Disclaimer: SJ milik Sment, diri mereka sendiri, orang tua, dan fans

Sedangkan cerita murni terlahir dari pikiran nista author

Maint cast: KyuMin

Warning: typo(s), miss typo, abal, author newbie, GS for Ming.

Dan ada beberapa adegan yang tak pantas untuk ditiru

.

.

Enjoy

.

.

Dark

Udara kota Seoul membeku pagi ini. Beberapa orang terlihat menggigil merapatkan jaket tebalnya. Tidak terkecuali gadis itu, pipinya memerah akibat udara diawal musim dingin. Rambut hitam legamnya ia gerai, syal pinknya melilit rapat dileher jenjangnya.

Ia terdiam di depan gedung sekolahnya, menatap kosong penuh sendu. Hatinya menyimpan sakit pada masa remajanya. Tak berniat melangkahkan kakinya, padahal ia tahu bel akan segera berbunyi.

Ia terperanjat ketika seseorang menepuk halus pundaknya. Lamunan sendunya buyar. Ekor matanya menatap seorang lelaki tampan yang tengah tersenyum ramah padanya. Ia hanya diam tak membalas senyuman lelaki itu. Manik obsidannya melukis sedih ketika ia menatap sang pemuda.

"Kenapa diam saja Minnie? Ayo masuk, sebentar lagi bel." Lelaki itu menyambar tangannya, menautkan jemarinya dalam genggaman hangat, menuntun langkahnya dibelakang sang pemuda.

"Siwon-ah kumohon jangan seperti ini." Ucapnya pelan. Tangannya bergerak gelisah dalam genggaman Siwon-nama lelaki itu- berusaha melepaskan tangan mereka yang bertaut. Lelaki didepannya mengerutkan alis tidak mengerti. Heran dengan sikap gadis didepannya yang seminggu ini menjauhinya.

"Ada apa Minnie? Sikapmu aneh belakangan ini."

"Eum… ani, hanya saja…" suaranya terdengar ragu kemudian menunduk menyembunyikan ekspresi sedihnya. Perasaan tak enak menyusup hatinya, ia sungguh tak ingin lelaki ini tahu alasan ia menjauhinya, mengetahui betapa lemahnya ia.

Siwon mengendikkan bahu tak peduli, sedetik kemudian merangkul bahu gadis itu untuk berjalan memasuki sekolah mereka. Dan sang gadis tahu, beberapa orang menatap mereka benci. Salah, mereka hanya menatap benci padanya.

oOoOoOo

"Hey gadis jalang!" beberapa orang gadis berjalan cepat menuju seorang gadis yang tengah berjalan menuju gerbang sekolahnya. Gadis itu menoleh, mata foxynya memicing sakit ketika seorang dari gerombolan gadis itu memukul kepalanya. "Kau sungguh gadis tak tahu malu!"

"Ampun sunbae, apa salahku?" ucapnya lirih ketika rambutnya ditarik paksa, membuatnya berjalan tertatih untuk mengikuti gerombolan gadis itu.

.

.

.

"Lee Sungmin, sudah kukatakan jangan dekati Choi Siwon, dasar tak tahu malu!" ia terduduk berlutut didepan seorang gadis. Kulit putihnya memerah akibat pukulan-pukulan yang ia dapatkan. Ia tertunduk, wajahnya pucat pasi. Udara dingin hari itu menyergap kulitnya. Syal dan blazernya sudah tak bertengger manis ditubuhnya tergantikan dengan kemaja kusut dan kotor.

"aku.. sudah menjauhinya sunbae." Ucapnya lemah. Beberapa gadis disekitarnya mencibir meremehkan ucapannya. Bahkan seorang gadis mengambil bola basket dan melemparnya ketubuh lemahnya.

"kau kira aku bodoh hah!" gadis didepannya menyambak rambutnya, membuatnya mendongak paksa menatap gadis itu. "Tadi pagi aku melihatmu berjalan dengan Siwon, bodoh!"

Sungmin terdiam tak dapat menyangkal. Inilah alasan mengapa ia menjauhi namja tampan itu. Sedikit merutuk pada dirinya yang benar-benar tak tahu diri. Bagaimana bisa ia berharap dapat dekat dengan Siwon sang pangeran sekolah? Dan tuhan dengan cepat mengabulkannya.

Siapa yang tak tertarik dengan namja pemilik sekolah itu. Wajah tampan, senyum menawan dan sikap yang ramah, dia sungguh terlalu sempurna untuk seorang Lee Sungmin yang biasa-biasa saja. Ia yang merupakan salah seorang siswi yang berhasil mendapat beasiswa penuh di sekolah elit tersebut, karena keadaan finansialnya dan karena hal itulah ia begitu diremehkan oleh siswa-siswa lainnya, membuatnya menjadi sosok yang begitu rendah diri.

Sungmin kembali meringis ketika seorang sunbae kembali melempar sebuah bola basket kearahnya, membuatnya tersungkur nyaris mencium sepatu gadis didepannya.

"Dengar Lee Sungmin…" ucap gadis itu penuh penekanan. "…ini adalah peringatan terakhir untukmu, jangan dekati Siwon kami lagi, kau sungguh seperti kotoran yang menempel pada benda bagus, sungguh menjijikkan."

Gadis-gadis itu meninggalkan Sungmin sendiri setelah mencibir dengan berbagai umpatan kasar. Sungmin tertunduk, memejamkan matanya yang sudah berair. Gadis manis itu berdiri tertatih membereskan barang-barangnya yang berhamburan disekitar gedung olahraga. Ia ingin pulang, mengistirahatkan tubuh lelahnya.

