Dua Cincin

By Amaya Katsumi

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Genre : Romance, Angst, Hurt/Comfort, Drama, Family

Pairing : NaruHina, NaruShion

Rate : T+

Warning : Typo, gak jelas, gak nyambung, gaya sinetron, pasaran


Kedua tangan ia kepalkan sambil menggumamkan sebuah kalimat do'a. tidak ada yang sedang dikhawatirkannya lagi selain keselamatan istri dan calon anaknya.

Pantas saja perasaannya sedari tadi tidak enak. Rapat yang tadi baru dihadirinya tidak sama sekali membuatnya minat. Ingatannya tertuju pada sang istri yang ada di rumahnya. Tak beberapa lama rapat berlangsung, dia mendapat telfon dari sang istri yang terdengar seperti kesakitan. Seperti kesetanan, sang presiden direktur utama itu berlari meninggalkan rapat dan memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Alhasil setelah sampai di rumah, istrinya terduduk di lantai merintih kesakitan dengan darah bersimbah pada tubuh bagian bawah.

Dari sudut ruangan, terlihat kedua sosok kedua orang tuanya yang berjalan cepat dengan ekspresi mereka yang tampak khawatir.

"Naruto, apa yang terjadi? Bagaimana keadaan Shion?" tanya Kushina.

Naruto hanya menggeleng lalu menangis dalam pelukan ibunya. suasana duka mereka tehenti saat suara pintu terbuka. Di sana terdapat wanita berambut merah muda dengan jas putihnya dan sarum tangan yang masih terpasang.

"Naruto, aku turut menyesal. Istri dan anakmu…"

Ucapan dokter itu terpotong oleh perkataan Naruto. "Sudahlah, Sakura! Aku tidak mau mendengarnya lagi. Aku sudah tahu kelanjutannya." Dengan wajah tertunduk, Naruto berjalan mengikuti arah lorong meninggalkan ketiga orang di sana.

"Bagaimana keadaan menantuku, Sakura?" tanya Kushina.

"Aku turut menyesal tidak bisa menyelamatkan anaknya. Keadaan Shion-san baik-baik saja. tapi, aku menyarankan agar Shion-san tidak mengandung lagi."

Kedua orang tua Naruto itu membelalakan matanya tidak percaya.

"Itu hanya diagnosa sementara. Kita lihat ke depannya nanti. Jika memungkinkan, Rahim Shion-san bisa memungkinkan untuk hamil lagi. Jika tidak, hanya ada dua pilihan yang harus diambil. Membiarkannya, tapi nyawa Shion-san terancam. Atau melakukan operasi untuk mengangkat Rahim Shion-san."

"APA?" teriak mereka bersamaan.

"Kandungan Shion-san sangat lemah. Akan sangat beresiko jika Shion-san hamil."

Bencana yang selalu dikhawatirkan itu akhirnya terjadi.

"Ceraikan Shion, Naruto!" ucap pria paruh baya yang mempunyai rupa fisik hampir sama dengan dirinya.

"Tidak, ayah! Aku tidak mau!" balasnya.

"Kau sudah tahu jika dari awal ayah tidak pernah merestui hubungan kalian. Sudah ayah katakan bahwa Shion sebenarnya tidak mencintaimu. Tapi dia memanfaatkanmu untuk menguras hartamu."

"Aku tidak percaya itu, ayah! Kami saling mencintai. Aku tidak mau menceraikannya. Aku mencintainya, Shion pun sama."

Sang ayah yang telah berumur kepala lima itu tetap memasang ekspresi datar. Hatinya memang kecewa karena sang anak tidak mempercayainya dan lebih memilih cintanya. Tapi, memang dari awal dia sudah tahu kalau Naruto tidak akan mempercayainya.

"Baiklah kalau itu maumu. Ayah akan memberikanmu kesempatan terakhir. Beberapa pilihan mudah untukmu."

Naruto kembali menatap wajah ayahnya.

"Nikahi Shizuka, atau carilah wanita lain dari keluarga terhormat yang akan melahirkan anakmu."

Pilihan ayahnya pun sekarang tidak lebih baik dari pilihan untuk memberikan keturunan dari Shion. Melakukan poligami adalah hal terberat untuknya karena harus membagi cintanya. Naruto tidak yakin kalau dirinya bisa berlaku adil.

"Ayah, apa sih yang ada dipikiranmu?"

"Jika kau tidak setuju, kau boleh mempertahankan cintamu dengan Shion dan angkat kakimu dari keluarga Uzumaki."

"Kuso!" umpatnya dalam hati dan memukul meja.

Seolah tak peduli, pria berambut kuning yang statusnya sebagai ayah kandungnya itu berjalan meninggalkan Naruto sendiri tanpa mengucapkan sepatah kata lagi atau melirik sedikit pun pada anaknya. Melihat Minato telah pergi, wanita berambut pirang dan beriris mata ungu memasuki ruang kerja Naruto. Dia berjalan mendekati suaminya yang masih menundukkan wajahnya di atas meja. Tangannya ia ulurkan untuk mengelus bahu suaminya itu.

"Naruto!" panggilnya.

Merasa dipanggil, Naruto menatap kearah istrinya tercinta. Wajahnya begitu kacau dengan rambut yang acak-acakan.

