WARNING : OOC dan Full GAJENESS, kadang bahasanya baku, kadang slengean jadi harap berhati-hati dengan mata anda dan sedia payung sebelum kepanasan/? (maafgaknyambungdanabaikansajayangdiatas=_=')

Hope you'll enjoy it! ;)

And

Happy Reading~

.

.

.

.

.

.

.

Ini adalah kisah anak manusia yang tidak hanya mencari jati diri, namun juga mencari arti dari persahabatan. Hal yang selalu ada namun sering terlupakan. Awal musim gugur menjadi permulaan kisah ini.

.

~o0o~ Sahabat selamanya ~o0o~

.

BRUK

"Arghh!"

DUAGH

"Arghh.. aghh!"

BRAKK

Sebuah bantingan mengakhiri kebisingan di salah satu gudang sekolah. Terlihat tubuh tergolek lemah di pojok ruangan dan lima orang mengelilinginya dengan aura mengintimidasi. Tubuh yang basah kuyup karena air -yang entah air selokan atau air bekas pel, ia pun tak tahu- dari ujung kepala sampai ujung kakinya. Luka lebam dan darah pun tak luput menghiasi tubuhnya yang ringkih. Entah ini hari sialnya atau apa, tetapi ia sadar tak seharusnya ia mencari gara-gara dengan kelima orang di hadapannya yang notabene senior di sekolah ini. Lovino tahu apa akibatnya membuat amarah kakak kelas meledak, dirinya takkan selamat. Seperti cerita-cerita murid baru yang pulang tinggal nama saat mengikuti MOS di sekolah baru. Menyesal pun kini sudah terlambat. Lovino berharap beberapa menit ke depan ia masih bisa mempertahankan hidupnya.

"Bocah tengik! Beraninya kurang ajar pada seniormu. Apa kau tahu akibatnya menantang kami, Red Eyes? Ha?!"

DUAGH

"ARGH!" untuk kesekian kalinya Lovino mengerang kesakitan, baru saja perutnya ditendang dan membuatnya memuntahkan cairan amis dari mulutnya.

"Mau jadi jagoan hah?!"

BUAGH

Kembali wajahnya dipukuli hingga darah terus mengalir di sekitar wajah dan sela-sela rambutnya. Ingin rasanya ia memohon untuk dilepaskan namun itu tidak mungkin mengingat ia sudah meludah -walau sungguh tidak sengaja ia melakukannya- ke salah satu sepatu senior di depannya, dan tanpa tedeng aling-aling mereka langsung menyeretnya ke gudang yang tidak terpakai dan menghajarnya ramai-ramai.

"Anak kurang ajar sepertimu harus diberi pelajaran, tahu?!"

"Sudah, jangan berlama-lama lagi. Langsung saja lenyapkan dia!"

"Dia benar. Ayo kita bunuh anak sialan ini!"

Lovino merasa hidupnya diambang batas, apalagi mendengar dia akan dibunuh. Sekuat tenaga ia berdiri dan mengarahkan tinju pada senior yang melihat gerakannya.

DUAGH

Setelah meninju seniornya tepat di rahang bawah, tidak tanggung-tanggung Lovino menendang dada senior yang lain hingga terpental ke tembok. Meski seluruh tubuhnya terasa remuk, Lovino harus bergegas lari sebelum ia dibunuh oleh senior-seniornya.

BUAGH

BUAGH

Tiga orang tumbang, tinggal dua orang tersisa. Tanpa berlama-lama Lovino menerjang seorang senior yang akan menghajarnya hingga terjatuh. Mereka berguling-guling sambil mencekik satu sama lain. Merasa tak kuat menahan cekikkan di lehernya, Lovino langsung mendengkul selangkangan seniornya agar ia terlepas dan berhasil. Dengan segera Lovino bangkit dan menghantamkan dahinya pada dahi senior yang tinggal seorang menghadangnya dengan keras hingga suaranya membahana di dalam ruangan.

Dewi fortuna ternyata memihaknya, senior terakhir langsung tumbang mengikuti kawan-kawannya yang lain. Ini kesempatan terakhirnya untuk bisa pergi menjauh. Sepertinya setelah ini Lovino akan pindah sekolah, mungkin keluar negeri. Kemanapun yang penting jauh dari neraka ini.

