Aku menatapi lawan bicara dihadapanku. Ia terus menunduk, terus-menerus ia membuka mulutnya namun tak mengatakan satu patah katapun. Kulihat wajahnya juga memerah. Aku ingin beranjak pergi, namun tangannya merengkuhku, dan dengan spontan ia mengatakan isi hatinya.
"Aku… Menyukaimu… Elizaveta.."
Aku terdiam menatapi orang itu—Gilbert Beillschmidt. Wajahnya yang berwarna putih susu sudah merah padam bagaikan tomat. Ia bahkan bergetar—mungkin terlalu gugup untuk mendengar jawabanku. Gilbert yang biasanya bertingkah serampangan dan tanpa pikir panjang, menyatakan perasaannya?. Kulihat kembali tubuh sang albino dari atas sampai bawah, berusaha mengulur waktu. Aku bingung…
"Maaf Gil. Aku… tidak bisa.."
Aku tak menyukainya. Aku tak mencintainya. Wajar bukan jika aku menolaknya?.
Tapi kenapa?, sudut kanan hatiku rasanya…
… Sakit?
Disclaimer : Hetalia axis powers / world series / Gakuen Hetalia © Himaruya Hidekaz
Warnings : OOC, STRAIGHT, Gakuen!AU (again), based-on-my-friend-story (again), dsb. DON'T LIKE DON'T READ!
A/ N : This fic is dedicated to 'DC' and 'Luck-Nut family', my best friends in my school. I apologize, because I'm not making a yuri fic like I was promised to. But don't worry, I'll make it for sure.
2nd A/N : Sorry A, I use you're experience as a reference again. Forgive me QAQ ~
Happy Valentine, and enjoy ~
"Pagi!" Sapaku kesemua anak.
Aku melangkah menuju meja kelompok yang disusun atas lima meja itu dengan langkah riang. Kutarik sedikit kursinya, lalu aku menduduki kursi berwarna kecoklatan itu. Kutatapi label meja itu yang bertuliskan 'Fujodanshi's' sambil tersenyum-senyum (gaje). Setelah merapihkan tas dan sebagainya, aku mulai melangkah menghampiri teman-teman seperjuanganku.
"Jóreggelt,minden" Aku menepuk satu-persatu pundak teman-teman seperjuanganku. Sontak, mereka langsung menoleh kearah belakang.
"G.. Guten morgen, Elizaveta-san.." Lily membalas salamku dengan senyumnya yang manis. Hei, jangan salah, begini-begini Lily ini salah satu murid kebanggaanku loh!.
"Goedemorgen Elizaveta!" Bella memelukku dengan erat sampai membuatku kesulitan bernapas "Aku membawa pesananmu. Ini ~"
"Woh! Skandal NetherSpain ya?" Bella mengangguk dengan semangat "Makasih Bell ~"
"No prob." Bella tersenyum
'Krrrrrrrrriiiiiiinnnnnggggg' Bel Academy berdering, semua anak langsung menempati tempat duduk masing-masing.
"Emm.. Apa kalian sudah siap ulangan fisika?. Aku takut tidak dapat bonus poin. 15 pertanyaan pertama dari Mr. Fritz biasanya susah sekali." Sey meringis sembari bergetar. Kami semua mengangguk tanda setuju. Tak lama kemudian, —guru fisika kami memasuki kelas kami.
"Beri salam!" Ludwig memberi aba-aba
"Good Morning sir!" sapa seluruh murid kelas Eropa.
"Good Morning. Hari ini seperti biasa, kita akan mengadakan ulangan tertulis. Namun sebelumnya akan ada bonus poin." Kata Mr. Fritz to the point "Bab hari ini adalah—"
'BRAK'
"Hah... Hah... Hah..."
"Sepertinya anda terlambat lagi, Mr. Beillschmidt. Alasan apa lagi yang akan anda berikan?." Tanya sang guru. Sementara orang yang dimaksud hanya tersenyum kecut.
"Maafkan aku old Fritz—WADAW!" Gilbert sukses dipentung buku fisika yang tebal itu. "Saya bangun kesiangan lagi, sir.." pelas Gilbert
'Kalau aku bukan pimpinan Prussia yang awesome, ini anak bakal tamat dah' Batin tertular virus awesome Gilbert. "Baiklah, kau boleh duduk."
