar bertemu denganmu selama 6 jam saja" Kris berujar rendah. Tao melengkungkan bibirnya manis.

"Kutukan ini benar-benar merepotkan master, aku sungguh-sungguh minta maaf" suara indahnya kembali mendengung jernih.

"Sangat tidak adil. Tapi hey, bukankah aku sudah memintamu untuk tidak memanggilku master?"

Tao mengerucutkan bibirnya imut, tampak berpikir, dan akhirnya kembali memandang manik gelap Kris yang hangat. "Lalu aku harus memanggil apa?"

"Kris, Yi Fan, gege, apa saja. Banyak panggilan selain master"

"Memang ada yang salah dengan panggilan master?"

"Tentu saja salah. Kau memanggilku master seperti kau ini adalah slave"

"Slave?" Tao memiringkan kepalanya lucu.

Kris terkekeh kecil, menggenggam lembut tangan Tao yang masih terasa agak dingin.

"Apa kau ini benar-benar penyihir? Kenapa kau polos sekali huh?" jemari kurus Kris bergerak mencubit pipi tirus Tao yang cukup gembil. Menariknya gemas.

"Uuhh~ aku benar-benar penyihir! Biar ku tunjukan!" Tao memberengut lucu, dan berusaha melepaskan kedua tangan Kris dari pipinya. Dan si tampan itu terkekeh, kemudian mengusak sulur keperakan Tao yang lembut.

Tao penyihir. Itu benar. Dan Kris mengetahuinya sejak pertama kali saat bonekanya bertransformasi menjadi manusia saat tengah malam.

Mengejutkan? Tentu saja. Bahkan Kris sempat berpikir untuk mengembalikan boneka porselen tersebut ke tokonya, tapi ia urungkan ketika malam-mal berikutnya Tao selalu menemaninya jika harus lembut. Dan pemuda yang tidak di ketahui usianya itu bertingkah seperti anak kecil yang baru saja melihat Dunia. Sangat kekanakan dan cukup berisik. Dan anehnya Kris menikmati melihat tingkah Tao yang menggemaskan layaknya bocah berusia 7 tahun itu.

Tak mengherankan. Jika di ingat saat Tao bercerita perihal bagaimana ia bisa terkena kutukan. Pemuda manis itu hidup sebagai boneka tak terhitung lamanya. Sejak berabad-abad yang lalu hingga peredaran penyihir punah dan zaman menjadi modern. Pantas jika saat ia bangun, ia tak mengenali akan Dunia yang di tempatinya. Alasan itulah yang membuat Tao seperti bocah 7 tahun yang selalu penasaran dan selalu ingin tahu tentang hal yang tak di ketahuinya. Dan Kris mengajari dan memberitahu banyak hal yang membuat ikatan di antara mereka tercipta secara alami.

"Iya-iya aku percaya, simpan saja tenagamu untuk beristirahat. Kau bilang tubuhmu pegal 'kan?"

"Uhm" Tao mengangguk kecil.

"Ayo duduk" Kris mengamit jemari lentik Tao diantara jemari kurusnya, membimbing si boneka kearah sofa super empuk yang tersedia disana.

Tao mendartkan pantatnya dengan nyaman diatas sofa berwarna merah darah, sementara Kris meletakkan kemoceng bulu merak dan kain lap yang terselip di ketiak kanannya keatas meja kaca, lalu beranjak menuju lemari wine. Membawa sebuah botol berwarna gelap dan 2 buah gelas kristal berkaki panjang yang kurus, ia tersenyum simpul pada Tao yang terus memperhatikannya, dan setelah membuka penutup botolnya, ia menuangkan secara adil cairan merah keunguan ke dalam 2 gelas diatas meja.

"Wine? Master berniat mabuk? Bukankah banyak pekerjaan yang harus di selesaikan?" pertanyaan lugu dengan wajah polos ala Tao itu membuat Kris meringis kecil. Tergesa meletakkan botol wine nya diatas meja kaca, dan menimbulkan bunyi tuk! yang cukup keras.

