No Tittle

.

.

.

Two Shoot

.

.

.

^_^ Happy Reading ^_^

.

.

.

Brak!

"Chanyeollie! Irreona palli!" seru seorang gadis berperawakan mungil saat masuk ke dalam kamar pria berambut ikal yang sepertinya cukup di buat terkejut dengan tindakan bar-bar yang baru saja di lakukan gadis itu.

Dengan terpaksa, Chanyeol membuka matanya dan bangun lalu duduk di atas ranjang. Harapannya pupus pagi ini. Ayolah! Di hari libur seperti hari minggu ini, siapa yang tak ingin bangun telat? Dia baru selesai main game dini hari tadi dan baru beberapa jam dia terbuai dalam mimpi, sekarang dia harus bangun. Hah!

"Sekali saja, tak bisakah kau tak mengangguku? Aku baru tidur dini hari tadi Baek-ah. Tolong pengertiannya."

Mengabaikan gerutuan Chanyeol, Baekhyun melangkah mendekati ranjang pria itu kemudian duduk santai di pinggir ranjang itu.

"Aku butuh bantuanmu."

Chanyeol memegang pelipisnya, kepalanya tiba-tiba pening.

"Kau memiliki segalanya, harta keluargamu tak akan habis sampai anak cucumu nanti. Untuk apa kau meminta bantuan padaku, aku tak punya banyak uang."

Plak!

"Ah!" pekik Chanyeol saat Baekhyun dengan kasar memukul kepalanya.

"Aku tak butuh uangmu!"

"Lalu?"

"Kau janji dulu akan membantuku."

"Bentuk bantuan seperti apa yang kau inginkan? Bagaimana bisa aku berjanji akan membantumu kalau bentuk bantuan yang kau inginkan saja aku tak tahu."

"Lusa orangtuaku akan datang dari Amerika. Kau bisa berpura-pura menjadi kekasihku 'kan?"

Chanyeol membuka lebar matanya, dia berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa pendengarannya tak salah. Tak berapa lama kemudian, pria itu menyentil dahi Baekhyun dengan jari telunjuknya.

"Tan Baekhyun! Apa kau sudah gila! Aku tak mau!" tolak Chanyeol tegas sambil beranjak pergi dari ranjangnya.

"Wae?"

"Kau masih bertanya kenapa? Kau punya otak tidak? Pikirkan! Saat ini aku memiliki kekasih sendiri, untuk apa aku mengaku-ngaku sebagai kekasihmu. Aku tak akan membantumu, minta bantuan pada yang lain saja."

Baekhyun mempoutkan bibirnya, merajuk pada pria yang lima tahun terakhir ini menjadi sahabatnya. Meminta bantuan pada yang lain? Yang benar saja, teman prianya yang lain tak ada yang seperti Chanyeol, yang bisa dikatakan boyfriend material. Chanyeol memiliki paket lengkap sebagai seorang pria, dia masuk dalam kategori pria tampan, selain itu dia juga baik dan dapat memperlakukan wanita dengan baik pula. Chanyeol cukup sopan dan diantara dia dan temannya yang lain, hanya Chanyeol yang terlihat normal.

"Jangan memasang wajah seperti itu, karena hal itu tak akan mengubah keputusanku."

"Nanti aku yang akan meminta ijin pada Kyungie, aku yakin dia pasti mengijinkanmu melakukannya."

"Meski dia mengijinkannya, aku tetap tak ingin melakukannya."

Baekhyun menatap Chanyeol sinis.

"Apa kau temanku Park Chanyeol?"

"Temanmu bukan hanya aku Tan Baekhyun. Aku ingatkan kalau-kalau kau lupa."

Baekhyun semakin memberengut. Coret kata-kata tadi, yang menyebutkan Chanyeol dapat memperlakukan wanita dengan baik karena hal itu tak berlaku pada Baekhyun.

"Aku tak akan meminta bantuan pada Sehun, Jongin ataupun Jongdae."

"Wae? Mereka juga temanmu dan kurasa mereka cukup bisa diajak berpura-pura."

"Sehun masih sangat kekanakan, Kai? Si hitam tengil itu...hhhh... aku muak mendengarnya menyombongkan dirinya. Kalau Jongdae... kau sangat tahu dia seperti apa Chanyeol-ah. Aku tak ingin orangtuaku berakhir di karaoke karena obsesinya yang ingin menjadi penyanyi itu. Ayolah Chanyeol-ah! Sekali ini saja, aku akan melakukan apapun yang kau minta kalau kau mengabulkan permintaanku ini."

"Apapun?" Chanyeol bertanya untuk memastikan.

"Ya, apapun." Sahut Baekhyun dengan penuh keyakinan.

"Kau bisa telanjang sekarang?" Chanyeol melipat tangannya di dada, pantatnya dia dudukkan diatas meja yang terdapat di sudut kamarnya.

"Heh!" Baekhyun terpekik kaget, sepasang irish hitamnya menatap Chanyeol tak percaya.

Chanyeol tersenyum tipis. "Kau tak mau? Ya sudah! Lupakan saja." Ucap Chanyeol sembari turun dari meja, dia memilih melangkah ke kamar mandi karena yakin Baekhyun tak akan mengiyakan permintaannya.

Tapi...

Bukan Baekhyun namanya kalau tak bisa membuat orang yang berada di sekitarnya panas dingin. Tanpa di sangka oleh Chanyeol, Baekhyun berdiri dari duduknya lalu menyingkap kaos yang di pakainya dan melepasnya begitu saja.

"Aku akan melakukannya kalau itu syarat yang kau ajukan untuk permintaanku ini."

"Omo!" sekarang Chanyeol yang memekik kaget, dia menatap tak percaya pada sahabat baiknya itu, bahkan sekarang, Baekhyun tengah berusaha membuka kaitan branya.

Secepat kilat Chanyeol membalik badannya dan memejamkan matanya.

"Ya! Pakai kaosmu sekarang! Kau semakin tak waras Baek-ah!" omel Chanyeol tanpa melihat Baekhyun.

"Kau yang menginginkan aku telanjang."

"Sekarang tidak. Pakai kaosmu, palli!"

"Aku tak mau. Sampai kau menjawab 'iya', aku tak akan memakainya."

Chanyeol mendesah keras, dia seperti terjebak dalam jebakannya sendiri. Tadi dia yang meminta Baekhyun telanjang, sekarang dia sendiri yang harus mengiyakan keinginan sahabatnya itu dengan ancaman kata telanjang itu. Hah!

"Baiklah! Aku akan membantumu." Sahut Chanyeol pada akhirnya.

"Jinjja?"

"Ya. Sekarang pakai kaosmu!"

"Sudah."

Chanyeol membuka matanya dan kembali berbalik menghadap Baekhyun. Di lihatnya sahabatnya itu tengah membetulkan kaosnya.

Cukup lama dia mengamati sahabat mungilnya itu. Lima tahun dia berteman dengan Baekhyun. Sejak dia mendapatkan pekerjaan di perusahaan lamanya sampai dengan saat ini meski mereka tak lagi bekerja di bawah panji yang sama. Tak pernah sekalipun dia merasakan hal yang aneh saat mereka berdekatan, sudah sangat biasa dia melihat Baekhyun memamerkan tubuhnya yang meski mungil tapi cukup sexy. Tapi... pagi ini dia merasakan sesuatu yang aneh di dadanya saat melihat gadis itu menunduk dan menyimpul ujung kaosnya. Baekhyun terlihat berbeda saat itu, entah apa yang membuatnya berbeda, yang jelas karena hal kecil itu, hati Chanyeol saat ini berdesir halus.

"K-kalau sudah selesai kau bisa pulang!" ujar Chanyeol terbata.

Baekhyun mendongak dan menatap Chanyeol dengan tatapan polosnya, kemudian dia menggeleng.

