Tittle : Black Heart
Cast : Do Kyungsoo, Kim Jongin and all member
Genre : Fantasy, Drama, Romance, Brothership
Warning :
Alur cerita ini adalah milikku. Tapi para karakternya adalah milik keluarganya masing-masing dan Tuhan. Apa yang terjadi dalam cerita ini hanyalah fiktif belaka, dan karena ini masih episode pertama, mungkin masih membingungkan. Aku akan membuat cerita ini bukan seperti sebelum-sebelumnya dengan format novel. Namun kali ini aku akan membuatnya dengan format drakor, kalau sinetron aku yang bakal capek nulisnya. So Happy Reading.
Prolog
Dentuman musik memekakkan telinga tidak membuat orang-orang yang menari di lantai dansa merasa terganggu. Justru musik yang seperti itu semakin membuat panas lantai itu. Seseorang pemuda manis nan tampan terlihat meliukkan tubuh sesuai dengan dentuman musik dengan sebotol minuman membakar tenggorokan di tangannya.
Ia tidak peduli jika tariannya mengundang mata-mata nakal untuk memandangnya lebih jauh. Bahkan ia tidak merasa takut karena datang tanpa teman kencan sekali pun. Yang ia butuhkan hanyalah sesekali keluar dari rutinitas anak baiknya.
Pemuda dengan mata bulat besar bernama Do Kyungsoo itu bahkan sudah memprediksi bahwa ia mungkin akan melalui one stand night dan berakhir mual, pening serta rasa sakit dibagian bawah tubuhnya. Tapi ia benar-benar harus keluar dari jalurnya yang nyaman dan aman untuk beberapa waktu.
Merasa kakinya kakinya mulai lelah dengan gerakan dansa konyolnya, ia menjauhi lantai dansa dan mendekati bar, meminta minuman baru yang lebih kuat. Namun Kyungsoo hanya memainkan gelas itu dan menatap lekat-lekat cairan berwarna tidak pada umumnya sebelum sebuah tangan memeluknya dari belakang.
"Hi babe, wanna dump with me?" goda wanita asing yang kini sedang merayunya. "You look so hot down there".
Wanita dengan make up tebal tapi berparas cukup cantik itu mengerling nakal padanya. Kyungsoo membalikkan badannya dan menghirup lekuk leher sebelum melepas pelukannya dengan malas. "Unfortunetly, i'm not straight. Sorry." Ujarnya tidak tulus dan segera berlalu meninggalkan wanita yang kini mematung tidak percaya. Ia masih bisa mendengar wanita itu berteriak 'bullshit' dengan marah.
Merasa cukup dengan malam panasnya, ia memutuskan untuk meninggalkan tempat keramat ini dan berjanji untuk mengunjunginya kapan-kapan lagi. Sayangnya, sebuah lengan kokoh menahannya sebelum mencapai pintu keluar.
Seorang pria tampan dan berotot menahannya dengan tatapan menggoda yang menurut Kyungsoo membuatnya mual dan jijik. "i'd hear you are aint straight." Kini Kyungsoo menyesali kalimat yang bahkan belum kering di mulutnya. "Wanna go with me?"
Dengan kasar Kyungsoo menghempas lengan pria itu sebelum berkata dengan angkuhnya. "Aku tidak tertarik." Ia berbalik hendak meninggalkan tempat itu secepat mungkin sebelum skenario terburuknya benar-benar terjadi.
Sayangnya, pria itu segera menarik tangan Kyungsoo kembali dan memeluknya erat. Memenjarakannya dengan kokoh tanpa ruang bergerak sedikit pun. Dengan sengaja, pria itu menghembuskan nafasnya ditelinga Kyungsoo bermaksud menggodanya.
"Sayangnya, kau tak punya pilihan." Desah merayu, Kyungsoo yang meronta segera mematung ketika tangan pria itu menyentuh daerah paling sensitifnya. "Jangan menahan suara indahmu sayang, aku akan senang jika kau melepaskannya."
Jemarinya mulai bermain diluar celana, Kyungsoo masih terus meronta diselingi dengan pekikan ketika pria itu menyeretnya ke lantai dimana kamar-kamar disewakan.
"Lepaskan aku brengsek!" desis Kyungsoo ketika ia tidak bisa berteriak ataupun mendesah karena perlakuan pria itu.
"Apa kau marah?" cemoohnya, "Kurasa malam ini akan semakin panas jika kau tetap marah, sweetie."