Namun tanpa Lovino sadari, senior pertama yang dihajarnya tadi sudah berdiri di belakangnya dengan menggenggam sebuah balok kayu.

BRUAGHH

Lovino langsung jatuh berdebum di lantai. Darah mengalir deras dari belakang kepalanya, membuatnya langsung tak sadarkan diri seketika.

"Wow, bung. Kau benar-benar membunuhnya."

Tanpa mempedulikan ocehan kawannya, sang senior langsung melempar balok kayu yang digenggamnya ke tubuh tak berdaya Lovino.

"Hei, dia sudah mati." ujar kawannya yang lain, jarinya di dekat hidung Lovino memastikan ia masih hidup atau tidak.

"Biarkan saja, itu kesialannya karena berurusan dengan kita. Tutupi tubuhnya dengan kayu-kayu lapuk di pojok ruangan."

Setelah menutupi tubuh Lovino dengan kayu-kayu tersebut, mereka bergegas pergi dari gudang tersebut. Namun mereka tidak menyadari bahwa gudang itu dipenuhi aroma darah yang pekat dan mereka melewatkan pergerakan jari milik Lovino.

=.=

xo0ox Sahabat selamanya xo0ox

=.=

"Duh, bodohnya aku mau-mau saja menuruti perintah absurd senior Zwingly. Mana ada coba selang tabung gas di gudang sekolah?!"

Seorang pemuda bernama Garuda Eka Mandala, tengah bersungut-sungut sambil berjalan di koridor yang sudah tak terpakai lagi menuju ke arah gudang sekolah. Dengan seragam putih yang terlihat agak lecek, papan nama melingkari lehernya serta topi segitiga yang terbuat dari karton, tampilan khas anak MOS menghiasinya. Sungguh, kalau saja ini bukan bagian dari kegiatan MOS, Garuda pasti sudah menusuk senior Zwingly dengan bambu runcing kesayangannya karena seenak jidat menyuruh-nyuruhnya untuk hal yang tidak penting seperti ini. Bayangkan, apa selang tabung gas termasuk benda-benda yang seharusnya berada di gudang sekolah? Jika memang, berarti Kepala Sekolah disini tidak memiliki dapur di rumahnya. Jangan mengira Garuda mau berkata macam-macam tentang Kepala Sekolah di sekolah barunya ini, ia sadar ia masih sayang nyawanya.

"Nasib jadi anak MOS dikerjain mulu."

Gudang sudah dekat dari arahnya berjalan. Dengan lunglai, Garuda mencapai kenop pintu dan membukanya. Hal pertama yang menyambutnya ialah kegelapan yang pekat, membuatnya merinding. Selanjutnya bau amis menyengat terhirup hingga Garuda reflek menutup hidungnya.

"Ugh, bau apa ini? Masa di gudang sekolah ada bangkai ikan?"

Matanya menangkap gundukan kayu lapuk di tengah ruangan, mengucek matanya sekali dan menatap lagi gundukan kayu tersebut. Entah hanya perasaannya saja, tapi ia merasa ada sedikit pergerakan di bawah kayu-kayu lapuk itu. Dengan rasa penasaran yang tinggi -siapa tahu bangkai ikan itu ternyata masih hidup, lumayan untuk dijadikan makan malam- Garuda perlahan mendekati tumpukan kayu. Ia melihat lantainya tergenangi cairan merah, rupanya darah yang menjadi sumber bau amis tersebut. Garuda berjongkok dekat tumpukan kayu, memperhatikan dengan seksama darah tersebut. Ia mulai berpikir, mungkinkah darah ikan bisa menggenang sebanyak ini?

Garuda menatap sekitar, mengernyit kala ia mendapati titik-titik darah walau samar di sekitar lantai, bahkan di tembok pun ada bercak darah. 'Ini aneh, masa ikan disiksa sampe dilempar ke tembok?'

Detik berikutnya Garuda terhenyak. Tidak mungkin menyiksa ikan di gudang, sementara di luar air ikan langsung mati. Kalau manusia..

