Cinta Seputih Awan

Awan begitu lembut..

Sebuah gumpalan yang tak dapat di genggam..

Putih suci menggambarkan kehangatan..

Dimana terdapat sebuah cinta di dalamnya

Lalu, bagaimana jika awan itu berubah menjadi hitam?

Akankah cinta yang suci masih terdapat di dalamnya?

Disclaimer © Tite Kubo – Sensei

Warning : OOC, AU, Abal, XD

Hitsugaya x Hinamori

By : Momo saitou ^^

Happy Reading^^

Suasana kota Tokyo pagi ini sangat menyejukan, mendekati awal musim dingin membuat sebagian orang menutup rapat tubuh mereka dengan pakaian tebal. Bahkan sebagian dari mereka sudah mulai menggunakan sarung tangan, agar tangan mereka terlindungi dari hawa dingin yang bisa membuat tubuh membeku. Walaupun musim dingin akan datang selama beberapa hari, namun suhu kota yang dikenal dengan kota tersibuk ini sudah mencapai -18 derajat Celcius.

Seorang gadis bermata hazel sedang menggosok-gosokan kedua tangannya, ia mengutuk dirinya yang lupa mengenakan sarung tangan. Walaupun ia sudah membalut tubuhnya dengan mantel hangat, namun tetap saja ia merasa kedinginin. Bahkan dapat terlihat asap yang mengebul dari mulutnya. Ia berjalan melewati kepadatan kota Tokyo. Jarak dari rumah kesekolahnya memang tak begitu jauh, ia hanya perlu berjalan 15 menit. Sambil terus menggosok kedua tangannya, Hinamori berjalan memasuki gerbang sekolah yang sudah dipadati oleh siswa-siswi.

Tiba di kelasnya Hinamori segera duduk di bangkunya yang terletak di dekat jendela, baru ia duduk tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya dari belakang.

"Tumben kau tidak telat," kata Rukia yang notabennya adalah sahabat Hinamori.

"Kau meledekku?" jawabnya dengan wajah datar.

Rukia tertawa kecil, "Menurutmu?"

Hinamori mendengus pelan.

"Ngomong-ngomong nanti kau jadi bertemu dengan Hitsugaya-senpai?" tanya Rukia tiba-tiba. Membuat Hinamori teringat akan janjinya dengan Hitsugaya.

Hari ini memang Hinamori berjanji bertemu dengannya untuk berdiskusi mengenai menulis, Hinamori dan Hitsugaya memang memiliki hobi yang sama, yaitu menulis. "Jadi," jawab Hinamori.

"Aku dan Karin juga harus ikut?"

Hinamori menatap Rukia, "Tentu saja, Hitsugaya-senpai bilang kalian juga harus ikut," jawabnya.

"mmm," Rukia tampak memutar kedua bola matanya. "Baiklah, aku akan menyampaikannya ke Karin juga," katanya sambil tersenyum. Kemudian Rukia keluar kelas untuk menemui Karin, meninggalkan Hinamori yang masih hanyut dalam pikirannya. Entah kenapa perasaan Hinamori menjadi tak menentu, padahal seharusnya hinamori senang karena pada akhirnya ia dapat mengobrol langsung dengan Hitsugaya.

Hinamori mengenal HItugaya dengan tidak sengaja, sebelumnya bahkan ia tak mengetahui bahwa Hitsugaya pernah memberikan motivasi pada saat masa orientasi siswa di sekolahnya. Ia baru mengetahuinya setelah ia bertanya pada kedua sahabatnya. Awal ia bisa berkenalan dengan Hitsugaya yaitu melalui jejaring sosial, mereka sering bercanda di jejaring sosial.

