M VS N
(Masochist Versus Narcissist)
.
.
Do Kyungsoo Vs Kim Jongin
.
.
Inspired by manga 'M to N no Shouzou' © Tachibana Higuchi
All story plots by Light Kailan
.
.
A Kaisoo Fanfiction-Psychological!AU
No Children please! Or you could skip the bad part. Take your own risk.
.
.
Let's begin
.
.
Act. 01
"SUN & MIRROR"
.
.
Do Kyungsoo membenci dunia. Sangat.
Sama besarnya dengan rasa bencinya terhadap dirinya sendiri. Dia tidak menyukai apapun. Apapun. Dia benci udara yang dia hirup, dia benci suara-suara nyanyian, dia benci orang-orang, dan dari semua yang ada di dunia ini, Kyungsoo paling benci sinar matahari. Kyungsoo tidak suka ketika cahaya itu menusuk retinanya sehingga dia harus menyipitkan mata bulatnya. Dia benci ketika terik menimpa kulit putihnya sampai kulitnya memerah, berbintik-bintik, kemudian melepuh dan susah sembuh.
Ya, dia mengidap alergi terhadap cahaya matahari. Rasanya gatal sampai menyusup ke inti dirinya. Menusuk-nusuk jantungnya karena menyadari kenyataan bahwa tidak ada seorang pun yang bisa menolongnya. Bahkan medis. Dia benci dokter, dia benci rumah sakit, dia benci obat, dia benci uang, dan dia benci Ibunya. Mengapa Ibunya rela uangnya habis hanya untuk menyuruhnya ke rumah sakit terkutuk itu? Sedangkan Ibunya sendiri selalu mengeluh saat mereka hanya bisa memakan nasi dingin tanpa lauk. Kenapa Ibunya tega membuat dia merasa bersalah dan menyesal untuk hidup?
Ayah? Kemana Ayahnya? Dia benci Ayahnya yang sudah mati duluan. Meninggalkan rumah tanpa kata perpisahan kemudian memberinya kejutan kabar tentang kematian. Dia benci Ayahnya yang tega meninggalkan Ibunya yang tak berpenghasilan. Dia benci Ayahnya yang tidak mempunyai apa-apa untuk diwariskan sampai suatu hari dia hanya bisa makan garam.
Sekali lagi. Dia benci matahari. Pernah kulitnya nyaris tak berbentuk. Pipinya yang gempal itu terkadang mengeluarkan nanah. Saat mengering dia akan memerah kembali. Dulu, matahari sulit dihindari karena dia masih memiliki ego untuk menunjukkan siapa dirinya. Namun, pada akhirnya dia menyerah, dia sembunyi demi pulih. Dia tumbuh berkembang selayaknya vampire, tapi tidak menghisap darah.
Oleh sebab itu, dia selalu mengurung diri, memakai topi, jumper, sarung tangan, dan masker kemana-mana. Akibatnya, hanya terhitung beberapa orang saja yang mengetahui wajah aslinya dan mengingatnya. Demi tidak tersentuh matahari, dia rela duduk di pojok kelas yang gelap, yang kata orang-orang tempat duduk paling creepy. Kyungsoo tidak punya pilihan lain sebab hanya itu bangku yang tak tersinarkan bias cahaya siang.
Jika Kyungsoo membenci semuanya, maka bukankah dia juga benci kehidupan?
Ya, dia sangat benci! Dia heran mengapa dia dilahirkan jika hanya untuk merasakan pesakitan.
Sudah sering dia mencoba bunuh diri. Segala metode nyaris dia coba, mungkin belum semua, tapi setidaknya dia sudah berusaha. Dia pernah menyayat nadi sampai darahnya muncrat sana-sini kemudian seseorang menemukannya. Sebelum dia kehabisan darah, dokter telah menjahit nadinya dengan rapi. Menggantung leher? Dia melakukannya dua kali. Belum sampai dia kehabisan napas, ibunya menemukannya dan histeris lalu memotong talinya. Selalu ibunya yang menghalanginya.
Kyungsoo pernah menenggak racun serangga. Dia sendiri heran mengapa lambungnya begitu kuat. Mungkin pertanda bahwa belum saatnya dia mati. Belum saatnya, sebab setidaknya dia harus menjawab pertanyaan mendasar setiap manusia; untuk apa dia di lahirkan?
Di tegah-tengah mencari jawaban, dia menemukan sesuatu. Seperti mendapatkan harta karun. Dia tersenyum nyaris tertawa bagaimana sukanya dia terhadap sesuatu itu. Dia menemukan keasyikan saat menyayat nadinya kembali. Dia menemukan kenikmatan dalam rasa sakit.