Gilbert menampakkan senyum terbaiknya pagi itu. Dengan riang, ia melangkahkan kakinya menuju kelompoknya—yang terdiri dari adiknya—Ludwig, Roderich, Vash, dan.. Arthur. Hampir semuanya menggunakan bahasa Jerman (minus Arthur tentunya. Kau tahu, ia TERPAKSA menempati grup itu karena tidak ada tempat duduk lagi.), jadi grup itu mereka namakan "Common German". Tidak begitu kreatif, memang.
Aku menatapinya. Anak ini memang tidak berubah, masih tetap sembrono. Aku tertawa tertahan melihat tingkah Gilbert tadi, dan tanpa sengaja, mataku bertemu dengan matanya. Aku kaget, karena mukanya langsung muram ketika melihatku.
Apa salahku?.
'Kenapa dadaku... kembali sakit?'
"Aku muak, denganmu Eli."
"Eh?" Aku menoleh menuju meja Gilbert, namun ia sudah tenggelam bersama buku fisikanya.
Rasanya aku ingin menangis saja. Melihat tingkahnya yang sudah berubah 180 derajat itu.
~(OrO)~
Mr. Fritz masih melontarkan berbagai pertanyaan kepada semua murid kelas Eropa. Anak-anak nampak bersemangat (bahkan ada yang keroyokan) untuk menjawab pertanyaan Mr. Fritz yang tergolong mudah. Tapi aku tidak bersemangat, yah walaupun aku juga sudah mendapat 2 pertanyaan dan mendapat kartu As dan 5—yang bernilai 20 jika dijumlahkan (As itu nilainya 15 dan kartu bridge bernomor 1 sampai 10 bernilai 5. Sementara King dan Queen bernilai 10, dan Joker bernilai 20), itu artinya titik amanku berada di nomor 11 untuk berada pas KKM—yang nilainya 75.
Pandanganku kembali melayang kearah kelompok "Common German", tepatnya kearah Gilbert. Kulihat ia begitu semangat mengangkat tangannya, hendak menjawab pertanyaan . Namun sayang, pertanyaan kali ini jatuh ketangan Raivis dan ia berhasil menjawabnya dengan baik—dengan gemetar tentunya.
"Bl**dy H*ll, gua belom dapet kartu!," umpat Arthur kesal, "Padahal semua soalnya mudah-mudah!."
"Hahaha~ gak awesome lu Arthur. Tapi tenang aja, aku yang awesome ini akan membantumu ~"
DEG
"aku yang awesome ini akan membantumu ~"
Nyuut. Sudut hatiku kembali terasa sakit. Padahal ia mengatakannya kepada Arthur. Padahal aku bukan siapa-siapanya dia. Padahal aku tidak menyukainya. Tapi kenapa?.
Apa aku cemburu?.
~(OrO)~
Bel istirahat World W Academy kembali berdering. Hasil ulangan selama satu jam terakhir kami kumpulkan. Nilaiku lumayan bagus—85. Setelah itu, semua murid langsung berlari menuju kantin sekolah, tapi ada juga yang ke asrama, sekedar untuk bersantai sejenak atau tidak mengambil buku yang tertinggal.
Namun aku tidak melangkahkan kakiku menuju kantin, aku merasa tidak lapar padahal belum sarapan. Akhirnya, aku memutuskan untuk menuju ruang klubku—"Fujodanshi base" yang berada diujung gedung ruangan klub.
Aku membuka pintu berwarna merah itu perlahan. Aku kemudian masuk dan menutup pintu itu. Seperti biasa, aku hendak membaca doujin namun langkahku terhenti ketika pemimpin klub dan salah satu anggota grup berada disini.
Mereka adalah, Honda Kiku, sang ketua yang berasal dari kelas Asia, dan Francis Bonnefoy, teman sekelasku juga.
"Ah.. Elizaveta-san." Kiku tersenyum "Ohayou Gozaimasu, tumben sekali anda berada disini." Kiku bertanya.
"Aku... hanya sedang bosan." Aku menjawab ala kadarnya. Kiku hanya mengangkat bahu, lalu kembali menyelami kertas-kertas yang berada di mejanya.
"Apa itu?." Celetukku.
"Formulir grup. Harus dikumpulkan ke OSIS hari ini, dan ada juga beberapa murid yang baru bergabung. Semuanya perempuan.." Kiku menjawab, tapi matanya masih tertuju kepada kertas-kertas itu.
