Ni Fanfic Naruto kelima yang kubuat. Idenya simpel. Mungkin nggak banyak yang nge-fans dengan ShikaIno, tapi otak saya senang membayangkan hubungan cinta yang awalnya dari persahabatan selain Narusaku.
Saya juga menyukai perkembangan ShikaTema, tapi berhubung yang sering muncul adalah Ino, maka yang terbesit di otak saya adalah ShikaIno. Sedikit berbeda dengan ketidakmampuan otak saya –atau bisa disebut hati saya berontak- untuk membuat cerita NaruHina/Sasusaku. Intinya, kalau ShikaTema dan ShikaIno, saya nggak keberatan.
Night masih baru di fanfic, jadi kalo ada cerita laen yang nyerempet, maaf sebesa-besarnya.
Don't like, don't read, don't blame…..
Disclaimer : Masashi Kishimoto-sensei
Save The Princess
"selamat pagi, Nona Ino,"
Ino langsung membatu melihat tiba-tiba ada seseorang berdiri di depan kamarnya. Ino memperhatikan laki-laki itu dari atas sampai bawah. Sedangkan yang dipandangi terlihat sekali menahan rasa tidak nyaman.
Kalau dilihat sepertinya masih seumuran dengan Ino. Rambutnya hitam dan dikuncir. Wajahnya lumayan tapi terlihat kaku. Lumayan tinggi dan cara berdirinya agak aneh. Ino memandangi laki-laki di hadapannya dengan heran. Jelas sekali kalau ia tak pernah melihat laki-laki ini, "siapa kau?"
"nama saya Nara Shikamaru, saya pengawal pribadi anda mulai hari ini, mohon kerjasamanya,"
Alis Ino terangkat. Lagi-lagi ulah ayahnya. Karena menjadi anak perempuan satu-satunya seorang pemilik perusahaan transportasi terbesar se-Jepang, ia selalu di 'kekang'. Padahal sudah berapa kali ia protes agar tak menyewa bodyguard untuknya. Itu bisa membuatnya kesusahan mencari teman.
Herannya, Ino selalu menganggap ini diskriminatif. Kakaknya, Deidara tak pernah mendapat perlakuan istimewa seperti ini. Meskipun Deidara laki-laki dan ia perempuan, tapi keduanya sama-sama pemegang sabuk hitam dalam karate. Tapi tetap saja Ino yang harus dijaga beberapa pengawal.
Ya, beberapa pengawal. Dulu. Sampai akhirnya seminggu lalu Ino protes habis-habisan pada ayahnya. Dan akhirnya ayahnya hanya menjaganya dengan seorang pengawal pribadi.
"Jadi kau pengawal pribadiku?"
"Iya," jawab Shikamaru singkat.
Wajah Ino terlihat sebal. Biarpun keren, tapi Shikamaru terlihat kaku. Tidak tersenyum sama sekali. Kalau benar Ino harus membawanya saat akan bertemu teman-teman perempuannya, pasti ia akan di ejek sedang membawa 'manekin' berjalan. Dan itu sama sekali tidak menyenangkan. Alias menyebalkan.
"Apa yang ayah jelaskan padamu?" tanya Ino dingin.
"Saya harus menjaga anda selama seharian sejak anda bangun sampai anda tidur pukul sepuluh malam, selama sebulan sampai ayah anda resmi memegang jabatan ketua persatuan otomotif yang diadakan bulan depan,"
Ino mengangkat alis kirinya mencoba berpikir sebentar dan mencerna kalimat panjang diterangkan pengawal barunya, "Apa?"
Shikamaru menarik napas pelan, "Apa harus saya ulangi?"
"Jelaskan maksudnya setiap hari selama sebulan," perintah Ino.
"Sehari mulai jam tujuh pagi sampai dengan sepuluh malam saat saya mengantar anda ke kamar anda, selama sebulan ke depan," jawab Shikamaru tenang, "bagian mana yang membuat anda bingung?"
"Makanya!" teriak Ino jengkel, "apa itu artinya kau akan mengikutiku selama seharian?"
"Saya rasa anda tahu jawabannya," jawab Shikamaru malas.
"Kenapa kau tak sopan sekali?" teriak Ino marah. "kau itu pengawalku!" kata Ino dengan nada sarkasme-nya.
"Ya, dan saya bukan pembantu anda," jelas Shikamaru enteng.
"Kau…" kata Ino, "kau menyebalkan tahu, aku akan mengadukanmu pada ayah karena bersikap tidak sopan padaku!"