Nikmat sekali bagai candu. Dia ketagihan. Ingin lagi. Lagi. LAGI!
Dia menyimpulkan; 'Satu-satunya hal yang bisa membuat rasa sakit hatinya hilang adalah rasa sakit fisik.'
Pada akhirnya, sebelum dia mati nanti, setidaknya dia tahu apa yang dia suka;
darahnya dan rasa sakit itu sendiri.
...
Namanya adalah Kim Jongin. Cermin adalah bagian dirinya.
Oh, dia sangat sempurna dan tanpa cela. Kulitnya seksi berwarna tan alami. Wajahnya dipahat dengan proporsi yang pas. Jika saja proporsi itu diukur, akan sesuai dengan bilangan fibonacci secara presisi. Lekukan rahangnya sangat maskulin. Tubuhnya tegap, tinggi namun tidak berlebihan. Dadanya bidang dengan tambahan enam kantung otot perut kemudian bisep dan trisep yang pongah dan indah. Dia adalah sebuah estetika, seharusnya dia dipajang dan dimuseumkan kemudian diapresiasi setiap jaman.
Sayangnya, dia menyadari betapa sempurnya dirinya. Dia sombong dan terlalu mencintai dirinya. Dia menyukai dirinya, fisiknya, kehidupannya, apalagi isi rekeningnya. Dia bisa melakukan apa saja dan menyukai apa saja. Makanan, benda mahal, wanita, nah apalagi kekuasaan. Dia paling suka bisa 'membeli' apa saja.
Dia tidak tahu kapan mulanya saat dia selalu bercermin. Mungkin ketika dia menemukan betapa hebatnya dirinya saat dia merasa mulai terabaikan. Orang-orang memang selalu datang dan pergi, tetapi dalam hidup seorang Kim Jongin, orang-orang banyak yang pergi.
Tidak pergi dalam arti harfiah, namun mereka menjauh lalu tidak pernah kembali padanya, menanyakannya, atau merindukannya.
Ibunya pergi bersama seorang pria yang bukan Ayahnya dan parahnya Ayahnya tidak marah. Malahan Kim Jonginlah yang marah menggantikan kemarahan Ayahnya. Namun, kemarahan itu dulu, lama sekali, sebelum dia tahu Ayahnya memiliki simpanan pula selain Ibunya. Mereka impas. Tapi satu yang lepas, mereka lupa akan Jongin. Dia hilang perlahan dalam hidup keduanya.
Setelah itu Jongin tidak pernah marah lagi, sungguh. Dia menyukai ketika uang yang mereka transfer bisa membeli sebuah pulau walau tak pernah dia pakai untuk liburan. Dia menyukai saat dia bisa membeli mobil sport keluaran terbaru kemudian dia memecahkan kacanya dengan pemukul baseball. Dia menyukai ketika dia menyewa sebuah bioskop kemudian menontonnya sendirian. Dia tidak akan pernah marah sebab dia bisa melakukan apa yang orang lain tidak bisa. Dia mencintai dirinya yang berkuasa. Dia suka. Sangat suka.
Andaikan dia bisa menikahi dirinya sendiri maka akan dia lakukan. Dia sangat sempurna. Jongin tidak yakin apakah ada orang yang lebih sempurna darinya. Pada kesimpulannya dia tidak akan jatuh cinta pada orang lain. Never! Sebab, memberikan dirinya secara utuh kepada orang lain adalah bukan gayanya.
...
Di sekolah itu tidak ada yang menarik kecuali kedatangan kembali model papan atas, Kim Jongin. Dia kembali dari masa pemotretan majalah di Massachusetts. Semua mata tertuju kepadanya tepat ketika dia menginjakkan kaki ke tanah dan keluar dari mobil sport LaFerrari warna merah dengan plat nomor 88. Terdengar suara riuh dan lengkingan gadis-gadis. Jongin mengenakan kacamata hitam, seragam dengan jaket oxford. Sepatu kulitnya mengkilap, ketika dilihat akan silau.
Jongin berjalan dengan angkuh. Dagunya terangkat sedikit keatas. Baginya orang-orang hanya berisik serta beberapa membuatnya jijik. Jongin berusaha menahan kerumunan yang membuatnya sulit untuk bergerak. Oh, tidak! Orang-orang jangan sampai ada yang menyentuhnya. Sebab dia benci debu-debu asing dan kotoran bau yang menempel.
