.
.
.
"Yah, tapi bagaimana pun juga, aku kangen sekali dengan Kakak."
[ Hah? Benar kangen ini ceritanya? ]
"Iya. Kangen teriak-teriakin Kakak, maksudnya."
Kagerou Project, Mekakucity Actors atau apapun itudeh masih punya Jin-san kok. _(:3_/
Based on a poem with the same title by Hirohata Taka.
Apapun yang nyungsep ke fic ini, baik karakter kartun atau lirik lagu, juga bukan punya saya. Tapi sih cover image-nya punya saya. :3
Warning: post-Summertime Record!AR. Big probabilities OOC. Gaje. AR terlalu Mary-Sue(?). Setting ngaco. Gaya bahasa nyampur. Interpretasi puisi yang maksa. Sudden genre and POV shift. Dan-begitulah.
I only own the story tho. Idea resemblances are just coincidence.
P.S.(1/2): [ edit20141010—republish dengan sedikit perbaikan dialog. Shoutout buat Kak Nisa untuk konkritnya! /o/ ]
mereka yang berharap
[ 2 anak itu sudah menempuh jalannya masing-masing—dan ia masih saja menengok ke belakangnya. ]
.
.
—i. longing to reach you—
.
.
[ Aku berharap dalam hatiku. Bisakah aku menggapaimu? ]
Ia, untuk kesekian kalinya, termangu di balik punggung kakaknya.
Saat ini, ia baru saja akan kembali dari atap menuju kelasnya ketika ia mendengar tentang hal itu. Atau persisnya, apa yang salah satu gurunya katakan kepada kakaknya.
"―kalau sudah begitu, kamu jadi tidak perlu pusing soal tujuan kuliahmu lagi, 'kan?"
Eh? Tidak perlu lagi pusing soal kuliah?
Ia yang penasaran tapi tidak ingin ketahuan oleh mereka seketika mempercepat langkah menuruni tangga dan bersembunyi dari ujung sana.
"Ini sudah termasuk semuanya. Uang saku sehari-hari, biaya kuliah, biaya makan, pokoknya 100% terjamin dengan ini." Ah, ia sangat yakin kalau ini suara wali kelasnya.
"...Itu berarti cukup untuk beli satu komputer, 'kan?" Ada sedikit kesenangan dari suara kakaknya, tidak seperti biasanya.
"Ahahaha, begitulah. Yang jelas, ini cukup untuk kebutuhanmu selama di Amerika nanti. Sekali lagi, selamat untukmu, Kisaragi-san."
"Terima kasih, sensei."
Tap, tap, tap—keduanya berpisah jalan. Dengan lincah Momo kembali menaiki tangga menuju atap sekolah, takut ketahuan menguping oleh kakaknya. Dan setibanya kembali di atap, Momo berulang kali menepuk pipinya, memastikan apa yang ia tadi serapi dari ujung tangga itu benar, tidak sekadar mimpi.
Ah, ia 'kan pintar. Beasiswa bukan hal yang mustahil. Beda denganku—begitu akhirnya ia menarik kesimpulannya. Ulangan Biologi waktu itu saja hanya dapat 2...
.
.
[ Dia berharap dalam hatinya. Dapatkah ia menggapai orang yang ingin ia gapai? ]
"Iya, tahun depan aku sudah pindah."
Satu, dua, tiga—dan seisi meja makan keluarga Kisaragi hening seketika. Tidak ada suara dentingan sendok dan garpu, tidak ada bunyi cairan yang tersesap, tidak ada—hanya hening.
(Momo tidak sepenuhnya kaget sih, dia 'kan sudah tahu sejak siang tadi.)
Nyonya Kisaragi untuk sesaat, terdiam, sebelum sesuatu yang bening mulai menggenang di sekitar matanya. "Yokatta ne, Shintarou, " ia akhirnya bersuara, serak. "Lalu? Nanti di mana kuliahnya?"
"Katanya sih di Los Angeles."
Momo tersedak cumi-cumi kering yang sedang ia makan.
Eeh? Los Angeles? Baratnya Amerika itu? Yang banyak Youtuber terkenalnya itu, 'kan?
"...tepatnya di University of California."
Ah, ya. Dia sudah banyak mendengar tentang universitas itu, kata orang sangat bagus dan berkompeten. Tapi yang paling penting, ia tidak bisa bertingkah tidak kaget soal ini. Bisa-bisa ia disangka menguping.
(Baik, tarik nafas pelan—buat wajah terkejut. Kau sudah biasa melakukan ini setiap saat syuting drama, Momo.)
"Itu―keren―sekali―Kak!" Ia, seraya berdiri, akhirnya berseru, suaranya agak tertahan. "Apa Kakak sendiri yang memilih universitas itu? Atau... bagaimana?"
Shintarou hanya memandang adiknya bingung. Bukan seperti Momo yang biasanya. Biasanya ia hanya antara tak acuh atau sangat heboh. "Itu aku sendiri yang pilih."
Satu ruangan kembali hening. Nyonya Kisaragi, sekali lagi, tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.
(Ya, calon mahasiswa itu membatin. Katanya dia juga akan ke sana kalau sudah lulus nanti. Mereka juga sudah ada di sana.)
Untuk sesaat setelah itu, pandangan Shintarou mengosong, ia sama sekali tidak memperhatikan sekelilingnya, hanya memfokuskan matanya pada mangkuk nasi dan udang tempura yang baru setengah disentuhnya.
Bahkan sampai 15 menit kemudian, ia sepenuhnya tidak menyadari bunyi 2 kursi yang sudah didorong masuk ke dalam meja.
"Sudah kenyang ya, Kak? Dari tadi bengong saja."
Satu tepukan di pundak kirinya, dan Shintarou kembali tersadar.
"Eh—iya. Maaf, tadi aku sedang banyak pikiran." Pandangannya mengedar ke seluruh ruangan.
Soal apa mereka, apalagi dia, apa benar-benar sudah di sana—mana aku yakin ia bisa mengejar ketinggalannya dengan kondisinya yang sudah seperti itu, di SMA luar negeri pula, tertinggal tidak diucapkannya.
"Ya sudah, nanti saja dibawa pikirannya sambil makan di kamar." Dan tiba-tiba Momo sudah membawa satu nampan berisi makan malamnya. "Aku temani deh kalau perlu."
Shintarou, jujur, agak tidak mengerti dengan adiknya saat ini. Ada apa dengannya yang membawakan makan malamnya ke kamar? Biasanya ia akan ditinggal sendirian di meja kalau sudah seperti ini.
"Ya sudahlah," akhirnya ia membatin, "mumpung sekarang dinikmati saja dulu."
—dan kakinya mengikuti Momo menuju kamarnya.
[ —tsuzuku. ]
sekadar curcolan author.
So hey there again! Udah lama nggak nulis disini lagi, ah kangennya saya dengan fandom yang lagi berkembang banget ini… Jujur ini draf udah dibikin dari kira-kira setengah tahun sebelum Mekakuta beneran main, jadi baru sempet ngepublish sekarang karena kemalasan semata. /digiles
Untuk sekarang, itu aja dulu sih. Cuman pengen bilang makasih sudah mau mampir dan baca! /o/
—salam loncat, Ayumu N.
P.S.(2/2): [ Sekali lagi, Taka—kalo lo disana baca ini tulisan, makasih banget ya buat ijin dan dukungannya. ;u; ]
