"STUPID BLONDE"

~Pair : Draco Malfoy x Harry Potter~

~Genres : Comedy, Firendship, Smut, Fluff, Others!~

~Rate : T (gua yakin masih T ;) )~

~J.K Rowling © Harry Potter~

~Stupid Blonde © BerRy ~

TWO SHOOT!

Warnings : NO WAR! NO VOLDEMORT (VOLDEMORT UDAH MATI di HarPot 1 ;) ) OOC, AU, Typo(s), Alur Cepat, Gaje tingkat mampus, and OTHERS!

It's Slash!

Boys Love a.k.a Boy x Boy

Don't Like? Don't Read!

(A/n : Would you leave me some review, guys ? ^^b )

Just Enjoying—

-oOo-

Ruang Kebutuhan-Hogwarts

"engghh…." Lenguhan pelan pria manis berambut hitam berantakan namun terlihat cute membuat Draco memberanikan diri membelai pipi pria itu.

Draco tersenyum, hal yang paling tidak lazim dilakukan oleh seorang Malfoy seperti dirinya.

Pria yang dibelainya itu menggeliat dan perlahan membuka matanya dan menatap pria didepannya dengan tatapan heran. Terlebih lagi pria itu masih saja membelai pipinya, semakin menimbulkan banyak tanda tanya besar dikepalanya yang mulai pusing.

"Good morning, Harry," sapa Draco. Pria yang bernama Harry itu semakin membelalakan matanya.

Harry menggelengkan kepala berharap bahwa sekarang ia sedang bermimpi. Perlahan pikirannya mulai melantur kemana-mana.

Terakhir kali ia mengingat ia sedang duduk di menara Astronomi dan sedang memandang keindahan danau Hogwarts yang indah di bawah, meskipun terselimut dengan gelapnya malam. Dan saat ia mendongakkan kepalanya, sepasang lengan kekar melekat dipinggangnya yang ramping dan membuatnya terlonjak kaget karena terkejut. S'cara refleks ia membalikkan tubuhnya dan tiba-tiba saja sesuatu yang terasa asing melekat dan melumat bibirnya. Saat itu ia berusaha untuk berontak tapi tubuhnya berkhianat. Ia menginginkan sentuhan asing yang tak pernah ia rasakan itu. Ia menikmatinya. Dan entah bagaimana semuanya berakhir begitu saja di ranjang yang super gede yang sekarang ia tempati.

Ranjang?

Harry memekik pelan. Suaranya tercekik. Harry berusaha bangun dan kekagetannya tak hanya sampai situ. Selimut yang menempel ditubuhnya melorot saat ia bangun dan ia menemukan tubuhnya tidak terbungkus apa-apa. Pekikannya naik satu oktaf saat menemukan tubuhnya penuh dengan bercak-bercak merah keunguan yang mengerikan.

Dengan menggeram, Harry menoleh ke arah Draco yang menyeringai menggoda.

'plaakk'

"Apa yang kau lakukan kepadaku, Draco?" Harry menggertak dengan bibir gemetar.

Gamparan Harry tidak begitu sakit dan sebenarnya tidak terasa apa-apa. Tapi Draco bisa merasakan pipinya memerah karena gamparan yang terlalu 'imut' itu.

Draco lagi-lagi tersenyum menggoda, kali ini lebih lebar.

"Aku… Hmm…. Bagaimana mengatakannya ya?" Harry melotot menuntut jawaban Draco. "Oke, baiklah aku akan mengatakannya," Draco berusaha bangun dan menatap tajam Emerald Harry yang berbinar-binar marah.

'Ngeri juga ia kalau lagi marah tapi cantik juga di waktu yang sama,' batinnya.

Senyumnya semakin lebar dan misterius.

"Aku… . Aku hanya menyatukan tubuhku dan tubuhmu, Love," Dan tepat saat itu Harry menyadari ada yang salah dengan bagian belakang tubunya.

Harry meringis, rasanya begitu menyiksa. Ia kembali menggelengkan kepala, yakin bahwa ia sedang bermimipi. Tapi rasa sakit dibelakang tubuhnya membuktikan bahwa semua ini nyata. Kepalanya semakin berdenyut mengerikan.

Tunggu…

"Draco?" Draco mengangguk dengan senyum yang tak lepas dibibirnya. "K-kau… Kau tadi memanggilku apa?" kemarahan Harry sampai diubun-ubun kepalanya.

