Warning!
Hunhan Fanfiction.
Yaoi. BL. Rated M.
DLDR.
Happy Reading~
.
*Superstar*
.
Malam hari yang dingin ketika Luhan berjalan pulang setelah kuliah malam di kampusnya. Jarak antara kampus dan rumah tidak terlalu jauh hanya memakan waktu sepuluh menit dengan berjalan kaki. Luhan berjalan sambil mengulum lolipop, permen favoritnya dan earphone yang memutar lagu upbeat di telinganya. Langkahnya kemudian terhenti di depan sebuah toko elektronik dimana terdapat jejeran televisi yang sedang menayangkan berita yang sama, yaitu tentang seorang aktor hallyu yang sedang naik daun. Aktor bernama Oh Sehun itu telah menginjakkan kaki kembali di Korea setelah enam bulan lamanya berada di Japan untuk syuting sebuah film. Televisi itu menayangkan ramainya situasi bandara internasional saat ini dengan ratusan penggemar dan puluhan reporter yang berebut mendekati sang aktor.
Oh Sehun memakai kemeja denim biru muda dan celana panjang hitam. Rambut berwarna abu-abu tembaganya dibiarkan jatuh berantakan dan kacamata hitam yang menutupi onyx tajamnya dengan wajah datar tanpa ekspresi di sana. Namun, hal itu tetap membuatnya terlihat tampan dan mengagumkan bagai titisan dewa Yunani yang menyilaukan mata siapapun yang melihatnya. Suara riuh oleh para penggemar yang histeris dan tidak percaya jika sang idola berada di depan mata. Bahkan ada beberapa yang pingsan saking bahagianya. Namun, mereka tidak dapat berbuat lebih dari sekedar memandangi sang idola karena penjagaan yang super ketat. Hal itu juga berlaku bagi para wartawan yang hanya diperbolehkan mengambil gambar. Karena Oh Sehun adalah superstar dengan bayaran termahal walau hanya dengan satu pertanyaan dalam wawancara.
Luhan tersenyum melihatnya, mulutnya berguman pelan, "Dia sudah kembali."
Luhan memutar haluan, tidak lagi berada di jalan pulang ke rumahnya, melainkan menuju sebuah halte bus. Ia menaiki bus 34 tujuan gangnam dan duduk di sisi kanan dekat jendela. Sambil bersandar dengan mulut yang masih mengulum lolipop, pikirannya melayang ke masa sepuluh tahun yang lalu, saat Oh Sehun hanyalah seorang anak laki-laki pindahan dari Jepang yang menempati rumah di sebelah rumahnya. Sehun adalah anak tunggal, sama dengan Luhan, sehingga mereka menjadi teman akrab ketika Luhan menawarinya bermain bola bersama. Sehun kecil adalah anak laki-laki yang kurus dengan mata sipit seperti bulan sabit ketika tersenyum. Sementara Luhan memiliki tubuh berisi layaknya anak-anak dengan mata bulat dan pipi gembil yang lucu. Mereka sering bermain bola di sore hari sepulang sekolah dan berbaring untuk beristirahat sejenak di padang rumput ketika matahari mulai terbenam.
"Luhannie," panggil Sehun ketika mereka berbaring berdampingan menatap langit. Si bocah laki-laki yang dipanggil menoleh sejenak menatap anak laki-laki di sebelahnya.
"Waeyo, Sehunnie?"
"Aku ingin tanya, kalau sudah besar nanti, kau mau jadi apa?"
Luhan kecil terdiam sejenak untuk berpikir, "Iron man! Aku ingin jadi iron man!" serunya bersemangat membuat Sehun tertawa, "Yak! Sehunnie! Kenapa kau malah tertawa?" gerutunya sebal.
"Kau harus memiliki cita-cita yang lebih nyata, Luhannie. Iron man hanya ada dalam film, ha..ha..ha.."
Luhan semakin cemberut mendengarnya, "Memangnya apa cita-cita Sehunnie?"
"Aku ingin jadi dokter, tentara, jaksa, guru, hakim, pengacara, atau astronot." Jawabnya yakin.
