LOVE IN SEASON
~ Chapter 1: Springtime "Blooming" ~
-ooDRARRYoo-
Disclaimer: J.K Rowling
Warning: Slash, Shounen Ai, DraRry, OOC, Typo(s)
-ooDRARRYoo-
"Warna putih itu telah memudar, digantikan dengan warna hijau yang indah. Suara rumput yang bergerak karena angin seakan instrumen yang membuat kita nyaman. Hembusan angin yang hangat membuat kita tak mampu lagi untuk menutup kedua kelopak mata kita, merasakan angin yang menerpa wajah dengan lembutnya. Memasuki awal tahun, di musim semi. Awal, dari semua perkembangan."
-ooDRARRYoo-
Siapa yang tidak terhibur dengan datangnya musim semi di bulan April ini? Pasti tidak ada. Musim ini sangatlah indah bagi semua orang. Apalagi di akhir pekan seperti ini, pasti sangat menyenangkan! Hal ini lah yang tengah dirasakan oleh si trio Gryffindor dari Hogwarts. Siapa lagi kalau bukan Harry, Ron, dan Hermione. Pihak Hogwarts membiarkan murid-murid tahun ke delapan untuk mengunjungi Hogsmeade, membiarkan murid-murid untuk berefreshing setelah perang besar. Kenapa tahun kedelapan? Karena ini adalah pengulangan tahun ke tujuh yang dulu masa pembelajarannya tidak efektif karena perang besar sedang terjadi, maka dari itu tahun ke tujuh pun diulang kembali dan disebut dengan tahun ke delapan.
Berita berkunjung ke Hogsmeade itu disambut sangat meriah oleh semua murid Hogwarts tahun ke delapan. Bukannya Hogwarts tidak adil memperlakukan angkatan yang lainnya, pasti angkatan lain juga kebagian, suatu saat nanti.
Awalnya, Harry selalu berjalan mengelilingi Hogsmeade bersama dengan kedua sahabatnya. Tempat pertama yang mereka bertiga kunjungi adalah Scrivenshaft's Quill Shop, tempat favourite Hermione. Disana terdapat berbagai macam pena bulu yang sangat indah, tentunya dengan kualitas yang sangat dipercaya. Tak heran jika ini adalah toko favourite Hermione. Setelah itu, mereka mengunjungi Dervish and Bange. Ron, Harry, dan Hermione sangat menyukai toko ini karena mereka menjual berbagai macam alat sihir yang sangat unik! Benda-benda yang dijual disini pun tergolong sangat langka, dan tak bisa ditemukan lagi di toko manapun, bisa dikatakan benda-benda itu hanya bisa didapatkan di toko ini.
Dan akhirnya, Harry berfikir untuk mulai menghindar dari kedua sahabatnya itu. Harry tahu kalau Ron dan Hermione membutuhkan waktu untuk berdua saja, sebagai sepasang kekasih.
"Uhm, guys. Aku mau melihat-lihat ke arah yang lain ya, jadi aku berpisah dulu sama kalian. Maaf ya, dah!" bersamaan dengan kalimat itu, Harry pun memisahkan dirinya dengan dua sahabatnya itu. Kalau sudah begini, ia jadi bingung sendiri. Tak punya tujuan arah yang jelas, hanya berputar-putar sekeliling Hogsmeade.
Dia terus melangkahkan kakinya ditengah keramaian. Menuju arah utara, yang entah kenapa semakin lama pengunjungnya semakin sepi. Harry melihat-lihat bangunan disebelah kiri dan kanannya. Sangat suram. Itulah yang ia pikirkan, tapi Harry tetap melangkahkan kakinya kedepan.
Satu menit... Dua menit... Tiga menit... Akhirnya Harry menyadari, bahwa tak ada lagi suara yang berada disekitarnya. Hanya terdengar hembusan angin yang lumayan kencang. Harry menoleh kebelakang, dan ternyata memang benar perkiraannya. Kemana orang-orang itu pergi? Kenapa ia hanya seorang diri?
'cring...'
Akhirnya Harry mendengar sebuah suara, bukan suara manusia pastinya. Yang ia dengar adalah sebuah suara lonceng. Lonceng angin mungkin? Harry memfokuskan pendengarannya, mencari asal muasal sang suara itu.