Si tampan berdarah campuran itu mendudukkan dirinya tepat di samping kanan Tao, mengecup gemas pipinya, lalu memangkup wajah Tao dengan kedua tangannya. Pemuda dengan bayang-bayang hitam di bawah matanya itu mengerjap-ngerjap lucu, dengan bibir mengerucut super imut dan menggemaskan.

"Jangan memanggilku master, sudah berapa kali ku bilang? Panggil aku gege atau Kris"

Tao menggerakkan kepalanya ke kiri dan kanan. "Tidak mau" meski polos dan lugu, ia cukup keras kepala.

"Jadi kau mau ku cium tanpa ampun semalaman penuh begitu?"

Tao menyipitkan matanya. "Master selalu melakukannya setiap malam, jadi kenapa aku harus takut?"

"Kau ini ya, benar-benar..." Kris tak benar-benar marah, tentu saja. Ia hanya gemas dengan sifat keras kepala si penyihir.

Karena sejujurnya ia dapat bertingkah lebih keras kepala di banding Tao.

Sebenarnya Tao memiliki alasan mengapa ia lebih senang memanggil Kris dengan panggilan Master yang memang terasa menggelikan dan janggal di telinga pria bermarga Wu itu. Karena Kris banyak membantunya belajar akan Dunia modern yang sama sekali aneh untuknya, dan rela membagi waktu lemburnya untuk sekedar mengajari berbagai hal baru, yang membuatnya tak lagi buta dan bertingkah norak. Ia masih ingat betul saat pertama kalinya ia bangun karena Kris tak sengaja membuka segelnya, dan dirinya sangat heboh melihat alat pendingin ruangan dan menganggap jika Kris adalah penyihir hebat dan berada di tingkat yang lebih tinggu darinya.

Dan hal itu sangat memalukan jika di ingat-ingat lagi.

Kris memilih untuk tidak membuang waktu dengan memperdebatkan panggilan untuknya, dan lebih memilih untuk memberikan salah satu gelas kristal pada Tao. Karena jika perdebatan itu terus berlanjut, waktunya untuk bersama penyihir seksi itu akan lebih cepat usai. Dan ia tidak akan rela, karena baginya menunggu malam betikutnya selalu terasa lama.

Ini bukan pertama kalinya Tao mencecap rasa aneh wine, tapi tetap saja ia tidak bisa berpura-pura menikmati. Karena Kris selalu tertawa melihat wajah mencebik Tao yang lucu. Tapi Kris selalu bisa memaksa Tao untuk menghabiskan jatahnya.

"Soal ramuan yang kau ceritakan padaku beberapa bulan yang lalu, kurasa aku berhasil mendapatkan resep ramuan itu" ujar Kris, meletakkan gelas kristalnya diatas meja dan menatap Tao lembut. Pemuda itu menatapnya kaget.

"Sungguh? Master menemukannya?" Tao menggoyang-nggoyangkan tangan Kris yang menggenggam tangan kirinya. Si tampan mengangguk.

"Kau bilang hal terakhir yang kau ingat saat kutukan itu di jatuhkan padamu, kau berada di Transylvania 'kan?"

"Iya!" Tao mengangguk kuat.

"Kebetulan aku memiliki relasi disana dan dia keturunan asli pribumi. Berita baiknya, salah satu Nenek Moyangnya dulu adalah penyihir yang cukup tersohor. Dan dia bilang dia memiliki beberapa barang peninggalan, aku sudah memintanya untuk mencari tahu sesuatu tentang ramuan itu dan dia memiliki buku ramuan"

"Sungguh? Benarkah?"

"Dia bilang akan segera menjadikan buku itu dalam bentuk data dan akan segera dia e-mail kalau sudah selesai"

"Aku tidak sabar untuk melihat bukunya master!" wajah manis itu tampak berseri dengan manik hitam yang berkilauan.

"Aku juga Taozi" Kris mengarahkan tangannya menyentuh sulur lembut keperakanTaoーboneka porselen kesayangannya.