Garuda melotot dan langsung menghadap ke tumpukan kayu. Ia cepat-cepat melempar kayu ke sembarang arah. Dan ia jatuh terduduk. Bukan ikan -apalagi selang tabung gas perintah senior Zwingly- yang ia dapati malah seonggok tubuh manusia. Seorang murid, terlihat dari pakaiannya dengan darah mengalir dari sekujur tubuhnya. Segera Garuda memeriksa pergelangan tangannya, memastikan denyut nadinya masih ada. Untunglah masih ada walau amat pelan hampir tak terasa.

"Oh, Tuhan! Untunglah kau masih hidup."

Tanpa berlama-lama, Garuda langsung menaikkan tubuh murid tersebut ke atas punggungnya. Walau merasa agak keberatan harus menggendong tubuh kecil yang ternyata berisi itu hingga jalannya sedikit oleng, Garuda tetap melangkahkan kakinya ke uks sekolah yang ditemukannya tadi saat menjelajahi area sekolah.

=.=

xo0ox Sahabat selamanya xo0ox

=.=

"Aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi, tapi kasus penganiayaan ini pasti akan ditindaklanjuti." ucap Bravjhaa -sang guru kesehatan asal India- setelah menangani luka-luka di tubuh Lovino.

Beliau yang sedang bersantai sambil browsing kesehatan mata di ponselnya dikejutkan oleh kedatangan tamu yang tak terduga. Dua orang murid yang belum pernah dilihatnya masuk ke ruangannya dengan salah satu kondisi murid berlumuran darah. Sebelum murid di depannya berbicara, ia langsung berdiri dan mengambil alih si murid yang terluka tanpa banyak bicara. Di tengah-tengah mengobati muridnya, Bravjhaa mendengar penjelasan murid yang diketahuinya bernama Garuda bagaimana ia menemukan murid yang terluka tersebut.

"Maaf, guru. Tapi apakah bullying masih ada disini?" tanya Garuda takut-takut.

"Tidak. Sejak dua tahun lalu pasca kasus bunuh diri seorang siswa, sudah tidak ada dan pihak sekolah selama ini sudah mengawasi dengan ketat setiap kegiatan MOS diadakan. Tapi entah bagaimana yang ini bisa luput." jelas Bravjhaa sambil menatap Lovino yang kepalanya sudah dibalut kain kasa dan perban.

"Dia hebat masih bisa bertahan hidup, kalau aku yang dihajar sampai begini mungkin aku sudah berada di alam baka." Garuda duduk di dekat ranjang Lovino dan menatapnya nanar.

Bravjhaa menghela napas, menepuk pundak garuda, "Dia pasti akan cepat sadar. Percayalah." dan memberi senyum menenangkan. Garuda mengangguk lesu.

"Sepertinya MOS masih berjalan. Kau mau tetap disini?" tanya Bravjhaa.

"Entahlah. Aku tidak bisa meninggalkannya sendirian."

"Baiklah, aku akan bicara pada panitia MOS, sekaligus memberitahu kepala sekolah dan semua guru secara diam-diam tentang hal ini agar para pelaku penganiayaan ditangkap."

Garuda mengangguk menanggapi guru kesehatan yang sudah melangkah keluar ruang uks. Garuda kembali menatap murid yang ditemukannya. 'Anak ini kuat sekali fisiknya. Dilihat dari lukanya, dia pasti sudah lama dipukuli dan ditinggalkan seperti itu. Kepalanya juga bocor.' batinnya miris.

Entahlah, Garuda merasa sedih sekaligus juga marah. Sedih, karena luka parah yang diterima si murid baru dan marah karena perlakuan yang tidak berperikemanusiaan seperti ini. Garuda mengutuk siapapun yang berbuat keji begini. Ditatapnya seksama si murid baru, dan Garuda sudah membulatkan tekad untuk melindungi murid baru ini.

"Kau tidak perlu khawatir, aku dan sahabat-sahabatku kelak pasti akan melindungi dan menjagamu. Itulah janjiku."

=.=

xo0ox Sahabat selamanya xo0ox

=.=

"..Mmh.."