Aku tidak terlalu peduli dengan pernyataan Kiku. Aku lalu melangkah menuju rak, dan mengambil satu buah doujinshi yang terpampang disitu.
Dan yang kuambil adalah... PrUK, R 30+(?)
"Kau terlihat pucat mon cherie ~. Ada apa?." Tanya Francis sambil mengambil doujinshi yang berada di tanganku. Aku kemudian meletakkan tanganku didepan pahaku, dan duduk bersimpuh didepan rak, dengan wajah pucat.
'Kenapa..'
"PrUK? Apa ada yang salah dengan ini, Elizaveta?." Tanya Francis penasaran.
"Tidak.."
'Tanganku gemetaran..'
"Bohong," Kiku bangkit dari kursinya dan berjalan kerahku "Jangan bohong Elizaveta-san. Pasti ada apa-apa."
"Tidak."
"Kalau tidak, kenapa kau gemetaran?."
'Tidak, ini..'
"Tatap mata kami, wakil ketua.."
'Aku,'
"Apa kau menyukai Beillsch—ah, maksudku Gilbert-san?."
'Bukan begitu..'
"Jangan bohong mon cherie, lihat mata kami dan jawablah.."
'Aku..'
"OKE AKU MENYERAH! AKU MENYUKAI GIL—ah.." aku kaget melihat diriku yang tiba-tiba bereaksi sendiri. Kulihat Kiku dan Francis tertawa terbahak-bahak.
"Wah..wah.. Tak disangka, wanita yang paling semangat men-stalk pasangan maho disekolah ini sedang jatuh cinta~" goda Francis sembari menoel-noel pundakku.
"Selamat Elizaveta-san~ Tenyata anda masih nor—" Kiku langsung mendapat hantaman frying pan dariku, namun ia menghindarinya.
"Kalian sengaja menjebakku.." cibirku dengan sinis. Kiku hanya tersenyum layaknya seorang yandere.
Aku menghela nafas, lalu mengambil gelas yang ada di meja Kiku dan meminumnya. Setelah merasa lega, aku kembali duduk dilantai berhampar karpet berwarna merah delima.
"Bahkan saat melihat karpet ini pun, aku terpikir akan Gilbert.. Itu yang kau pikirkankan, Hedervary~" goda Francis. Sontak mukaku merah.
"Uh.." aku pasrah.
"Hei Eli ~ Bagaimana kalau, pakar cinta ini memberimu saran~?" tawar Francis, disambut anggukan dari Kiku.
"Kalau kau bertanya-tanya apakah Gil itu masih suka padamu atau tidak, tanyakan saja padanya langsung.." Aku menatap Francis, mencari suatu kepastian. Francis yang nampaknya bisa membaca pikiranku berkata "Aku sudah mengenalnya lumayan lama Eli. Jangan meremehkan kekuatan persahabatan."
Aku mengangguk pelan, lalu bergegas menuju kelas.
~(OrO)~
Bel baru saja berbunyi ketika aku keluar dari gedung khusus klub. Aku berlari sekencang-kencangnya menuju kelas Eropa agar tak terlambat masuk kelas Biologi—yang diajar oleh .
Kulihat kelas Asia sudah masuk. Aku semakin khawatir, karena biasanya kelas Eropa yang masuk terlebih dahulu dibanding kelas Asia dan Afrika. Aku semakin mempercepat langkahku. Bahkan aku tidak melihat Gupta yang tadi lewat menyapaku.
'Syukurlah, belum masuk..' Aku menghela nafas senang ketika melihat beberapa anak masih diluar kelas, itu artinya Mrs. Theresa memang belum memulai pelajaran.
Mataku tertuju pada sosok dua orang yang berada di depan pintu. Mereka adalah Antonio dan Gilbert. Pupil mataku mulai melebar dan aku tiba-tiba merasa nervous. Aku berusaha mengendalikan diri, dan aku berjalan melalui mereka.
Aku melihat Gilbert membisikkan sesuatu ketelinga Antonio. Dan reaksi Antonio : Tertawa. Aku bingung melihat tingkah sang Spaniard dihadapanku. Kulihat Gilbert juga mencak-mencak sahabatnya yang satu itu (dengan muka sedikit merah anehnya) dan segera memasuki kelas. Penasaran, aku akhirnya bertanya kepada Antonio.