"Apa maksudmu?"

"Kita harus menemui Kyungie sekarang!"

"Nanti sore saja."

"Sekarang Chanyeol-ah!"

Chanyeol mendesah pelan, inilah sifat Baekhyun yang sangat di bencinya. Pemaksa.

"Aku sudah menuruti keinginanmu, sekarang kabulkan keinginanku. Aku akan tidur lagi, kita akan kembali bertemu sore nanti. Ok Nona Tan."

Chanyeol mendorong tubuh Baekhyun keluar dari kamarnya. Setelah Baekhyun berdiri di luar pintu kamarnya, Chanyeol mengunci pintu itu.

Tanpa memperdulikan teriakan Baekhyun di depan kamarnya, Chanyeol kembali menyusupkan tubuhnya di bawah selimut dan menutupi telinganya dengan bantal. Tak berapa, dengkuran halusnya terdengar. Chanyeol sudah kembali di buai mimpi.

.

.

.

Seperti yang sudah di janjikan. Baekhyun duduk di salah satu kafe di sekitar Myeongdong, menunggu Chanyeol dan kekasihnya datang. Sudah sekitar setengah jam dia duduk di tempat ini, namun sepertinya tak ada tanda-tanda dua sahabat baiknya itu akan datang.

Gadis mungil yang memakai kaos merah itu mengeluarkan ponselnya, menghibur dirinya sendiri dengan musik yang dia putar dan dia dengarkan dengan heatset yang selalu dibawanya kemanapun dia pergi.

Mata kecilnya nanar menatap keluar jendela, menikmati pemandangan senja yang menyisakan semburat jingga di langit barat.

"Kau sudah lama disini?" tanya Chanyeol yang baru datang dan langsung mengambil tempat duduk di depan Baekhyun.

Gadis itu menatap sekilas, kemudian kembali membuang mukanya ke jalanan di luar kafe.

Chanyeol mendengus sebal, dia mencondongkan tubuhnya ke arah Baekhyun, lalu menarik heatset yang dipakai Baekhyun dengan sedikit kasar.

"Kau bisa tuli kalau sering memakai benda ini." ujar Chanyeol sambil membuang benda berwarna pink itu ke atas meja.

"Bukan urusanmu. Mana Kyungie?" Baekhyun menatap Chanyeol dengan tatapan tak suka. Pria itu selalu saja seperti itu setiap kali dia menyumpal telinganya dengan heatset.

"Sedang memesan makanan ringan. Aku tadi bertanya, kau sudah lama disini?"

"Menurutmu? Aku bukan kau yang suka telat dalam berbagai kesempatan Chanyeol-ah."

Chanyeol mengangguk-angguk acuh.

Tak berapa lama, kekasih Chanyeol yang tak kalah mungil dari Baekhyun datang dengan membawa nampan berisi penuh makanan ringan dan minuman bersoda. Dia mengambil tempat duduk di samping Chanyeol.

"Channie bilang kau ingin mengatakan sesuatu padaku, apa itu eonni?"

Baekhyun menatap Chanyeol, pria itu, ingin sekali rasanya menarik rambut ikalnya yang mulai memanjang itu. Tadi siang, di telpon, dia sudah meminta Chanyeol menceritakan pada kekasihnya itu tentang apa yang ingin dia lakukan bersama pria itu, tapi kenyataannya, dia sendiri yang harus mengatakan hal itu. Benar-benar tak membantu.

"Aku ingin meminta bantuan pada Chanyeolie."

"Bantuan apa? Ada hubungannya denganku?" tanya Kyungsoo sambil menikmati roti isi yang di pesannya tadi.

"Hmm... Kyungie! Bolehkah aku meminjam Chanyeol untuk ku akui sebagai kekasih dihadapan keluargaku?"

Kyungsoo menghentikan kunyahannya, dia menatap Baekhyun dengan tatapan yang sulit diartikan. Beberapa saat dia diam, lalu kembali mengunyah rotinya.

Baekhyun terlihat cemas dengan apa yang akan Kyungsoo katakan padanya setelah ini.

"Kenapa harus dia? Bukankah yang lain masih ada, yang jelas-jelas tak memiliki pasangan. Jongin, Sehun dan Jongdae, mereka bertiga pria bebas yang bisa kau manfaatkan keberadaannya eonni. Kenapa harus Chanyeolie?"

Oh... haruskah Baekhyun mengulangi semuanya? Mengulangi menjelaskan alasannya kenapa tak meminta bantuan pada tiga temannya yang lain, yang namanya disebutkan Kyungsoo tadi.

"Pertama, diantara empat orang itu, hanya Chanyeol yang ku anggap paling normal. Sehun masih terlihat polos, sifatnya juga masih seperti anak kecil, orangtuaku tak akan percaya kalau aku berkencan dengan Sehun. Lalu Jongin, aku tak tahan dengan cara bicaranya yang kadang berlebihan. Dan Jongdae, aku menghargai usahanya untuk menjadi penyanyi terkenal, tapi tak harus setiap hari pergi ke karaoke 'kan. Aku tak bisa membayangkan orangtuaku akan berakhir di karaoke kalau aku mengenalkan Jongdae sebagai kekasihku pada mereka." Baekhyun bergidik ngeri, membayangkan orangtuanya diajak ke tempat karaoke oleh Jongdae.

"Alasan kedua?"

"Aku sudah cukup lama mengenal kalian, aku tak akan melibatkan perasaanku dalam hal ini dan aku yakin Chanyeolie juga demikian."

"Kau yakin itu eonni?"

Baekhyun mengangguk yakin. Ya! Dia yakin tak akan jatuh hati pada Chanyeol.

Kyungsoo tampak berpikir, kemudian tak berapa lama dia menatap Chanyeol yang tengah asik menyantap makanannya.

"Bagaimana denganmu chagiya?" tanya Kyungsoo.

"Ehm. Aku sudah mengiyakan permintaannya tadi." Balas Chanyeol tanpa dosa.

Kyungsoo mendengus sebal.

"Kenapa kau tak keberatan? Padahal aku berharap kau menolak."

Baekhyun menatap Kyungsoo tak percaya. Tapi dia cukup mengerti, kalau dia di posisi Kyungsoo, dia juga pasti akan melakukan hal yang sama. Siapa yang rela kekasih yang sangat dicintainya, diakui oleh orang lain sebagai kekasihnya? Tapi... bukankah dia sudah menjamin tak akan memakai hatinya dalam hal ini, jadi seharusnya tak ada yang perlu Kyungsoo khawatirkan tentang mereka nantinya.

"Aku bisa apa kalau dia sudah menyanggupi permintaanmu. Tapi... aku memiliki syarat untuk kalian. Aku tak keberatan kalian berpelukan, karena aku sudah biasa melihat kalian seperti itu. Yang tak kuijinkan, jangan sekali-sekali kalian berciuman. Kalau sampai aku tahu kalian melakukannya, hubungan kita cukup sampai disini saja."

Baik Chanyeol maupun Baekhyun menelan ludahnya dengan susah payah. Kyungsoo tak pernah main-main dengan ucapannya, dia mengenal betul bagaimana sifat sahabat perempuannya itu.

"Ok. Aku berjanji padamu, hal itu tak akan terjadi." Sahut Baekhyun meyakinkan.

Dia memiliki keyakinan akan hal itu, diantara dia maupun Chanyeol tak mungkin ada perasaan yang lebih selain sahabat. Mereka berteman sudah cukup lama, kalau memang ada perasaan diantara keduanya, seharusnya sudah dari lama dia menyadarinya bukan. Tapi kenyatannya, sampai dengan saat ini, perasaan sayangnya pada Chanyeol tetap sama sebagai sahabat.

Yang tak Baekhyun tahu, cinta bisa tumbuh kapan saja, dimana saja dan bahkan tanpa kita sadari sekalipun.