Si tampan itu mendorong bagian bawah gelas kristal di genggaman Tao, meminta agar pemuda itu kembali menegak wine nya. Dan Tao tak memiliki alasan untuk menolak, lagipula saat inu hatinya sedang senang karena pemberitahuan Kris yang sangat tak terduga itu. Memikirkan untuk melihat isi dari buku yang di maksut itu saja sudah membuatnya senang, bagaimana jika dirinya sudah membaca langsung resep ramuan itu? Oh, sungguh. Dirinya sudah sangat tidak sabar untuk menunggu hari itu datang.

Dan saking senangnya ia, Tao sampai melakukan sebuah kesalahan fatal saat ini. Cairan merah keunguan di dalam gelas kristalnya telah berpindah ke dalam lambungnya dan tak tersisa setetes pun. Sudah bisa di tebak jika saat ini wajah manis itu berubah memerah khas orang mabuk, tapi percayalah, penyihir sepertinya tidak mudah mabuk sebenarnya. Hanya saja tubuhnya akan bergerak diluar kendali, dengan kesadaran yang masih penuh.

Aneh, memang.

Dan Kris memanfaatkan hal itu dengan sangat baik. Karena saat Tao menghabiskan wine ataupun minuman beralkohol lainnya, pemuda itu akan lebih mudah di manfaatkan. Padahal ia sama sekali tidak mabuk.

"Taozi" Kris memanggil dengan suara rendah, meraih pinggang ramping Tao yang tertutup t-shirt hitam. Pemuda manis yang sedang mengangkat gelas kristalnya tinggi-tinggi dengan lidah terjulur ke depan ituーberusaha mendapatkan tetes terakhir wine meski faktanya gelas itu telah kosongーmenoleh dengan wajah memerah dan binar lugu di kedua manik black pearl nya.

"Ada apa master?" suaranya terdengar agak sengau dan serak. Hal itu membuat Kris mengumpat dalam hati.

Setelah segelas wine, menikmati kudapan manis bukan pilihan yang salah bukan?

Terlebih jika kudapan itu sendiri lah yang memanggil untuk di nikmati.

"Master?" panggilan penuh tanda tanya, begitu pula sorot matanya. Satu tangan Tao yang bebas menyentuh pipi Kris, dan berpindah ke dahinya. Mengecek apakah pria tampan itu baik-baik saja.

Semakin membuat si Milyarder tampan mengeram dalam hati dengan mata tertutup. Namun hembusan nafas hangat yang semakin dekat dan sentuhan lembut di wajahnya membuat otak kanannya tak bekerja dengan baik. Kenyataannya otak kirinya lah yang saat ini lebih mendominasi. Hingga terpaan hangat nafas menyapu wajahnya seiring dengan dahi yang saling menempel.

"Master?"

Cukup sudah.

Kris menyerbu maju dengam bibir yang dengan akurat mendarat di bibir kissable kemerahan Tao. Merebahkan tubuh ramping pemuda itu diatas sofa super empuk dengan Kris berada diatasnya, menggunakan kedua tangannya sebagai tumpuan di sisi tubuh Tao, bibirnya bergerak atraktif mengklaim kelopak kenyal itu dengan sungguh-sungguh.

"Master..." Tao memanggil dengan wajah semakin memerah, sesaat Kris menjauhkan bibirnya.

Auburn gelapnya menerobos masuk ke dalam black pearl berkilau yang menatapnya dengan sorot yang sarat akan keluguan. Belah bibir mereka masih bersentuhan, dan daging tak bertulang berwarna merah muda milik Kris terjulur menjilat permukaan bibir merah Tao. Pemuda manis itu memejamkan matanya, melingkarkan kedua tangannya yang bebas di sekitar leher Kris, dan membalas tiap pagutan di bibirnya.