"Antonio..," panggilku "Tadi, apa yang Gilbert katakan?" tanyaku penasaran. Antonio mengarahkan bola matanya kearah lain—bagaikan orang lupa. Ia lalu kembali menatapku dan tersenyum.
"Bukan apa-apa, Elizaveta."
Antonio lalu memasuki kelas dan meninggalkanku diambang pintu. Ia lalu menempati tempat duduknya—diantara si duo Vargas, dan bergumam sesuatu yang ditujukan kearahku. Samar-samar, aku mendengar perkataannya.
"Gilbert tadi bilang, bahwa ia sepertinya masih mencintaimu, Elizaveta Hedervary.."
~(OrO)~
Aku mengguling-gulingkan badanku dikamar asramaku—yang bertuliskan 808. Mukaku selalu menampakkan semburat merah muda sedari tadi—dan setiap aku menatap Gilbert. Apa benar yang dibilang Antonio tadi?. Apa benar itu yang tadi dibilang Gilbert?.
"Gilbert tadi bilang, bahwa ia sepertinya masih mencintaimu, Elizaveta Hedervary.."
Blush. Semburat merah diwajahku makin menjadi-jadi. Aku menjadi salah tingkah. Melihat itu, salah satu sahabatku, Mona, bertanya padaku "Hedervary, apa kau tidak apa-apa.?"
Aku berhenti melakukan aktivitasku dan menatap kearah adik asuhan Francis itu—Mona Bonnefoy. Aku hanya tersenyum terkekeh-kekeh "Aku tak apa-apa.". Rasanya aku jadi salting sendiri.
Mona ber-'ohh' ria, lalu melangkah menuju dapur. Pasti hendak memasak, tebakku. Aku kembali menerawang memikirkan perkataan Antonio tadi. Ah... wajahku kembali memerah!.
Namun, hatiku kembali sakit saat mengingat kejadian tadi pagi.
"Aku muak, denganmu Eli."
Hah.. Aku menghela nafas. Rasanya sulit mempercayai perkataan Antonio setelah perlakuan Gilbert padaku tadi pagi.
Sedikit bercerita, Gilbert menjadi menjauhiku sejak aku menolak pernyataannya. Ia menjadi lebih dingin, dan bahkan terkadang ia melupakanku. Aku menjadi murung melihat perubahannya yang dulu suka nyari ribut terhadapku—tapi sekarang tidak.
Diam-diam, aku merindukan masa-masa dulu. Waktu aku dan Gilbert masih akur. Waktu kami seperti Tom dan Jerry. Musuh tetapi saling membutuhkan satu sama lain.
Tanpa Jerry, seorang Tom tidak akan berguna bukan?.
Aku membenamkan wajahku kedalam bantal empukku—yang bercorak bendera Hungaria. Airmataku perlahan menetes. Hei, kenapa aku menangis?. Apa karena permasalahanku dengan Gilbert?.
Ditengah kesibukanku dalam menangis tadi, tiba-tiba aku teringat perkataan Francis saat istirahat tadi.
"Kalau kau bertanya-tanya apakah Gil itu masih suka padamu atau tidak, tanyakan saja padanya langsung.."
'Apa itu keputusan yang bijak?. Aku takut ia tidak akan menghiraukanku..' batinku ragu-ragu.
'Tidak ada waktu untuk ragu Eli!. Kau harus memastikannya sekarang!' Aku membulatkan tekadku. Aku langsung menyampar HP-ku dan mengirimkan Gilbert sebuah email singkat.
To : Puroisen_Awesome
From : Ms. Fujoshi
Gil, aku mau kau menemuiku nanti malam jam 08.00 pm, di atap gedung kelas-kelas. Tolong datang, ini penting.
Setelah aku klik 'send', email kupun melayang menuju HP milik Gilbert. Aku menutup HP flip-ku, dan melihat keluar jendela.
'Aku harus menyelesaikannya sekarang, harus..'
~(OrO)~
"Ugh... Dingin.." Aku merapatkan syalku agar merasa lebih hangat.
Meski ini mendekati musim semi, namun cuaca di bulan Februari ternyata masih dingin juga—meski tidak separah Desember. Kulirik jam-ku, sudah jam setengah 9 malam. Aku menggosok-gosok tenganku, meniupnya, bermaksud menghangatkan diri. Sekarang aku ragu Gilbert akan datang.