Sebelumnya Hinamori tak menyadari tentang perasaannya, sampai kedua sahabatnya sendiri yang menyadarkan perasaannya bahwa ia menyukai Hitsugaya. Hinamori terus mengelak dengan mengatakan bahwa perasaannya hanya sebatas rasa kagum saja, atau hanya perasaan nyaman karena mereka memiliki hobi yang sama. Hinamori sendiri baru menyadari saat ingin menyapa Hitsugaya, entah kenapa hatinya menjadi berdebar-debar, ia malu jika harus bertatapan langsung dengan Hitsugaya. Kalau bukan karena kedua sahabatnya mendorongnya untuk menyapannya, mungkin selamanya Hinamori tak akan menyapanya.

Sampai pada akhirnya ia memperkenalkan kedua sahabatnya, namun ada terbesit rasa cemburu di hati Hinamori saat melihat mereka bertiga asik mengobrol dan bercanda di jejaring sosial. Hinamori terus menepis anggapan seperti itu, ia yakin bahwa apa yang ia pikirkan ini tidak benar. Ia hanya butuh waktu untuk menenangkan dan mengendalikan otaknya. Ia hanya butuh menetralisir otaknya dengan sedikit O2.

Siang ini Hinamori dan kedua sahabatnya sudah menunggu Hitsugaya di taman belakang sekolah. Sudah hampir jam 3 sore Hitsugaya belum datang, Hinamori sudah mengirimkan pesan kepada Hitsugaya, katanya mendadak ia mendapatkan tugas dari Ukitake-sensei yang harus dikumpulkan siang itu. Tepat jarum panjang ke angka 12 Hitsugaya baru datang di hadapan Hinamori, Rukia dan Karin.

"Telat 30 menit dikali 10 ribu,300 ribu, pas 100 ribu-100 ribu, kita makan-makan," kata Hinamori begitu Hitsugaya tiba, sambil melihat jam arlojinya.

Hitsugaya hanya tertawa, "Cuma 30 menit kan? Belum 1 jam," jawabnya santai.

"Cuma?" kata Rukia sambil mendelik kearah Hitsugaya.

"Aah..senpai minta maaf deh, tadi senpai dapat tugas dadakan dari Ukitake-sensei," jawabnya.

Dan selama beberapa menit Hinamori mendapatkan motivasi dari Hitsugaya, Rukia dan Karin hanya mendengarkan, karena memang mereka tidak mengerti dengan menulis. Sesekali mereka juga ikut berbicara. Jadilah kami heboh dengan saling meledek. Sampai pada akhirnya, secara tiba-tiba Hitsugaya berbicara mengenai cinta, bahkan kedua sahabat Hinamori juga curhat kepada Hitsugaya.

"Menurut senpai cinta yang tulus itu seperti awan," katanya sambil menatap langit. "Cinta yang tanpa noda, cinta yang berasal dari hati yang paling dalam." Ia melanjutkan kata-katanya sambil tersenyum.

Bukan hanya itu, Hitsugaya juga menceritakan mengenai masa lalu cintanya yang harus berakhir dengan pahit, Hinamori tak mengerti kenapa dengan mudah Hitsugaya menceritakan semuanya padahal mereka baru saja mengenal.

"Senpai, seandainya senpai punya pacar, lalu tiba-tiba mantan kekasih senpai yang lama datang, dan mengajak senpai untuk menjalin hubungan lagi. Senpai bakal milih yang mana?" tanya Rukia antusias.

"Iya, senpai," kata Karin menambahkan.

Hinamori melirik Rukia dan Karin sekilas, ia menahan rasa kesalnya yang sebenarnya sudah terkumpul sejak beberapa waktu yang lalu. Mendengarkan orang yang ia sukai menceritakan mantan kekasihnya yang sangat dicintainya, benar-benar sangat menusuk.

Hitsugaya menatap Hinamori, Rukia, dan Karin secara bergantian, "Senpai mungkin akan memikirkannya. Kalau memang senpai masih sangat mencintai mantan kekasih senpai, maka senpai akan memilihnya," jawabnya.

"Kalau dia kembali meninggalkan senpai bagaimana?" tanya Rukia.