Si tampan pemilik sulur pirang gelap itu menggigit lembut bibir bawah Tao, menyesapnya sepenuh hati sembari meraih kedua tangan Tao yang bersarang di lehernya. Perlahan ia menyematkan jemari mereka ke dalam sebuah genggaman hangat, yang kini berada di sisi kepala si penyihir boneka. Ciuman hangat dengan ritme yang terjaga, tanpa harus menjadikannya sebuah nafsu atau gairah.

Kris bukan laki-laki brengsek yang akan selalu mencari kesempatan dalam kesempitan. Ia pria dengan pendidikan tinggi dan ajaran tata krama yang luar biasa, dan menyerang seseorang tanpa meminta persetujuan lebih dulu adalah bukan style nya. Dan meski Tao sudah tergolong cukup lama menemaninya, Kris sama sekali belum memkirkan untuk melakukan hal yang lebih jauh.

Hanya ciuman-ciuman lembut nan hangat yang selama ini di berikannya. Dan Tao adalah penyihir lugu yang manis, menyukainya karena menurutnya ciuman adalah hal yang menyenangkan dan menenangkan. Karena sebenarnya hampir setiap malam kelopak peach nya akan di sentuh oleh bibir plum Kris.

Entah bagaimana selama ini Kris dapat mengendalikan diri dengan makhluk manis yang bibirnya dibuat bengkak sepanjang malam, dengan wajah memerah yang menggemaskan, dan nafas putus-putus akibat kegiatan mari berkecup mereka. Belum lagi tatapan sendu sarat akan keluguan yang terpancar dari manik black pearl kembarnya yang indah.

Krid bersumpah. Melihat Tao memerah dan terengah di bawah tubuhnya adalah pemandangan yang paling indah saat ini. Mendorong sisi lain dirinya yang tak ingin berkompromi, namun dapat ia kendalikan meski harus berusaha mati-matian. Asal suara indah itu tak lagi menggodanya.

Ciuman yang kesekian kali berkahir. Kris akan melepas belah peach kenyal itu saat pasokan oksigen telah menipis, dan kembali membungkamnya saat bibir itu terbuka untuk meraup oksigen.

"Master tahu apa yang selama ini ku pikirkan?" suara indah nan sengau itu kembali menggelitik dasar hati Kris yang sensitif.

Cup

"Apa yang kau pikirkan?" pertanyaan singkat setelah sebuah kecupan ringan.

"Aku berpikir, seandainya bukan Master yang membeliku di toko antik itu, kira-kira aku akan dibeli oleh siapa. Itu yang ku pikirkan"

Kris membungkam kelopak basah nan kenyal itu lagi. Melumatnya tanpa sisa.

"Kurasa tidak ada satu orang pun yang ingin membelimu dari toko antik itu sayang" tautan bibir mereka telah terlepas. Kris menempelkan dahi mereka, dan saling menghembuskan nafas hangat di wajah masing-masing.

Tao merengut. "Huh? Kenapa begitu?" ia sedang memprotes.

"Karema boneka mu sangat berat dan cukup mahal. Kurasa hanya wanita kesepian saja yang akan membelimu dari toko itu"

"Hmph!" Tao memberengut kesal. Pipinya menggembung lucu dengan bibir yang merekat kuat. Kris terkekeh, dan tidak tahan untuk tidak menciumi pipi bulat Tao yang halus.

"Master menyebalkan" ia menggerutu.

Cup

"Aku tahu"

"Sangat menyebalkan"

Cup

"Kalau tidak menyebalkan, mungkin kau tidak betah berada disini"

"Dan narsis"

Cup

"Tidak juga"

"Apanya yang tidak juー"

Kris telah membungkamnya dengam bibirnya sendiri. Semakin mengeratkan genggaman tangan mereka, ia melesakkan kepala Tao semakin dalam ke permukaan sofa yang sangat empuk. Penyihir manis itu melenguh rendah, memainkan bibirnya seirama dengan pergerakan Kris yang menginvasi permukaan bibirnya tanpa jeda.

"M-master..." ia tersengal. Wajahnya semakin memerah, dan deru nafasnya semakin laju terdengar.

"Jangan bicara" Kris kembali membungkamnya.