Kyungsoo seperti kehilangan tenaga ketika tangan pria itu menelusup ke dalam celananya dan bermain disana. Dalam keadaan itu ia hanya pasrah ketika tubuhnya di lempar ke ranjang dan pria yang bahkan ia tidak tahu namanya berada di atas dan mencumbunya ganas.
Kini tubuhnya sudah hampir polos, nafas cepat dan pendek serta air matanya sudah meluncur bebas sedari tadi. Keadaan yang menyedihkannya malah membuat pemerkosanya semakin bernafsu. Namun si pria berhenti dan berjalan menuju toilet. Ketika pintu toilet itu tertutup, Kyungsoo segera mengambil pakaiannya yang berceceran dan berlari menuju pintu.
Tapi tentunya pria itu tidak bodoh dengan membiarkan pintu tidak terkunci, merasa putus asa Kyungsoo merosot jatuh di depan pintu. Pria itu keluar dengan senyuman menghina dan mengayunkan sebuah kunci di tangannya.
"Mau kemana sayang?" tanyanya dengan nada manis nan menjijikan ditelinga Kyungsoo.
Perasaan terhina dan amarah membuat Kyungsoo memandang pria itu dengan kilatan membunuh. Ia berdiri, mengambil vas bunga yang tidak jauh darinya dan segera memecahkannya. Pecahan paling besar dan runcing mengarah ke hadapan pria yang kini memandangnya horor. "Aku tidak akan kemana, karena aku akan membunuhmu." Ujarnya dingin.
Dengan langkah mantap Kyungsoo mendekati pria yang masih termenuh di pintu kamar mandi. "Kau tahu, jika kau memberikan kunci itu padaku. Aku jamin tak akan ada tumpahan darah di kamar ini."
"Apa kau sedang mengancamku?" balas pria itu santai dan melangkah mendekati seseorang yang sebelumnya adalah mangsanya.
Kyungsoo menyeringai, "Tidak, aku tidak mengancammu. Aku sedang bernegosiasi."
"Dan kau pikir itu akan berhasil?"
"Aku akan tetap keluar dari ruangan ini bagaimana pun keputusanmu." Jawabnya tanpa ragu.
Senyuman di wajah pria itu berubah menjadi setengah mencemooh, setengah marah. Ia segera menipiskan jarak diantaranya dan Kyungsoo sebelum sesuatu memukulnya ke belakang dan melekat seperti reptil rendahan di dinding.
Pecahan vas di tangan Kyungsoo dibuang sembarangan hingga menjadi pecahan yang lebih kecil lagi. Dengan santai ia memakai pakaiannya dan menatap jijik pada pria yang kini menatap dengan pupil merah darah.
"Sebenarnya aku tak ingin melakukan ini, tapi sayangnya" Kyungsoo mendekatinya dan mengambil kunci dari tangannya. "Aku baru menyadari bahwa aku takkan bisa membunuhmu hanya dengan pecahan kaca." Tepat dengan gerakan Kyungsoo memutar kunci, suara tulang patah terdengar di ruangan itu.
Black Heart
Beberapa bulan sudah berlalu dari kejadian di dalam klub. Kini ia hanya seorang pelajar biasa yang bekerja sambilan untuk hidup. Tak ada yang akan menyangka bahwa anak baik seperti bisa pergi ke dalam klub malam dan menenggak minuman beracun dan mahal. Itu sebabnya ia hanya bisa pergi ke klub-klub seperti itu hanya sesekali. Dan takkan ada yang percaya bahwa anak manis seperti Kyungsoo pernah membunuh ataupun memiliki kemampuan aneh.
"Kau mau kemana?" serunya kaget ketika menemukan teman serumahnya tiba-tiba turun dari tangga dengan menjinjing koper besar.
"Jalan-jalan" Kyungsoo terdiam, ia tahu bahwa gadis cantik ini tidak akan pernah pergi jalan-jalan. "Oh, by the way. Aku sudah menjadi Tauriel sekarang."
"Kau ganti nama lagi?" Kyungsoo mendengus, ia sama sekali tidak terkejut dengan hal ini. Ia mendekati Tauriel dan membantunya membawa koper keluar dari rumah.
"Kau tahu film The Hobbit, bukan? Nama peri wanitanya Tauriel, dan kukira itu cocok denganku."
"Terserah kau saja," balas Kyungsoo malas.