Pas sekali bel berbunyi saat dia menempelkan pantatnya yang berisi itu di bangku kayu yang keras. Riuh merendah lalu hilang kemudian. Seorang guru masuk dan memulai pelajaran.
Lima menit berlalu, pintu kelas tiba-tiba terbuka, menginterupsi pelajaran. Seorang murid laki-laki dengan masker wajah berwarna senada rambutnya memasuki ruangan.
"Oh, Do Kyungsoo, kau telat lagi?" Kelas hening menunggu jawaban lelaki bernama Do Kyungsoo.
"Maaf, Sonsaengnim." Hanya itu jawabnya. Seperti tidak ada yang terjadi, kelas kembali ramai.
Hari itu cerah, saking cerahnya maka terasa seperti hari minggu. Awan tidak nampak, bahkan awan cirrus sekalipun. Cahaya matahari membias dengan sangat angkuh. Murid yang bertugas sebagai pengurus kelas hari itu melakukan hal yang Kyungsoo benci. Mereka membuka tirai jendela sebesar-besarnya sehingga kelas menjadi terang benderang dan cahaya terpantul kemana-mana. Kyungsoo mendecih lalu beralih ke singgasananya.
Langkahnya terhenti saat ia sadar seseorang menduduki tempat duduknya. Semenjak dia memasuki sekolah barunya itu seminggu yang lalu, dia tidak pernah melihat sosok itu. Kyungsoo hanya terdiam karena tidak ada satupun manusia yang mau menjelaskan kondisi itu. Dia berdiri sambil berharap orang itu sadar telah mengambil tempat duduknya kemudian menyingkir dengan sendirinya.
Jongin terusik. Paginya yang telah rusak itu semakin tambah parah. Seseorang dengan penampilan aneh menghampiri dia lalu menatap dengan pandangan dingin.
"Apa?!" bentak Jongin. Dia lupa bahwa gurunya tengah menerangkan materi.
"Ini tempatku," singkat dan padat jawab Kyungsoo. Masker penutup mulutnya membuat suara yang ia keluarkan seperti berkumur. Tatapan Kyungsoo bagai berkata, 'pergi kau dari sini.' Tetapi bukan Jongin namanya jika dia mau mengalah.
"Pardon? Ini tempatku. Dan kau ini siapa?!" Kim Jongin mulai marah. Nadanya membeku karena tatapan di balik kacamata itu melawannya. Jongin tidak suka diremehkan.
Sonsaengnim menggelengkan kepala. Dia tahu seberapa keras kepalanya Kim Jongin. Jadi, sebelum mereka bertengkar dan saling menendang maka dia berusaha menengah.
"Kyungsoo, itu memang tempat duduk Jongin sebelum dia izin untuk pemotretannya. Kau bisa duduk di bangku kosong di sampingnya."
"Tapi, Seonsaeng–"
"Duduk di sampingnya, Kyungsoo!"
Kyungsoo mengumpat. Dia menatap marah ke Jongin yang mendongak tanpa menoleh. Jongin mengunyah permen karet dengan cara sok keren. Napas Kyungsoo memburu dan dia yakin sekarang urat-urat di keningnya terlihat. Dia duduk di sebelah Jongin secara terpaksa. Kemudian ketika dia duduk dia merasa cahaya terlalu bias. Koloid debu terlihat jelas mengenai mejanya. Kyungsoo benci! Benci!
Kyungsoo melepas topi miliknya. Sebisa mungkin dia menutup keningnya yang terekspos dengan juntaian poni. Jongin dalam diam memperhatikan Kyungsoo. Dia merasa aneh dengan penampilan lelaki pemarah itu. Lelaki itu tidak melepas maskernya ataupun sarung tangan yang sudah usang.
Bukankah ini musim panas? Lelaki itu memiliki selera yang buruk.
Tapi, Jongin banyak penasaran dengan wajah lelaki itu karena mata di balik kacamata buram itu sepertinya indah.
...
Meskipun lelaki di sampingnya sangat sangat sangat tampan dan terkenal, tetapi apa pedulinya. Dia tidak tertarik. Yang Kyungsoo mau hanya tempat duduknya. Kini mata kiri Kyungsoo sedikit terasa panas karena cahaya mengenai area itu.
Begitu bel istirahat berbunyi, Kyungsoo menarik lengan Jongin untuk berbicara empat mata. Mereka masih di kelas, berdua berada di sudut gelap, sedangkan yang lain pergi ke cafetaria atau lapangan sekolah. Mereka membiarkan Jongin dan Kyungsoo hanya berdua karena Jongin memberikan isyarat yang tak terbantahkan. Siapa yang bisa membantah seorang Kim Jongin?