"Kenapa aku tidak boleh bicara?" ia kembali memprotes. Dengan nafas tersengal dan dahi berkerut menatap Kris yang berada diatasnya.

"Jangan mengeluarkan suara sedikit pun"

"Kenapa aku harus..."

Kris melesakkan lidahnya menerobos masuk ke dalam gua hangat Tao dengan mudah. Penyihir boneka itu hampir saja tersedak jika tak segera beradaptasi, dan matanya terpejam lebih erat, semakin panas terasa hawa yang menjalar dari leher ke wajahnya. Dan rasanya sangat mendebarkan. Terlebih saat lidahnya juga mulau bergerak membelit lidah terlatih Kris yang sudah memonopolo rongga mulutnya.

Ciuman itu semakin panas, Kris menjadi makin posesif, dan Tao berubah menjadi anak penurut. Beberapa kali lenguhan lolos keluar dari sela bibirnya, saat Kris semakin agresif memperdalam french kiss mereka yang tak terbantahkan. Pria berusia 27 tahunan itu seperti tak mengenal hari esok untuk menikmati kedua belah persik menggoda milik Tao.

"Jangan bersuara, atau kau membuatku hilang kendali" ucapnya dengan nafas berat, menembus black pearl Tao yang berkilauan.

Manis bersulur keperakan itu berusaha mengatur nafasnya yang kepayahan, kemudian menganggukkan kepala meski dirinya sendiri tak begitu mengerti maksut dari kata-kata Kris. Yang terpenting saat ini adalah untuk mengatur nafas terlebih dahulu.

"Master"

Oh tidak lagi.

Suara itu sangat menggoda dan menggelitik di telinga.

"Master"

Tidak Tao. Diamlah.

"Master"

Suaramu itu sangat menggoda.

"Ponselmu bergetar sejak tadi master, lihatlah"

Serangkai kalimat itu meluncur dari belah bibir merah Tao, sembari menunjuk sebuah benda pipih berwarna hit yang tergeletak diatas meja. Benda itu sejatinya telah bergetar sejak beberapa menit yang lalu, namun Kris tak menyadarinya karena terlalu fokus dengan bibir kissable Tao yang membuatnya tak ingin melepaskan belah kenyal itu.

Kris menarik tubuhnya bangkit, duduk di tepi sofa seraya meraih smartphone nya yang masih saja bergetar. Begitu melihat nama asing yang tertera di layar sentuh ponselnya, ia segera menggeser lembut tepat di simbol hijau.

"Hallo?" suaranya terdengar lebih seksi saat berucap dengan bahasa International.

"Ok, i will check your e-mail now. Thanks for your help Mr. Carmen" sebuah senyum tipis tersungging di akhir kalimat. Dan sambungan telepon itupun berakhir.

"Rekan bisnis ku sudah mengirimkan e-mail file buku ramuan itu. Mau kau lihat sekarang?" Kris menolehkan kepalanya ke belakang, pada Tao yang baru saja bangkit duduk.

Penyihir manis yang tengah merapihkan pakaiannya itu sontak menoleh cepat, dengan mata membulat lucu dan bibir yang terbuka.

"Mauuuu!"

Kris segera bangkit berdiri, mendekati meja kerjanya yang berada di sisi kanan ruangan, diantara kungkungan rak buku tinggi. Ia mengambil sebuah tablet pc berwarna putih, menyalakannya sambil berjalan kembali kearah sofa, sementara disana Tao duduk menunggunya dengan rasa tak sabaran dan. Cat eyesnya berbinar-binar melihat kearah tablet pc yang di bawa Kris, dan segera merapatkan tubuhnya ketika pria itu duduk di samping kanannya.

Jari panjang kurus Kris menelusuri layar sentuh benda elektronik itu, membuka aplikasi e-mail dan segera mengunduh attachment yang di lampirkan di e-mail yang baru saja masuk. Beberapa menit yang lalu.

Sebuah attachment dengan format PDF, dan itu adalah file buku ramuan yang di janjikan Mr. Carmen padanya 1 bulan yang lalu.