"Kapan orangtuamu akan datang kemari?"

"Lusa."

"Berapa hari disini?"

"Belum tahu." Baekhyun mengendikkan bahunya, ayah ibunya memang tak mengatakan akan tinggal di Korea untuk berapa lam.

Kyungsoo mendesah perlahan, mata bulatnya menatap Baekhyun.

"Jadi kau belum tahu akan berapa mengakui dia sebagai kekasihmu?"

Baekhyun mengeluarkan cengirannya.

"Aku tak tahu seperti apa pikiranmu berjalan eonni. Kau cantik, memiliki pekerjaan mapan dengan latar belakang keluarga yang bisa dikatakan bagus. Tapi untuk urusan asmaramu, kau seperti tak perduli. Kau terlalu asik dengan mereka sampai-sampai beberapa pria yang ingin mendekatimu merasa takut karena sebelum menghadapimu, pria-pria itu harus menghadapi guardmu itu."

Baekhyun menatap Kyungsoo tak percaya. Dia berteman cukup lama dengan gadis itu, dia tahu apa yang keluar dari mulut Kyungsoo biasanya terdengar pedas, dia sudah mengantisipasi hatinya untuk tak memasukkan semua yang dikatakan Kyungsoo dalam hatinya, tapi kali ini sepertinya hatinya tertohok dengan pernyataan Kyungsoo.

"Mereka temanku, aku mengenal mereka, kalau aku cukup nyaman dengan keberadaan mereka di sekitarku, apa itu mengganggumu?"

Chanyeol menghentikan kunyahan di mulutnya. Perasaannya tak enak melihat Kyungsoo, gadis yang dicintainya, mulai mengajak Baekhyun, sahabat yang di sayanginya berdebat.

"Kau mungkin benar, dengan adanya mereka, aku terkesan tak peduli dengan urusan asmaraku. Aku tak masalah akan hal itu, aku percaya akan janji Tuhan untuk jodoh setiap umatnya. Kalau aku tak mencari mungkin jodoh itu tak akan datang dan kalau aku mencari pun, belum tentu aku akan menemukan orang yang tepat. Pemikiranku cukup sederhana, selagi aku bisa menikmati hidupku dengan apa yang ku miliki saat ini, kenapa aku harus memaksakan diri bahagia dengan apa yang tak ku miliki? Aku permisi!" Baekhyun beranjak dari duduknya, melangkah cepat meninggalkan Kyungsoo dan Chanyeol.

"Kenapa kau selalu seperti ini Kyungsoo-ya? Berusaha mengusiknya?" Chanyeol meletakkan roti yang di pegangnya diatas piringnya, dia menatap kepergian Baekhyunie dengan tatapan tak nyaman.

"Kau sangat tahu alasannya. Aku terganggu dengan dia yang selalu ada di sekitarmu."

"Kau sadar dengan apa yang kau katakan? Dia bukan hanya temanku, dia juga temanmu Kyungie."

"Kau lebih memperhatikannya."

"Aku lebih mencintaimu."

Kyungsoo terdiam. Jujur, dia kadanga cemburu dengan kedekatan Baekhyun dan Chanyeol maupun yang lainnya. Baekhyun sangat bisa mengimbangi teman-temannya. Dengan Chanyeol, Baekhyun bisa berubah menjadi gamer, pada Baekhyun 'lah Chanyeol akan selalu datang setiap kali dia menyelesaikan tugasnya membaut game baru. Dengan Jongdae, meski terlihat tak menyukai kegiatan Jongdae yang hobi menyanyi, Baekhyun tetap saja bisa mengimbangi Jongdae saat pria itu butuh teman untuk diajaknya menyanyi. Dengan Sehun dan Jongin, meski usia mereka terpaut hampir tiga tahun, Baekhyun bisa menjadi teman main yang asik bagi keduanya, bahkan tak jarang dua orang itu saling berebut Baekhyun.

Dan dia, dia tak bisa melakukan hal itu. Dia tak menyukai game, dia tak begitu suka pergi ke tempat karaoke, dia juga tak bisa mendengar rengekan Sehun dan Jongin. Dia merasa, kualitas dirinya jauh di bawah Baekhyun.

.

.

.

Ting tong

Klek

"Kau belum siap?" tanya Chanyeol saat mendapati Baekhyun membuka pintu apartemennya masih dengan memakai bathrope dan membungkus kepalanya dengan handuk.

Baekhyun tak membalas Chanyeol, dia berbalik dan langsung melangkah ke kamarnya.

Chanyeol mengerutkan dahinya, Baekhyun tak seperti biasanya seperti ini. Sambutannya selalu hangat setiap kali dia datang ke tempat ini, tapi pagi ini, dia melihat Baekhyun sedikit aneh. Apakah masih ada hubungannya dengan yang terjadi tempo hari?

Chanyeol membuang nafasnya perlahan. Lalu masuk ke dalam apartemen Baekhyun. Layaknya rumah sendiri, Chanyeol langsung ke dapur, duduk di tempat makan. Di meja makan, sudah tersaji berbagai masakan yang diyakininya buatan Baekhyun. Hmm... masakan Baekhyun memang tak seenak buatan Kyungsoo, tapi Chanyeol selalu menyukai masakan itu. Menurutnya, ada yang berbeda pada setiap masakan Baekhyun.

Tak berapa lama, Chanyeol mulai menyantap makanan yang tersaji di depannya. Dia terlihat lahap dengan sarapannya kali ini. Maklum saja, biasanya sarapan paginya hanya diisi dengan roti isi atau ramen. Jarang dia makan makanan dengan menu selengkap ini di pagi hari.

"Berapa hari kau tak makan? Rakus." Baekhyun datang dan langsung duduk di depan Chanyeol.

"Biarkan saja, jarang-jarang aku sarapan seperti ini." sahut Chanyeol acuh sambil terus saja mengunyah makanannya.

Baekhyun melirik Chanyeol sejenak, sebelum kemudian ikut menikmatin sarapannya.

"Kau ambil cuti hari ini?"

"Eoh. Kau?"

"Sama."

"Kapan pesawat orangtuamu akan mendarat?"

"Satu jam lagi sepertinya. Mereka sudah berangkat dari kemarin."

"Berapa lama mereka... Ya! Tan Baekhyun! Aku yang mengambilnya lebih dulu!" pekik Chanyeol saat daging panggang yang sudah dia sumpit ternyata diambil Baekhyun dan langsung dimasukkan ke dalam mulut kecil gadis itu.

"Wae? Kau sudah makan banyak sejak tadi." Sahut Baekhyun cuek.

Chanyeol menatap Baekhyun tak terima.

"Dengan gajimu yang banyak sebagai progamer di perusahaan game terbesar di Korea, kau bisa membeli daging sendiri Park Chanyeol-ssi. Kenapa kau terlihat tak terima aku memakan daging itu?"

"Bukan masalah itunya, aku bisa membeli daging sendiri, aku juga bisa memasaknya, tapi rasanya tak akan sama dengan buatanmu."

Baekhyun menghentikan kunyahannya. Dia menatap Chanyeol yang sepertinya tengah merajuk padanya. Lama dia seperti itu, sebelum kemudian tersadar dan mulai memakan makanannya lagi.

"Kau bisa meminta Kyungie memasak untukmu. Daging panggang bumbunya jauh lebih enak dari buatanku." Baekhyun berujar dengat nada datarnya.

"Aku tahu itu, tapi yang kau buat lebih nyaman di lidahku. Bumbu yang kau masukkan tak terlalu banyak tapi rasanya tetap enak dan ringan."

Baekhyun tersenyum kecil.

"Sejak kapan kau jadi komentator kuliner?"

"Sejak aku mengenalmu dan kemudian mengenal Kyungie. Masakanmu memang tak seenak buatannya tapi masakanmu selalu berhasil membuatku lahap menyantapnya."