"Bisakah kita bertukar tempat duduk?" Kyungsoo buka suara, kali ini Kyungsoo mencoba cara halus.
"Tidak akan," nada dingin Jongin seperti nitrogen cair, tatapannya datar. Tidak ada yang bisa menentangnya.
"Please," Kyungsoo memberikan tatapan puppy eyes yang sangat imut, tapi saat itu tidak berpengaruh pada Jongin. Jongin kira sebelumnya bahwa harga diri lelaki itu lebih tinggi dengan berani melawan dirinya. Kemana perginya tatapan marah yang membuatnya tertarik tadi? Sekarang sudah berbeda, Jongin tidak lagi memiliki rasa penasaran. Dia beranjak pergi.
Kyungsoo sudah susah payah bersikap halus dan memohon, tetapi lelaki itu kelewat brengsek. Marahnya memuncak kembali dan dia menarik lengan Kim Jongin, namun terlalu kasar. Jongin refleks melawan sehingga Kyungsoo tersungkur ke belakang. Ada banyak rongsokan kayu bekas properti festival di lantai mengenai lengannya. Kyungsoo merintih dengan rasa sakit yang tiba-tiba. Dia melihat sumber rasa sakit itu di siku-nya. Darah. Sikunya berdarah dengan deras karena tergores paku sampai dalam. Kyungsoo menyeringai. Beruntung karena Jongin tidak bisa melihat seringai di balik penutup mulut itu.
Jongin terperanjat. Dia tidak sengaja mendorong Kyungsoo jatuh. Dilihatnya Kyungsoo merintih lalu terdiam. Ada hening yang tercipta cukup panjang saat Kyungsoo menatap lukanya yang menganga. Secepatnya, tanpa peduli dengan Jongin, Kyungsoo berlari keluar kelas menuju toilet.
Sebelum seorangpun melihatnya dia harus melarikan diri!
...
Jongin terkenal suka berkelahi. Jadi ketika dia menyusul Kyungsoo dan memasuki toilet itu dengan wajah merah padam, maka semua orang yang ada di dalam toilet itu keluar terbirit-birit.
"Woy!" Jongin yang angkuh itu merasa penasaran. Harga dirinya yang tinggi itu runtuh sedikit karena diabaikan. Jongin bukannya perhatian atau apapun sejenisnya karena dia bukan tipe yang seperti itu. Dia hanya penasaran. Ya, dia penasaran bagaimana cara lelaki itu bertahan dengan darah yang mengalir deras tadi. Maka, Jongin menggedor sebuah bilik kamar mandi yang ia yakin Kyungsoo ada di dalamnya.
"Buka atau aku dobrak?!" Jongin merasa aneh. Seharusnya lelaki itu membalasnya, tapi entah mengapa lelaki itu malah melarikan diri ke toilet. Jongin sedikit membelalakkan mata ketika dilihatnya banyak jejak darah berceceran di lantai sehingga warna merah mendominasi. Jongin bergidik dan jijik. Bau anyir menusuk indra penciumannya.
Kesabaran Jongin akhirnya habis. Dia merasa sangat terabaikan. Kemudian Jongin memutuskan untuk memanjat bilik cubical glass itu dan menemukan Kyungsoo meringkuk di pojok.
Jongin menjatuhkan dirinya di sisi Kyungsoo. Sekarang mereka berada pada satu bilik kecil yang sama. Jongin pertamanya terkejut melihat Kyungsoo tanpa reaksi.
"Hey! Kau kenapa?!" tanya Jongin sambil memicingkan matanya. Jongin mengguncang tubuh Kyungsoo.
Kyungsoo membuka matanya dan masih bernafas, hanya saja tatapannya terpaku pada siku yang berdarah. Kyungsoo fokus pada rasa sakit tanpa terangsang teriakan jongin. Lengan kiri Kyungsoo berwarna merah karena aliran darah yang lolos tanpa diseka. Bahkan darah itu mengalir sampai tungkainya.
"Kau kenapa sih?!" Jongin panik karena Kyungsoo terdiam. Dia kira Kyungsoo terkena serangan shock. Namun, kemudian erangan pelan terdengar.
"Eungh–"
Jongin memposisikan dirinya di depan Kyungsoo lalu membuka penutup mulut Kyungsoo.
"Emhh–" Erangan tertahan terdengar dari mulut Kyungsoo. Jongin bergidik. Bulu kuduknya berdiri secara mendadak.