"Bacalah" ucap Kris, memberikan tablet di tangannya pada Tao. Penyihir manis itu merebut tablet nya dengan tak sabaran. "Katakan padaku kalau kau menemukan resep ramuan yang di maksut" ia membelai lembut sulur keperakan Tao, dan hanya di jawab anggukan oleh si manis itu.

Kris tak sedikitpun melepaskan pandangan matanya dari kepala Tao yang menunduk menata tabletnya. Pemuda itu tampak sangat serius memperhatikan tiap lembar digital dan membaca nama resep ramuan di bagian atasnya. Jari telunjuknya yang lentik bergulir cepat menscroll ke bawah, dan tiba-tiba gerakan jarinya terhenti di sebuah resep.

"Ini dia! Aku menemukannya!" Tao memekik senang.

Pemuda bermata layaknya Panda itu menoleh cepat pada Kris, menunjukkan layar tablet di tangannya dan Kris mengambilnya kembali. Membaca resep ramuan yang di maksut dengan seksama, dan tak lama kedua alis tebalnya terangkat keatas.

"Kita harus cepat mencarinya master!" Tao berkata penuh semangat. Kris mengangguk-anggukkan kepalanya perlahan, karena masih membaca tiap komposisi aneh yang tertulis di dalam resep.

"Masalahnya..." ia menggantung kalimatnya. "...dimana kita mencari bahan-bahan aneh ini?" di tatapnya si penyihir manis yang menatapnya dengan mata berkilauan.

"Tentu saja Transylvania master~" Tao menggoyang-nggoyang tangan kiri Kris yang di genggamnya.

"Lalu bagaimana kita bisa pergi kalau kau hanya bisa hidup saat tengah malam dan sebelum matahari terbit? Perjalanan dari Kanada ke Transylvania memakan waktu banyak Taozi" kata Kris lembut.

Kilau di manik black pearl nya hilang, di gantikan tatapan sendu dan bibir merahnya yang di kulum. "Master benar" ucapnya lesu.

Kris mengusap lembut kepala Tao, dan mendorongnya perlaham untuk bersandar di dadanya. "Ada cara lain untuk mendapatkan bahan-bahan aneh itu, jangan sedih dulu" di hirupnya dalam aroma sulur keperakan Tao, yang anehnya tak pernah hilang ataupun pudar meski pemuda itu tak pernah mencucinya selama ini.

Tao mengangkat wajahnya, menatap Kris dengan sorot layaknya puppy. "Bagaimana caranya master?"

Kris menghela nafas pendek. "Aku bisa meminta tolong Mr. Carmen lagi, atau kalau perlu akan ku kirim beberapa orangku untuk mencari kesana, bagaimana?"

"Tapi aku ingin mencarinya sendiri" Tao mengerucutkan bibirnya secara menggemaskan.

"Nanti, kalau kutukan itu sudah hilang, kita bisa pergi kesana, ke tempat-tempat yang kau inginkan. Jangan sedih begitu" di usapnya pipi gembil Tao, kemudian mengecupnya lembut

"Tidak ada cara lain bukan?"

Kris menganggukkan kepalanya, Tao menghela nafas pendek.

"Baiklah, tapi sebaiknya master meminta tolong Mr. Carmen untuk mencari lokasi dimana bahan-bahan itu dijual, supaya orang-orang master nanti tidak kesulitan mencarinya"

"Aku tahu, hal itu sudah ku pikirkan. Tenang saja"

Melengkungkan bibir kissable nya, Tao memeluk erat pinggang Kris dan menyandarkan kepalanya di dada bidang pria itu. Membiarkan tangan besar Kris yang membelai sulur peraknya dengan sayang, dan beberapa kali menerima ciuman kecil di puncak kepalanya. Namun rasa senangnya harus di tunda ketika manik kelamnya menangkap benda berbentuk persegi berwarna hitam dengan angka Romawi yang menghiasi bagian tengahnya, beserta 2 jarum berwarna putih.