Hitsugaya menarik napas pelan, "berarti itu memang kesalahan senpai. Karena terkadang di saat hati senpai sedang kosong, banyak pintu-pintu yang terbuka. Namun senpai selalu melihat ke belakang, tanpa mau malihat ke depan. Dan ketika senpai sadar dengan kesalahan senpai, dan ingin memasuki salah satu pintu-pintu itu, pintu-pintu itu sudah tertutup," jawabnya panjang lebar.

Hinamori terpaku di tempatnya, ia tak menyangka bahwa saat ini ia dapat duduk di hadapan Hitsugaya, mengobrol dengannya dan mendengarkan ceritanya. Hinamori meremas rok sekolahnya pelan. Ia yakin bahwa saat ini perasaannya terhadap Hitsugaya bertambah besar. Tapi ia sangat takut, takut sekali jika Hitsugaya mengetahui perasaannya dan akan menjauhinya.

"Dengar-dengar senpai lagi suka ya sama siswa baru? " kata Rukia tiba-tiba.

Hitsugaya memang kini sudah kelas 3 SMA. Beda 2 tahun dengan Hinamori. Tubuhnya lebih tinggi beberapa senti dari Hinamori, rambutnya putih menjulang ke atas. Mirip seperti gumpalan awan. Hitsugaya sering diminta untuk mengisi sebuah acara, ia termasuk siswa yang aktif, juga cerdas.

"Iya." Jawabnya mantap, membuat hati Hinamori mencelos.

"Kelas 1 apa senpai?"

"Rahasia dong," jawabnya sambil tertawa.

"Senpai kok bisa suka sih? Kan senpai belum kenal sama dia?" tanya Karin.

Wajah Hitsugaya kembali serius, namun tenang. "Senpai juga tidak tahu, tapi hanya dengan melihat dia, senpai langsung suka, seperti yang senpai katakan sebelumnya untuk mencintai seseorang tidak butuh alasan yang kuat."

"Senpai sudah pernah mengobrol langsung dengan dia?" tanya Hinamori, tanpa sadar pertanyaan itu keluar dari bibirnya. Hinamori tahu bahwa dengan terus membohongi perasaannya dan menutupinya seolah-olah ia baik-baik saja, malah akan membuat lubang di hatinya semakin melebar.

"Sudah." Jawaban yang singkat, namun semakin membuat Hinamori gusar. Hinamori berusaha mungkin untuk menutupinya, ia berusaha bersikap biasa saja.

"Senpai kan sudah bisa membedakan antara rasa suka dengan rasa sayang, perasaan senpai ke siswa baru ini suka atau sayang?" Rukia bertanya lagi. Sepertinya dalam hal ini Rukia lah yang paling penasaran.

Hitsugaya hanya diam sambil menatap langit. Hinamori menunggu jawaban Hitsugaya, ia menatap Hitsugaya dengan seksama. Tangan kanannya ia jadikan sebagai penopang dagunya. Sampai Hitsugaya mengalihkan pandangannya,dan menatap Hinamori.

Tatapan yang menurut Hinamori sangat dalam. Dengan yakin Hitsugaya menjawab, "Sayang." Jawaban yang sukses membuat Hinamori menahan napasnya. Jantungnya terasa ingin lepas dari tempatnya. Yang ada dalam pikiran Hinamori adalah kenapa Hitsugaya harus menjawabnya sambil menatapnya? Padahal yang menanyakan hal itu bukan Hinamori.

Hinamori segera mengalihkan tatapannya kearah lain. Menormalkan kembali dentuman jantungnya yang berpacu dengan cepat. Hinamori yakin malam ini ia tidak akan tidur dengan tenang, apalagi Hitsugaya masih memberikan teka-teki mengenai gadis itu.

