Ketika Hiashi menyuruh Hinata untuk mencari pendamping hidup seseorang yang bermata hitam karena permintaan mendiang istrinya, Hinata bingung mencari jalan keluarnya. Dapatkah Hinata memenuhi permintaan mendiang ibunya itu? Semenjak Sasuke datang semuanya berubah / 'Kata Ayah, Ibu ingin cucu bermata hitam? Yang benar saja. Kemana aku harus mencari calon suami bermata hitam, padahal kan aku masih SMA, masih terlalu jauh untuk menikah' /. AU / SasuHina / typos / ide pasaran / crack pair, / bahasa campuran / dll / mind to RnR? :D /

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Story : Fujiwara Hana

Title : Finding Future Husband

Pair : SasuHina -always-

Cerita murni saya sendiri (walaupun ide pasaran), kesamaan watak tokoh, setting, dan lainnya merupakan kebetulan.

Warning : AU, SasuHina, typos, ide pasaran, crack pair, bahasa campuran, EYD yang buruk, dll, mind to RnR?

~Happy Reading Minna-san~

Chapter 1

-oOo-

"Nee-chan... nee-chan," panggil Hanabi keras, orang yang dipanggil nee-chan tersebut langsung menoleh ke arah suara. Mata lavender dan berambut indigo. Ya. Dia Hinata Hyuuga. Sejenak ia diam kemudian segera menghampiri Hanabi, adiknya yang tadi memanggilnya.

"Ada apa Hanabi-chan?" Tanya Hinata bingung. Segera ia dudukkan tubuhnya disisi tempat tidur untuk menghilangkan lelah.

"Nee-chan tahu tidak," jeda Hanabi sebentar.

"Bagaimana bisa aku menjawab jika adikku ini tidak memberikan pertanyaan yang jelas," sahut Hinata terkikik. Hanabi memang pintar, tapi terkadang juga sedikit lemot.

"Tapi nee-chan janji jangan bilang siapa-siapa ya?" Perintah Hanabi sambil mengacungkan jari kelingkingnya pertanda bahwa harus membuat perjanjian. Hinata yang menyadari artinya langsung menyambut uluran kelingking Hanabi dengan menautkannya dengan kelingkingnya sendiri.

"Kemarin waktu aku melewati kamar Ayah, aku sempat mendengar Ayah menggumamkan sesuatu. Lamat-lamat aku mendengar bahwa Ayah menyuruh nee-chan untuk mencari calon suami yang bermata hitam. Kata Ayah, mendiang Ibu menginginkan agar kelak cucunya bermata hitam agar terlihat unik di klan Hyuuga yang semuanya bermata putih," jelas Hanabi datar. Ia berusaha mengatur nafasnya yang ngos-ngosan karena baru saja mengucapkan kalimat yang panjang tanpa jeda.

"B-benarkan itu Hanabi-chan?" Hinata terkejut mendengar perkataan Hanabi, pasalnya Ayahnya tidak pernah menyinggung tentang cucu bermata hitam tersebut. Apalagi tentang kosakata 'unik' yang sama sekali tidak berhubungan dengan ayahnya.

"Tentu saja, masa aku bohong sama nee-chan sih?" sahut Hanabi kesal karena sepertinya kakaknya tidak mempercayainya.

Mengacuhkan keterkejutannya, Hinata melangkahkan kaki dengan lemas meninggalkan kamar adiknya. Segera ia menuju kamarnya dan membaringkan tubuhnya. 'Kata Ayah, Ibu ingin cucu bermata hitam? Yang benar saja. Kemana aku harus mencari calon suami bermata hitam, padahal kan aku masih SMA, masih terlalu jauh untuk menikah', batin Hinata. Lamat-lamat ia memejamkan mutiara lavendernya dan pergi ke alam mimpi.

.

.

.

"Hinata-chan,"

Hinata menoleh kebelakang dan ternyata tidak ada siapapun, semuanya gelap gulita.

"Hinata-chan,"

Lagi. Tidak ada seorangpun dibelakang.

"Hinata-chan,"

Untuk ketiga kalinya Hinata menoleh, mencoba menacari jawaban. Dan didapatinya seseorang, belum jelas karena cahaya belum menunjukkan siapa seseorang tersebut.