Hal yang pertama kali dilihat Lovino ketika membuka mata adalah langit-langit ruang berwarna putih dan bau obat-obatan. Sesaat pandangannya kosong, menerka-nerka mungkinkah ia sudah berada di surga. Matanya melirik ke kanan-kiri, hanya gorden putih yang mengelilinginya. Ia meringis saat mencoba menggerakkan lengannya. Kepalanya terasa amat berat kala ia ingin membenahi posisi berbaringnya. Maka yang ia lakukan hanyalah menatap langit-langit sambil mengingat apa yang terakhir kali terjadi. Seingatnya, ia sudah menumbangkan semua seniornya. Lalu saat mencoba keluar, sesuatu menghantam belakang kepalanya begitu keras dan semua menjadi gelap. Pantas kepalanya terasa hancur, rupanya senior yang membully-nya memukul kepalanya entah dengan apa ia tidak tahu hingga ia tak sadarkan diri.

Lovino baru menyadari bahwa ada seseorang yang menungguinya tersadar, sedang duduk tertidur di samping kanannya. Terlihat dari perawakannya, orang itu seperti anak laki-laki seumurannya. Ditambah dengan seragam sekolah yang sama dengan yang dipakainya. Mungkinkah ia senior? Atau mungkin murid baru sama sepertinya?

Merasa penasaran, tangan Lovino mendekati kepalanya yang terkulai di kasur, lebih tepatnya pada rambut hitam berkilau yang terlihat lembut jika disentuh. Awalnya hanya ujung jari yang menyentuh, namun lama kelamaan seluruh telapak tangan Lovino menyentuhnya, mengusapnya secara perlahan. Ternyata dugaannya benar. Rambut pemuda itu begitu lembut.

"Nghh.."

Lovino tersentak kala kepala pemuda itu bergerak-gerak kecil. Secepat mungkin, Lovino menjauhkan tangannya. Belum sempat memejamkan mata kembali, pemuda itu sudah terlanjur menatapnya.

"OH! Kau sudah sadar!" seru pemuda itu antusias.

Lovino hanya bisa mengangguk kaku.

"Syukurlah. Aku takut karena kau tidak segera bangun, makanya aku menunggu disini. Walau ketiduran, sih." ujar pemuda itu sambil garuk-garuk kepala, salah tingkah.

"Mm, terima kasih."

Sang pemuda melongo, "Eh?"

Lovino menoleh padanya, "Terima kasih sudah membawaku kemari."

"Eh, tidak masalah! Sudah seharusnya aku menolongmu."

"Hm."

Garuda berdiri dan menyibak gorden yang mengelilingi ranjang Lovino. Memperlihatkan suasana uks yang hening.

Setelahnya, Garuda menghadap Lovino. "Oh, ya. Kau murid baru ya? Siapa namamu?"

"Hm. Namaku Lovino Vargas."

Sang pemuda menjulurkan tangannya ke depan Lovino. Lovino menoleh, menatap wajahnya yang berseri. "Perkenalkan, namaku Garuda Eka Mandala. Murid baru juga disini, dan kau bisa memanggilku Garuda, Lovino."

Lovino memalingkan wajahnya yang agak merah kala melihat Garuda tersenyum. Dia tidak terbiasa dengan keramahtamahan, membuatnya agak tak nyaman. Garuda yang melihat Lovino melengos hanya bisa merengut lucu. "Hei, tidak sopan loh memalingkan wajah saat orang memperkenalkan diri."

"Be-berisik! Kalau tidak suka, pergi saja sana!" ujar Lovino.

"Wuah, Tsundere nih." celetuk Garuda. Wajah Lovino semakin memerah.

"Ya sudah, lupakan saja. Bagaimana lukamu? Masih terasa sakit?" tanya Garuda mengalihkan topik.

Lovino mengangguk. "Yah, masih. Tapi aku sudah biasa, walau merepotkan juga saat menggerakkan badan."

"Kau ini manusia apa bukan, sih?" tanya Garuda heran.

"Tentu saja, bodoh! Kalau aku bukan manusia lalu apa? Monster?" hardik Lovino.