"Love! Aku memanggilmu Love, Harry. Kenapa?" Draco menaikkan sebelah alisnya. Sekali lagi Harry memekik dengan suara yang lebih besar dari tadi.

Draco semakin heran! Kenapa saat aku mengatakan 'menyatukan tubuhku dan tubuhmu' ia tidak marah? Dan kenapa saat aku memanggilnya Love baru berteriak? Atau jangan-jangan ia juga merasakan apa yang aku rasak—

'plakkk'

Harry kembali melayangkan telapak tangannya dengan mulus ke pipi Draco yang masih memerah.

"D-Draco… K-katakan bahwa kau tidak meniduriku?" tanya Harry dengan suara bergetar dan sedikit geraman.

Draco memutar bola matanya. Apa sih yang diinginkan oleh pria ini? Gerutu Draco.

Sadarlah Draco bahwa Harry belum sepenuhnya mengumpulkan nyawa. Kalimat 'menyatukan tubuhku dan tubuhmu' sepertinya terlalu ambigu, batinnya.

"Harry! Dengarkan aku baik-baik, oke?" Draco menangkupkan kedua tangannya ke pipi Harry. Harry mengangguk dengan mimik ling-lung diwajahnya yang imut.

"Tadi malam, asal kau mau tahu adalah malam terindah yang pernah aku miliki. Aku bisa memilikimu. Akhirnya!. Aku sudah menunggu empat tahun untuk mendapatkanmu dan aku mendapatkannya. Menjadikanmu milikku, seutuhnya. Maaf, kalau kau menyesal melakukannya. Iya, kau benar! Aku menidurimu lebih tepatnya menjadikanmu sebagai milik—" kata-kata itu belum sepenuhnya keluar tapi mengharuskan Draco untuk berhenti saat menyadari tubuh Harry ambruk di ranjang dengan bunyi 'bukkk' mengerikan.

.

.

.

Hermione membekap mulutnya tak percaya.

Sahabatnya, Harry, baru saja memberitahukannya apa yang terjadi dan kenapa Harry tidak berada di asrama sepanjang malam. Hermione menatap leher Harry yang mengerikan dengan bercak-bercak merah keunguan disana.

"Setelah melihatnya jangan menertawaiku, 'Mione." desah Harry sambil kedua kakinya memainkan kerikil-kerikil kecil di pinggir danau tempat ia dan Hemione mengobrol.

"Aku tidak menertawaimu, Harry," ucap Hermione dengan nada menggodanya yang kental. Harry memutar bola matanya. "Mengenai hal ini, apa yang akan kau lakukan, Harry?" tanya Hermione sambil menatap sahabatnya itu dengan tatapan yang sekali lagi membuat Harry memutar bola matanya.

"Kumohon jangan menggodaku seperti itu, 'Mione," gerutu Harry yang kali ini disambut tawa berdenting Hermione.

"oke, baiklah. Maafkan aku. Jadi?" ucap Hermione.

Harry mengedikkan bahunya.

"Entahlah. Aku lebih baik bersikap seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Bagaimana menurutmu?"

"Kau serius? Memangnya kau tidak sakit hati, hm?" sekali lagi Harry mengedikkan bahunya.

Harry berusaha berdiri dan meringis kesakitan saat melakukan proses berdirinya itu. Rasa sakit yang sama saat ia duduk tadi.

"Shit! Argggghhhhh….. Fuck you, Draco. Pirang Sialan!" teriak Harry histeris. Hermione yang merupakan sahabat Harry hanya menggelengkan kepalanya prihatin. Hell you, Draco! Gerutunya dalam hati dengan bibir mencibir.

Tepat saat itu lonceng dari dalam Hogwarts berdentang yang menandakan bahwa sekarang jam makan siang dimulai.

"Harry? Aku lapar. Kau mau ikut tidak?" tanya Hermione sambil berdiri dan membersihkan bagian belakangnya.

"Aku tidak lapar. Belum!" desah Harry dengan suara lirih sambil mengacak-acak rambutnya frustasi.

'kriuukkk'

Kedua sahabat itu bertatapan dan sedetik kemudian tertawa.

"oke, baiklah! Aku sudah lapar." ucap Harry sambil memperbaiki letak kacamatanya yang sedikit melorot dan sekali lagi membuat Hermione tertawa.

"Dan sepertinya Ron sudah lama menunggu dan bertanya-tanya kemana kita pergi." kata Hermione di sela-sela tawanya.

Kedua sahabat itu berjalan menuju kastil sambil mengobrol ringan.