Baekhyun berdiri dari duduknya lalu membungkuk pada Chanyeol.

"Gomapta Chanyeol-ssi. Saya merasa sangat tersanjung."

Chanyeol menatap Baekhyun lalu tersenyum lebar.

"Baek-ah! Kau tahu, kadang aku berpikir, kenapa bukan kau saja yang menjadi kekasihku?"

Baekhyun mengalihkan tatapannya pada Chanyeol. Mereka kemudian saling menatap cukup lama.

"Tanyakan saja pada hatimu, kenapa kau bertanya padaku?" Baekhyun memutuskan pandangan mereka, dia kemudian beranjak dari duduknya, menuju wastafel. Menyimpan peralatan makannya yang kotor disana.

"Kalau kau sudah selesai, simpan mangkok kotornya disini, nanti pulang dari bandara aku akan membereskannya. Jangan lama-lama." Ujar Baekhyun sambil berlalu dari hadapan Chanyeol.

Ada sesuatu yang aneh kembali hadir di dada Chanyeol saat ini. Tempo hari dadanya berdesir halus melihat Baekhyun nyaris membuka baju di depannya, pagi ini hal itu kembali terulang saat dia melihat Baekhyun berdiri di balik wastafel dapur. Dia biasa melihat Baekhyun di balik wastafel, tapi entah kenapa pagi ini Baekhyun terlihat berbeda.

"PARK CHANYEOOOLLLL!"

Hah!

"Nde."

Chanyeol beranjak dari duduknya, menyimpan mangkok kotornya di wastafel sesuai perintah yang punya rumah, lalu menyusul Baekhyun yang beranjak keluar dari apartemennya.

"Nanti kalau Eomma dan Papa bertanya, sudah berapa lama kita menjalin hubungan, kau akan menjawab apa?"

"Molla." Chanyeol mengendikkan bahunya sambil memencet salah satu tombol di dalam lift yang akan membawa mereka sampai basemant.

"Ya Park Chanyeol!"

Chanyeol menengok.

"Aku tak tahu apa-apa Baekhyun-ssi. Kau yang memintaku melakukan ini, masa aku juga yang harus memikirkan hal itu. Pikirkan saja sendiri!"

Baekhyun nyaris melayangkan kepalan tangannya di kepala Chanyeol, kalau Chanyeol tak lebih tinggi darinya, mungkin sudah sejak tadi dia memiting kepala sahabatnya itu.

"Tiga bulan." Cetus Chanyeol kemudian saat menyadari kekesalan yang terlihat jelas di raut wajah gadis mungil yang sangat disayanginya itu.

"Enam bulan saja." Sahut Baekhyun.

"Terserah kau saja." Chanyeol melangkah keluar dari lift, santai menuju ke mobilnya. Padahal saat itu, Baekhyun termangu di tempatnya mendengar jawaban Chanyeol.

Akhir-akhir ini, hatinya cukup sensitif untuk beberapa ucapan yang dia terima dari orang-orang terdekatnya. Beberapa waktu lalu dengan orangtuanya, yang terus memaksanya untuk segera menikah karena usianya tahun ini sudah memasuki dua puluh tujuh tahun. Lalu tempo hari saat berbicara dengan Kyungsoo, dan hari ini, moodnya benar-benar buruk beberapa hari terakhir ini, hingga apapun yang dia dengar, cukup membekas di hatinya.

"Kenapa kau masih berdiri disini? Katanya kita harus cepat."

Baekhyun menatap tangannya yang tiba-tiba di genggam Chanyeol. Langkah kakinya juga terpaksa diayun mengikuti pria itu.

"Chanyeol-ah! Apa kau pernah merasakan hal ini, sepertinya setiap kata yang keluar dari mulut beberapa orang melukaimu?" tanya Baekhyun sambil masuk ke dalam mobil Chanyeol.

"Pakai sabuk pengamanmu!" perintah Chanyeol sambil menutup pintu penumpang depan. Dia kemudian memutari mobilnya dan masuk dari sisi berlawanan dengan Baekhyun. Setelah memasang sabuk pengamannya, dia kemudian menstarter mobilnya. Perlahan mpbilnya mulai bergerak meninggalkan basemant apartemen Baekhyun.

"Yang kau rasakan, itu karena terlalu banyak yang kau pikirkan. Kau tahu yang dikatakan orang lain benar, tapi hatimu tak bisa menerima hal itu, makanya perasaanmu jadi sensitif. Seperti kejadian tempo hari, aku rasa bukan sekali Kyungie mengatakan hal itu, tapi baru kemarin kau terlihat sangat marah." Chanyeol memberi penjelasan panjang lebar.

"Menurutmu ini hal normal?"

"Setiap orang bisa saja mengalami hal ini Baek-ah. Itu normal apalagi bagi perempuan."

Baekhyun menghembuskan nafasnya perlahan, lalu kepalanya di sandaran di sandaran jok.

"Aku merasa sangat menikmati hidup bebas seperti ini, tanpa ada siapapun yang berusaha mengaturku atas nama kekasihku. Aku bebas keluar dengan kalian tanpa takut ada yang mencoba menahan cemburunya karena aku berada diantara para pria. Tapi... hal itu rupanya tak sejalan dengan apa yang di pikirkan orangtuaku, mereka mengancamku, kalau aku tak bisa menunjukkan kekasihku pada mereka, mereka akan menjodohkanku dengan taipan dari China. Kau tahu Chanyeol-ah, aku tak pernah suka tinggal di China ataupun Amerika. Aku bukan Luhan eonni yang selalu bisa menjadi anak manis bagi eomma dan papa. Aku menyukai Korea, aku menyukai berada diantara kalian." Airmata Baekhyun leleh saat menceritakan apa yang dia rasakan saat ini.

Chanyeol menghentikan laju mobilnya di pinggir jalan. Dia melepas sabuk pengamannya, kemudian meraih tubuh mungil Baekhyun kemudian dan memeluknya dengan begitu erat.

"Aku mengerti, jangan menangis." Hibur Chanyeol seraya mengelus pelan punggung sempit Baekhyun.

Gadis mungil itu semakin tergugu dalam tangisnya. Ada banyak hal yang ingin dia bagi dengan kedua orangtuanya maupun saudara perempuannya, tapi dia tak bisa begitu saja bercerita, maka dari itu Chanyeol 'lah yang biasanya dia jadikan tempat pelarian saat dia penat dengan kehidupannya.

"Kau tahu Baek-ah, kenapa aku sangat menyukaimu?"

Baekhyun menggeleng perlahan.

"Hari dimana kita pertama bertemu adalah hari terburuk bagiku, meski saat itu aku mendapatkan pekerjaan. Orangtuaku memutuskan bercerai pada satu hari sebelum hari itu, padahal yang ku tahu mereka tak memiliki masalah apapun. Aku baru tahu hari berikutnya, saat pihak bank datang mengusirku dan eomma. Appaku meminjam uang dari bank dalam jumlah banyak dan rumah kami dia jadikan jaminannya. Uang itu dia pinjam bukan untuk kepentingan usahanya, tapi untuk selingkuhannya. Aku dan eomma hancur saat itu, pria yang kami anggap pahlawan dalam keluarga, ternyata bisa melakukan semua itu."

"Karena hal itukah kau terlihat murung hari itu?"

"Eoh. Tapi... melihat kau tersenyum ramah, lalu kemudian mendengar ceritamu dengan gaya bicaramu yang lucu, panas yang kurasakan di hatiku dingin seketika. Aku menyukai saat kau tertawa, caramu berinteraksi dengan orang-orang di sekitarmu, mampu membuat setiap orang merasakan kehangatan. Kau gadis yang baik Baek-ah, sangat baik malah. Jangan bersedih hanya karena masalah yang kau hadapi saat ini, bukankah aku sedang membantumu sekarang?"