'Cring... Cring...'
Suara itu semakin terdengar jelas, mungkin karena angin? Harry tak tahu. Yang jelas, ia mulai melangkahkan kakinya menuju suara lonceng itu. Berjalan... Dan terus berjalan sambil didampingi oleh pendengarannya.
Dan akhirnya langkah Harry pun terhenti, tepat disebuah bangunan yang kumuh dan tua.
'Cring...'
Harry terpaku memandang sebuah lonceng angin berwarna hitam yang ada di hadapannya. "Jadi ini ya, sang pembuat suara merdu tadi." ucap Harry yang sambil tersenyum.
Sepasang emerald milik Harry itu memandangi sebuah pintu berwarna hitam dengan papan yang bertuliskan 'Fortune-teller Spica'. Peramal, eh? Sungguh tidak menarik bagi Harry.
"Huh, membosan... KAN!" Harry mengeraskan volume suaranya ketika ada sesuatu yang membuat kepalanya menunduk. Ternyata, sebuah tangan seseorang sedang menekan kepala Harry.
"Ck, apa sih yang kau laku... Kan?" kebalikannya. Kalau yang tadi dari suara kecil ke keras, kalau sekarang dari volume yang keras menjadi kecil. Harry terpaku melihat sosok yang ada dibelakangnya. Sesosok pemuda yang berkulit putih pucat, bermata abu-abu, dan berambut pirang. Siapa lagi kalau bukan Rivalnya sendiri? Draco Malfoy.
"Well, well. Tak kusangka, seorang Potter sepertimu ingin mengunjungi tempat ramalan seperti ini..." sapanya yang sambil tersenyum ke arah Harry, senyum seorang rival pastinya.
"That's my line, Malfoy. Kau sendiri juga." balas Harry kesal dan segera pergi meninggalkan tempat dimana ia barusan berdiri tadi. Tapi, Draco segera mencegah kepergian Harry.
"What's your problem!" ucap Harry yang mulai kesal, ia menepis tangan Draco karena telah menggenggam pergelangan tangan kirinya. Tetapi Draco tak menghiraukannya, dan kembali menggandeng tangan Harry menuju 'Fortune-teller Spica'. Tak peduli dengan pemberontakan dari Harry. Sebetulnya bisa saja Harry melepaskan genggaman Draco, kalau ia mau berusaha. Tapi, sepertinya dia tak ada niat untuk melakukan itu.
CKREK!
Pintu itu mulai terbuka. Dengan amat sangat terpaksa Harry pun juga ikut memasuki rumah suram ini bersama Draco.
Rumah ini tidaklah besar. Hanya berhiaskan lampu-lampu remang, dan wangi lavender, "Oh my, a new customer?" sapa seorang wanita berambut pirang panjang dan dikuncir tengah, "Please, have a sit."
Harry dan Draco pun segera duduk di depan wanita itu. Kedua mata Harry melihat-lihat ke sekitar ruangan toko yang di dominasi oleh warna hitam dan crimson ini, sangat menakjubkan baginya. Lampu-lampu remang yang berterbangan, dua kucing hitam yang sedang berselisih, dan banyak sekali tumpukkan buku-buku yang tebal.
"Well, selamat datang di toko ku, Draco dan Harry," sapa wanita itu. Kedua mata hijau dan kelabu milik kedua pemuda ini terbuka lebar mendengar sapaan wanita bermata crimson itu, "Karena kalian adalah pelanggan terakhirku. Aku akan meramalkan kalian berdua tanpa bayaran sepersen pun." lanjut wanita itu sebelum Harry dan Draco angkat bicara.
Sang wanita yang berpakaian serba hitam itu mulai membuatkan dua buah cangkir teh lavender untuk kedua pelanggannya, "Silahkan diminum." tawar wanita itu sambil memberikan cangkir yang berisi teh lavender ke pelanggannya yang tampan-tampan ini.
