Dari kejauhan, sepasang iris kelabu milik Furuya mengawasi dua sosok yang tengah berlatih pitching di lapangan seusai latihan rutin.
"STRIKE!" seru salah seorang lelaki yang lebih muda, Sawamura Eijun.
"Tidak, barusan itu ball," sergah sosok lainnya yang lebih tua, Miyuki Kazuya.
"AAARGHH.. SEKALI LAGI! SEKALI LAGI, SENPAI!" Sawamura tak menyerah.
Entah sejak kapan kedua sosok itu menjadi akrab. Dan Furuya tak menyukai keakraban mereka. Dalam hati, ia hanya ingin Miyuki berlatih bersamanya, tak ingin Miyuki membagi waktunya dengan Sawamura atau pun yang lainnya, Miyuki adalah motivasinya untuk masuk ke sekolah ini karena ia yakin hanya Miyukilah catcher yang dapat menangkap fastball-nya...
"Ada apa, Furuya?" Miyuki sedikit terkejut sosok itu muncul di kamar asramanya selarut ini.
"Senpai... maukah kau menangkap pitching-ku?"
Miyuki terhenyak. "Eh? Sekarang?"
Lelaki bersurai gelap itu mengangguk.
"Kau tau pukul berapa sekarang? Beristirahatlah... masih ada hari esok."
Furuya sadar permintaannya sedikit berlebihan. Ia tau Miyuki pasti sangat lelah. Ia hanya ingin...
"Baiklah... maaf..." Ia berpamitan pergi tanpa menyanggah.
Iris hazel Miyuki menatap kepergian sosok itu dengan sejumput asumsi di pikirannya.
"Furuya," Miyuki menahan lamgkah Furuya. "temani aku minum sebentar..."
"Eh?"
"Kenapa? Kau hendak pergi tidur sekarang?"
"Tidak..."
Pada akhirnya mereka tidak berlatih pitching. Kedua lelaki itu membeli sekaleng cokelat hangat di mesin minuman lalu menikmatinya di salah satu sudut lapangan baseball Seidou.
"Furuya, kau punya sesuatu yang ingin kau katakan?"
"Tidak..."
Miyuki membetulkan letak kacamatanya. "Sepertinya kau sedang kesal denganku..."
"..." Furuya tak menyangkalnya.
"Apa yang telah kulakukan?"
"Aku tak suka melihatmu bersama Sawamura. Aku.. hanya tak ingin kau mengakui pitcher lain selain aku..." jawabnya.
"Oh... hahahaha," Miyuki malah tertawa. "Baiklah... sekarang aku mengerti kenapa kau selalu menatapku penuh kebencian saat bersama Sawamura."
"Aku tak menbencimu, Senpai."
"Ah... benarkah?" Miyuki seperti memancingnya lebih dalam. "Jadi... kau cemburu, Furuya?"
Furuya membuang tatapannya dari Miyuki.
"Jawablah..." Miyuki memojokkannya.
"..."
"Kau tau, aku menyukainya saat kau cemburu seperti ini, Furuya."
Telapak tangan Miyuki memalingkan wajah Furuya ke arahnya.
Tatap Miyuki terkunci pada dua bola mata di hadapannya. Dalam cahaya temaram Furuya dapat merasakan sesuatu mengait bibirnya... lembut dan basah, kian lama melumatnya kian dalam. Beberapa saat kemudian Miyuki membebaskan Furuya yang masih tampak terkejut.
"Bagaimana dengan ini? Apa kau juga cemburu jika aku melakukannya dengan orang lain?" Lekuk seringainya tersamar oleh cahaya pucat rembulan.