"Gomenasai, Shion! Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. aku sungguh bodoh! Jika namaku dicabut menjadi ahli waris, kita pasti akan hidup terlunta-lunta. Ayah pasti akan membayar kantor manapun untuk tidak mempekerjakanku."

"Seharusnya aku yang meminta maaf. Aku telah gagal menjadi istri. Hiks… hiks…! Orang tuamu telah mempercayakan keturunan padaku. Tapi… aku bukan lagi wanita yang dapat melahirkan anak. Hiks…!" lirihnya sambil menangis.

Melihat istrinya menangis, Naruto menjadi ikut sedih. Dia tidak tega melihat orang yang dia sayangi menangis, apalagi karena dirinya. Setelah Shion mengetahui kalau dia telah kehilangan bayinya serta rahimnya telah diangkat waktu tragedy 3 hari yang lalu, istrinya tidak berhenti menangis histeris dan terus terpuruk sampai sekarang. wanita mana yang mau kalau dirinya tidak bisa lagi hamil. Mereka akan merasa gagal menjadi seorang istri. Dan yang paling terpukul adalah suami. Hatinya sangat sakit melihat istrinya begitu menderita.

Dituntunnya sang istri untuk duduk di sofa, lalu memeluk tubuhnya dengan harapan bisa sedikit menenangkan istrinya.

"Sudahlah… kita akan cari cara—"

"Kumohon, carilah wanita lain yang bisa memberikanmu keturunan. Jika kau tidak ingin menikahi Shizuka, carilah wanita yang baik hatinya yang rela meminjamkan rahimnya."

Ucapan Naruto dipotong oleh Shion. Matanya terbelalak setelah mendengar permohonan istrinya. Bagaimana bisa istrinya itu dengan mudahnya meminta dirinya untuk menduakannya?

"Shion—"

"Aku tidak apa-apa, Naruto! Kalau perlu, kau nikahi dia."

Dan dilemma mulai menyerangnya.

'SRAK SRAK'

'PUK'

"Arrrghhh, membosankan! Tidak ada iklan yang menawarkan sewa Rahim atau sejenisnya." Keluh Naruto setelah membanting koran harian yang dia baca.

Tapi kedua matanya terpaku pada halaman terakhir koran yang membuatnya menarik. Dibacanya kembali isi berita dari koran itu.

"Hah? Hyuuga bangkrut? Bukankah dia adalah Hyuuga Hiashi? Aku tidak percaya dia telah melakukan korupsi dan uangnya dia gunakan untuk berjudi! Itu berarti Hinata…."

Tiba-tiba ide melintas dibenaknya. Menurutnya Hinata mungkin bisa membantunya. Gadis itu adalah temannya saat di sekolah dulu.

Dengan terburu-buru pria itu mencoba menghubungi seseorang lewat telepon genggamnya.

"Teme! Bisakah kita bertemu?"

Suara music khas dunia malam begitu menggelegar di telinga. Bau alcohol dan rokok menyengat di mana-mana. Redup-redup lampu membuat orang-orang di sana berani melakukan hal yang tidak senonoh untuk dikonsumsi public.

Seorang pria berambut kuning melirik matanya ke sana kemari. Ramainya klub mala mini membuatnya cukup kesulitan mencari seseorang yang dia cari. Namun bibirnya tersenyum begitu melihat surai biru gelap yang sedari tadi dicarinya.

"Kebiasaan terlambatmu itu harus dihilangkan, Dobe!" sindir pria itu ketika temannya duduk di sampingnya.

"Gomen, Teme! Kau kan tahu aku sedang ada masalah. Sekarang aku ingin curhat padamu." Kata Naruto.

"Apa itu?"

"Begini, istriku keguguran dan rahimnya diangkat. Ayahku memintaku untuk menikah lagi dengan Shizuka atau wanita lain dari keluarga terhormat. Menurutmu aku harus bagaimana?"

"Apa ayahmu mengatakan tujuan Shion menikah denganmu?"

"Ya, tapi aku tidak percaya padanya."

Sasuke yang telah lama mengenal Naruto pasti tahu bagaimana sahabatnya itu. dia sudah sangat mencintai Shion sehingga buta karenanya.

"Ahh, kau tahu apa yang terjadi pada keluarga Hinata?"

Sasuke mengangguk.

"Kau tahu di mana dia sekarang? tadi siang aku ke rumahnya tapi rumahnya yang itu telah disita. Dan mereka tidak tahu di mana Hinata sekarang."

Sasuke mengerti apa maksud Naruto.

"Naruto… jangan-jangan kau….?"

'PRAANNGGG'

Obrolan mereka terhenti karena mendengar suara keributan.

'BUK'

"Kerja yang becus! Sebelum hutang ayahmu lunas, kau harus mau melayani para pelangganku!" bentak seorang pria setelah membanting tubuh seorang gadis yang berbalut gaun hitam yang tampak menggoda.

"Dia—" gumam Sasuke.

"Hinata!" lanjut Naruto.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Orang yang dicarinya telah ada di depannya. Seringai di wajah Naruto semakin lebar.

To be continue


Amaya's note :

Duh, malah ngutang fic lagi. Dan lagi-lagi NaruHina. Tapi Amaya usahain semua fic milik Amaya dibereskan! Amaya juga gak suka bikin cerita yang digantungin, apalagi reader kan?

Tiba-tiba pengen bikin cerita tapi kaya sinetron gini. Gak apa-apa ya? Hihi!