Baekhyun mendongak, menatap Chanyeol yang juga tengah menunduk menatapnya. Perlahan tangan Chanyeol mengusap lelehan airmata yang menyisakan basah di kedua pipi gadis mungil itu.

"Kau terlihat sangat berantakan. Aku tak bisa membayangkan kalau sampai Sehun tahu kau seperti ini, dia bisa menghajarku karena menganggap aku menyakitimu." Omel Chanyeol. Baekhyun menarik nafasnya, hingga menimbulkan bunyi keras dari lubang hidung.

"Haish! Kau jorok sekali Baek-ah! Keluarkan!" perintah Chanyeol sambil menekan hidung Baekhyun, seolah bukan hal yang menjijikkan meminta Baekhyun mengeluarkan ingusnya.

Sroottt... srroooottt...

"Nanti, kalau kau mencari suami, cari yang mau melakukan hal ini untukmu. Arraseo?" Chanyeol mengambil tisu, lalu mengelap tangannya dan kemudian mengambil tisu lagi untuk membersihkan bagian bawah hidung Baekhyun.

"Aku pasti akan mendapatkan orang yang mau mengorbankan apa saja demi aku." Sahut Baekhyun.

"Sehun seperti cocok dengan harapanmu itu."

"Kenapa harus Sehun?"

"Dia tipe pria seperti itu, mengorbankan apa saja untuk orang yang di cintainya."

"Kau tidak?"

"Tergantung."

Baekhyun mengerutkan dahinya.

"Tergantung pada siapa aku akan menghabiskan sisa umurmu. Kalau masih dalam tahap pacaran, untuk apa aku banyak berkorban, itu melelahkan Baek-ah."

"Dengan Kyungie kau tak begitu?"

"Kau melihatnya bagaimana?"

"Molla. Cepat jalankan mobilmu. Mereka mungkin sudah landing."

Chanyeol tersenyum sambil memberi hormat pada Baekhyun. Tak berapa lama mobil itu sudah kembali melaju dengan kecepatan sedang.

.

.

.

"Eonnie!" pekik Baekhyun girang saat melihat sosok kakaknya keluar dari pintu kedatangan luar negeri. Tangannya melambai, kemudian dia berlari menghampiri sang kakak dan memeluk sang kakak dengan sangat erat.

Gadis cantik pemilik tinggi badan tak jauh beda dengan Baekhyun itu membalas pelukan itu dengan tak kalah hangat.

"Aku sangat merindukanmu adikku sayang." Ujarnya dengan diiringi belaian lembut pada pipi Baekhyun, gadis berambut kecoklatan itu mengecup pipi adiknya dengan sayang.

Baekhyun membalas perlakuan kakaknya dengan tak kalah manis. Dia juga melayangkan kecupannya diatas pipi tirus itu.

"Kau tak merindukan eomma?" tanya seorang wanita yang masih terlihat cantik dan modis meski usianya sudah tak lagi muda. Wanita itu menatap iri pada kakak beradik yang tengah saling berpelukan itu.

Baekhyun beralih menatap wanita itu, kemudian tersenyum sebelum melepas pelukannya pada sang kakak untuk beralih pada sang ibu yang hampir satu tahun terakhir ini tak di jumpainya.

"Eomma!"

Baekhyun memeluk erat wanita yang melahirkannya ke dunia ini. Ada rindu yang selama ini dia simpan untuk wanita yang sangat di cintainya ini, sekarang dia luapkan dengan pelukan paling hangat.

"Anak nakal ini, setiap kali disuruh pulang ke Amerika tak mau. Dasar." Wanita itu, yang dipanggil 'eomma' oleh Baekhyun itu menjepit gemas hidung si bungsu.

"Aku memang tak ingin pergi kesana." Ujar Baekhyun dengan tingkah manjanya.

"Kenapa? Amerika tak beda jauh dengan Korea sayang. Kau ini aneh, tinggal di China tak mau, tinggal di Amerika juga tak mau."

"Aku nyaman tinggal disini eomma. Di negeri tempat aku di lahirkan. Papa!" pekik Baekhyun senang saat melihat sosok cinta pertamanya berjalan mendekati mereka. Pelukannya pada sang ibu dia lepaskan, dia memilih pria berkebangsaan China itu untuk di peluknya.

"Ya Tuhan! Putriku semakin kecil ku rasa." Ujar pria itu.

"Aku sudah dewasa Papa. Postur tubuhnya saja yang mungil." Baekhyun mempoutkan bibirnya manja. Pria itu mengeratkan pelukannya pada tubuh mungil putrinya itu.

Chanyeol yang berdiri tak jauh dari mereka, merekam semua kejadian itu dalam ingatannya. Dia iri pada Baekhyun, meski sahabatnya itu jarang bertemu dengan keluarganya, namun kasih sayang diantara mereka rasanya tak pudar sama sekali. Berbeda dengannya, hubungannya dengan sang ayah tak membaik pasca kejadian itu, sedangkan dengan ibunya sendiri Chanyeol tak merasa cukup dekat meski dia sangat menyayangi wanita yang melahirkannya itu.

Keluarga Baekhyun, dari yang pernah di ceritakan Baekhyun padanya, ayahnya menikahi ibunya dengan status duda beranak satu. Jadi, gadis yang memeluk Baekhyun tadi, yang di panggil 'eonni' oleh sahabatnya tadi bukanlah kakak kandung Baekhyun. Tapi lihat saja, mereka sangat akrab dan saling menyayangi. Dia mungkin tak akan pernah bisa melakukan hal itu bila dihadapnkan pada kenyataan hidup seperti itu.

"Eomma! Papa! Ini Chanyeollie!" Baekhyun tersenyum lebar memperkenalkan Chanyeol pada kedua orangtuanya.

"Annyeonghasimikha! Park Chanyeol imnida!" Chanyeol membungkukkan badannya sembilan puluh derajat, kemudian tak berapa lama kembali menegakkan dirinya dan mengembangkan senyum tipisnya.

Ibu Baekhyun a.k.a Kim Heechul, menatap Chanyeol dari atas ke bawah. Matanya terlihat menyipit, menunjukkan bahwa dirinya mencurigai Chanyeol. Hal yang sama juga di lakukan ayah Baekhyun a.k.a Tan Hankyung, dia juga memberi tatapan curiga pada Chanyeol.

"Eonni tak ikut menatap Chanyeollie seperti itu?" tanya Baekhyun pada kakaknya, Tan Luhan yang berdiri tak jauh darinya.

"Tidak. Aku sudah pernah melihatnya."

Baekhyun menoleh kaget pada kakaknya.

"Jinjja? Kapan?"

"Kau lupa pernah mengirimkan fotomu bersama teman-temanmu yang lainnya? Bukankah dia salah satunya?"

Bola mata Baekhyun bergerak cepat, sangat tampak kalau dia panik saat ini. Bagaimana kalau Luhan tahu dia tengah berbohong?

"Kami memang berteman, tapi beberapa waktu yang lalu kami memutuskan untuk menjalin hubungan." Sahut Chanyeol sambil menarik Baekhyun dan merangkul pinggang gadis itu.

Plak!

"Aaauuch!" Chanyeol melepas rangkulannya. Tangan Hankyung cukup keras memukul tangannya yang melingkari pinggang Baekhyun.

"Papa!" protes Baekhyun.

"Dia sangat tak sopan sekali, kami ini dianggap apa? Dia seenaknya memelukmu seperti itu di hadapan kami. Anak muda! Aku belum memberimu ijin untuk mengencani putriku." Hankyung memasang wajah garangnya, mata sipitnya melotot tajam pada Chanyeol.

Chanyeol kembali membungkukkan badannya sembari merapalkan kata maaf pada ayah Baekhyun.