"Habis kau kuat sekali. Masih bertahan setelah dihajar seperti itu." Garuda mengerucutkan bibir, membuat Lovino mengalihkan pandangan. "Ngomong-ngomong, kepalamu bocor loh."

Lovino memalingkan wajah. "Sudah! Jangan dibahas."

Saat keduanya asyik berbincang, pintu uks bergeser. Terlihat Bravjhaa memasuki ruangan dan menatap keduanya dengan senyum. "Rupanya kau sudah sadar."

Lovino mengangguk.

"Bagaimana guru?" tanya Garuda.

"Aku sudah memberitahu kepala sekolah dan pihak guru soal kasus ini. Kami akan mencari tahu pelakunya." Bravjhaa menutup pintu dan berjalan mendekati ranjang Lovino. "Nah, sekarang kau harus memberitahuku siapa yang menghajarmu hingga babak belur."

"Oh, iya! Kenapa aku baru ingat? Lovino, cepat beritahu kami." ujar Garuda antusias.

"Aku tidak kenal mereka. Dan, pastinya kakak kelas. Murid baru tidak mungkin berbuat perploncoan pada teman sesamanya." jelas Lovino.

Bravjhaa mengangguk-angguk. "Lalu apa alasan kau dipukuli?"

Lovino memalingkan wajahnya ke arah lain. "Aku tidak sengaja meludah dan itu mengenai salah satu sepatu kakak kelas."

"Oh, begitu."

"Tapi guru, Lovino bilang tidak sengaja! Seharusnya mereka tidak berbuat seperti itu pada Lovino yang notabene masih murid baru." bela Garuda seraya mencebikkan bibirnya. "Mereka tidak berperikemanusiaan."

"Hei, Garuda. Tidak usah marah-marah begitu. Lovino saja santai begitu."

Garuda melotot, "Mana bisa santai guru?! Orang-orang itu sudah melanggar aturan sekolah!" kemudian menoleh ke arah Lovino. "Kau ini juga jangan santai-santai begitu dong! Setidaknya protes, jangan lemah begitu!"

Alis Lovino berkedut, "Siapa yang kau sebut lemah, hah?!"

"Hei, sudah. Jangan bertengkar anak-anak." Bravjhaa menengahi keduanya. "Kalian tidak usah khawatir, kasus ini akan segera ditangani dan selesai sesuai peraturan yang ada."

Keduanya terdiam.

"Oh, ya Lovino. Ada lagi yang bisa kau beritahu tentang mereka?" tanya Bravjhaa.

"Mereka berlima, dan aku sempat mendengar mereka menyebut diri mereka Red Eyes." jawab Lovino.

"Ah, aku tahu siapa mereka."

"Siapa mereka guru?" tanya Garuda penasaran.

Bravjhaa berjalan ke kursinya dan duduk. "Mereka terkenal disini karena sering tawuran dan berbuat rusuh."

"Menurut rumor, kelima anggota itu bukan anggota asli. Anggota Red Eyes yang asli hanya tiga orang, dan tidak pernah merekrut anggota resmi lagi setelah terbentuk. Kelima anggota itu hanya orang-orang yang berminat gabung sebagai pengikut saja."

Garuda dan Lovino saling berpandangan bingung kemudian kembali memperhatikan Bravjhaa. "Namun, pihak sekolah tak bisa mengeluarkan mereka karena orang tua anggota asli Red Eyes adalah penyumbang dana terbesar di sekolah ini."

"Jadi mereka tidak bisa di drop out?" tanya Garuda melas.

"Itu semua tergantung keputusan dewan sekolah. Tapi, besar kemungkinan kesempatan untuk mengeluarkan mereka kecil."

Garuda menunduk, wajahnya menjadi murung. Sampai membuat Lovino heran, sebenarnya yang menjadi korban disini itu dia atau Garuda sih? Benar-benar membuat Lovino geleng-geleng kepala.

"Hei, jangan murung gitu dong Garuda. Walau kita tidak bisa mengeluarkan mereka, tapi aku akan meyakinkan dewan guru untuk menghukum kelima orang itu seberat-beratnya agar mereka jera dan tidak melakukan hal seperti ini lagi." jelas Bravjhaa panjang lebar.