'Tunggulah ia sebentar lagi. Dia pasti datang.'
"Oi Eli. Ngapain sih, nyuruh-nyuruh keluar asrama?. Dingin tau!" Gilbert menghampiriku sembari marah-marah.
'Dia bahkan tidak memangilku wanita barbar lagi. Tapi meski begitu aku masih senang..' batinku.
"Ngg... Gil?," aku membuka mulut "Boleh, aku bertanya sesuatu?." Aku bertanya kepada Gilbert
"Kalo cuma nanya doang, kenapa ga di asrama aja sih? Dasar wanita barbar!" Secara refleks, aku menhajarnya dengan frying panku. Ia meringis kesakitan, sementara aku manyun-manyun.
"Karena penting baka Gilbert!. Diam dan dengarkan!" Bentakku. Ia menagut-mangut, dan duduk sila dihadapanku.
Aku menghela nafas, dan melanjutkan omonganku.
"G—Gil.." suaraku ngadat ditengah jalan "A—Apa kau.. masih membuka hatimu untuk orang lain?." Mukaku merah padam. Aku tak sanggup melihat matanya!.
Gilbert melihatku dengan tatapan kebingungan. Senyum perlahan-lahan menghiasi wajahnya. Lama kelamaan, senyum itu berubah menjadi seringaian, dan seringaian itu kemudian berubah menjadi tawa.
Aku menatapi Gilbert yang sedang terawa terbahak-bahak itu. 'Mungkin otaknya rusak.' begitu pikirku. Namun tak lama kemudian, tawa Gilbert berhenti. Ia lalu berbalik membelakangiku.
"Kurasa, aku sudah tidak membuka hati untuk orang masuki lagi, Eli..." ia menjawab pertanyaanku.
"Oh,"hanya itu responku. Aku menundukkan kepalaku, menyembunyikan wajah kecewaku. Bulir airmata perlahan menelusuri wajahku bersamaan dengan turunnya salju.
Sudah berapa kali hari ini aku menangis ya?.
"Hei Eli, lo kok nangis sih? Dasar ga awesome!" Gilbert meulai kebingungan melihat wanita perkasa sepertiku menangis. "Masa gara-gara gue yang maha awesome ini sih!. Kalo bener bisa gawat, nanti gue dicap ga awesome lagi dong. He—Hei Eli!, berenti napa!" Gilbert berusaha menangkanku, tapi sepertinya tak mempan.
Aku mulai berhenti menangis. Saat aku mau mengusap airmataku, Gilbert mendahuluiku.
Ia.. mengusap airmataku. Mengusap wajahku.
"Jangan nangis lagi, oke?." Ia menenangkanku—tapi mukanya berpaling menuju arah lain, menghindariku.
'BRUK', tiba-tiba Gilbert manarikku kedalam pelukannya, dan dengan perlahan, ia mendekatkan wajahnya kearah kepalaku—tepatnya telingaku. Sepertinya hendak membisikkan sesuatu.
'Na na na na na..' aku mulai salting sendiri. Sekarang aku sedang bersandar di dadanya.
'Hangat..'
DEG
DEG
DEG
DEG
'Ia bahkan merasa gugup..'
Detak jantung kami berirama, saling sahut menyahut satu sama lain bagaikan potongan nada dalam musik. Gilbert terus mendekapku layaknya barang mudah pecah.
Gilbert mulai membuka mulutnya, dan menyuruhku unuk diam dan mendengarkan.
"Aku.. yang awesome memang bilang kalau aku tidak membuka hatiku yang awesome kepada orang-orang yang tidak awesome diluar sana," terangnya "Tapi, itu buklan berarti kau juga, Elizaveta."
"Eh?" Aku bingung dan hendak bertanya kepadanya, namun ia mengunciku kedalam sebuah ciuman yang lembut.
Aku bingung. Aku ingin memberontak, namun kedua tanganku dikunci oleh Gilbert. Gilbert semakin mempererat dekapannya sehingga aku kesulitan bergerak. Daripada aku kehilangan tenaga, lebih baik aku diam saja.
Tapi tubuhku berkata lain. Aku malah menciumnya balik. Dan itu membuat Gilbert kaget.