Draco dan Harry pun meminum teh lavender yang baru saja di suguhkan oleh wanita sang pemilik toko tadi. Setelah meminumnya, wanita itu mengambil cangkir teh Harry. Ia melihat sisa teh dari cangkir milik Harry, "Wah, sepertinya hari ini bukanlah hari yang sangat membahagiakan bagimu, Harry. Kau akan mendapatkan beberapa kesialan di hari ini." wanita itu menjelaskan peruntungan Harry lewat sisa teh yang baru saja diminum Harry. Terlihat jelas perasaan tak rela yang terpancar dari wajah Harry.
Sekarang, wanita itu mulai mengambil cangkir milik Draco. Ia lihat sisa teh dalam cangkir itu secara teliti, "Fufufu, ternyata hari ini adalah hari keberuntunganmu, Draco. Selamat!" ucap wanita itu dengan senyum yang lebar. Draco tersenyum bangga dan menepuk-nepuk punggung Harry yang sedang terlihat lemas, "Sudah, sudah. Jangan lemas begitu... Toh, ramalan punyaku bagus." ucap Draco yang bukannya menghibur malah semakin membuat Harry kesal.
"Benar, jangan sedih begitu Harry. Setidaknya... Di esok hari kau pun akan mendapatkan kebahagiaan." ujar wanita bermata crimson itu. Harry langsung menatap wanita itu dengan pandangan yang penuh dengan tanda tanya.
"Mungkin, disuatu tempat favourite mu, kau akan bertemu dengan seseorang yang ada di hatimu. Dan bukan hanya itu saja, kau akan menemukan sisi lainnya yang belum kau ketahui dan tak terduga sebelumnya. Karena hal itu lah, yang akan membuatmu semakin sayang padanya." Harry merasakan ada secercah cahaya yang merasuk dalam jiwanya. Tapi, tunggu... Memang siapa orang yang ada di dalam hatinya? Bukankah saat ini Harry sedang tidak bersama dengan siapa-siapa? Hubungannya dengan Ginny juga sudah berakhir, karena suatu alasan. Harry sedang tidak menyukai seseorang saat ini. Mungkin wanita itu adalah penyihir gadungan.
"Kau akan mengetahui orang yang ada dalam hatimu, besok. Jadi jangan terlalu diambil pusing, ok?" tutur wanita itu yang seolah bisa memasuki alam fikiran pemuda berambut hitam itu.
"Wah, sudah waktunya toko ini tutup." ucap wanita itu yang sambil berdiri dari tempat duduknya. Disusul oleh Draco, dan akhirnya Harry.
"Senang sekali bisa bertemu dengan kalian berdua, kuharap kalian bisa akur ya..." ucapnya yang sambil memegang bahu kedua pemuda itu. Harry dan Draco pun akhirnya keluar dari toko itu, dan menuju ke pusat Hogsmeade.
Entah kenapa, diperjalanan tak ada perang mulut diantara mereka berdua. Hanya suara angin yang terdengar, hingga dengan perlahan, suara gaduh dari para pengunjung Hogsmeade terdengar kembali.
"Sepertinya kita berpisah disini, Potter." ucap sang Malfoy junior kepada the-boy-who-lived. Harry hanya mengangguk saja, "Dan, oh! Aku baru ingat! Sebaiknya kau harus berhati-hati hari ini, mengingat ramalan mu tadi, hahaha!" lanjutnya dengan tawa yang sangat jahil.
"Tanpa kau beritahu juga, aku sudah tahu! Bodoh!" balas Harry dengan sangat kesal. Padahal tadi ia sudah mulai merasa nyaman berada disamping rivalnya itu. Tapi Malfoy tetaplah Malfoy, selalu saja berbuat jahil ke rivalnya yang satu ini.
Akhirnya mereka berpisah. Harry segera mencari kedua sahabatnya, Ron dan Hermione. Ketika mereka sudah bosan berada di Hogsmeade, akhirnya mereka pun pulang ke Hogwarts. Mengistirahatkan tubuh mereka yang pegal, layaknya ditindihi 100 Troll. Apalagi Harry yang mengalami siksaan batin dan raga dihari sabtunya ini yang seharusnya menjadi hari yang paling menyenangkan. Inilah akibatnya karena Harry terlalu memikirkan ramalan tadi, walaupun pikirannya mengatakan 'tidak' tetapi dalam hatinya 'iya'. Dengan begitu, sugestinya menjadi kenyataan.