"Benar ya, guru. Awas loh kalau bohong." ancam Garuda.

Bravjhaa pun sweatdrop. "Iya, aku pasti melakukannya."

Suasana menjadi hening. Ketiganya sibuk dengan dunia masing-masing. Garuda yang tersenyum lucu pada Lovino, Lovino yang melirik-membuang pandangan di depan Garuda dan Bravjhaa yang menatap keduanya gemas.

"OH, IYA!" teriak Garuda, membuat Lovino dan Bravjhaa terlonjak kaget.

Lovino membentak, "Jangan berteriak, bodoh!"

Garuda tak mempedulikannya, ia menoleh pada Bravjhaa yang menatapnya. "Bagaimana dengan MOS kami guru? Aku sampai lupa dapat misi dari senior Zwingly."

"Kau tidak usah khawatir. Tadi aku sudah memberitahu semua panitia perihal kalian juga kasus ini, dan mereka mengerti." Bravjhaa merapikan jasnya yang agak kusut. "Khusus Lovino, kau tidak perlu ikut MOS karena kau terluka. Sedangkan Garuda tetap mengikuti MOS besok."

"Ah, mati aku. Senior Zwingly pasti akan tetap menanyaiku tentang misi, aku kan belum dapat alatnya." rengut Garuda.

Lovino mengerutkan alisnya, "Memang kau di suruh apa oleh senior itu?"

Garuda menoleh lesu pada Lovino. "Mencari selang tabung gas di gudang."

"Pppfftthh.. Ahahahahahahaha!" tawa Lovino meledak, membuat Garuda melotot.

"Heh! Kenapa kau tertawa?! Ini tidak lucu, tahu!" kesal Garuda.

Lovino meringis kala rasa nyeri di tubuhnya kembali lagi. Garuda menatap remeh padanya.

"Rasain tuh. Laga sih, mamam noh." ujar Garuda sambil memeletkan lidahnya mengejek Lovino.

Lovino mengernyitkan alisnya menatap Garuda, "Kau ngomong apa, sih? Gak ngerti deh."

"Huuu, gak ngerti. Dasar Tsundere."

"Apa kau bilang?!"

"Tsundere!"

"Aku bukan Tsundere, bodoh!"

Bravjhaa menggeleng maklum melihat kedua muridnya yang adu mulut. Membuatnya merasa repot, tapi juga senang. Karena murid-murid seperti ini yang akan membuat peristiwa-peristiwa langka yang sudah lama tak terukir di sekolah ini.

'Sudah lama sekali. Kira-kira mereka berdua bisa meramaikan warna di sekolah Hetalia Internasional ini tidak, ya? Tahun ini pasti akan menyenangkan.' batinnya senyum-senyum sendiri.

"Tuh, lihat! Guru Bravjhaa saja suka senyum-senyum sendiri!" seru Garuda yang membuat Bravjhaa menoleh padanya.

"Tapi senyumnya masih biasa. Memangnya kau? Senyummu itu aneh." tukas Lovino santai.

"Hei, senyumku tidak aneh! Dasar Tsundere gak mau ngaku!"

"Apa kau bilang?! Mau ribut, ya?"

"Ayo, di luar!"

"Blablabla"

"Blablabla"

Bravjhaa menghembuskan napas lelah. "Sepertinya tahun ini juga menjadi sangat merepotkan, ya."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

_TO BE CONTINUED_

A/n :

Hai, faz datang bawa ff hetalia pertama faz. Gimana? Semoga dapat diterima dengan baik. Faz bikin ff ini friendship, jadi maaf kalo kalian gak bisa nemuin romantisnya karena emang genrenya bukan Romance. Faz belum kepikiran soalnya. Dan maaf kalo di awal Lovino di bully, karena emang udah tuntutan cerita. Makanya jangan bully Lovino lagi /eh/ bully aja faz. /wew/

Kritik dan saran diterima untuk memperbaiki tulisan atau fakta yang nyeleweng /? tapi jangan flame atau bash ya kakak. Soalnya, Faz masih baru. Hehehe /ngumpetdibaliksyalnyaIvan/

.

.

.

Last,

Mohon direview~

Jaa, Chuu :*