Ciuman itu berlangsung cukup lama—2 setengah menit. Kami memisahkan mulut kami karena kebutuhan oksigen.
"Karena aku, masih mencintaimu Eli~" ia mencium daun telingaku "Meski aku mencoba untuk melupakannya. Ternyata kau terlalu awesome sehingga aku tak bisa melupakannya."
"G—Gil.."
"AH maaf. Aku lupa kalau kau membenciku kan, wanita barbar?. Kenapa aku main asal nembak aja ya?" Gilbert berpikir-pikir "Daripada gue bertepuk sebelah tangan, mending cari yang baru. Ah, si Antonio? Tapi dia udah punya Lovino. West? Masa gue incest?. Mattie juga boleh ~ Dia kan manis, terus pancake-nya juga awesome~"
'Gilbert..'
"Atau gue embat aja ya, mantanmu. Si Roddy ~. Kalau dia blusing juga lucu tuh ~"
"GILBERT BEGOOOOOOOOOOO!" Aku memukulnya dengan frying pan habis-habisan. Mukanya langsung babak belur dalam hitungan detik!. Setelah puas, aku pergi memeluknya.
"Albino bego. Manusia sok awesome padahal asem!. Ugh..." aku membenamkan diri dalam pelukannya. Gilbert (yang terluka parah) hanya memandangiku kebingungan.
"Ke—kenapa sih?." ia memarahiku. Aku cemberut dan menatapi matanya. Muka Gilbert langsung membuat semburat-semburat merah muda diwajahnya.
"Aku cemburu! Baka." Aku menjawab dengan gugup "J..jangan buat aku mengatakannya dua kali.." aku terdiam. Mukaku sudah berwarna ungu lagi rasanya!.
Gilbert memandangiku dengan wajah tak percya. Mungkin dia pikir aku yang fujoshi ini bercanda kali ya?.
"Ke—kenapa lo?" tanyaku ketus.
"Nein," Gilbert tertawa sambil mencium mata kananku "Ich liebe dich, mein liebe Elizaveta ~"
"Énis szeretlek, kedvesGilbert" dan bibir kami kembali bertautan, bersama turunnya salju, tepat di hari Valentine ini.
Fin
~ Karena hal itu bersifat tidak kasat mata. Kau tidak akan mampu mengekspresikan perasaanmu saat kau mengalaminya. Mungkin kau berkata benci, namun tidak dengan hatimu. Itu semua disebabkan hanya oleh satu hal yang selalu dianggap remeh, simple saja, itu adalah cinta—Mochiyo.
# Kamus-kamus didinding (loh?)
1. Ohayou Gozaimasu (Japanese), Guten Morgen (German), Goedoemorgen (Dutch), Jo reggelt (Magyar) : Selamat pagi
2. Minden (Magyar) : Semuanya
3. Ich liebe dich, mein liebe Elizaveta (German) : Aku mencintaimu, sayangku Elizaveta
4. Én is szeretlek, kedvesGilbert (Magyar) : Aku juga mencintaimu, sayangku Gilbert
A/N : Cih gaje *dijitak*. Sebelumnya, saya mau bilang HAPPY VALENTINE SEMUANYA~~. Udah pada ngasih coklat belum?, kalau belum, buruan kasih, sebelum jam 12 malem! #plak.
Ah, yang nunggu RJ apdet udah saya apdet lo chapter 5-nya!. Buruan baca #jiah
Ngg.. KENAPA JADI PRUSHUNG? ASLINYA KAN BUAT SEBASCIEL! *plak*. Hah... gara2 teman saya rikues fic sih = 3=. Woi, heteronya udah lunas ya, tinggal yuri kan?.
Nah... penutup dari saya, REVIEWS ARE LOVE!
~Sign
Mochiyo-sama
SPECIAL THANKS TO :
~ALLAH SWT
~GURU-GURU YANG MENAKUTI SAYA TENTANG KELULUSAN (lha?)
~DC / DETECTIVE CLUB / DISCONNECT. TERUTAMA A! Maafkan saya karena make ceritamu lagi~~. (Tapi akhirnya saya inprove loh!). Waaa... JANGAN MARAH QAQ
~THE LUCK-NUT FAMILY. Keluarga yang aku cintai ~
~DAN ANDA SEMUA YANG MEMBACA DAN MERIEVIEW!