"Tanganmu tak apa-apa?" tanya Baekhyun sambil menarik tangan Chanyeol yang di pukul Hankyung.

Chanyeol tersenyum kecil, lalu menarik tangannya dari Baekhyun sembari menggeleng pelan.

"Aku tak apa-apa."

"Kalian manis sekali. Ayo pergi! Ada yang ingin eomma katakan pada kalian. Baek-ah! Kau bawa koper eomma!" Heechul mendekati Chanyeol, lalu melingkarkan lengannya pada lengan Chanyeol dan mereka berjalan atau lebih tepatnya Heechul memaksa Chanyeol mengikuti langkahnya.

Baekhyun mendengus sebal melihat hal itu. Ibunya sama sekali tak berubah. Dengan muka masam, Baekhyun menyeret koper ibunya mengikuti langkah ayah dan kakak perempuannya serta ibunya dan Chanyeol yang sudah menjauh lebih dulu.

Sekitar dua puluh menit kemudian, mereka sudah duduk bersama di salah satu restoran Perancis di kawasan Itaewon.

Baekhyun duduk di samping Chanyeol dan Luhan, sedang ibu dan ayahnya duduk di hadapan mereka. Sambil menunggu makanan yang di pesan, mereka berbincang ringan.

"Kenapa kau memilih Baekhyunie? Kau tahu dia sangat cengeng dan cukup manja. Masih banyak gadis yang lebih baik dari dia ku rasa." Ujar Luhan sambil memainkan pipet di dalam gelas minumnya.

Chanyeol tersenyum kecil. "Karena dia yang seperti itu, makanya aku menyukainya." Sahutnya.

Baekhyun menatap Chanyeol. Dia sudah mendengar kalimat itu sebelumnya, tapi tetap saja hatinya berdebar halus mendengar Chanyeol kembali mengulangi kalimat itu di hadapan keluarganya. Dia cukup sadar diri untuk tak besar kepala, karena Chanyeol menganggapnya teman, selamanya akan seperti itu.

"Jadi kapan kalian akan menikah?"

Baekhyun tersentak kaget dengan pertanyaan ibunya. Apa ini? Menikah? Gadis itu kemudian menatap Chanyeol yang tak kalah terkejut darinya. Ini tak ada dalam rencananya.

"Kami akan tinggal disini satu bulan. Eomma rasa, dalam waktu satu bulan kita bisa membantumu mempersiapkan pernikahan."

"Eomma! Kita tak ada pembicaraan itu tempo hari. Bagaimana bisa sekarang eomma menanyakan hal itu?"

"Tujuan kita kemari bukannya untuk itu sayang?"

"Mwo?"

"Baek-ah! Dengarkan eomma! Kau sendirian disini, membuat kami semua khawatir."

"Aku baik-baik saja eomma. Aku di kelilingi orang-orang yang baik. Kalian tak perlu mengkhawatirkan aku."

"Kau belum pernah menjadi orangtua sayang, kau bisa berkata seperti itu karena kau tak ada di posisi kami. Orangtua manapun, tak akan bisa tenang kalau anaknya tak berada dekat dalam jangkauannya. Apalagi kau sendirian disini."

"Aku punya Chanyeollie dan teman-temanku yang lainnya Papa. Mereka akan menjagaku dengan baik."

Heechul menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri, menyangkal apa yang dikatakan Baekhyun.

"Kami tak akan tenang sebelum memastikan ada yang benar-benar menjagamu disini. Caranya, kalian harus menikah."

"Tapi eomma."

"Tidak ada tapi-tapian Baek-ah. Kalau kau tak mau menikah, ikut kami ke Amerika atau kalau kau ingin tetap tinggal disini dan merasa tak yakin denga pasanganmu saat ini, biarkan kami yang mencarikanmu jodoh."

Baekhyun mendengus sebal. Matanya melirik Luhan yang terlihat sangat tenang.

"Kenapa eomma tak menyuruh eonni menikah juga?"

Heechul melirik Luhan, lalu kembali menatap Baekhyun.

"Tak ada alasan kami menyuruhnya menikah. Selama ini Luhan selalu patuh pada kami."

"Dan menurut kalian aku tidak?" sergah Baekhyun tak terima.

Chanyeol meraih tangan Baekhyun dan menggenggamnya erat. Dia tahu, sahabatnya itu sudah terpancing emosinya. Baekhyun mengalihkan tatapannya pada Chanyeol.

"Ini tidak benar Chanyeol-ah."

"Tenanglah." Ujar Chanyeol sambil mengusap dengan lembut punggung tangan Baekhyun.

"Bagaimana aku bisa tenang, mereka mengatakan seperti itu seolah aku ini bukan anak yang patuh. Apa salahnya aku ingin tinggal disini? Aku tak menyukai berada di China, aku tak suka Amerika. Aku suka disini, apa itu salah?"

"Baek-ah!" Luhan mengusap lembut punggung adiknya. "Jangan seperti ini, mengertilah kekhawatiran yang mereka rasakan. Maksud mereka baik. Mereka hanya ingin ada orang yang bertanggungjawab atas dirimu disini. Ada orang yang menjagamu setiap waktu. Tolong jangan salah paham."

"Aku pergi." Baekhyun berdiri dari duduknya, lalu melangkah pergi dari tempat itu. Tanpa memperdulikan teriakan Luhan yang memintanya berhenti.

"Jeosonghamnida. Saya akan menyusulnya." Chanyeol berdiri dari duduknya, lalu membungkuk dan pergi setelah berpamita.

Luhan mendengus perlahan.

"Haruskah kalian melakukan semua ini?" ujarnya sambil menatap kedua orangtuanya.

"Harus. Karena kami benar-benar mengkhawatirkannya yang sendirian disini."

"Tak bisakah Mama menunggu sampai kita berada di rumah?" sergah Luhan. "Kalau sudah seperti ini, kita bisa apa? Baekhyunie memang seperti itu Mama, dia yang menurut kalian sulit diatur karena dia memiliki pemikiran sendiri akan hidupnya. Aku sudah mengatakan pada kalian, biar aku yang bicara padanya, aku yang akan membujuknya, tapi kalian...hhhh." Luhan menggelengkan kepalanya pelan.

Sementara itu, Chanyeol berhasil mengejar Baekhyun yang berlari melewati gang kecil tak jauh dari restoran tempat mereka akan makan siang tadi. Begitu langkahnya cukup dekat dengan Baekhyun, Chanyeol mencekal tangan gadis itu.

Baekhyun menoleh, menatap Chanyeol dengan tatapan yang sulit untuk di artikan. Di sorot mata itu, Chanyeol dapat melihat Baekhyun yang cemas, takut juga khawatir. Tak ada pilihan lain bagi Chanyeol selain memberikan pelukan bagi sahabatnya itu, yang mungkin bisa mengurangi sedikit sesak yang dirasakan si mungil itu.

"Kau tak perlu bereaksi seperti ini Baek-ah." Lirihnya sambil mengusap punggun sempit Baekhyun.

"Aku tak bisa menerima semua ini Chanyeol-ah. Kenapa mereka bicara seperti itu? Tujuh tahun aku berada disini, semua baik-baik saja. Aku bisa menjaga diriku dengan baik, tapi kenapa sekarang mereka mengatakan hal itu? Yang membuatku sakit hati, eomma seolah menegaskan bahwa aku bukanlah anak yang patuh pada keduanya." Baekhyun mendongak, menatap Chanyeol dengan airmata yang tak lagi bisa di bendungnya.

"Mereka hanya khawatir pada anak gadisnya, itu yang harus kau mengerti. Yang mereka katakan tak salah, hanya penyampaiannya saja yang salah."

"Aku baik-baik saja dan aku tak pernah macam-macam disini. Ada kalian yang menjagaku, apalagi yang harus mereka khawatirkan?"