Dari kejauhan, semua orang bisa menyadari ada yang berbeda dengan cara berjalan Harry yang sedikit mengangkang dan pincang di saat yang sama.

"Harry aku melihatmu dari jauh, kenapa kau berjalan seperti itu?" Tanya Seamus disertai anggukan dari Ron yang kini mulutnya terisi penuh dengan makanan.

"Errr—itu…"

"Dia baru saja tersandung di tangga saat menuju kesini," jawab Hermione. Ekspressi lega yang luar biasa terpancar dari raut wajah Harry. Seamus dan Ron mengangguk mengerti.

Harry mengambil posisi duduk disamping Hermione dan sekali lagi ia mengutuk Draco, karena ia kembali meringis kesakitan saat bagian belakangnya menyentuh kursi.

Dean, Seamus dan Ron menoleh dengan alis yang terangkat tapi kemudian bersikap acuh dan mulai menikmati hidangan yang ada didepan.

Hermione menatap Harry dengan tatapan prihatin. Ia tidak menyangka akan sesakit itu. Harry menyadari tatapan Hermione dan tersenyum kepada sahabat perempuannya itu dengan bibirnya yang berkata tanpa suara 'I'm fine'.

Draco menyendokkan salad buah ke mulutnya dengan enggan sambil menatap Harry berharap bahwa pria berkacamata itu menoleh ke arahnya barang sedetik.

Pria yang sedang ditatapnya itu sedang menyendokkan makanan kemulutnya dengan sikap bosan dan tepat saat itu Harry menatapnya. Draco segera memasang senyumnya yang ia yakin ayahnya, Lucius, akan membacok kepalanya jika ia ketahuan melakukan hal yang seharusnya 'illegal' untuk dilakukan oleh Malfoy seperti dirinya.

Satu..Draco melebarkan senyumnya dan kembali menghitung.

Dua...Tiga…Empat...Lima

Tepat hitungan kelima pandangan mereka, Harry tersedak. Dan Seamus Finnigan sedang mengomel-ngomel karena terkena semburan makanan Harry. Draco tertawa pelan.

"Ingin memberitahu apa yang terlewatkan olehku, Draco?" tanya Blaise sarkastis yang dibalas dengusan oleh Draco. Tanpa menjelaskan apapun, Blaise, sudah pasti tahu apa yang membuat temannya yang terkenal dingin itu tertawa.

Harry Potter. Pria berkacamata itu penyebabnya.

"Coba lihat? Mereka itu manis ya?" Goda Blaise yang disambut kening berkerut oleh Draco. Blaise menunjuk dengan dagunya dan pemandangan yang tidak mengenakkan itu membuat Draco menggeram.

"Well, aku menyesal memberitahumu kalau begitu." Desah Blaise pelan.

Draco masih saja memandang Harry yang kini dimanjakan oleh Ginny. Perempuan berambut merah itu menggelayut manja dilengan Harry apalagi setelah Harry tersedak.

Sekali lagi Draco menggeram.

Theo yang berada disamping Draco mengernyit mendapati temannya seperti kerasukan setan itu.

"Ada apa denganmu Draco?" Tanya Theo. Sekilas ada nada dan mimik khawatir, tapi langsung lenyap dan dibalas dengusan oleh Theo setelah Draco mengatakan.

"Bukan urusanmu!" pria berambut blonde itu berdiri dan melangkahkan kakinya keluar dari aula besar untuk menemui seseorang.

.

.

.

"well well well! Apa yang membuat pahlawan sihir kita berjalan seperti itu?" Ucap Draco sarkastis saat kebetulan berpapasan dengan Trio Gryffindor yang sedang menuju ke kelas Ramuan. "Rupanya kaki pangeran sihir kita terkena bisul yang mengeringan atau yang lebih parah bisul itu tumbuh didaerah bokongnya sehingga membuatnya berjalan terpincang dan mengangkang seperti itu," Setelah mengucapkan kalimat yang sangat panjang itu dengan tempo yang cepat, Draco dan dua temannya tertawa. Sekilas Blaise dan Theo mengernyit heran, sejak kapan Draco berceloteh sepanjang dan secepat seperti barusan?

Harry menggeram dan mengutuk Draco, Pirang Sialan, dalam hati.

"Maaf Malfoy! Aku sedang tidak mood berurusan denganmu sekarang," Ucap Harry dengan suaranya yang tercekik.

Draco semakin tertawa.

Hermione yang melihat kejadian itu langsung menyemprot Malfoy.