Dengan tangan yang masih sibuk mencegat taksi, Tauriel beralih pada pada pemuda disampingnya. "Jangan cemaskan aku, aku bisa menjaga diriku."
"Aku tak mungkin mencemaskan dirimu ketika aku mengetahui kepribadianmu yang buruk itu."
Mata tajam Tauriel memandang Kyungsoo dengan sebal, ia segera membuka pintu taksi yang bahkan belum berhenti dengan benar dan membiarkan Kyungsoo serta supir taksi menaikkan kopernya.
Sebuah ketukan di kaca mobil membuat Tauriel menurunkannya dan menoleh dengan angkuh pada Kyungsoo yang menyengir seperti orang bodoh. "Hanya mengucapkan salam perpisahan" sebelum Tauriel bahkan mengembangkan senyumannya, Kyungsoo segera menyelanya. "Semoga perjalanan hidupku menyenangkan. Jalan pak."
Kyungsoo menjauhkan kepalanya dari sisi mobil yang membawa Tauriel yang masih terpaku di dalam mobil. Ia berbalik bermaksud kembali dalam rumah namun teriakan Tauriel menghentikannya.
"SEMOGA HIDUPMU HANCUR DI LOBANG YANG SAMA KEHIDUPANMU SEBELUMNYA!" teriak Tauriel murka dari taksi yang meluncur mulus.
"Huh?" Kini Kyungsoo yang terpaku.
Black Heart
Ada satu wajah yang tidak ingin ditemuinya di hidupnya ini. Sebuah wajah yang membawa banyak harapan, kesedihan, kemarahan, penyesalan dan kerinduannya. Namun sepertinya dunia sedang mengolok-ngoloknya dengan membawa wajah itu tersenyum di hadapannya tanpa tahu salahnya.
"Hai, aku Kim Jongin. Teman sebangkumu yang baru." Sapanya ceria.
Dengan wajah stoic-nya, Kyungsoo mengangkat tas serta peralatannya dan menempati bangku yang paling jauh dari milik Kim Jongin. Mengundang rasa bingung, heran dan penasaran dari semua orang. "Mulai sekarang aku duduk disini, kau bisa duduk di tempatku." Ujarnya pada Taeyong yang menyadari perubahan hati Kyungsoo dan menuruti permintaannya.
Mulai sejak itu, Kyungsoo selalu menjauhi Kim Jongin dimana pun berada. Meskipun ia harus memutari satu sekolah jika ada Kim Jongin di jalannya. Tak ada yang tahu apa penyebabnya, hanya Kyungsoo yang tahu dan beberapa orang yang tidak menyadari keberadaannya.
Black Heart
Bulan putih menemani langkah Kyungsoo kembali dari pekerjaannya. Sudah terlalu larut baginya ketika menutup toko dan kini ia berjalan di pukul 2 pagi di jalan yang sepi. Ia terbiasa untuk pulang di jam seperti ini ketika jadwalnya untuk menutup toko tapi tidak ada rasa takut yang menemaninya. Namun rasa takut itu kini menyergapnya.
Sebuah perasaan ganjil yang selalu hadir ketika ia merasakan sesuatu mengintai atau mengikutinya. Tidak jauh darinya, sebuah langkah kaki mengikutinya tanpa merasa perlu untuk menyembunyikannya. Menantangnya untuk berbalik dan menemukan pengikutnya.
Ia mencoba menekan rasa takutnya dan berbalik melihat stalkernya. Sepasang mata merah menatap balik pandangannya dengan rasa marah. Disanalah Kim Jongiin berdiri sebagai penguntitnya. Kyungsoo tidak menemukan perasaan kaget ketika melihat Jongin dengan mata merahnya karena jauh di dalam benaknya ia tahu semuanya sejak awal. Siapa Jongin? Apa Jongin? Namun ia tidak tahu apa yang diinginkan Jongin darinya.
"Ada apa?" tanyanya tanpa bisa menyembunyikan rasa takut. Namun bukan ketakukan yang mungkin diharapkan oleh Jongin. "Kenapa kau mengikutiku?"
Dengan langkah mantap, Jongin menghapus jarak diantara mereka. Senyuman sinis terpatri di wajahnya ketika mencium aroma ketakutan dari Kyungsoo. Ia membelai wajah Kyungsoo dengan lembut, tapi ia terpaku ketika bulir air mata mengalir dari kedua bola mata indah.
"Kenapa kau mengikuti?" tanya Kyungsoo lagi, sembari berusaha menahan isak tangis.