"Pemikiran orangtua, tak sesederhana pemikiran kita Baek-ah. Ada beberapa hal yang selalu membuat mereka khawatir akan anak-anaknya."

Baekhyun mendorong Chanyeol, dia tak terima dengan apa yang dikatakan Chanyeol.

"Aku tetap tak bisa menerima semua itu." ujar Baekhyun sambil berbalik, akan kembali melangkah namun sekali lagi Chanyeol berhasil mencegah langkahnya.

"Jangan seperti ini Baek-ah. Kau boleh marah pada mereka, tapi jangan berlebihan. Mereka datang kesini untukmu, harusnya kau menyambut dengan senyum bahagia, bukan kemarahan seperti ini."

"Kau tak mengerti Chanyeol-ah. Mereka tak akan berhenti sampai apa yang mereka inginkan terwujud. Sekarang aku bertanya padamu, apa hubungan kita? Sahabat, hanya sebatas itu. Aku memintamu mengaku sebagai kekasihku, mereka tak tahu kalau sebenarnya kita tak memiliki hubungan apa-apa. Kau dengar sendiri tadi, mereka meminta kita menikah. Menurutmu itu mungkin? Aku tak sanggup menghadapi Kyungie lagi kalau pada akhirnya kita tetap di paksa menikah. Tidak Chanyeol-ah, aku tak akan merusak kebahagian kalian berdua. Melakukan semua ini sudah cukup membebaniku, apalagi kalau sampai terjadi hal yang lebih dari ini."

Chanyeol memperhatikan Baekhyun dengan seksama, dia tahu hal ini membebani Baekhyun dan juga membebani dirinya sendiri tentunya. Tapi, Baekhyun adalah sahabatnya, tak ada yang salah kalau dia memberikan bantuan untuk gadis yang di sayanginya ini, pun demikian dia juga harus memikirkan perasaan Kyungsoo, gadis yang sudah menjadi kekasihnya kurang lebih tiga tahun terakhir ini.

"Aku akan membantumu, mari kita menikah."

"Jangan gila Chanyeol-ah. Aku tak mau."

"Kenapa?"

"Aku sudah mengatakan alasanku. Memintamu mengaku sebagai kekasihku saja sudah membebaniku, apalagi kalau sampai kita menikah."

"Berarti kau setuju untuk ikut mereka tinggal di Amerika?"

Baekhyun memejamkan matanya. Itu masalahnya, dia tak suka berada di tempat asing yang tak dikenalinya dengan orang-orang baru yang belum tentu baik padanya.

"Aku akan mencari alasan lain."

"Apa?"

"Molla. Untuk sekarang ini aku belum menemukannya, tapi nanti pasti aku tahu caranya."

"Dengarkan aku! Akan lebih baik kalau kau menikah denganku."

"Chanyeol-ah."

"Kita bicarakan ini dengan Kyungie dan yang lainnya. Satu-satunya cara terbaik untuk menghindari kepergianmu ke Amerika tentu hanya ini. Aku tak yakin kau bisa menemukan cara lainnya."

"Tapi..."

"Sudahlah! Kau ikuti saja rencanaku."

.

.

.

"Andwae!" pekik Kyungsoo tak terima. Dia langsung berdiri dari duduknya, menatap Baekhyun dengan gusar.

Mereka, Baekhyun, Kyungsoo, Jongdae, Sehun dan Jongin serta Chanyeol tentu saja saat ini tengah duduk bersama di rumah pria tinggi berambut ikal itu, membicarakan masalah yang dihadapi Baekhyun saat ini yaitu permintaan orangtuanya yang mengharuskan Baekhyun menikah kalau ingin tetap tinggal di Korea. Pada Sehun, Jongdae dan Jongin, Baekhyun menceritakan awal dari semua ini. Karena disini, memang mereka bertiga yang belum tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Dan baru saja Chanyeol menyampaikan idenya pada yang lain, ketika Kyungsoo memekik tak terima tiba-tiba.

"Kyungie duduklah!" Chanyeol ikut berdiri, berusaha membujuk Kyungsoo untuk kembali duduk.

"Aku tak mengijinkan kau melakukan hal ini, tidak sampai kapanpun juga." Tatapan mata Kyungsoo berkilat tajam.

"Dengarkan dulu penjelasan dariku."

"Penjelasan macam apa? Oppa! Kalau kau tak lagi mencintaiku, katakan padaku. Jangan gunakan cara seperti ini untuk membenarkan perselingkuhan kalian!" jerit Kyungsoo kesal.

"Aku tak berselingkuh dengannya Kyungie. Itu fakta dan kenyataannya." Sergah Baekhyun yang juga sudah berdiri dari duduknya.

"Faktanya, yang diketahui kedua orangtuamu dia kekasihmu, kenyataannya kalian melakukan semua ini, melebihi batas yang kuberikan. Kalau aku tahu akan seperti ini kejadian selanjutnya, aku tak akan membiarkan dia menuruti keinginan gilamu itu eonni." Balas Kyungsoo.

Chanyeol yang berdiri di tengah, menatap Kyungsoo kemudian Baekhyun secara bergantian. Tiba-tiba kepalanya sakit mendengar perdebatan kedua perempuan yang memiliki tempat di hatinya itu. Sementara itu, ketika pandangannya di lempar pada ketiga temannya yang lain, teman-temannya itu hanya mengendikkan bahunya. Tak peduli dengan apa yang tengah terjadi di depan mereka.

"Kalian bisa duduk?" pinta Chanyeol. Baik Kyungsoo maupun Baekhyun masih melempar pandangan tak suka, tapi mereka tetap mengikuti permintaan Chanyeol untuk duduk.

"Baiklah! Dengarkan aku! Terutama kau chagiya. Pertama, aku menikah dengan Baekhyun dengan perjanjian, tak ada yang berubah diantara kami. Hanya statusnya saja yang berbeda."

"Perjanjian apa?" tanya Sehun.

Chanyeol pergi ke kamarnya, kemudian tak berapa lama kembali dengan kertas HVS di genggamannya. Dia kemudian menyerahkan kertas itu untuk di baca yang lainnya.

Sehun membacanya dengan Jongin dan juga Jongdae yang duduk di sisi kanan kirinya. Kyungsoo juga melakukan hal yang sama dengan kertas yang lainnya. Chanyeol sengaja mencetak surat perjanjian itu sebanyak dua lembar.

Sementara yang lain sibuk membaca, Baekhyun hanya diam memperhatikan. Jujur saja, dia tak cukup tahu tentang apa yang tertulis disana. Kemarin Chanyeol hanya mengatakan dia akan membuat sesuatu yang akan mengamankan hubungan mereka ke depannya. Sesuatu yang di maksud Chanyeol mungkin ini.

"Gila!" pekik Sehun tak percaya sambil menyerahkan kertas yang sudah di bacanya pada Baekhyun. "Aku pikir, Jongdae hyung yang paling gila diantara kita, tapi ternyata kau lebih gila hyung." Sehun menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan.

Chanyeol memejamkan matanya sejenak. Dia tahu akan mendapat reaksi ini, tapi inilah yang terbaik yang bisa dia pikirkan semalam. Demi kenyamanan bersama, dia harus membuat perjanjian ini sebelum kemudian menikah dengan Baekhyun.

Ada beberapa hal yang dia tekankan dalam perjanjian ini, bahwa nanti saat mereka menikah, hubungan itu hanya ada di atas kertas. Chanyeol masih tetap kekasih Kyungsoo dan Baekhyun boleh melakukan apapun seperti sebelum-sebelumnya, bebas. Mereka akan tinggal satu atap, tapi akan tidur terpisah. Keduanya tak boleh ikut campur dalam segela urusan yang di hadapi masing-masing.