"Rupanya kau butuh pelayanan , Malfoy!" Gerutu Hermione dan menarik lengan Harry. Ron yang hanya menonton mendengus kesal ke Trio Slytherin yang masih tertawa.

Draco menghentikan tawanya, dan melayangkan tangannya untuk memukul bokong Harry yang disambut Harry dengan teriakannya yang histeris tapi cukup memekakkan telinga untuk siapa saja yang mendengarnya.

.

.

.

Harry melemparkan kerikil-kerikil kecil ke arah danau. Dan ia tidak masalah jika ada makhluk di dalam danau itu yang marah karena ulahnya. Jika ia dapat teguran ia akan berhenti. Lagipula pria berkacamata itu hanya berusaha menenangkan hatinya. Well—melemparkan kekesalan dengan batu ke danau cukup membuatnya sedikit lega. Perlakuan Draco yang benar-benar membuat hatinya dongkol membuatnya seperti orang terkena sembelit meskipun sebenarnya hal yang sama akan terjadi jika ia benar-benar sembelit.

Kemarin, berani-beraninya si Pirang itu mengatakan bahwa 'pantatnya'well—'bokongnya' sedang bisulan. Ia tidak akan berjalan aneh seperti itu jika tidak ada yang 'membuatnya' seperti itu.

Beruntung tidak ada yang benar-benar menyadari bahwa ia mendapatkan semacam 'layanan' dari Draco. Jika tidak, sudah dipastikan ia akan mati kutu atau lebih parahnya lagi, menangis meraung-raung.

"Pirang Sialan! Brengsek!" Gerutu Harry dan kembali melemparkan kerikil yang lebih besar ke danau.

Wajahnya memerah menahan amarah.

"Pirang siapa yang kau maksud, Har—…Potter?" Tanya suara bariton dan cukup untuk membuat Harry terlonjak dan membeku.

'Aku benar-benar tidak berniat berurusan dengannya sekarang!' batin Harry bergejolak menahan ledakan amarahnya yang menuntut keluar.

Hatinya mendidih.

Harry berniat berdiri dan sedikit meringis karena proses itu. Iya, sakitnya masih belum hilang. Ia bahkan menahan mengeluarkan 'hasrat' alaminya yang sudah tertahan selama sakit di bagian belakangnya belum pulih. Ia tidak ingin mengambil resiko.

"Kalau kau merasa terganggu aku akan pergi," ucap Draco kalem.

Harry memutar bola matanya.

'Apalagi sekarang?' tanya Harry dalam hati. Harry membalikkan tubuhnya dan menghadap ke arah Draco dengan iris mata Emerald-nya yang berkilat-kilat marah.

"Kumohon Malfoy! Aku benar-benar tidak ingin berurusan denganmu sekarang!" pinta Harry. Ia menyadari suaranya yang tercekik lirih dan gemetar. Entahlah! Ia tidak tahu kenapa seperti itu. Suaranya seperti orang yang menahan… tangis?

Draco mengangguk mengerti.

Harry sedikit membelalakkan matanya, heran. Ia tidak mengerti jalan pikiran pirang itu. Jika ia sedang bersama temannya, ia bersikap seolah-olah Harry adalah musuh dan sumber masalah buatnya. Tapi kenapa saat berdua sepert ini si pirang itu tiba-tiba bertingkah… aneh?

Tidak ingin memperpanjang masalah, Harry dengan menghela nafas berat yang sejak tadi tertahan melangkahkan kakinya dengan tersaruk-saruk. Langkahnya terhenti saat tangan kekar menggenggam lengannya.

Nafas Harry tertahan lima detik.

"Please?" Bisik Harry memohon menatap kelabu didepannya.

"Maafkan aku" Ucap Draco pelan dan menatap tajam tepat ke Emerald Harry yang sedikit berair.

"Ap—Apa?" Harry membelalakkan matanya tak percaya.

"Jangan memintaku mengulang hal yang kau dengar dengan jelas, Harry"

Harry? Tak terelakkan lagi, mata Harry terasa ingin melompat. Ia bisa merasakan kacamatanya melorot kebawah.

"Aku benar-benar tidak tahu akan sesakit itu," ucap Draco lagi.

Harry merasakan jantungnya berdetak hebat dan tidak normal. Tatapan Dra—Malfoy sama persis saat Malfoy menatapnya di pagi itu. Pagi setelah ia menyadari bahwa Malfoy baru saja menid—"Aku tidak menyangka kau semenyesal itu," ucap Draco membuyarkan lamunan Harry.