\(^O^\)(/^O^)/\(^O^)/

Seminggu sudah sejak pertemuannya dengan Hitsugaya, Hinamori sudah tidak pernah bertemu dengan Hitsugaya, ia juga sudah tidak pernah mengobrol dengan Hitsugaya lewat jejaring sosial. Semenjak kejadian itu juga kedua sahabat Hinamori jadi akrab dengan Hitsugaya, padahal Hitsugaya sendiri adalah tipe laki-laki yang dingin, banyak teman-teman Hinamori yang menyukai Hitsugaya, namun Hitsugaya seolah acuh kepada mereka. Sebenarnya ada yang mengganjal dalam hati Hinamori, ia merasa sikap Hitsugaya sedikit berbeda dari biasanya. Hinamori juga bingung, ia takut apa yang ia pikirkan hanya perasaannya saja. Untuk itu dia memilih diam.

Hinamori memasukan buku-bukunya ke dalam tas, sekolah memang sudah berakhir sejak beberapa menit yang lalu. Sehingga yang tersisa kini hanya Hinamori. Kedua sahabatnya sudah pulang terlebih dahulu, tadinya mereka ingin menunggu Hinamori, namun mereka ada urusan keluarga, sehingga mereka pulang duluan.

Setelah selesai ia berjalan keluar kelas, melewati koridor sekolah yang terlihat lengah. Ia sampai bisa mendengar suara langkah kakinya. Ia berjalan dengan tidak fokus, pikirannya masih menerawang jauh.

Ia berpikir kenapa Hitsugaya harus menatapnya seperti itu, padahal rasa sayang dia ditujukkan untuk orang lain, bukan untuk dirinya. Apa Hitsugaya ingin menunjukan bahwa ia sangat mencintai gadis itu? Pikiran-pikiran negatif tak henti berkecamuk dalam benak Hinamori.

Dan saat ia sedang sibuk dengan pikirannya, matanya bertemu dengan sosok yang akhir-akhir ini membuatnya gusar. Mata emerladnya menatap Hinamori. Sosok itu menghampiri Hinamori.

Hitsugaya tersenyum menatap Hinamori, "Tumben sendirian? Mana kedua temanmu?" tanyanya sambil melihat ke belakang.

"Sudah pulang," jawab Hinamori datar.

Hitsugaya mengangkat sebelah alisnya. "Kau tidak pulang bersama mereka?"

"Tadi Kyouraku–sensei memanggilku." Hinamori sebisa mungkin bersikap biasa, ia tak ingin Hitsugaya mengetahui tentang perasaannya.

Mendengar jawaban Hinamori, Hitsugaya hanya ber'oh'.

Hinamori diam, Hitsugaya diam. Kini suasana di antara mereka menjadi sunyi. Sibuk dengan pikirannya masing-masing. Hinamori benci suasana seperti ini, suasana tanpa suara. Sebenarnya ia takut, Hitsugaya dapat mendengar suara detak jantungnya yang tak beraturan.

Akhirnya Hinamori memutuskan untuk berbicara lebih dulu. "Aaa, sudah sore, aku pulang duluan ya senpai," kata Hinamori.

Hitsugaya memutar kedua bola matanya. "Bagaimana kalau senpai antar saja?"

"Tidak perlu," jawabnya sambil mengibaskan kedua tangannya. "Rumahku dekat kok dari sini, 15 menit juga sampai."

Hitsugaya tertawa pelan. "Tidak apa-apa, senpai kan tak mungkin membiarkan seorang gadis pulang sendiri."

"Tapi…" Hinamori bimbang, karena sikap Hitsugaya yang seperti inilah yang membuatnya sulit untuk melupakannya. "Baiklah."

Senyum Hitsugaya yang teduh membuat pipi Hinamori memerah, ia bersyukur langit senja dapat menutupinya pipi Hinamori yang berwarna sama dengan buah apel.

Hitsugaya mengantar Hinamori pulang dengan menggunakan motor. Kebetulan rumah Hitsugaya searah dengan rumah Hinamori, jadi Hitsugaya tidak perlu memutar arah untuk pulang.

Sampai di depan rumah, Hinamori segera turun. Ia menyerahkan helm yang ia pakai kepada Hitsugaya. "Terimakasih sudah mengantarku pulang, senpai."