"Lee-san?" Hinata terkejut bukan main, ditempat yang seluas dan segelap ini ternyata ada orang selain dirinya.

"Ya, Hinata-chan?" ia berujar.

"Sedang apa kau disini?"

"Sedang apa? Tentu saja sedang melaksanakan resepsi pernikahan kita, kau lupa?"

Tiba-tiba cahaya datang dari berbagai arah menyinari semua yang ada ditempat gelap tersebut menjadi terang benderang. Tampak orang-orang yang menghadiri pernikahan Hinata dan Lee menyunggingkan senyum bahagia.

"P-pernikahan? K-kita?" Hinata bingung.

"Kenapa terkejut?"

"... silahkan kedua mempelai untuk bertukar cincin..." Pendeta menyela percakapan mereka berdua. Lee menyematkan cincin di jari manis Hinata, sedangkan Hinata sendiri hanya bingung. Dan entah sejak kapan cincin yang harus Hinata sematkan di jari manis Lee sudah melekat kuat di jari manis Lee.

Hinata masih belum bisa mencerna apa yang terjadi. Lee akan menjadi suaminya? Bagaimana nanti kisah hidup keluarganya? Ini tidak boleh terjadi. Ia pernah memimpikan suami yang baik, bertanggung jawab dan setia kelak. Bukannya ia tak percaya pada Lee. Mengingat bahwa Lee sangat menyukai gadis Haruno, tidak mungkin ia akan setia kepadanya. Terlebih lagi Lee sangatlah 'energik', dan Hinata kurang menyukai hal itu.

Perlahan tapi pasti Lee mulai mendekatkan wajahnya ke arah Hinata. Tubuh Hinata tak bisa digerakkan. Otot dan tulangnya serasa mati rasa dan kaku untuk digerakkan. Dengan sekuat tenaga Hinata berusaha untuk bergerak menghindar 'serangan' Lee. Dan dengan anugerah dari Kami-sama ia dapat menggerakkan kakinya dan lari secepat yang ia bisa. Dan...

BRUK!

Pantatnya mendarat dengan mulus dilantai keramik berwarna putih. Mengusap tubuhnya yang sakit kemudian Hinata berdiri. Kelopak matanya masih terasa lengket untuk dibuka.

"Hanya mimpi," -yang buruk- Hinata berujar sendiri. Kemudian diliriknya jam yang menunjukkan pukul 23.40. Sudah larut dan Hinata memutuskan untuk kembali tidur tak lupa memeluk erat boneka beruang coklat besar pemberian ayahnya ketika ia ulang tahun ke 15.

.

.

.

Pagi hari berjalan seperti biasanya. Sarapan rutin dilakukan oleh keluarga Hyuuga kurang lebih sekitar pukul 06.00. Kepala keluarga duduk paling ujung. Sedangkan ketiga putra-putrinya duduk disampinya berjejeran. Hinata terlihat lesu mengingat mimpinya semalam. Tanpa menghabiskan susu hangatnya Hinata mengambil tas dikursinya dan berpamitan kepada ayahnya.

"Ittekimasu,"

"Itterassai," jawab Hanabi keras sementara ayah dan Neji hanya mengangguk santai.

"Hinata-nee kenapa ya?"

"Entahlah," Neji mengangkat bahu.

"Neji-nii jadi mengantar aku kan?"

"Ya, habiskan sarapanmu dulu, setelah itu baru berangkat,"

"Oke,"

.

.

.

Jalan terlihat ramai dengan siswa-siswi yang pergi ke sekolah maupun ibu-ibu yang sibuk berbelanja untuk keperluan dapur. Dengan langkah tergesa Hinata berjalan menuju sekolahnya. Sungguh malang bagi Hinata, ia menabrak seseorang sehingga keduanya sama-sama terjatuh.

"Ah, gomenasai," Hinata dengan cepat meminta maaf dengan pandangan menunduk belum berani melihat kedepan.

"Ya, tidak apa-apa,"

Hinata sontak mendongak ke atas ketika telinganya menangkap suara yang ramah dan bersahabat. Dan hal pertama kali yang ia lihat adalah mata sipit akibat tersenyum, rambutnya yang lurus dan tertata rapi, dan yang terakhir adalah seragam yang berbeda dengannya.

-oOo-

To be continue...

Mind to RnR?

Thanks for read and review :)