"Kenapa kau menangis? Apa kau takut?" Jongin balik bertanya ketika berhasil mengendalikan kekagetannya akan air mata Kyungsoo. "Kenapa kau takut?"
Kyungsoo tidak menjawab.
"Jadi," dalam kedipan mata Jongin mencengkram leher Kyungsoo dan mendorongnya ke dinding hingga Kyungsoo mengeluarkan desisan kesakitan. "Apa kau tahu pria yang kau bunuh di klub itu adalah pelayan setiaku?"
Dalam usaha Kyungsoo menghirup oksigen, ia tidak menyangka dari sekian orang yang dibunuhnya mengapa harus pelayan kesayangan Jongin. Rasa perih dan bau anyir yang berasal dari belakang kepalanya memberitahunya bahwa ia terluka namun perasaan berkecamuk di hati dan pikirannya menjadi fokus utamanya.
"Kau tahu, aku mengikuti aromamu dan tidak pernah berpikir bagaimana manusia lemah sepertimu bisa membunuh pelayanku? Katakan padaku siapa yang membantumu?" ujar Jongin dalam nada rendah yang mengancam.
Kyungsoo menggeleng, yang diartikan lain oleh Jongin.
"Baiklah, kita lihat apakah penolongmu akan menemuiku setelah kau mati." Ucap Jongin yang mengecangkan cengkramannya. Ia menyeringai lebar melihat Kyungsoo meronta mencari oksigen. Namun Kyungsoo berhenti meronta dan menatap mata Jongin dengan sendu. Ntah apa yang menyerang Jongin, ia melepaskan Kyungsoo dan melangkah mundur menjauhi pemuda yang menghirup oksigen dengan bebas.
"Kalau kau masih ingin hidup, katakan pada penolongmu itu untuk menemuiku." Ujarnya dingin dan hilang dalam kedipan mata.
Pertahanan Kyungsoo runtuh, tangisannya meledak. Ia tidak pernah menyangka akan mendapatkan perlakuan seperti ini. Tidak pernah terlintas di benaknya bahwa ia akan mengalami peristiwa menguras fisik dan batinnya. Ia ingin menjauhi dunia milik Jongin dan tidak pernah ingin menginjakkan kaki di tempat gelap itu.
Black Heart
Tak ada penolong yang mencoba menemui Jongin setelah insiden Kyungsoo karena memang pemuda mungil itu tak memiliki penolong. Disinilah Jongin duduk dalam kursi berukir rumit yang menghadap keluar.
"Apa kau masih marah setelah Joong Ki mati terbunuh?" ejek pria lain didalam ruangan yang sama dengan.
"Diam, Sehun." Hardik Jongin, sebal.
"Kau tahu, Joong Ki tidak akan mati kalau dia tidak melanggar protokol 'kan?" kini Sehun mendapatkan perhatian Jongin. "Kau tahu protokol kita melarang menyerang satu sama lain jika salah satu dari kita tidak lebih dulu menyerang apa yang kita sebut properti."
"Jadi, maksudmu?"
"Mungkin saja, Joong Ki kesayanganmu itu menyerang manusia bernama Kyungsoo itu, yang merupakan properti milik orang lain."
Jongin mengalihkan pandangannya keluar jendela dan termenung. "Ada sesuatu yang menggangguku tentang Kyungsoo itu?"
Sehun kini memerhatikan Jongin dengan ketertarikan penuh selagi menggoyang gelas berwarna merah pekat. "Kau menyukainya." Ia menyimpulkan dengan tenang.
"Kau gila!" raung Jongin marah. "Mana mungkin aku menyukai manusia itu."
"Aku harap kau benar-benar tidak menyukainya," sahut Sehun memanyunkan bibirnya. "Jika iya, kau akan dalam masalah besar menyukai manusia ketika posisimu adalah putra mahkota."
"Tidak, aku tidak menyukainya." Seru Jongin mantap. Namun jauh di dalam pikirannya ia tahu ia telah berbohong, karena pemuda Kyungsoo itu berhasil menarik perhatiannya.
"Aku berharap, jika kau menyukainya setidaknya dia bukan takdirmu." Tambah Sehun lagi.
"YAK!"
"Setidaknya saat dia Mati, kau tidak akan sekarat."
"Aku bilang, aku tidak menyukainya." Desis Jongin sebal.
"Siapa tidak menyukai siapa?"
To Be Continued
Review Please, i'm welcoming every comment of yours
(Grammar Konslet)