Hitsugaya membuka helmnya, ia tersenyum pada Hinamori. "sama-sama." Jawabnya singkat. "Rumahmu sepi sekali?" tanyanya sambil melihat rumah Hinamori.

Hinamori mengikuti Hitsugaya melihat rumahnya, hanya sekilas, kemudian ia kembali menatap Hitsugaya. "Orang tuaku memang sedang pergi keluar kota, ada pekerjaan yang harus mereka selesaikan."

Hitsugaya mengernyit, "Kau tinggal sendirian?"

"Ya.. begitulah," jawabku sambil tertawa kecil. "Ngomong-ngomong apa tidak apa-apa senpai mengantarku?"

Hitsugaya mengangkat alisnya

Hinamori menarik napas pelan. "Senpai kan bilang sedang menyukai seseorang, apa…." Hinamori menggantung kalimatnya, ia ragu meneruskan kalimat berikutnya yang akan diucapkannya.

Sepertinya Hitsugaya mengerti maksud perkataan Hinamori. "Jangan pernah membicarakannya lagi di hadapanku."

Kini Hinamori yang menaikan sebelah alisnya. "Maksudnya?"

"Sudahlah, anak kecil sepertimu tidak akan mengerti masalah orang dewasa," jawab Hitsugaya sambil tertawa. Tertawa sangat keras, sampai memekakan telinga Hinamori.

"Senpai meledekku?" Hinamori melipat kedua tangannya. Bibirnya mengerucut. "Senpai aja tuh yang sudah tua."

"Hahahaha, biarin tua yang penting banyak yang suka sama senpai," Hitsugaya tertawa.

"Geer."

Tiba-tiba Hitsugaya mengacak rambut Hinamori, membuat debaran jantung Hinamori kembali mengalun. "Sudah, senpai pulang dulu ya," katanya sambil memakai helmnya kembali. Hitsugaya menengok ke arah Hinamori sekilas, kemudian ia menjalankan motornya meninggalkan Hinamori yang mematung.

Hinamori memegang kepalanya, sentuhan Hitsugaya masih terasa. Tanpa terasa pipinya memanas, menampakkan guratan-guratan merah yang tak kasat mata. Hinamori memegang dadanya, merasakan debaran jantungnya. 'Kenapa..kau bersikap seperti itu Hitsugaya-senpai?'

\(^O^\)(/^O^)/\(^O^)/

Bulan ini sudah memasuki musim dingin. Salju putih menghiasi seluruh permukaan kota Tokyo. Walaupun udara begitu menusuk kulit, namun tak mengurungkan niat Hinamori untuk berbelanja pagi ini. Karena orang tuanya terus berpergian, ia harus mengurusi kehidupannya sendiri. Termasuk berbelanja. HInamori mengeratkan syal yang dia pakai, ketika hawa dingin semakin menusuk kulit. Ia berjalan melewati pertokoan besar. Letak supermarket dari rumahnay memang cukup jauh. Sebenarnya ia bisa saja menggunakan sepeda, hanya saja trauma yang dialami sewaktu kecil membuatnya takut mengendarai sepeda.

Sesampainya di supermarket, ia segera mengambil keranjang belanjaan. Ia berjalan mengelilingi isi supermarket, mencari bahan-bahan makanan yang ia perlukan. Ketika Hinamori sedang asik memilih bahan makanan, matanya tak sengaja melihat Hitsugaya, senyum sumringah memancar dari wajah gadis bercepol itu. Hinamori bermaksud untuk menyapa Hitsugaya, namun ia segera mengurungkan niatnya, ketika ia melihat seseorang yang ia kenal menghampiri Hitsugaya sambil membawa makanan.

Tanpa sadar Hinamori menyebut nama orang itu, membuat orang itu menengok ke arahnya, "Karin…"

Karin dan Hitsugaya menengok ke arah Hinamori. Hinamori hanya mematung dan diam, memandanga dua orang yang sangat berarti dalam hidupnya sedang berbelanja bersama.