Harry melepaskan genggaman Draco. Ia tidak ingin berurusan lebih jauh lagi dengan Draco. Ia tidak ingin menyakiti hatinya lebih dalam lagi. Sakit fisiknya tidak seberapa jika dibandingkan dengan sakit batin yang ia alami.

Harga dirinya sebagai laki-laki diinjak-injak oleh si Pirang yang sekarang berdiri didepannya yang tiba-tiba saja mengucapkan kata, Maaf?

Kedua Emerald-nya berkaca-kaca dengan nafasnya masih tertahan.

Harry berbalik dan meninggalkan Draco yang terpaku menatap kedua iris Emerald tadi.

Draco menatap punggung Harry yang terlihat kesepian dan menyadari cara berjalan Harry masih sedikit aneh. Ia juga menyadari bahu Harry terguncang menunggu lebih lama lagi, Draco berlari dan menghampiri Harry kemudiam memeluknya dari belakang.

Nafas Harry kembali tertahan.

"Aku benar-benar minta maaf, Harry," bisik Draco. Pelukannya semakin erat dipinggang Harry. Ada sedikit penolakan saat Ia memeluk pria berkcamata itu.

"Bodoh!" Isak Harry dengan nafas yang menghambur keluar. Ia benar-benar menangis sekarang. Draco menyadari itu, bahu Harry terguncang hebat.

Dengan segenap keberaniannya, Draco melepaskan pelukannya dan membalikkan tubuh mungil Harry dan menatap Emerald yang basah itu. Draco mengusap Kristal bening yang jatuh di pipi Harry.

Kedua tangannya menangkup pipi Harry yang basah oleh air mata.

Draco tersenyum dan secara refleks ia memeluk Harry, lagi.

"Bodoh!" Gerutu Harry dengan suaranya yang masih saja tercekik. Draco tersenyum.

"Malfoy bodoh!"

"Pirang Sialan"

"Aku tahu…K-kalau kau memang sinting, Malfoy! T-tapi kenapa harus begini?" Draco semakin mempererat pelukannya dan ia menyadari bahunya yang basah oleh air mata Harry.

"Malfoy yang bodoh dan selalu membuat Harry Potter… sakit hati," perkataan Harry kembali menohok tepat di ulu hati Draco tapi ia membiarkan saja Harry mengeluarkan unek-unek tentang dirinya.

Harry mempercayainya.

"Draco Malfoy…. yang sinting dan mempermainkan Harry Potter,"

"Aku benar-benar membenci si Pirang tak berperasaan itu!" Draco lagi-lagi tersenyum dan saat Harry sudah terdiam Draco melepaskan pelukannya dan menangkupkan kedua tangannya ke pipi Harry.

"Maafkan aku, Harry," bisik Draco yang membuat Harry terisak dan ia tidak tahu harus berbuat apa-apa saat pelukan hangat Draco kembali menyentuh tubuhnya yang bergetar hebat.

.

.

.

"Kenapa seminggu ini kau dan Malfoy jarang err—bertengkar Harry?" tanya Hermione sedikit kikuk dengan tingkah sahabatnya yang semakin aneh.

" Ahh—melelahkan sekali mengerjakan essay Ramuan yang tidak berujung ini. Rasanya kepalaku benar-benar akan pec—" tatapan Hermione yang menohok tepat di iris mata Ron membuat pria berambut merah menyala itu terdiam seketika dan kembali bergelut dengan essay-nya.

"Dunia jadi serba salah yah? Aku bertengkar dengannya, salah! Tidak bertengkar dengannya, salah juga!" jawab Harry enggan.

Hermione bisa membaca sahabatnya itu sedang ada masalah.

"Err—aku tidak mengatakan kalau kau tidak bertengkar dengan Malfoy perbuatan salah, Harry. kau ada masalah apa sih sebenarnya?" Hermione mendecak kesal. Bisa-bisanya dia berfikiran pendek seperti itu, bisiknya.

"Entahlah! Tapi sepertinya aku sedang tidak berada dalam masalah. Eh? Bukankah masalah yang selalu mencariku?" Harry kembali berkutat dengan essay-nya!

'pletak'

"Tidak begitu Ron! Kau salah menjabarkan tumbuhan Mandrake-nya! Tumbuhan Mandrake bukannya meraung-raung seperti orang gila. Dia hanya berteriak! Sungguh! Aku tidak akan terkejut kalau Profesor Snape membacok kepalamu," Harry terkekeh pelan. Padahal sebenarnya ia juga menulis dengan kalimat yang sama.