Luhan tertawa mendengarnya, "Astaga, itu terlalu banyak Sehunnie, kau harus pilih satu saja, kecuali kau mau jadi aktor."
"Aktor?"
"Uhm! Aktor 'kan bisa berperan jadi macam-macam orang, bisa jadi tentara, dokter, pengacara, semuanya bisa."
Sehun tersenyum mendengarnya, "Arrasso, kalau begitu aku mau jadi aktor saja."
"Tapi... sayang wajahmu tidak mendukung untuk itu."
Sehun mengernyit, "Apa yang salah dengan wajahku?"
"Kau sipit tidak tampan. Tidak akan ada sutradara yang mau menerimamu. Hahaha.." Luhan tertawa.
"Ish.. kau ini. Jangan remehkan aku, bisa jadi nanti aku lebih tampan darimu!" ujar Sehun kesal.
"Tidak mungkin! Aku pasti lebih tampan darimu!"
"Tidak, aku lebih tampan."
"Aku!"
"Aku."
"Aku!"
"Aku."
"Aku!"
Dan hari itu pun berakhir dengan perdebatan tidak penting tentang siapa yang akan menjadi lebih tampan.
Luhan tersenyum mengingatnya. Kenyataannya sekarang memang Sehun-lah yang tumbuh menjadi pemuda tampan yang digilai para wanita dengan tubuh tinggi dan proporsional layaknya model. Sehun bahkan telah memiliki fans club tersendiri ketika mereka duduk di bangku Senior High School kelas satu. Loker milik Sehun selalu dipenuhi surat cinta dan cokelat setiap harinya.
Hari itu, beberapa pucuk surat dan kotak-kotak cokelat berjatuhan setelah Sehun membuka lokernya. Valentine? Bukan. Masih tersisa sebulan lagi. Namun, adalah hal yang biasa jika Sehun menerima begitu banyak surat dan cokelat meski itu bukan hari spesial. Apalagi semenjak kunci lokernya rusak, orang-orang bebas memasukkan beragam hadiah ke dalam lokernya. Ia bahkan menemukan sebuah boneka beruang. Hell, dirinya itu sudah SMA. Bukan anak kecil lagi.
"Luhan!" Sehun melemparkan boneka beruang itu ke arah Luhan yang baru tiba di sana. Luhan mengernyit ketika tangannya dengan sigap menangkap boneka itu, "Yak! Kau kira aku anak perempuan? Untuk apa memberiku boneka?"
Sehun hanya mengedikkan bahunya lalu mengambil sepasang sepatu olahraga. Luhan melangkah menghampiri Sehun dan melihat begitu banyak cokelat dan surat di sana.
"Daebak! Kau benar-benar populer, Hun! Kau bisa gemuk jika memakan semua cokelat itu. Berikan saja padaku, oke?"
"Ya, ambil saja sesukamu." Ucap Sehun seraya mengganti sepatu sekolahnya dengan sepatu olahraga. Mendengar hal itu, kedua mata Luhan berbinar cerah. Ia mengambil satu cokelat dan membukanya cepat lalu memasukkan dua potong sekaligus ke dalam mulutnya. Sementara tangannya yang lain memasukkan beberapa buah cokelat lagi ke dalam ransel yang ia bawa di depan dada setelah memasukkan boneka itu ke dalam tas nya.
"Cepat ganti sepatumu, Lu. Pelatih sudah memanggil kita ke lapangan," Sehun menepuk pundaknya dan Luhan berbalik menghadap Sehun sambil mengunyah cokelat dengan mulut menggembung dan belepotan. Membuat Sehun tertawa melihatnya.
"Astaga, Lu... Kau benar-benar seperti anak kecil. Coba lihat bibirmu, mana ada siswa SMA yang masih belepotan saat memakan cokelat, ck."
Luhan mendengus dengan tangan yang seketika terangkat mencoba membersihkan bibirnya. Namun, Sehun mencegahnya, "Biar aku saja."
Luhan pun hanya bisa membeku ketika lidah Sehun menyapu bibirnya, membersihkan sisa cokelat yang tertinggal di sana dengan terampil. Ia lalu menjauhkan wajahnya ketika merasa cukup dan menemukan Luhan tak berkedip menatapnya dengan wajah memerah sampai telinga.