Shikamaru lagi-lagi menghela napas panjang. Hal sama yang selalu dilakukannya ketika ia merasa menghadapi sesuatu 'atau seseorang' yang merepotkan, "Saya tegaskan pada anda Nona Ino, ayah anda mempercayakan keselamatan anda pada saya, karena posisi anda sebagai putri tunggal Yamanaka sangat mencemaskan mengingat persaingan di kedudukan yang dimiliki ayah anda,"
"Aku tidak suka diceramahi orang asing sepertimu!"
"Saya tidak suka mengulang perkataan saya, Nona," terang Shikamaru. Pandangan matanya kini berubah serius. "sebagai anaknya, seharusnya anda yang paling memahami posisi sulit ayah anda sekarang,"
Ino makin sebal mendengarnya. Wajahnya berubah memerah karena menahan marah. Ia mendorong Shikamaru sehingga pria tinggi itu sedikit terdorong ke belakang, "Kau memuakkan tahu!"
"Mohon kerjasamanya," pinta Shikamaru tenang.
"Aku mau pergi!" kata Ino.
"Saya perlu memberitahu anda satu hal," jelas Shikamaru tiba-tiba. Membuat Ino menoleh pada wajah Shikamaru yang tenang seperti air dan mendapat perhatian gadis itu, "anda tidak boleh keluar rumah selama sebulan ini,"
"A…apa?" tanya Ino ragu. Sepertinya ia merasa ada yang mengiang di telinganya sehingga suara Shikamaru tak sampai ke gendang telinganya.
"Anda diijinkan keluar rumah seminggu sekali," tambah Shikamaru.
"aku tak mau!" protes Ino, "pokoknya hari ini aku mau keluar rumah!" teriaknya tak mau kalah.
Sedetik kemudian Shikamaru nampak berpikir, "Baiklah," kata Shikamaru singkat. Ino terlihat tersenyum puas. Rasanya sejak bertemu Shikamaru, ini adalah senyum pertama yang keluar dari bibirnya, "kuanggap ini hari anda keluar dalam seminggu ini,"
Ino terlihat berpikir keras. Mencoba untuk tak berpikiran buruk pada kalimat barusan. Mencegah otaknya untuk mempercayai logika dari kalimat Shikamaru yang didengarnya.
"artinya, anda baru boleh keluar lagi setelah lewat minggu depan," jelas Shikamaru.
Mata Ino melotot. Ternyata otaknya tak salah. Telinganya juga tak salah. Yang salah adalah keteguhannya dalam berpikir sesuai keinginannya. Ia memutar sedikit memori otaknya yang kusut seharian ini. Ia teringat sesuatu! Sabtu depan ia ada janji ke coffe shop di pusat kota. Kalau benar peraturan –atau ancaman- yang dikatakan Shikamaru, maka ia tak akan bisa bertemu teman-temannya. Ino menghela napas panjang.
Ia melirik tajam. Ia benar-benar kesal pada Shikamaru, "Kau sinting!" dengus Ino pelan tapi penuh dengan nada penekanan. Kalau yang mendengar kalimat Ino adalah anak SD, pastilah anak itu lari terbirit-birit pada pelukan ibunya.
Ino melangkah pergi lalu masuk seenaknya ke kamar kakaknya, Deidara.
---
"Apa maksud Ayah?" teriak Ino dari dalam kamar kakaknya. Suaranya sampai terdengar Shikamaru yang menungguinya di luar kamar.
Deidara menutup telinganya untuk mengurangi frekuensi suara melengking Ino yang tersalur di handphone miliknya. Ia dapat melihat adiknya itu mendengus kesal berkali-kali. Hah. Mungkin bencana bagi Deidara. Karena adiknya ini selalu berlari ke kamarnya tiap mengeluh soal ayahnya, meminjam handphone miliknya karena ayahnya jarang mengangkat telepon dari nomor Ino, lalu berteriak seperti kesetanan yang bahkan lengkingannya melebihi suara ledakan.
"Apa kata ayah, un?"
"Ayah menyebalkan!"
Deidara menarik napas dalam-dalam lalu tersenyum menyeringai, "Bukannya bagus," katanya enteng, "kau kan sering mengeluh tidak ada teman, un, bukannya Shikamaru seumuran denganmu, jadikan saja temanmu, un."
"Dia itu payah, wajahnya seram."
"Menurut kakak ganteng, un."
"Haah, kenapa bukan kakak saja yang dijaga pengawal? Ayah pilih kasih!"
