"Aku bersedia memberikanmu apa saja agar kau percaya padaku."
"Benarkah? Kalau begitu—berikan kedua matamu."
:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:
NUN
:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:
Pair : MinMin (Shim Changmin DBSK x Lee Sungmin 'Super Junior')
Rate : T
Summary : Kekonyolan-demi kekonyolan yang terjadi dalam kehidupan Changmin, akankah membantunya ketika bertemu dengan seorang yeoja cantik. Lee Sungmin
Warning :Gender Switch (GS), typo(s), etc
Don't like don't read
No bash
:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:
:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:
.
...
PROLOG
...
"Haaiiisshh! Junsu hyung benar-benar membuatku gila! Kenapa aku harus lebih muda darinya, sih?"
Shim Changmin. Pemuda dengan paras cukup tampan, tubuh tinggi, dan senyum jenaka. Tapi sepertinya semua itu sedang tertutup akibat ulah salah satu sunbae-nya. Kini wajah itu terlihat frustasi, rahangnya mengeras, dan tatapannya betul-betul penuh dengan kebencian.
Pemuda tersebut menatap cermin yang merefleksikan iblis kekesalan di hadapan mata. "Kau jadi jelek kalau begini, Shim Changmin. Dan semuanya gara-gara si bokong besar itu." Jemarinya mengacak-acak rambut dengan kesal. Semakin memperburuk penampilannya.
"Aku harus makan. Aku lapar!" ucapnya sembari merogoh ransel, berharap ada beberapa receh uang yang bisa ia gunakan untuk membeli sesuatu yang bisa dimakan.
Tubuh tingginya kini berbaur di tengah lautan manusia yang juga mengantri sosis panggang di pinggir jalan. Telapak kakinya menepuk-nepuk tanah dengan gelisah. Perutnya sudah begitu ribut minta di isi, dan dari sepenglihatannya, ia masih harus menunggu sekitar dua puluh lebih pelanggan. "Ingin makan saja sulitnya minta ampun." rutuk Changmin dalam hati. Sementara wajahnya semakin masam, dan para gadis-gadis yang sedari tadi memperhatikannya langsung memutuskan untuk pergi.
Yeah—kau benar-benar tidak tampan jika seperti itu, Shim Changmin.
"Hey cepat menyingkir dari sana! Masih banyak yang mengantri di belakangmu! Lambat sekali sih!"
"Iya, kenapa berjalan tidak pakai tongkat? Dia buta, kan?"
"Merepotkan orang saja!"
Telinga Changmin menangkap hiruk pikuk yang tidak biasa di antrian depan. Semua orang menggerutu akan sesuatu—seseorang.
Sedikit melupakan rasa kesal tadi, ia menarik lehernya lebih tinggi untuk melihat siapa sebenarnya sumber keributan di sana. Changmin begitu percaya diri karena tubuhnya memang terlihat lebih tinggi dari kebanyakan pelanggan yang mengantri, hingga tak perlu merenggangkan otot lehernya lebih keras untuk bisa melihat ke depan.
Ia tak berkomentar seperti yang lain. Hanya memperhatikan seseorang di depan sana, dengan balutan mantel putih, kulit wajah dan lehar yang putih pasi terlihat jelas karena surai panjang hitam itu diikat jadi satu di belakang dengan sebuah benda yang menurut Changmin seperti karet lusuh, tengah berjalan begitu hati-hati saat keluar dari antrian. Wajah gadis itu tidak sermata merta menunduk seperti yang kebanyakan orang lakukan ketika tengah jadi perhatian. Tatapannya lurus ke depan, hanya sesekali mengerjap sebagai bukti bahwa saraf refleks masih bekerja dengan baik di tubuh itu.
"Dia benar-benar buta ternyata". Sebuah rasa iba sekaligus salut langsung memenuhi dadanya. Tentu saja, ini pertama kalinya Changmin melihat orang buta yang berjalan-jalan di pusat kota tanpa bantuan tongkat ataupun seekor anjing penuntun.
"Dia cantik—"
Kkrrrriiuuukkk~
Sontak pemuda itu tersadar kembali akan kenyataan bahwa perutnya sudah harus segera diisi. "Tinggal sepuluh orang di depan. Kumohon bersabarlah~" Changmin berujar pada perutnya sendiri.
TIIIIN! TIIIIIN! TIIIIIIIIINNN!
Changmin—dan sebagian besar orang-orang di sana serentak menoleh ke arah sumber suara nyaring tadi. Tentu saja, dari mana lagi kalau bukan di tengah jalan. Seseorang menyembunyikan klakson mobilnya begitu keras dan seperti—sedang emosi.
"Yah! Kau buta, hah? Sudah bosan hidup?!" Si pengendara menyembulkan kepalanya dari dalam mobil dan berteriak dengan kalimat tidak sopan.
"Wanita itu lagi. Benar-benar!"
Kembali gerutuan itu terdengar. Changmin mengedarkan pandangannya. Ia begitu terkejut karena tak ada satupun yang beranjak untuk sekedar menolong gadis buta itu di sana. Semuanya masih berdiri di tempat semula, mengomel, bahkan sebagian ada yang sudah mengalihkan wajah tak peduli.
Satu... dua... tiga...
'Persetan dengan perutku!'
Menjadi satu-satunya yang beranjak. Changmin langsung menghampiri gadis yang masih berdiri di tengah jalan dan menjadi bulan-bulanan kalimat kasar si pengendara. Dengan sigap kedua lengannya merengkuh pundak gadis tersebut. Dan yang paling mengejutkan, ia kemudian membungkuk—seperti tanda bahwa dirinya tengah meminta maaf.
Berhasil. Si pengemudi terdiam, dan akhirnya mobil tersebut kembali melaju menjauhi tempat kejadian.