"Jadi, Harry?" Harry kembali menoleh ke arah Hermione yang sedang memegang buku 500 halamannya yang ia jabarkan sebagai bacaan ringan "Kau dan Malfoy err—damai?" Ucap Hermione perlahan.

Harry menaikkan alisnya, heran. Ia dan Malfoy? berdamai?

Sekilas, Harry bisa melihat tulisan essay Ron kembali tertulis dengan kalimat yang akan membuat Hermione membacoknya beneran.

Harry mengedikkan bahunya "Entahlah! Tapi sepertinya tidak ada satupun diantara aku dan Dra—err Malfoy yang mengajak damai." Hermione tersenyum misterius. Lagipula, enam tahun berperang mantra dan saling ber-cemooh ria memangnya tidak capek?

Ron menggigit Kacang Segala Rasa dan matanya dengan seketika memerah. Harry terkekeh pelan.

"Rasa apa, Ron?" Harry menatap prihatin sahabatnya yang satu itu. Eh, matanya benar-benar seperti ingin keluar.

"hoee—Rasa tanah campur Lombok…. grrrr" Hermione memutar bola matanya dan tepat saat itu matanya tertuju ke arah essay Ron.

'gedebuk.. plakk'

"awwwwhhh!"

"Tumbuhan mandrake tidak meraung-raung seperti orang gila tapi berteriak seperti Hermione saat sedang mengomel. Keduanya benar-benar mengerikan."

'Tamatlah riwayatku!' gerutu Ron.

"kyaaaaa—Kau. Menulis. Apa. Ron? Mengerikan? Memangnya aku benar-benar mengerikan, ya?" Dengan mimik Innoncent, Ron mengangguk dengan senyum lebarnya.

'Bukkk'

Buku setebal 500 halaman itu mendarat tepat di atas kepala Ron yang sudah dipukul sebanyak empat kali.

Harry menggeleng-gelengkan kepalanya dan beranjak pergi dari ruang rekreasi untuk memberikan privacy terhadap kedua sahabatnya yang sudah menjadi sepasang kekasih yang 'aneh bin ajaib' itu.

.

'Aku dan Draco berdamai? Tapi entahlah. Aku memang belum bisa memafkan apa yang sudah ia lakukan terhadapku.'

Tapi ia sudah meminta maaf, dan seminggu yang lalu itu adalah untuk yang pertama kalinya dalam hidup Harry mendengar kata Maaf itu keluar dari mulut aristokrat seorang Malfoy.

Harry menggelengkan kepalanya sambil mengubah posisi tidurnya.

Pikiran Harry melayang saat dimana Ia dan Draco, yang kata Draco 'menyatukan tubuhku dan tubuhmu'. Saat itu ia tidak tahu bagaimana perasaannya selain perasaan 'dilecehkan'.

Dia cowok! Mendapatkan layanan seperti perempuan tentu ia merasa direndahkan dan diinjak-injak sebagai cowok.

Harry semakin bergerak gelisah.

Saat itu, Draco juga mengatakan 'Aku sudah menunggu lima tahun untuk mendapatkanmu dan menjadikanmu milikku, seutuhnya'.

Nafas Harry tercekat.

Apakah Draco sudah lama menyukainya?

Draco Malfoy Gay?

Dada Harry berdesir hebat. Entah kenapa perasaan lega menyelimuti hatinya. Yang entah apa artinya itu, ia tidak tahu!

Empat kata yang membuatnya bertanya-tanya

'Apakah Draco Malfoy Gay?'

Harry membelalakan matanya dan terbangun dari lamunannya tepat saat suara dengkuran Ron, Neville, Dean, dan Seamus bergema dalam ruangan itu.

.

Seminggu kemudian~

"Persediaan coklatku semakin menipis, kurasa weekend nanti aku akan memborong coklat di Honeydukes. Ngomong-ngomong ak—hoeeee," Harry menutup bibirnya. Rasa mual tiba-tiba menyerangnya pagi ini. Entah apa yang terjadi.

"Harry? Kau tidak apa-apa?" Tanya Hermione khawatir sambil jemarinya mengusap-ngusap punggung Harry dengan lembut. Harry menggeleng ragu.

"Entahlah! Dari tadi pagi aku merasa mual," desah Harry pelan.

"Arry? Khau hihhak hapahr yaah?" Harry menatap Ron dengan tanda tanya besar di kilau Emerald-nya yang menahan sakit. Hermione memutar bola matanya.

