i.
Hari pertama tanpamu, masih berpikir aku bisa melakukannya. Kamarmu kosong, tanpa dirimu, yang ada hanyalah kenangan dan aroma semerbak milikmu yang tertinggal di sini. Memenuhi kamarmu. Aku menggeser shoji itu, menutupnya, menghalangi sinar matahari yang mencoba menerangi kamarmu. Sekali lagi aku tenggelam dalam memori yang kita habiskan bersama di sini.
ii.
Intensitas turunnya salju berkurang, bersamaan dengan suara cicitan tupai yang bangun dari hibernasinya. Bunga magnolia menggeliat memekarkan diri, anak-anak burung berkicau menyambut musim semi. Aroma musim semi yang berpadu dengan musim dingin menciptakan harmoni yang selaras. Musim semi telah datang, namun kau belum juga pulang. Aku masih menunggumu.
iii.
Terakhir kali kita bertemu, kita bertengkar hebat. Aku menganggapmu egois karena kau menyentuh barang-barangku tanpa seizinku, padahal yang kau inginkan hanyalah melihatnya sejenak. Aku sadar aku yang egois. Sambil menatap pohon Sakura yang berdiri tegak, aku berpikir. Jika aku berhenti egois, akankah kau kembali?
iv.
Kali ini aku ingin membuat sesuatu yang berbeda – makanan penutup lezat yang aku yakin semua orang akan menyukainya. Aku ingin semua orang bisa makan dengan lahap, aku ingin mereka mendengar perasaanku melalui makanan yang aku buat. Hei, pulanglah, aku membuat kue ini untukmu. Cepat kembali atau bagianmu akan dihabiskan orang lain.
v.
Pedang kayu ini kuayunkan sekuat tenaga, lalu dihunuskan ke depan, melawan angin. Kubayangkan angin adalah musuhku. Padahal aku sendiri tengah melawan emosi dan kerinduan yang terkubur di dalam diriku. Aku marah, kesal, aku tidak pernah mendengar kabar darimu. Apa semarah itu kau padaku? Aku menghentakkan kakiku, kemudian bergerak seolah benar-benar ada musuh di hadapanku, melawan rasa rindu yang semakin hari semakin membunuhku.
vi.
Aku mengumpulkan setiap bunga berwarna ungu yang kutemui di perjalanan. Bunga-bunga itu mengingatkanku akan dirimu. Mereka akan kutanam di kebun belakang, Tuan pasti juga akan menyukainya. Kuharap di saat mereka mekar, kau akan pulang.
vii.
Aku bermimpi. Tentangmu yang tidak dapat kugapai. Kemudian terbangun dan tidak tidur lagi. Aku selalu seperti itu, kesulitan untuk memejamkan mata tanpa keberadaanmu. Meski kini aku tengah berusaha terlelap sambil memeluk rompi ungu yang selalu kau pakai, aroma khasmu tidak kunjung menenangkanku. Aku rindu sentuhanmu.
viii.
Aku tidak ingin kehilangan harapan. Aku hanya takut aku akan terbiasa melakukan apa pun tanpamu. Aku tidak ingin melupakanmu.
ix.
Aku selalu menatap gerbang, menunggumu. Namun kau tidak kunjung datang, apakah kau membenciku? Apa sejak dulu kau selalu membenciku? Setiap kali aku menatap ruanganmu yang kosong, hatiku terluka. Terluka akan rindu yang kurasakan sendiri.
x.
Aku sekarat.