Harry menghembuskan nafas. Toh, setidaknya masih ada hari esok yang lebih cerah, mudah-mudahan. Harry melepas kacamata bundarnya dan menaruhnya di sebuah meja lampu di samping kanannya. Sang pahlawan dunia sihir pun dengan perlahan menutup kedua bola mata emeraldnya yang sangat indah. Dalam hitungan menit, ia sudah tertidur pulas. Memasuki alam mimpinya yang damai.
-ooDRARRYoo-
Musim semi kali ini sangatlah hangat, tidak dingin sama sekali. Ya, tidak dingin. Semuanya terasa hangat... Juga lembut. Hal inilah yang membuat pemuda bermata emerald ini sangat menyukai musim semi.
Hari telah berganti. Dari sabtu menjadi ke minggu. Sekarang, pemuda ini sedang berada di pinggiran danau. Menyandarkan tubuhnya di sebuah pohon yang kini sedang berdaun lebat. Membuat pemuda berambut raven ini ingin tertidur seketika. Tak salah jika Harry memutuskan tempat ini sebagai tempat favouritenya. Untung saja tak ada orang lain yang menyadari tempat favouritenya ini.
Di tempat inilah, Harry bisa mendapatkan ketenangannya. Ia tak mau orang lain tahu tempat rahasianya ini. Semuanya, termasuk kedua sahabatnya. Harry tak mau memberitahu tempat persembunyiaannya yang sangat indah ini. Biar mereka sendiri yang mengetahuinya.
Harry menjadi bingung sendiri. Apa bisa ia menemukan seseorang yang ada dalam hatinya sekarang? Ditempat rahasianya ini? Ditempat favouritenya ini? Sepertinya tidak mungkin. Tapi bodohnya, kenapa Harry menyia-nyiakan liburannya di hari minggu ini hanya untuk duduk bersandar di tempat favouritenya? Terkadang, hati memang tak mau kalah dengan pikiran.
Harry masih menantinya. Berulang kali ia menengok kesebalah kanan dan kiri, tapi ia tak menemukan siapapun di sana. Ia masih tetap tak mau menyerah, tapi... Kalau sudah lama ditemani dengan angin musim semi seperti ini, rasanya menjadi ngantuk. Padahal kemarin, Harry tidak tidur terlalu malam, tapi matanya ingin tertutup sekarang juga. Karena sudah tak tahan lagi, ia pun menutup matanya. Angin di musim semi ini memang sangat akurat untuk obat tidur.
-ooDRARRYoo-
"Nngh..." Harry mengerang sedikit ketika merasakan ada sesuatu yang hangat disampingnya, ternyata ada seseorang yang sedang berada didekatnya. Ia mengusap mata sebelah kirinya, dengan perlahan.
"Ah, sudah bangun?" tegur seseorang yang suaranya sangat dikenali Harry. Dengan perlahan Harry menolehkan wajahnya kesebelah kanan, mendongakan dikit, dan... Terlihat sesosok pemuda bermata kelabu, dihiasi dengan rambutnya yang pirang dan sangat tertata rapih.
"M-M-M-M-MALFOY!" tanpa basa-basi lagi, Harry langsung meneriakan namanya dengan terbata-bata dan langsung menjauhkan badannya satu meter dari Draco, "A-apa yang kau lakukan disini!" tanya Harry, "J-jangan jangan... Kau..." Harry menatap Draco dengan tatapan yang horor. Lalu, ia meraba-raba tubuhnya sendiri "Fyuh, syukurlah... Masih lengkap." ucap Harry lega.
"KAU PIKIR AKU NGAPAIN, HAH!" bentak Draco yang sambil mendaratkan sebuah jitakan di kepala Harry. Draco mendengus kesal dan kembali menyender di pohon rindang tadi, disusul oleh Harry yang meringis kesakitan sambil memegangi kepalanya yang sakit karena jitakan Draco. Padahal Harry hanya bercanda, tapi Draco membalasnya dengan sebuah jitakan. Sungguh kekerasan dalam pertemanan!