"Habiskan makananmu dulu Ron," Gerutu Hermione "Makanlah Harry. Selesai sarapan nanti aku akan membawamu ke Madam Pomfrey." Hermione menyodorkan daging asap ke Harry dan seketika itu juga Harry memuntahkan isi perutnya-yang belum terisi apa-apa- diatas jubahnya.

"Iyuuhhh—Mate kau jorok sek—?"

"Dia sedang sakit, Ronald Weasley! Harry?" Hermione mengusap-ngusap tengkuk Harry dan memandang sahabatnya itu dengan prihatin. "Ron, tolong kau sedikit mendekat ke Harry, karena Harry membuat nafsu makan Seamus menghilang. Seamus, kau tidak usah melihat kesini! Sekarang makan makananmu, Harry baik-baik saja. Kau juga Neville!" Hermione meraih tongkatnya kemudian menggumamkan dan menjentikkan mantra pembersih ke jubah Harry.

"Terima kasih, 'Mione," desah Harry dengan suara serak dan sedikit tercekik.

"Kau ikut aku ke Madam Pomfrey! Kuyakin dia tidak keberatan sekarang karena kau benar-benar sakit dan bukan akibat terjatuh dari sapu saat bermain Quidditch," Harry mengangguk setuju. Perutnya benar-benar mual apalagi setelah memakan daging asap tadi meski hanya secuil. Ia akan berjanji mengutuk Peri Rumah karena sudah berani memberinya daging basi.

"Ron? Kau ikut tidak?" Ron menoleh dengan ayam mentega di mulutnya, kemudian mengangguk dan mencomot paha ayam. Sekali lagi Hermione memutar bola matanya.

"Bantu aku memapahnya," ucap Hermione. Ron mendelik kesal sambil mengacungkan tangannya yang memegang paha ayam. Hermione menatapnya tajam yang dapat diartikan oleh Ron, taruh-ayam-itu-atau-aku-akan-menggigitmu. Oke, kata terakhir memang tidak penting.

Ron akhirnya menyerah dan menaruh ayamnya. Setelah membersihkan tangannya dengan serbet, Ron menaruh lengan Harry di pundaknya.

"Ron, 'Mione, aku masih kuat berjalan," bisik Harry dengan suara lemah. Hermione benar-benar prihatin dan sedikit menyesal. Ia tidak menyangka kalau akan separah ini.

Dengan cepat Ron mengangguk dan melepaskan lengan Harry dipundaknya. Kembali pria berambut merah itu mencomot ayamnya. Hermione, sekali lagi memutar bola matanya kesal. Tepat saat itu ia bertatapan dengan Draco yang sedang memandang kearahnya dengan seringai yang penuh dengan… kemenangan?

Hermione menggeleng yang dibalas anggukan oleh Draco.

.

Healer Hogwarts itu terlonjak kaget dan membuat Trio itu ikut-ikutan kaget.

"Harry? Apa kau pernah melakukan—" Madam Pomfrey mendecak kesal, tentu saja pasiennya membutuhkan privacy. "Hermione, Ron, kurasa kalian bisa menunggu Harry diluar saja. Aku akan memanggil kalian kalau aku sudah selesai berbicara dengan Harry." Harry mengernyit heran, seserius apa sih keadaannya? Pikirnya bingung.

"err—Madam, apakah ini cukup serius?" Tanya Harry berharap Healer itu menggelengkan kepalanya.

Madam Pomfrey mengangguk!

"Kenapa mereka berdua harus keluar?" Tanya Harry sekali lagi.

"Karena sudah kujawab bahwa ini masalah yang cukup serius, Nak," ucap Madam Pomfrey lembut.

"Errr—tidak apa-apa Harry, kami akan menunggu diluar." Hermione menarik lengan Ron yang langsung ditepis oleh Ron dengan gerutuan beruntunnya yang tidak jelas.

"Tapi—'Mione! Kita kan sahabatnya, cepat atau lambat kita akan tahu. Benar kan mate?" Harry mengangguk.

"Biarkan mereka didalam, Madam," Ucap Harry sambil tersenyum.

"Baiklah kalau begitu," Madam Pomfrey mengambil posisi duduk disamping Harry yang terbaring.

"Aku akan menanyaimu, Harry. Ini hal yang sangat sensitif," Madam Pomfrey menyeringai dengan jail, senyum merekah dibibirnya membuat Harry semakin terheran-heran.