"Y-ya! Oh Sehun! Apa yang kau lakukan?!"
"Aku hanya membantu membersihkan bibirmu." Jawab Sehun santai.
Luhan membulat mendengarnya, "Y-yak! Kau sama sekali tidak membantu! Kau menciumku, sialan. Aish... ciuman pertamaku... ottokhae..." Luhan meraba bibirnya dramatis, Sehun tertawa melihatnya.
"Siapa bilang itu ciuman, Lu? Itu bukan ciuman. Yang seperti ini baru dinamakan ciuman." Sehun tiba-tiba sudah mendekatkan wajahnya dan mencium Luhan tepat di bibirnya. Menghisap lembut kedua belah bibir merah muda itu hingga rasa manis akibat penyatuan kecil itu memanjakan indera pengecapnya. Sehun menjauhkan wajahnya dan lagi-lagi melihat Luhan terpaku dengan mata membola tidak percaya.
"Cepat ganti sepatumu, Lu. Atau pelatih akan menghukummu kalau kau terlambat." Sehun beranjak pergi dengan senyum tersungging di bibirnya. Sementara Luhan baru tersadar sedetik kemudian.
"YAK! OH SEHUN! KAU SUDAH GILA!"
Luhan tersenyum mengingatnya. Memang Sehun adalah orang pertama yang menciumnya saat itu, dan seharusnya Luhan berterima kasih padanya karena paling tidak ia sudah tahu bagaimana rasanya berciuman di usia muda. Ingatannya lalu berputar ketika ia dan Sehun sudah menginjak tahun terakhir di SMA. Saat itu, Sehun memberitahunya bahwa ia diterima sebagai aktor di salah satu agensi besar di Korea.
"Aku masih tidak percaya kalau kau benar-benar akan menjadi seorang aktor, Hun." Ucap Luhan ketika mereka duduk berhadapan sepulang sekolah dengan dua gelas bubbletea berbeda rasa tersaji di atas meja.
"Ya.. aku juga masih tidak percaya." Sehun menyeruput bubbletea-nya. "Cepat katakan, dimana aku harus memberikan tanda tangan. Kau mungkin akan kesulitan mendapatkan tanda tanganku nanti, haha." Sehun tertawa.
"Ck! Kau mulai narsis rupanya," Luhan ikut tertawa, "Lalu bagaimana dengan pendidikanmu nanti? Kau tidak melanjutkan kuliah?"
"Entahlah. Aku masih harus ikut training beberapa bulan sebelum debut sebagai aktor. Jadi, mungkin aku belum bisa melanjutkan pendidikan dulu."
"Ooh.. aku mengerti. Kau bisa melanjutkan pendidikanmu nanti, Hun. Yang paling penting sekarang kau fokus untuk mengejar mimpimu."
"Uhm.." Sehun mengangguk menyetujui. Tak lama kemudian, handphonenya berdering menampilkan nama Park Yeri di sana. Sehun pun menerima panggilan itu dan Luhan hanya bisa terdiam di tempatnya. Namun, matanya tidak terlepas menatap Sehun yang sedang asyik bicara dengan kekasihnya sambil sesekali tertawa, membuat Luhan harus menahan sakit hatinya seorang diri.
Sehun memutuskan teleponnya ketika mendengar helaan nafas Luhan. Ia sadar bahwa ia sudah terlalu lama mengabaikan sang sahabat. "Maaf, Lu. Kau tahu kan' bagaimana Yeri? Dia benar-benar tidak percaya kalau aku bersamamu. Dikiranya aku sedang kencan dengan gadis lain."
Luhan tidak menanggapinya, tangannya bergerak mengambil tas ransel di samping tempat duduknya, "Aku mau pulang."
"Ya, ayo kita pulang." Sehun pun mengikutinya keluar dari kedai.
Luhan dan Sehun berjalan bersebelahan di bawah matahari senja, menampilkan bayangan berbeda ukuran di bawah kaki mereka. Suasana hening sampai Luhan menghentikan langkahnya, membuat Sehun ikut berhenti dan menoleh menatapnya.