"Tega kau, Malfoy! Tak lihat apa teman-mu yang satu ini sedang tersiksa menunggu seseorang! Malah disakiti!" Harry mencibirkan mulutnya. Sedangkan Draco melebarkan matanya karena mendengar sebuah kata yang baru saja dilontarkan oleh pemuda bermata emerald disebelahnya, teman.
'Sudah menganggapku teman, eh?' bisik Draco dalam hatinya. Kalau sudah begitu, mau diapakan lagi? Tak mungkin menolak, 'kan? Toh, sebenarnya dari dulu juga Draco ingin berteman dengan pemuda yang dulu ia panggil 'Potty' ini.
"Ramalan itu kah, Potter?" tanya Draco, mata kelabunya memandang lurus pada mata emerald milik Harry. Sayangnya, acara pandang-memandang itu tak berlangsung lama, dikarenakan Harry yang tak mampu lagi memandang kedua mata kelabu itu. Harry menunduk, "Tidak, bodoh! Tak mungkin aku percaya dengan sebuah ramalan!" balas Harry dengan nada yang kesal.
Draco heran melihat pemuda yang ada disampingnya ini, apa susahnya sih untuk jujur? Padahal Draco tahu kalau Harry sangat memikirkan tentang ramalannya kemarin.
"Sebenarnya... Ramalanku melesat juga, lho," tutur Draco yang membuat Harry memberanikan diri lagi untuk memandang sepasang iris kelabu itu. "Bagiku, yang terpenting bukanlah tepat atau tidaknya sebuah ramalan..." lanjut pangeran Slytherin itu.
Harry memandang Draco sesaat. Ada apa ini? Kenapa Draco sangat terlihat berbeda dari biasanya? Aura disekitar Harry pun juga semakin lembut. Tak biasanya, Draco berbicara seperti tadi. Dia memang benar-benar sudah berubah semenjak pertengahan perang besar. Tidak terlalu mengganggu seperti sebelumnya.
"Disaat kita mengetahui ramalan kita, kita menjadi lebih memperhatikan diri dan sekitar kita 'kan? Berkat itu, kita menyadari hal-hal lumrah yang biasanya tidak kita sadari," jelas Draco dengan panjang lebar. Harry menatap Draco dengan tatapan tak percaya. Sebenarnya apa yang sedang merasuki jiwa Draco saat ini?
"Jadi, bagiku... Ramalan itu adalah sebuah dorongan yang membuat hari-hari kita menjadi lebih indah. Menjadi lebih perhatian dengan lingkungan sekitar..." tutur Draco dengan sebuah senyuman, senyuman yang mengarah ke pemuda yang ada disampingnya, Harry.
Mata Harry terbuka lebar mendengar penjelasan Draco. Ia tak menyangka kalau si Malfoy junior ini mempunyai sisi yang belum ia ketahui. Sungguh diluar dugaannya. Harry mengira, sifat yang ada dalam diri Draco hanyalah sifat yang kekanak-kanakan, yang hanya bisa membuat orang lain merasa terganggu. Tapi, ternyata pemuda dari asrama Gryffindor ini salah menilai pemuda penghuni asrama Slytherin itu.
Ia menjadi lebih suka dengan Draco karena telah menyadari sisi Draco yang terlihat dewasa. Harry pun membalas senyuman sang pangeran Slytherin itu dengan senyuman miliknya yang paling indah.
Tunggu.
Ada sesuatu yang tiba-tiba melintas dipikiran Harry. Ramalan itu, ya ramalan itu! Kalau tidak salah...
"Mungkin, disuatu tempat favourite mu, kau akan bertemu dengan seseorang yang ada di hatimu. Dan bukan hanya itu saja, kau akan menemukan sisi lainnya yang belum kau ketahui dan tak terduga sebelumnya. Karena hal itu lah, yang akan membuatmu semakin sayang padanya."
Wajah Harry yang berwarna tan, kini dihiasi dengan warna merah merona karena mengingat ramalan yang ia dengar kemarin. Dengan cepat ia menundukkan wajahnya, "Tidak..." ucapnya dengan volume suara yang sangat pelan.