Changmin membawa sang gadis menepi. "Ahgassi, kau baik-baik saja?"
Yang ditanya hanya diam. Changmin mendeteksi aura ketakutan di wajah itu. Dan tiba-tiba...
"Ahgassi!" Suara Changmin meninggi. Pasalnya kini tubuh itu terjatuh lemas seperti tak ada lagi tenaga di kaki kecil itu untuk menahan berat tubuhnya. "Kau kenapa?"
Wanita itu gemetar. "K-kakiku... maaf... tiba-tiba saja kakiku lemas." ujarnya lirih, masih dengan tatapan hampa dan wajah cemas.
Changmin tersenyum. "Kau tenang saja. Sudah tidak apa-apa. Kau mungkin hanya terkejut. Ah! Kalau tak keberatan, kita bisa duduk dulu di sana." Changmin memapah wanita tersebut ke arah sebuah bangku kayu tanpa penghuni. Cukup jauh dari antrian orang-orang yang tengah menikmati jajanan malam.
"Apa... apa aku sudah salah menyebrang tadi?" Changmin kembali mendengar dentingan suara indah di sebelahnya. Untuk beberapa saat pandangannya terkunci pada sesuatu yang begitu indah di sana. Wajah bulat yang membingkai mata, hidung, dan bibir mungil, terekam tanpa izin ke dalam kepalanya. Telinganya pun menjadi tak bisa mendengar apa-apa selain gemerincing indah tadi. Sesaat otaknya menjadi gila akan 'rasa' aneh yang tiba-tiba saja disuguhkan.
"Tuan?"
Klik! Dentingan kedua langsung menyadarkannya kembali. "N-ne?" Changmin tergagap. Begitu malu dengan sikapnya barusan yang terkesan tidak sopan.
"Oh! Tidak... kau tidak salah. Lampunya memang sudah merah tadi. Supir taksi itu saja yang terlalu memaksakan kendaraannya untuk maju mencuri jalan sepersekian detik. Kau... hanya sedikit terlalu awal menyebrang." Changmin menjelaskan. Suaranya sedikit dibuat riang untuk menutupi kecamuk yang tiba-tiba memporak-porandakan debaran jantung pemuda tersebut.
"Aku bahkan tak sengaja menghilangkan sosis panggangnya."
Changmin kemudian melirik sebelah tangannya yang sedari tadi menggenggam kantong plastik putih. Sepertinya gerakan refleks di tubuhnya tadi yang membuat dirinya memungut benda ini. "Maksudmu ini?" Ia mendekatkan kantong plastik tersebut hingga menyentuh lengan sang gadis.
Merasakan sesuatu yang hangat di tangannya, si gadis terkejut. "Oh! Kau menyelamatkannya! Terimakasih! Kalau begini, Hyukjae tak akan marah padaku. Terimakasih... sekali lagi terimakasih, Tuan!" Gadis itu tiba-tiba berdiri dan membungkuk dalam, walaupun arahnya salah, namun Changmin yakin gerakan 'penuh hormat' tersebut ditujukan padanya.
"A-ah... tidak perlu seperti itu, Ahgassi. Aku hanya tidak sengaja tadi... jangan berlebihan seperti ini." Changmin salah tingkah. Ia tak menyangka wanita itu dengan cepat pulih dari rasa takutnya dan bersikap meledak-ledak seperti ini. Tangannya dengan gerakan takut-takut membimbing si gadis untuk kembali duduk. 'Cepat sekali berubahnya.' ucapnya dalam hati.
Tersenyum. "Kau benar-benar orang baik sepertinya."
'Sepertinya? Aku memang orang baik-baik.' Tapi tentu saja kalimat itu juga tidak sopan untuk Changmin ucapkan, sehingga akhirnya hanya tawa kaku yang keluar.
"Hyukjae itu... siapa?" Changmin bertanya ragu. Walaupun tahu pertanyaannya kali ini juga masih dalam ruang lingkup 'tidak sopan' untuk seseorang yang baru saja ditemuinya.
"Dia adikku." Tak disangka justru gadis itu merespon dengan riang. "Dia merengek ingin sekali makan sosis panggang. Aku hampir saja berpikir harus mengecewakan adikku itu. Tapi untung saja ada kau yang menolong, Tuan."
"Ehm... itu... maafkan aku... tapi... bisakah kau berhenti memanggilku dengan sebuatan itu? Aku... sebenarnya... tidak setua itu. Dari yang kulihat... kita sepertinya tidak berbeda jauh." Changmin berusaha keras agar kalimatnya tidak menyinggung sang lawan bicara.
"Benarkah? Oh... maafkan aku." Kembali membungkuk, walaupun dalam posisi duduk. "Jadi, apa kau juga lahir pada tahun delapan enam?"
'Mwo?! Delapan enam?!'
"Ne? D-delapan enam? Aniyo... aku kelahiran delapan puluh delapan."
Keduanya diam. Sama-sama terkejut.
'Suaranya benar-benar sudah seperti pria tiga puluhan.' Wanita itu berucap dalam hati.
'Shim Changmin, kau kembali bertemu dengan manipulator usia. Kau bahkan seperti terlihat lebih tua beberapa tahun darinya.' Begitu pula Changmin.
"Aku Changmin, Shim Changmin. Mahasiswa." Tiba-tiba saja kalimat itu terlontar. Ada sedikit rasa malu karena tak ada yang bertanya.
Wanita tersebut lagi-lagi tersenyum.
"Namaku—Lee Sungmin."
n.b Suka? Ingin dilanjutkan? Bagi yang bertanya tentang ff Yunho x SungMin author ada 1 dan karena di hapus FFn jadi bagi yang berminat kunjungin wp author.. Tinggalkan komen untuk menambah semangat author menulis ya :)