"Dei kan laki-laki, un." Sanggah Deidara enteng. "kalau protes, segeralah menyanggupi perjodohan dari ayah untukmu, un."
"Jangan gila, kakak bahkan nggak punya pacar! Kenapa harus aku yang nikah duluan??" protes Ino.
"Karena kakakmu ini laki-laki, un."
"Arghhhh…" teriak Ino kesetanan, "Kakak sama kolotnya dengan ayah!"
Ino langsung membekap kakaknya dengan bantal di atas tempat tidur lalu meninggalkan Deidara yang hampir mati kehabisan napas. Ia keluar dan membanting pintu kamar kakaknya.
Mata Ino terbelalak mendapati Shikamaru bersandar di tembok depan kamar kakaknya. Ia langsung tersenyum sinis pada pemuda itu, "Aku benar-benar tak menyangka kau benar-benar akan menungguiku selama seharian. Apa kau ini tak punya kegiatan dengan pacar atau teman-temanmu?"
"Saya bisa mengesampingkan urusan pribadi saya ketika saya diserahi tanggung jawab. Sekalipun itu merepotkan saya."
"Merepotkan? Kau benar-benar menggelikan!"
Shikamaru hanya diam melihat Ino tanpa berniat membalas kata-katanya. Ia tidak memasang buka sebal, tapi juga tidak tersenyum. Membuat Ino jengkel. Dan sedikit salah tingkah.
Shikamaru merasa ingin tersenyum. Karena ternyata 'majikan'-nya bisa merasa salah tingkah hanya karena ia diam, "Jadi, apa acara anda hari ini?"
Ino mengrenyitkan dahinya, berpikir sebentar, "Aku mau diam saja di kamar."
"Baiklah, saya akan menemani anda."
"…"
Sedetik kemudian Ino menoleh. Matanya terbelalak –melotot- tak percaya. "Tu..tunggu, kau dengar kan kalau aku menyebutkan kata 'kamar'?"
Shikamaru hanya mengangguk.
"Tunggu, ini aneh! Kenapa kau harus menemaniku bahkan di kamarku sendiri? Kau bukan mencari-cari kesempatan kan?"
Shikamaru tersenyum simpul. Kaget karena perempuan di hadapannya bisa berpikir demikian. Tapi ia juga sedikit tersinggung dengan kalimat terakhirnya, "Saya… hanya menjalankan tugas yang diberi pada saya oleh ayah anda, ayah anda menyerahkan semua kewenangan pada saya selama sebulan ini," jawab Shikamaru tenang, "dan lagi, saya tidak tertarik untuk melakukan hal-hal tidak berguna atau berpikir sesuatu pada perempuan seperti Nona."
"tu..tunggu…!" sanggah Ino, "apa maksudmu dengan 'perempuan' sepertiku?"
"Saya tidak akan menyibukkan diri dengan Nona-nona yang manja dan tak tahu bagaimana bersikap yang baik."
Kali ini Ino benar-benar tersinggung. Ia mendorong bahu Shikamaru dan berlari menjauh menuju kamarnya saking kesalnya.
Shikamaru membenahi kemejanya yang kusut. Ia berjalan pelan menuju kamar Ino. Ia menghela napas yang berat berkali-kali, 'Bagus ayah! Kau membohongi anakmu sendiri, kau bilang aku harus menjaga seorang puteri yang lemah dan butuh perlindungan, tapi nyatanya justru perempuan manja dan galak yang menyerupai ibu, ayah keterlaluan!' gumamnya dalam hati. 'baru sehari saja tubuhku pegal semua, apalagi sebulan?'
---
Shikamaru duduk bersandar di pintu balkon kamar Ino sementara Ino berbaring di atas tempat tidurnya sambil membaca beberapa koleksi novel miliknya. Sebenarnya Shikamaru tidak begitu peduli, tapi sesekali Ino melirik dan mulai tak nyaman meskipun Shikamaru tak memandanginya sedetik pun. Ia agak risih karena harus berada satu kamar dengan orang yang nggak dikenalnya.
"Hei, Shikamaru, apa kau akan mengikutiku ke kamar mandi?"
Shikamaru menoleh. Wajahnya terlihat aneh karena mendengar pertanyaan Ino, "saya tidak berminat untuk mengikuti anda di tempat yang sangat privasi seperti itu."
Sebuah buku novel yang cukup tebal melayang tepat di muka Shikamaru tanpa sempat mengelak. Ino tersenyum puas lalu turun dari ranjangnya.