Big deal! Chanyeol menyebutnya seperti itu. Tidak ada yang di rugikan dalam hal ini bukan. Mereka tetap berteman dan Baekhyun bisa bebas dari tuntutan orang tuanya untuk tak ikut mereka ke Amerika.

Tapi... tanggapan Sehun membuat Chanyeol mengerutkan dahinya. Berpikir keras dimana letak salahnya.

"Aku tak akan berkomentar apapun. Semuanya, terserah pada kalian, kalian sudah cukup dewasa untuk menentukan jalan hidup kalian. Tapi kalau kau meminta aku berpendapat, aku tak setuju." Ujar Sehun kemudian.

"Apa yang membuatmu tak setuju?"

Sehun membuang nafasnya perlahan.

"Banyak. Dalam hal ini, kau pikir siapa yang akan diuntungkan? Perjanjiaan ini tak memiliki batas limit. Ada kemungkinan suatau hari kalian akan saling jatuh cinta, menurutmu, kalau hal ini terjadi siapa yang paling sakit hati? Kyungsoo nunna atau Baekhyunie nunna?"

"Itu tak akan terjadi Sehun-ah. Kami tahu batasannya." Ujar Chanyeol yakin.

"Kau yakin hal itu tak akan terjadi? Ada jaminannya? Kau tak tahu bagaimana Tuhan membuat sebuah rencana hidup untuk umatnya hyung. Hari ini kau bisa mengatakan hal itu, tapi siapa yang tahu nanti satu saat kau mati-matian membenarkan apa yang ku katakan ini."

"Tolong jangan bahas yang belum terjadi Sehun-ah."

"Aku setuju dengan yang dikatakan Sehunie. Perjanjian ini, pernikahan yang akan kalian lakukan, terlalu beresiko." Ujar Jongdae.

"Aku tak keberatan kalau isi perjanjiannya seperti ini."

Semua mata tertuju pada Kyungsoo yang beru saja mengeluarkan suaranya.

"Tapi ijinkan aku menambahkan sesuatu disini." Kyungsoo menunjuk bagian bawah kertas yang masih kosong. Lalu meminta pulpen pada Chanyeol untuk menulis sesuatu disana.

"Apa yang akan kau tambahkan?" tanya Chanyeol sambil memberikan pulpen Kyungsoo.

Di kemudian hari, bila salah satu dari kalian ada yang memiliki perasaan lebih pada salah satunya, maka dia harus pergi.

"Ini adil bukan?"

Chanyeol menatap Kyungsoo sesaat setelah membaca tulisan tangan itu.

"Aku tahu, meski aku melarangmu melakukan hal ini, kau tak akan mendengarku oppa. Jadi, biarkan aku melakukan ini. Kau mungkin suaminya, tapi kau tetap kekasihku, sampai kapanpun begitu. Satu hari, saat aku memintamu meninggalkannya, kau harus melakukannya." Ujar Kyungsoo.

Baekhyun menarik nafasnya perlahan, jauh di dasar hatinya, dia merasakan sakit mendengar apa yang dikatakan Kyungsoo. Entah karena apa, tapi sepertinya ada satu sisi hatinya yang tak bisa menerima semua ini.

"Dimana aku harus tanda tangan?" tanya Baekhyun kemudian.

Chanyeol menunjukkan tempat dimana Baekhyun harus menandatangani surat itu. Baekhyun membubuhkan tanda tangannya, kemudian menuliskan sebaris kalimat.

Saya, Byun Baekhyun, berjanji tak akan melanggar isi perjanjian ini dan tak akan jatuh cinta atau mencintai Park Chanyeol.

"Aku permisi!" Baekhyun meraih tasnya, lalu pergi begitu saja dari tempat itu.

Sehun menatap kepergian Baekhyun dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Hal yang sama juga di lakukan Chanyeol. Satu sisi hatinya menyadari ada yang aneh pada diri Baekhyun, tapi dia tak tahu itu apa.

"Aku juga permisi!" pamit Sehun kemudian, yang diikuti selanjutnya oleh Jongdae.

Jongin yang sejak tadi diam tak mengeluarkan sepatah kata, berdiri dari duduknya, lalu mendekati Chanyeol.

"Kau sedang menggali lubangmu sendiri hyung. Berhati-hatilah!" bisiknya memperingatkan Chanyeol. "Aku pergi dulu!" pamitnya.

Chanyeol memejamkan matanya sejenak. Hati kecilnya berbisik perlahan.

"Pabboanikha Park Chanyeol!"

.

.

.

Pernikahan itu benar-benar terjadi. Pagi ini di akhir bulan september, Chanyeol berdiri di altar dengan Baekhyun di sampingnya. Di hadapan pastur dan tamu undangan yang hadir, mereka mengucap janji suci pernikahan mereka.

Keduanya saling berhadapan setelah upacara pemberkatan mereka berakhir. Chanyeol menyematkan cincin di jari manis Baekhyun, yang dibalas dengan hal yang sama oleh gadis itu.

"Kiss... kiss... kiss!" Pekik Luhan antusias. Chanyeol menoleh pada kakak iparnya itu, lalu menatap kedua orangtua Baekhyun dan ibunya kemudian. Kemudian tatapannya beralih pada teman-temannya yang duduk di bangku kedua, termasuk Kyungsoo juga di sana.

Setelah itu, Chanyeol menatap Baekhyun.

Sesaat setelah mereka saling tatap, desiran halus kembali menyapa dada Chanyeol, rasanya sedikit menyakitinya.

"Kiss!"

"Kau boleh mencium istrimu Park Chanyeol-ssi!"

Chanyeol maju satu langkah, kemudian tangannya menjepit dagu Baekhyun dan sedikit menariknya hingga gadis itu mendongak menatapnya. Dengan lembut, Chanyeol mendaratkan ciuman di atas bibir tipis Baekhyun.

Awalnya dia berpikir untuk menempelkannya saja, tapi naluri prianya menyuruhnya menyuruhnya untuk sedikit memberi lumatan diatas bibir lembut itu.

Baekhyun merasakan jantungnya berdetak cepat saat Chanyeol menciumnya. Tapi rasanya sangat aneh, kenapa hatinya sakit di waktu bersamaan? Tanpa dia sadari, saat Chanyeol masih menyesap bibirnya, airmatanya turun membasahi pipinya.

Di sisi lain, di bangku kedua dari depan, Jongin yang duduk di samping Kyungsoo, mengangkat kertas undangan yang dibawanya keatas, menutupi wajah Kyungsoo agar gadis itu tak melihat apa yang di lakukan Chanyeol.

Kyungsoo mengalihkan tatapannya pada Jongin, matanya terlihat sendu. Jongin mengembangkan senyum tipis menenangkan. Tak berapa lama, setetes airmata jatuh membasahi pipi Kyungsoo.

Dia sudah menguatkan dirinya untuk hari ini, meyakinkan hatinya bahwa apa yang diputuskannya tak salah. Namun sakit tetap saja menderanya saat ini. Seharusnya dia yang berdiri disana, menjadi pengantin Chanyeol, tapi...

"Yang kau lakukan sudah benar, kalau alasannya seperti yang kau katakan saat itu nunna."

Kyungsoo memejamkan matanya, kepalanya mengangguk pelan dan airmatanya semakin deras mengalir.

Untuk setiap pengorbanan yang kalian lakukan terhadap orang-orang yang kalian sayangi, Tuhan akan menggantinya dengan kebahagiaan.

.

.

.

TBC

Jeng...jeng...

Author datang dengan cerita dua chapter yang membuat Author deg2an saat merangkai kata demi kata demi terciptanya cerita ini. Jujur, part terakhir sangat menyakitkan untuk author.

Semoga kalian suka dan bisa menikmati cerita ini.

Big love for you guys 3

.

.

.

^_^ Lord Joongie ^_^