"Ada apa, Potter?" tanya Draco yang sambil memegang bahu Harry. Tubuh Harry bergetar, "Tidak... Pokoknya tidak!" masih dengan suara yang sangat kecil ia mengulangi terus perkataannya. Draco sangat resah karena tubuh Harry terus bergetar, ia mengguncang-guncangkan tubuh Harry dengan perlahan, "Oi! Potter!" tutur Draco dengan nada suara yang sangat khawatir.
"TIDAK KUAKUI! POKOKNYA TIDAK AKAN KUAKUI RAMALAN ITU!" teriak Harry yang tiba-tiba saja berdiri dari tempat duduknya. Draco sangat kaget dengan tingkah lakunya Harry yang tiba-tiba ini. Ia memandang Harry sesaat dan ikut menggerakan badannya untuk berdiri.
"Kau ngomong apa sih, Pot-"
"Jangan sentuh aku! Aku masih virgin!"
Draco sweatdrop mendengar kalimat Harry yang dengan seenaknya memotong kalimat Draco. Lagipula, siapa yang mau menyentuhnya?
Tapi bagaimanapun juga, Draco sangat terhibur dengan tingkah laku Harry saat ini. Draco tertawa sesaat sambil memandangi temannya yang satu itu dengan sangat lembut.
"Ah! Kau sengaja datang kesini! Kau pasti memata-matai diriku, ya 'kan!"
"..."
"Oi, mengaku sajalah!"
"..."
"Draco Malfoy! Akui saja kalau kau membuntutiku!" teriak Harry yang masih bersikeras meminta pengakuan dari Draco. Kesal juga tiba-tiba dituduh seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi... Draco harus meladeninya.
"Kalau ya, memang kenapa?" goda Draco yang sambil menyeringai kearah Harry, sukses membuat pemuda dengan tanda luka sambaran petir di dahinya itu diam seribu bahasa. Dan tanpa sepatah kata pun, Harry segera berlari secepat mungkin. Tak mau kalau pemuda berkulit pucat itu memperhatikan wajahnya yang sekarang sednag merah padam karena ulah si Malfoy junior itu sendiri.
"Oi, Harry! Jangan tiba-tiba lari seperti itu!" teriak Draco yang sambil berlari menyusul pemuda bermata emerald itu. Yang bersangkutan hanya diam dan tak tahu harus berkata apa lagi, hanya satu yang bisa ia lakukan, menjauhi si Malfoy itu sebisa mungkin.
Walaupun masih belum mengakuinya. Tapi kita bisa melihatnya, bukan? Bunga yang ada didalam hati Harry, dengan perlahan berkembang layaknya pohon dimusim semi.
~ To be Continued
-ooDRARRYoo-
A/N:
Konnichiwa minna-san! Kuroi akhirnya bisa nulis fanfict nih, lolol. Awalnya gak berniat, tapi karena lagi suka banget sama nih pairing... yowes, 'tak buat aja. Haha, ini bukan buatanku sendiri. Tapi my beloved sithaa Rika dan Fitri (Aku belum tau dia siapa, tapi yasudahlah... SKSD aja, lolol) juga ikut campur tangan sama fanfict ini. Btw, Keliatan kan mana yang Rika, mana yang Kuro?
Bikin Fict ini sebetulnya banyak perjuangan yang nggak penting banget... *Plaak* Aku sama Rika janjian ketemuan di cafe orenz, tapi ternyata udah berubah jadi Clubbing. Stress dah tuh, masa iya mau clubbing. Haha. Yaudah kita ke perpus umum, ditutup. Okelah kalau begitu, tujuan akhir ke Mall Botani. Nah, disini baru aku ngasih tau ide ceritaku, Rika yang bikin plot, dan Ficchan yang ngedit ulang plot nya. Haha. Rika juga ikutan nulis di beberapa bagian. Thanks ya buat kalian yang udah berperan besar di proses pembikinan fanfict ini ^_o
Maklumin yah kalau agak aneh atau apa, saya masih baru. Haha, tapi kritikan lembut maupun pedas akan kuro terima dengan senang hati ^_^/
Menurut kalian, apa cerita ini pantas untuk dilanjutkan? Kalau nggak, Kuroi bakal Delete... hehe.
Yosh! Yorushiku onegaishimasu minna-san! RnR please~ Arigatou ^_^
Next Chapter: Summer "Mirage"