"Sehunna..." Luhan menunduk dengan perasaan galau di hatinya. Sehun hanya terdiam menunggu Luhan selesai berbicara.
Luhan mengangkat kepalanya menatap Sehun, "Sebenarnya, hubungan kita apa?"
Sehun terdiam sejenak mencerna pertanyaan itu, "Tentu saja kita sahabat, Lu. Sahabat sejati."
"Sahabat?" Luhan tidak bisa menyembunyikan perasaan kecewanya, "Ya... Sahabat yang selalu mengorbankan dirinya sendiri untuk melindungi sahabatnya yang sering dibully."
Sehun terdiam mendengarnya.
Luhan melanjutkan, "Sahabat yang selalu memberikan apapun yang diinginkan sahabatnya. Sahabat yang selalu ada dan menemani di saat susah dan senang. Sahabat yang mencium sahabatnya tepat di bibir." Luhan menarik nafas, "Apa kita benar-benar hanya bersahabat, Sehun?"
"Lu..."
"Kau curang, Sehun." Kedua mata Luhan mulai berkaca-kaca menatapnya, "Aku... aku menganggapmu lebih dari itu. Aku... aku menyukaimu dan kau hanya menganggapku seorang sahabat. Kau curang." Air mata Luhan jatuh membasahi pipinya. Dadanya yang terasa sesak namun sebuah beban seperti baru saja terangkat darinya karena akhirnya ia bisa mengungkapkan perasaannya setelah ia pendam sekian lama.
Sehun tidak menunjukkan keterkejutan mendengar pengakuan Luhan. Kakinya melangkah mendekat, dan menarik pemuda yang lebih pendek darinya itu ke dalam pelukannya.
"Maafkan aku, Lu." Sehun berbisik pelan, "Maaf, seharusnya aku mengatakannya sejak dulu... aku juga menyukaimu, Lu. Aku sudah menyukaimu bahkan ketika kau masih menganggapku sebagai sahabat. Aku menyukaimu tapi aku takut perasaanku akan membuatmu menjauh. Maaf."
Luhan terkejut mendengarnya, namun pelukan erat Sehun terasa begitu nyata mengungkapkan bahwa Sehun benar-benar menyukainya. Sehun memiliki perasaan yang sama dengannya.
Akhirnya, kedua bibir pemuda itu bertemu dalam sebuah ciuman yang manis.
Luhan tersenyum mengingatnya. Ia merasa bahagia menjadi kekasih sang superstar. Walaupun pertemuan mereka terbilang sangat jarang karena kesibukan Sehun. Tapi Luhan tahu ia tidak perlu mengkhawatirkan apapun.
Permennya telah habis ketika bus sudah sampai di tempat tujuan. Kakinya melangkah lincah memasuki sebuah gedung apartemen mewah bertingkat. Luhan masuk ke dalam lift dan menekan tombol 12, tempat apartemen sang kekasih berada.
Ting~
Luhan keluar dari lift, berjalan pelan mencari apartemen bernomor 520. Senyumnya mengembang ketika ia menemukan apa yang dicarinya. Luhan pun menekan password yang sangat mudah ia hafal karena itu adalah tanggal ulang tahunnya sendiri. Luhan ingin mengejutkan Sehun dengan kedatangannya.
"Eughhhh..."
"Deeper... Oh Sehun akhhhhhhhhhhh..."
Luhan mengerut mendengar suara aneh dari kamar Sehun. Ia berkali-kali menggelengkan kepalanya menyingkirkan pikiran negatif yang tiba-tiba muncul di kepala. Kakinya melangkah pelan menuju kamar tempat suara itu berasal. Tangannya gemetar memutar kenop pintu dan ia menghembuskan nafas gugup ketika memberanikan diri melihat ke dalam.
Namun, jantung Luhan seakan terhenti mendapati sang kekasih dengan tubuh telanjang bersama perempuan telanjang bergerak di atas tubuhnya.
"S-Sehun..."
Luhan menutup mulutnya tidak percaya dengan air mata yang mulai menetes satu persatu di pipinya.
...
...
...
TBC
Terima kasih sudah membaca~
See u final chap!