Wajah Kyungsoo yang membuat Jongin penasaran tadi kini bisa dilihatnya dengan jelas. Ada pipi gempal yang berbintik-bintik kecil memerah dan bibir tebal yang merekah. Tatapan Kyungsoo tidak bisa lepas dari siku-nya sendiri. Wajah Kyungsoo menampakkan ekspresi aneh. Dia menyeringai, lalu senyum kenikmatan. Mata Kyungsoo memejam kadang terbuka sembari merasakan betapa nikmatnya rasa sakit yang berpusat pasa siku-nya. Kyungsoo menggigit bibirnya yang ranum dan mengerang lirih.
Jongin memastikan ini hal paling aneh yang pernah dilihatnya dalam hidup secara langsung. Dia memegang tengkuknya yang terjalari rasa merinding.
"Hey! Lihat aku!" Jongin mengguncang tubuh Kyungsoo. Karena tidak ada respon maka dia memaksa kepala Kyungsoo untuk menoleh padanya. Dia melepas kacamata Kyungsoo dan berusaha mengalihkan penglihatan Kyungsoo dari darahnya sendiri.
"Oi! Kau kenap–"
Kali ini Jongin yang terdiam. Jeda terlampau lama sebab ia serasa terhisap dalam lubang hitam. Kim Jongin melihat dirinya sendiri terpantul sangat sempurna pada sebuah iris hitam pekat berkilau. Tidak ada mata sejernih milik Kyungsoo sehingga Jongin bahkan bisa bercermin.
Jongin selalu menghindari ini –dia menghindari cermin. Meskipun dia cinta mati dengan benda itu, tetapi dia tidak bisa lepas setelahnya. Dia selalu menghindari cermin di tempat umum karena itu berbahaya bagi seorang penderita narsistik. BER-BA-HA-YA.
Kyungsoo tersadar, bertransisi dari keadaan trance. Dia membelalakkan mata saat lelaki dengan kulit tan menatapnya secara dalam. Dalam sekali.
Mengapa orang ini ada didepanku? Apa dia melihatku tadi? Batin Kyungsoo.
Tidak ada yang boleh melihatnya kumat!
Kyungsoo mengabaikan semua rasa yang ia terima demi menghindari tatapan lelaki di hadapannya. Jongin tidak berkedip. Kyungsoo berusaha menjauhkan cengkeraman jongin pada kedua bahunya. Lelaki itu tak bergeming. Kyungsoo berpikir lelaki itu mungkin gila! Jongin bergerak dengan cepat meraup bibir Kyungsoo dalam ciuman terlewat basah. Melumat, menggigiti, lalu merasa seperti bibir Kyungsoo diciptakan untuk dicecap olehnya.
Kyungsoo membelalak karena gerakan yang mendadak. Tubuhnya membeku, jantungnya bertalu-talu memompa lebih cepat, dan nafasnya tertahan. Jongin melumat bibirnya sambil menatap matanya tanpa jeda.
Ini mustahil, ada sensasi menyenangkan yang Kyungsoo rasakan selain rasa sakit di siku-nya.
.
.
-To be continued-
.
.
[Dictionary]
Masochist " a person who is gratified by pain, degradation, etc., that is self-imposed or imposed by others."
Narcissist "a person who is overly self-involved, and often vain and selfish."
.
.
Author's Note:
Aku sangat amat menyukai manga karya Tachibana Higuchi. LOL.
Ada yang tau gak? Siapa yang suka juga sama karyanya Higuchi-Sensei? Haha. Alice Academy manga favorit aku sepanjang masa! Aku bahkan jatuh cinta sama tokoh Natsume yang cool. LOL. Dulu waktu masih jaman komik seharga 12.000 rupiah aku selalu ke gramedia tiap bulan cuman buat ngecek manga ini udah ada ato belum. Kangen banget masa-masa itu. XD
Oya, cerita ini hanya fiksi, jadi jangan harap jika gejala narsis dan maso akan sama persis dengan dunia nyata. Ini semua demi kepentingan cerita. Tapi, aku akan membuatnya serealistis mungkin. :)
Well, seharusnya ini di upload bulan Februari tapi aku masih ragu dan taraa akhirnya malah ngaret sebulan. Untuk yang masih menunggu aku upload next chap 'After Yesterday' mohon bersabar ya. Ini bukan ujian dari Tuhan kok. XD Aku akan berusaha upload chapter 2 ini beserta update After Yesterday kamis depan.
BTW, ini hanya akan jadi threeshots. Aku harap kalian suka.
Jangan lupa tinggalkan jejak manis. ILY all.
.
.
See ya,
Light Kailan.
08/03/2017 16:22