Kedua jarum jam panjang dan pendek menunjukkan jika sebentar lagi pagi akan menyingsing dan itu artinya sang surya juga akan menampakkan sosoknya. Hal itu membuat Tao sedih, karena ia masih ingin lebih lama menghabiskan waktu dengan Kris dan membicarakan hal-hal yang menyenangkan. Seperti mendiskusikan apa yang akan mereka lakukan jika dirinya telah terbebas dari kutukan. Sungguh, hal itu adalah hal yang paling menyenangkan.

"Sudah pagi, sebentar lagi marahari terbit" Kris berkata dengan tidak rela. Ia merasakan Tao menganggukkan kepala samar.

Pria pemilik auburn itu menghela nafas berat, dan kembali mendaratkan ciuman di puncak kepala Tao. Kali ini lebih lama, sambil memejamkan mata.

Ia juga tidak rela jika waktu kebersamaan mereka akan segera berakhir, tapi jika tidak di sudahi, dirinya juga tidak mau membuat Tao terancam oleh kutukannya sendiri. Memang sejauh ini kutukan itu tak menunjukkan tanda-tanda merugikan Tao, selain menjadi boneka porselen saat matahari terbit sanpai sebelum tengah malam.

Dengam berat hati Kris mengantar Tao kembali ke posisinya, berdiri diantara lemari penyimpan wine. Penyihir manis bermata ala Panda itu menatapnya sendu, dan Kris tidak tahan untuk tidak mengecup kelopak persik penyihirnya. Melumatnya lembut, mengecupnya berkali-kali hingga kelopak itu terasa dingin dan beku. Perlahan ia menjauhkan bibirnya, auburn nya bergulir keatas, menatap wajah tanpa cacat Tao yang kini berkilau dan kaku.

Kembali menjadi boneka porselen. Karena diluar marahari telah menampakkan wujudnya.

Kris menegakkan punggungnya, lekat menatap wajah bonekanya yang sempurna. Ia pun beranjak kearah meja kaca di belakangnya, meraih smartphone miliknya dan menghubungi seseorang.

"Ada tugas untuk kalian" Kris membalikkan tubuhnya, kembali memandang boneka kesayangannya. "Kau dan 2 orang lain ku tugaskan berangkat ke Transylvania. Jam istirahat siang, temui aku di kantor"

Sebuah panggilan singkat. Selesai menghubungi bawahannya, Kris menyudahi panggilan tersebut.

"Bersabarlah, sebentar lagi penderitaanmu akan berakhir sayang" Kris tersenyum tipis. Membayangkan betapa senangnya Tao nanti setelah kutukan itu berhasil di patahkan, membuatnya tak bisa menahan senyum.

Dan ponsel di genggaman yang berdering, mengingatkannya jika dirinya harus bekerja.

Sempurna.

Semalam tidak tidur, dan sekarang ia di haruskan untuk kembali ke kantor. Berkutat dengan setumpuk dokumen dan hal-hal memusingkan lainnya.

Well, cinta memang butuh pengorbanan rite?

"Sampai bertemu nanti malam Taozi"

Boneka porselen itu diam di tempatnya, dengan gurat tipis di bibir kissable merahnya. Saat suara langkah kaki semakin menjauh, di akhiri suara pintu yang tertutup.

Perpustakaan pribadi itu kembali hening. Menyimpan segala hal menakjubkan yang sama sekali tak masuk ke logika.

Boneka porselen itu memang bukan satu-satunya benda antik di rumah itu. Namun yang paling berharga dan tak terkira harganya. Dan bukanlah hal yang berlebihan jika perpustakaan itu tempat bagi sang pemilik menyembunyikan bonekanya.