.

.

.

Ketika ia keluar dari gerbang sekolah, hari telah terganti malam. Tak ada bintang malam ini, gelap pekat menyembunyikan sang dewi rembulan. Ia berjalan tertatih dengan kaki kanannya yang sepertinya terkilir. Mungkin besok ia tak akan masuk sekolah lagi. Ia sungguh tak ingin ditanya macam-macam oleh sahabat satu-satunya, siwon.

Siwon. Kepalanya kembali berkecamuk pada sosok lelaki gagah itu. Bagaimana bisa ia menjauhi namja baik itu? Satu-satunya orang yang mengajaknya berbicara di sekolah. Hah~ ia menarik napas panjang guna membuat hatinya lebih tenang.

Kpakk

Langkahnya terhenti ketika sesuatu melintas didepannya. Ia terdiam menetralisir jantungnya yang berdegup kencang. Memberanikan diri untuk melihat hal yang mengganggu perjalanan pulangnya. Sedikit terkejut ketika melihat seekor gagak hitam yang tergeletak disamping kakinya.

Ia menunduk mengambil gagak hitam yang terluka itu. Nalurinya sebagai pencinta hewan membuatnya memberanikan membawa hewan yang tak berdaya itu, menepiskan pikiran mitos yang mengatakan gagak adalah tanda kesialan.

Ia bergegas masuk ke apartemen kecilnya. Meletakkan gagak itu diatas sofa dan memeriksanya. Sedetik kemudian ia berjalan menuju kamarnya mengambil peralatan pertolongan pertama. Ia duduk bersimpuh disamping gagak itu dan mengoleskan alkohol pada sayap yang terluka. Memperbannya kemudian sebelum bergegas mengobati lukanya sendiri.

Beberapa kali ia meringis sakit ketika lukanya bersentuhan pada alkohol yang dingin. Menundukkan wajahnya dan kemudian menyelam pada pikirannya yang berkecamuk. Entah sejak kapan ia menangis dan kemudian tertidur disamping gagak itu. Terlukis rasa sakit pada wajah manisnya, tak ada mimpi indah maupun mimpi buruk, hanya kegelisahan tak berujung yang menghampirinya.

.

.

.

Cahaya rembulan sedikit mengintip pada awan gelap yang mulai menghilang, sedikit kemudian menjadi hamburan cahaya yang penuh mengisi malam yang sejak tadi gulita. Cahaya itu menerangi apartemen kecil gadis manis itu. Jendela yang memang belum tertutup dan lampu yang dimatikan membuat sang rembulan smakin pamer akan cahaya indahnya. Tidak, memang tidak biasanya gadis itu bertindak ceroboh tentang keamanan apartemen kecilnya, hanya saja ia terlalu lelah dengan kejadian yang menimpanya hari ini.

Ketika cahaya itu mulai meninggi dan bergerak menyusuri sebagian apartemennya. Menimpa dirinya sejenak sebelum berhenti menyinari tubuh gagak yang tengah meringkuk disampingnya. Waktu seakan berhenti ketika gagak itu membuka matanya. Entah apa yang terjadi tubuh gagak itu sedikit menampilkan cahaya gelap yang menyatu dengan cahaya keemasan bulan. Tubuhnya mulai membesar hingga membentuk seorang namja gagah dengan wajah tampan.

Namja itu bangun setelah memperhatikan wajah Sungmin yang penuh luka. Matanya hitam tajam namun tersimpan keteduhan. Rambutnya sedikit ikal menyempurnakan wajah rupawannya yang bersanding dengan kulit putih pucat bersihnya. Menggerakkan tangannya yang terperban rapi, kemudian meregangkan ototnya yang kaku. Ia tersenyum, senyum misterius yang menguarkan kelembutan.

Ia mengelus surai legam Sungmin, memejamkan mata merasakan helai lembut itu memanjakan jarinya. Pergerakkan tangannya beralih pada bahu dan perpotongan lutut gadis itu, membawanya dalam sebuah gendongan hangat setelah sebelumnya menyamankan kepala gadis itu didada bidangnya.

Ia berjalan perlahan menuju pintu yang setengah terbuka yang ia yakini sebagai kamar gadis dalam gendongannya. Merebahkan perlahan tubuh gadis itu seakan gadis itu sebuah benda yang begitu rapuh. Mengangkat selimut soft pink hingga dagu gadis itu.

Perlahan ia menjulurkan tangannya mnyentuh kulit halus yang ditempeli beberapa plester luka, menghapus jejak air mata yang telah mengering. Tersenyum lembut. "Terima kasih telah membuatku berhutang padamu." Ucapnya pelan disamping telinga Sungmin. Sedetik kemudian memberikan kecupan hangat didahi sang gadis. Dan entah apa yang tengah Sungmin rasakan. Wajah resahnya berganti dengan damai seakan telah menyambut mimpi indah.

Awan gelap kembali merajai langit malam, menculik bulan dari bumi. Ruangan itu kembali gelap dan menghilangkan sosok misterius itu. Meninggalkan Sungmin yang tersenyum damai.

TBC

A/N:

Hallo semuanya, Zy datang sebagai author baru. Semoga cerita ini dapat dinikmati temen-temen semua. Dan sebelumnya Zy ingin minta maaf atas adegan kekerasan yang diterima Sungmin, mianhae untuk fansnya Sungmin.

Karena ini sudah malam, Zy udah mau tidur.

Last, minta review boleh?