"Momo, kau belanja juga?" kata Karin berjalan menghampiri Hinamori, diikuti dengan Hitsugaya di belakangnya.

"Iya," jawabnya sambil tersenyum, senyum yang ia paksakan. Ia berusaha menepis anggapan buruk mengenai sahabatnya itu. Ia yakin pasti ada penjelasan dari ini. Karin tahu mengenai perasaannya kepada Hitsugaya, tak mungkin Karin mengkhianatinya. Namun entah kenapa ia tak mau mengikuti pemikirannya, ia hanya menerima apa yang ia lihat.

"Kau sendiri saja?" tanya Hitsugaya yang berada di belakang Karin.

"Ya, bisa kau lihat," jawab Hinamori.

"Momo.." Karin memanggil Hinamori, seperti ada sesuatu yang ingin ia sampaikan, namun Hinamori buru-buru memotongnya, entahlah ia sedang tak ingin mendengar penjelasan apapun. Yang ia inginkan saat ini adalah pergi dari tempat ini secepatnya.

"Sepertinya aku sudah selesai berbelanja, aku harus segera pulang. Jaa." Hinamori segera pergi tanpa mendengar terlebih dahulu jawaban dari Hitsugaya ataupun Karin.

Karin memandang kepergian Hinamori dengan cemas. Ia berharap Hinamori tidak salah paham dengan kejadian ini.

"Ada apa?" tanya Hitsugaya menepuk pundak Karin.

"Tidak apa-apa."

"Cepatlah, Rukia dan Ichigo sudah menunggu kita," kata Hitsugaya.

"Hn."

.

.

.

.

.

Hinamori terus berlari tanpa berhenti, pandangan matanya semakin kabur. Air matanya sudah tak dapat ia tahan lagi. Hinamori menangis, manumpahkan segala luapan kekesalan, kemarahan, kekecewaan, dan kesedihan. Ia memarahi kebodohannya, harusnya ia sadar bahwa dari awal Hitsugaya memang tak pernah memandangnya, tak pernah melihatnya. Harusnya Hinamori tahu Hitsugaya sudah menyukai orang lain. Tapi kenapa harus Karin, kenapa bukan yang lain?

Batin Hinamori bagai terkoyak, begitu perih. Seandainya saja ia berada di sebuah padang rumput atau berada di pantai tak berpenghuni, tentu ia akan berteriak sekeras mungkin. Melepaskan beban yang mengganjal di hati.

Hinamori sadar bahwa cinta tak harus memiliki, ia tahu tanpa Karin pun, dirinya akan sakit, karena hati Hitsugaya sudah terisi oleh orang lain. Seberapa pun Hinamori berusaha mempertahankan rasa sukanya pada Hitsugaya, semuanya akan tetap sama.

Cinta itu memang seputih awan, tapi ketika awan berubah menjadi hitam, apakah masih ada cinta di dalamnya?

-tsuzuku-

Saya kembali.. saya kembali.. \(^O^)/ dengan fic terbaru, dan tetap dengan pair HitsuHina tentunya. Maaf atas keterlambatan fic saya yang "The Lost Memory" saya masih belum bisa meng-updatenya (_) hontou ni gomenasai, minna *kittyeyes*

Sebagai gantinya saya mempersembahkan fic saya yang super abal ini untuk para readers dan reviewers, khususnya untuk HitsuHina FC *ngibarin bendera HitsuHina*

saya merasa fandom ini semakin sepi, khususnya pair HitsuHina :D semoga dengan kemunculan fic saya ini, pair Hitsuhina menjadi ramai kembali #plakk

untuk fic saya yang ini nggak akan lama kok update-nya hanya fic twoshoot.. makanya ayoooo… REVIEW… REVIEW… saya membutuhkan review dari kalian, boleh kritik, saran, pujian juga boleh #dilemparbotol

BUT NO FLAME oke? ^^

akhir kata….

Review please?