To be continue

Oneshoot baru~ haha. Semoga oneshoot ini bisa mengisi kekosongan buat nungguin Adore update ya, semoga pada banyak yang suka juga. Soalnya ide cerita ini kilat banget munculnya, kilat juga ngilangnya *lol*

Dan pas awal gw bikin cerita ini, gw lagi di landa kekesalan yang lumayam soal berita2 Tao di Dunma. Gw bukan kesel sama pemberitaannya, tapi lebih kesel sama orang-orang yang bisa dengan mudahnya mengucapkan sesuatu yang luar biasa menyakitkan untuk mantan Idola mereka(Tao). Gw bukan orang baru soal Dunia kayak gini, gw cukup banyak berpengalaman. Dan meskipun gw bukan orang yang berpendidikan tinggi, gw ga pernah mencaci, menghujat, menghina Idola yang ga gw suka. Karena gw di didik berbahasa benar dan berperilaku sopan.

Gw bukan fangirl, dan jangan memperdebat hal ini. Jangan bilang kalo gw ga tau yang mereka rasakan. Justru karena banyak hal yang pernah gw rasakan dulu saat menjadi fangirl, gw tahu belajar banyak. Dan suatu saat kalian akan sadar dan menertawakan diri kalian sendiri. Karena itu yang gw alami.

Gw belajar banyak, sangaaaaaaat banyak! Mulai dari gw masih seorang fangirl sampai lepas dari predikat itu. Karena gw sadar gw mengidolakan seorang Matsumoto Takanori(dulu sampai sekarang) dan bukan Ruki Vokalis the GazettE. Seperti itulah gw suka seorang Huang Zi Tao, dan bukan Tao or Zitao.

Jujur, gw ga peduli dengan rumor atau apapun itu tentang dia. Karena gw memiliki cara sendiri buat mengungkapkan rasa suka gw sama HZT, dan gw memiliki cara pandang berbeda dari orang lain. Gw ga peduli apapun itu, yang gw pedulikan, HZT masih tetap berkarya dan eksis di jalan yang dia inginkan. Gw menolak terlibat secara emosional dan perasaan saat menyukai seorang Idola, karena apa? Karena gw tau seperti apa semua itu akan berakhir percuma.

Yang terpenting dukungan nyata 'kan?

Jadi, buat yang mendukung HZT sampai detik ini, kita ga perlu buang2 tenaga bahkan sampai saling mencaci di Dunma, tapi klo mau cakar2an di Dunia nyata sok aja atuh *plak* xD

Eh iya, soal lagunya HZT, gw suka banget sama One Heart! He singing pretty well!

Ada yang berasumsi rapper ga bisa nyanyi? Buktinya dia bisa 'kan?

Dan soal lyric lagu T.A.O, gw suka banget pas bagian 'You hate hate me hate me hate me cause of everything i am. But you love me love me love cause of everything i am'. Thats a briliant!

Seperti itulah manusia hidup Panda, membenci dan mencintai. Tapi lebih mudah membenci, karena manusia lebih mudah mengatakan sesuatu yang buruk daripada sesuatu yang baik.

You know what Panda?

"When some people insuting you, then remember there are others who still support you/still believe in you. Because indeed, blasphemous always louder sounds in words of encouragement that appeal can always be drowned in the words hurt. Thats mouth and ears of some human's works"

Sekali lagi gw tekankan, kalau ada yang ga setuju n ga suka sama curhatan colongan gw ini, ga perlu memperdebat dan ngata2in gw. Karena apa? Itu percuma, sekasar apapun kalian ngatain gw, gw bukan orang yang mudah terpancing, yang ada gw malah ketawa. Karena daridulu kalo ada yang ngajak gw ikutan fanwar, gw cuma bisa ngetawain mereka. Kenapa? Karena itu ga berguna, gw males adu mulut yang ga ada akhirnya. Dan pasti pada tau 'kan kalo gw 'ga tau apa2'? n gw 'fans baru' jadi mending jangan peduli'in omongan newbie macam gw. Karena gw juga ga mau terlibat, gw bukan fangirl dan gw bukan salah satu dari orang-orang seperti itu.

I have my own :)

Dan gw seneng banget pas tau HZT nanyi lagunya Jay Chou, salah satu lagu favirot ku. Dan dia nyanyi bagus banget :3

Salam damai Skylar.K