Madam Pomfrey mendekatkan bibirnya ke telinga Harry yang langsung terbuka lebar menerima bisikan misterius itu. Nafas Harry tertahan beberapa detik. "Apakah kau pernah melakukan sex, Harry?" bisik Madam Pomfrey dengan hati-hati.

Mata Harry membelalak.

"A-apa?" Harry terbangun dari tidurnya karena reaksi refleks nya itu, membuat Ron dan Hermione terlonjak kaget.

"Ada apa, Harry?" tanya Ron khawatir.

"Harry?" Madam Pomfrey menatap Harry dengan tuntutan jawaban.

Harry membeku.

Secara refleks, tangannya memegang perutnya yang masih rata.

"awhhhh—Merlin. Madam! Aku baru saja merasakan sesuatu bergejolak didalam perutku," teriak Harry histeris. Kali ini ia berusaha berdiri.

Ron menatap Hermione dengan tatapan tanda tanya besar. Hermione mengedikkan bahunya tidak tahu.

"Jadi? Jawabanmu iya, Nak?" Tanya Madam Pomfrey lembut dengan seringai jailnya yang errr—menggoda Harry.

"eh?" Harry menatap Healer itu dengan tatapan 'No Way!'. Sekali lagi, pria berkacama bulat itu menyentuh perutnya.

"awwwhh—Merlin—N-No Way! I-ini tidak m-mungkin!" teriak Harry dengan bibirnya yang bergetar.

"Mungkin saja, Nak," ucap Madam Pomfrey. Seringai jailnya semakin melebar dan hal itu membuat Harry benar-benar mati kutu.

Emerald di balik kacamatanya menatap kedua sahabatnya yang bisa ia baca masih dipenuhi tanda tanya besar di atas kepala mereka yang melongo seperti orang idiot.

"Madam? I-ini tidak mungkin kan?" Suara Harry tercekik dan bibirnya bergetar.

"Hell! Harry, kau membuat kami mati penasaran." gerutu Ron dengan bibirnya yang komat-kamit mengucapkan sumpah serapah yang tidak jelas lagi.

"Harry? apa yang terjadi sebenarnya?" kali ini Hermione yang bertanya yang dihiraukan oleh Harry.

"Dengan siapa kau melakukannya, Harry?" Harry melotot tidak percaya "Oke! Kurasa aku tidak berhak tahu tapi, hal itu benar-benar terjadi, Nak. Aku rasa siapapun'pembuatnya' harus bertanggung jaw—," kalimat Healer itu belum selesai saat tiba-tiba saja Harry secara rekleks berdiri dan turun dengan hati-hati dari ranjangnya dan berjalan dengan lunglai.

"Jaga asupan Nutrisimu, Harry," Teriak Madam Pomfrey yang bisa didengar oleh Harry ada nada jail dinada suaranya.

"I-ini tidak m-mungkin" bisiknya pelan.

Ron dan Hermione saling mengedikkan bahu dan mensejajarkan langkahnya dengan Harry.

"Mate….sebenarnya apa yang terjadi? Kau sakit perut?"

"I-ini tidak mungkin" bisik Harry lagi. Ron mengernyit heran, Maksudnya Harry tidak mungkin sakit perut? Apakah itu jawabannya?. Ron menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan ekspressi bingung terpatri diwajahnya.

Harry sekali lagi menyentuh perutnya, kali ini lebih hati-hati.

"Err—Mate? Ap-apa yang terjadi seben—,"

"awwhhh—Pirang Sialmu, Malfoy! No WAY!"

'Bruukkkk'

Tubuh Harry ambruk. Bunyi debuman yang menyakitkan itu menggema dalam ruangan Hospital Wings tersebut.

"Harry?" Teriak Hermione dengan binar hazel-nya yang berkilat-kilat khawatir.

"Pirang sialmu, Malfoy? Apa maksudnya itu?" Ron menggaruk kepalanya dan terheran-heran saat melihat Harry terbaring dengan mata tertutup.

"Mengerikan! Padalah barusan kukira dia berteriak"

^^_oOo_^^

Well—?

FF ini yang beberapa kali bikin aku begadang ditengah malam karena beberapa kali adegan yang bikin aku berusaha ngeditnya mati-matian*curcol*. Dan inilah hasilnya.

So? What do you think guys?

Ninggalin Review buat gue bener-bener seneng kaga ketulungan ;)

Jangan ng-Blame ya, apalagi soal Pairing-nya.

Well—gak mau banyak cincong…

Makasih udah baca sampai sini *cipok*

Kotak Review dibawah jangan lupa di 'klik' #kabor

_BeRry _