"Anda mau kemana?" Tanya Shikamaru sambil memegangi hidungnya yang sakit.
Ino mendengus pelan, "aku rela berada di kamar mandi seharian asal tidak melihat wajahmu!"
---
Sebelum ini, para pengawal Ino adalah orang yang disiplin tapi selalu sopan pada Ino. Berbeda dengan Shikamaru yang ketus dan sedikit 'seenaknya' sendiri. Tentu ini membuat Ino kesal. Ia sama sekali tidak bisa membantah Shikamaru, padahal pada ayahnya, Ino masih bisa protes.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, Shikamaru tetap mengikuti Ino bahkan di dalam kamar Ino sekalipun. Dan yang dilakukan Shikamaru tetap sama. Duduk di dekat jendela, kadang membaca buku, kadang memperhatikan keadaan luar.
'kriiet…'
Shikamaru menoleh dan mendapati Ino sedang menarik reslueting longdressnya. Wajah Shikamaru sedikit memerah, "anda mau apa, Nona?"
"Kalau kau buta, kuberi tahu, aku mau ganti baju," jawab Ino.
"Kenapa tidak ganti di kamar mandi?" tanya Shikamaru tenang.
Ino hanya tersenyum, "Terserah aku, lagipula jangan munafik,"
Sontak saja Shikamaru langsung memutar badannya dan memalingkan mukanya. Shikamaru langsung mengalihkan pandangannya keluar. Sementara Ino tersenyum, 'Kena kau!' pikirnya senang.
Ino berjingkat keluar dari kamarnya tanpa sepengetahuan Shikamaru dan mengunci pintu kamarnya dari luar.
'Cklek'
Shikamaru langsung menoleh, "Sial!" umpatnya. Ia berlari ke arah pintu dan menyadari pintunya di kunci dari luar.
"Bersantailah di kamarku seharian ini, Shikamaru-kun," teriak Ino dari luar.
Shikamaru langsung berbalik. Ia terlihat berpikir lalu mencoba membuka kunci dengan kawat dari hiasan rambut Ino yang tergeletak di atas meja lampu. Shikamaru mencoba membukanya. Tangannya terhenti. Usahanya berhasil. Tapi ia seperti mendengar suara pintu utama rumah. Sial. Tidak sempat.
Shikamaru langsung berlari ke arah jendela, dan lompat!
Shikamaru mendarat tepat di depan Ino. Mata Ino langsung terbelalak kaget. Ia menengadah, "Ka..kau…lompat?"
"Saya tak pernah kesulitan lompat dari lantai dua," jawab Shikamaru santai.
Ino masih terbelalak tak percaya. Pengawalnya ini lompat dari balkon kamarnya di lantai dua. Ino membatu sampai akhirnya Shikamaru meraih tangannya dan menyeretnya masuk ke dalam rumah.
"Tu..tunggu!" Ino jelas saja berontak. Shikamaru tak mempedulikannya. Sepertinya Shikamaru kesal. "tunggu, dengarkan aku dulu!" perintah Ino sambil mengibaskan tangannya. Tapi nyatanya Shikamaru tetap tak melepaskan genggaman tangannya dan membuat Ino salah tingkah, "i…ini sudah seminggu,"
"…" Shikamaru tak merespon.
"A..aku mau keluar rumah," teriak Ino kesal, "kau bilang seminggu sekali kan?"
Shikamaru melepaskan genggaman tangannya. "Kemana?"
"Sebuah café di pusat kota," jawab Ino.
"Baiklah," jawab Shikamaru. Nada bicaranya sudah mulai tenang. "saya akan ikut anda,"
"Ta..tapi," tambah Ino.
Shikamaru memandangi Ino yang terlihat gugup tanpa mengeluarkan kata-kata.
"Tapi kau harus ganti baju! Masa pakai jas begini?" teriak Ino kesal.
********
Huah… chapter satu selesai dengan mudahnya. Dan di chapter berikutnya akan muncul pairing lain yang meramaikan cerita ini.
Mau komentar karena saya menciptakan ShikaIno? Saya harap jangan ya… hehehe…
Saya harap reviewers tidak mempermasalahkan pairing yang saya ciptakan atau protes karena saya keseringan membuat Narusaku, ShikaIno, atau Sasuhina di cerita fanfic buatan saya yang lain.
Tolong komentar atau saran terhadap cara tulis saya atau apalah yang bisa memotivasi saya untuk membuat cerita yang lebih bagus.
Go…review, Please….
